Jumat, 03 Agustus 2007

[psikologi_transformatif] Terima kasih, Bu Dhe Ratih ..............................

Terima kasih untuk hospitaliti Bu Dhe
Adakah strata yang lebih tinggi dari kasih sayang
Muhammad mengajarkan
Jesus mengajarkan
Buddha nengajarkan
Bu Dhe Ratih memanifestasikan ...........
O, seandainya semua orang seperti Bu Dhe Ratih ..............

By the way, apakah Bu Dhe punya samben di Surabaya sebagai event organizer bagi orang2 beken di Surabaya dan menyediakan ubarampenya ?

ratih ibrahim <personalgrowth@gmail.com> wrote:

Ah As as.............*jawil*
Kok hobi banget menyalahkan diri, wong kamu baik2 aja......
Brondongs memang belom bisa berenang secara "gape"...
Gaya berenangnya masih terlalu serabutan untuk ukuran berenang yang baik dan benar menurut standar yang saya tahu berdasarkan pengalaman saya dulou belajar berenang ketika masih seusia bocah2 ini..........*senyum......... kalau ngomongin brondong2, bawaannya gemes2 sayang.....dan hati saya jadi anget sampai lumer meleleh seperti madu anget juga....- senyum makin lebarrrrrrr*
Tapi, mereka lincah banget cebar cebur di air.......... kadang bahkan tampak seperti ikan lele.....hehehe.... *kok lele sihhhhhhhhh? mbok arwana atau apa gitu yang mahalan..... hahahaha*
Dan abis berenang, mereka jadi nggeragas banget.
Makannya banyak telap telep.
Mungkin laper yak?
Heheheheheheeeeee...........
 
Jangan kuatir tentang apa pendapatku tentangmu.
Tetap sayang sama kamu,
seperti halnya kepada semua yang lain di milis ini.
The same....
:-)
 
YangTi Ratih,  begitu cucuku memanggilku.
Hloh, aku sudah punya cucu???????????
Iya lhoooooooo.........
Meski bukan cucu kandung, tapi ya....... cucu.......

 
On 8/1/07, as as <as2004as_as@yahoo.com> wrote:
Maafkan diriku yang sok tahu ini Bu Dheku ..............
Hormatku slalu padamu, Bu Dheku
Brondong kalau blon bisa brenang jangan dipaksa-paksa, loh Bu Dheku ......
Nanti malam-malam mingseg-mingseg ndak mau makan ..............

ratih ibrahim <personalgrowth@gmail.com > wrote:
as as dear
tentang gelar, gelar yang kumaksud jelas bukan gelar yang katamu bisa dengan mudah diperoleh di ngamrik sana.
:-)
nanti deh,
kapan2 dikasih tau........
hahaha
 
sekarang, mau berenang sama brondong2 saya!
take care dong...

 
On 7/31/07, as as <as2004as_as@yahoo.com > wrote:
Terima kasih, Bu Dhe, untuk teh nasgithel ditambah gedang rojo godog manis nyamleng itu, lagi juga mau, loh, hehehe ....................

Bu Dhe, berhakkah menyamakan manusia dengan anjing gila atau hiu gila  ?
Rasanya Jesus, Muhammad atau Nabi, Resi siapa saja tak menyetujuinya .
Tidak prejudice memang hanya mainan orang beradab, kok Bu Dhe ..........

Bu Dhe, eh , maaf, istilah tukang bakso  itu tentu hanyalah adalah statistically, semoga Bu Dhe paham, artinya , tak ada kaitannya , dengan quotation apakah tukang bakso lebih tidak terhormat itu. Jadi cuma generally speaking, tukang bakso adalah ....  begitu saja kok bu Dhe ......... hehehe ..........

Kalau di kantor saya, sekarang meskipun Doktor 17 kali, itu tak pernah ditulis, kok Bu Dhe, tak pernah pula ditonjolkan. Yang penting prestasi kok Bu Dhe.
Wong jadi Doktor di Ngamerikah sekarang guwampaaaang ...........

Jadinya menjadi tehibur karena lucu juga ketika Bu Dhe menulis :

Apakah dengan bisa berbicara dalam bahasa asing dan bergaul dengan orang-orang asing membuatmu jadi lebih terhormat, intelek, pintar, dan berkasta lebih dari yang lain?
 
Sungguh lebih lucu dari Mr. Bean.

Orang di dunia ini banyak membuat ilmu salah ataupun pengertian salah, kok Bu Dhe, tetapi tak akan dibunuh oleh orang lain, entah kalau sama orang2 yang berjanggut kayak kambing yang gemar membunuh itu.
 

Maaf loh, Bu Dhe, kalau em yu badzier ....................


ratih ibrahim <personalgrowth@gmail.com > wrote:
As as.
Mau teh anget?
Teh anget manis?
Ini ada pisang rebus juga.....
 
Nah, kujawab ya....
Lumba-lumba akan menolong lumba-lumba lain, bahkan mahluk hidup lain yang memang perlu ditolong.
Tetapi tidak ikan hiu.
 
Saya, bude-bude ini......
Saya menyebut diri saya pencinta mahluk hidup.
Makanya sebisanya bahkan juga akan berusaha menolong seekor ikan hiu yang luka.
Apalagi mereka para hiu ini adalah binatang yang  terancam punah
Tetapi tidak, untuk ikan hiu gila, atau memang terbukti memangsa-merusak-mengganggu kelestarian mahluk hidup lain.
Saya sangat sayang pada binatang yang disebut anjing. Bahkan anjing kurap-pun akan saya rawat, saya obati, saya beri rumah.
Tetapi tidak,  untuk seekor anjing gila.
Atau anjing, atau binatang lain yang memang tidak bisa ditolong lagi.
Biasanya apa yang saya lakukan?
Saya akan membunuhnya.
Sebisa mungkin, tanpa rasa sakit.
Mengapa?
Karena pertolongannya bakal mubazir.
Tidak hanya membahayakan diri sendiri yang menolong, atau bahkan juga lingkungan yang lebih luas,
tetapi adalah karena MUBAZIR (dieja : eM-Uu-Be-Aa-Zet-Ii-eR, baca : MUBAZIR)
 
 
Tentang gelar, dan cara bereaksi.......
Mau gelar banyak........ (gelar saya memang banyak banget kok kalau mau dijembreng)
LAlu bagaimana cara bereaksi yang BENAR menurutmu?
 
Kalau saya, nih As.
ketika saya berbicara dengan tukang bakso saya akan berbicara dengan cara tukang bakso itu.
Tukang bakso yang terhormat, akan mendapatkan respek yang sangat dari saya.
Bahkan para tukang sayur, tukang ojek, dll, kamu juga.....
Jawab ya As, apa menurutmu, tukang bakso lebih tidak terhormat dari dirimukah?
Apakah menurutmu caramu berbicara lebih terhormat dari para tukang bakso dan bakul2?
Apakah dengan bisa mengutip berbagai istilah dalam bahasa asing membuatmu jadi lebih pintar dari yang lain?
Apakah dengan bisa berbicara dalam bahasa asing dan bergaul dengan orang-orang asing membuatmu jadi lebih terhormat, intelek, pintar, dan berkasta lebih dari yang lain?
 
Intinya, dengan siapa dan kepada siapa kita sedang berbicara. Dalam konteks apa.
Kembali kepada si dia, si penulis yang kamu bela-bela itu........
Menurutku, kamu membuang waktumu dan enerjimu sendiri untuk membela-bela dia.
Untuk orang sepintar kamu, sesakit hati apapun dirimu, mestinya sih kamu bisa cukup waras untuk berfikir jernih dan tidak membuat rasionalisasi konyol begini untuk dia.
Dia memetik apa yang dia tanam sendiri.
 
Bude Tih
 
On 7/31/07, as as <as2004as_as@yahoo.com > wrote:
Maafkan daku, Ratih Budeku
Maafkan bila energi Bu De terkuras
Maaf juga bila waktu Bu Dhe ikut terkuras

Pernahkah Bu Dhe melihat lumba2 yang menolong
lumba2 lain dalam keadaan exhausted

Kalau boleh bicara Tuhan
Tuhan banyak memberikan contoh perumpamaan.

Aku sendiri selalu tak tahan
Melihat seseorang dibuat bulan-bulanan.
Meski yang membulan-bulanankan
merasa ia paling benar paling pintar paling number one

Orang melihat David Copperfield di TV
Maka ia akan berkata
Oh itu cuma rekayasa computer rekayasa TV
Sangat lain dengan orang yang melihat David Copperfield live.

Zaman Columbus orang bilang, goblog nian kau Columbus .....
Coppernicus tak dipercaya Galileo didera
Waktulah yang menolongnya.

Tentu belum tentu semua yang dikemukakan benar.
Tentu cara mengemukakan mungkin juga tidak benar.
Tapi , bagi seorang yang bergelar Bu Dhe
tentu lain cara meresponsnya
Lain dengan tukang bakso jalanan ........................

Maafkan daku Bu Dheku
Mungkin Bu Dhe anggap aku anak rewel
Mungkin saja, karena aku baru bisa jadi aku .......................


ratih ibrahim <personalgrowth@gmail.com > wrote:
oh.
Satu lagi Asas sayang baca baik2 pernyataanmu ini ya....

      Kalau penulisnya salah,ia dapat merenungkan dan membuat koreksi seperlunya
 
Kamu pasti kenal penulisnya dong....
Namanya terpampang jelas kok di situ...
Dan orang secerdas kamu pasti tahu persis seperti apa si penulis dan bagaimana kualitasnya.
Jadi, As, kusarankan padamu, untuk tidak membuang enerji dan waktu untuk membantunya lagi.
Energi dan waktu siapa?
Tentu saja waktu dan enerji ku dong...
KAmu paham kan istilah : mubazir?
*senyum...... sambil ngemut coklat*
 
On 7/27/07, as as <as2004as_as@yahoo.com > wrote:





Sebaiknya dibahas apa yang dikemukakan, Bu De Ratih.
Baru kemudian disimpulkan.
Mungkin akan lebih menarik hati, Bu De.
Kalau penulisnya salah,ia dapat merenungkan dan membuat koreksi seperlunya.
Maybe, you could introduce the quality of being polite and respectable.

ratih ibrahim < personalgrowth@gmail.com> wrote:
*ketawa*
*ngetawain*

 
On 7/27/07, Vincent Liong <vincentliong@yahoo.co.nz > wrote:
Bahaya Timbulnya Anarkis
;kritik terhadap Pendidikan di ruang Kelas.

Ditulis oleh: Vincent Liong
Tempat, Hari & Tanggal: Jakarta, Jumat, 27 Juli 2007



Ketika di dalam ruang kelas kita menghadapi
pengalaman-pengalaman yang dikondisikan,
diimajinasikan seperti seorang anak bermain game di
playstation. Kasus-kasus imajiner tsb dihadapi dalam
serial kuliah, hari-demi-hari tanpa tahu mengapa kita
menghadapinya. Kita tidak memiliki alasan yang
kongkrit mengapa kasus demi kasus imajiner tsb harus
kita hadapi, yang kita tahu 'katanya' adalah agar
pintar, agar lulus, dlsb.

Jadi kalau diurutkan logikanya dari tiap kasus yang
kita hadapi dengan posisi diri sendiri yang kongkrit
selalu ada missing link antara 'Saya sebagai diri yang
kongkrit'(ada dalam ruang fisikal) dihadapkan pada
kasus yang tidak memiliki relasi dengan saya. Lalu ada
iming-iming yang memuaskan ego diri kita masing masing
entah itu pujian karena pintar, nilai, ijasah, dlsb.

Memang ada norma-norma yang memisahkan tentang baik
dan tidak baik yang diajarkan, tetapi hal itu tetap di
kondisi imajiner yang amat jauh dari diri kita di
posisi kita sekarang. Hal itu ada hanya sebagai
variasi variabel-variabel bahasa yang kita temui dalam
tiap sesi kelas.

Nah, masalah ini menimbulkan satu resiko yaitu
terjadinya kondisi Anarkis. Anarkis adalah kebebasan
sebebas-bebasnya dengan tujuan pemuasan ego diri
sendiri (tidak ada tujuan kongkrit). Coba kita lihat
dari misalnya demonstrasi; demonstrasi,
gerakan-gerakan idealis anarkis, dlsb dapat terjadi
karena adanya paradigma-paradigma super ideal yang
tidak memiliki relasi langsung dengan diri yang
kongkrit.

Kalau mau lengkap pendidikan itu harus terdiri dari
dua paradigma yang bertentangan, tetapi saling
melengkapi yaitu: 'Why' dan 'How to'. Tetapi
masalahnya kita dididik dengan sistem pendidikan yang
berpangkal dari filsafat barat yang fokus pada
pencaharian alasan-alasan (Why) untuk tujuan
menjelaskan sesuatu; mengamati sesuatu dari luar dan
tidak pernah menghadapi masalah sebagai yang mengalami
langsung (How to). Dalam belajar variabel bahasa entah
itu dinamai baik atau dinamai tidak baik, bila tidak
ada relasi sebab-akibat yang kongkrit dengan diri kita
maka baik maupun buruk tentu dianggap sebagai variabel
yang sederajat. Yang beda hanya pengelompokkannya.
Kalau bosan jadi baik ya jadi yang tidak baik; toh
tetap tidak ada sebab-akibat dengan diri kita sebagai
pribadi, begitu juga sebaliknya. Semua hanya menjadi
sibuk di pikirannya sendiri yang dibuat-buat; semakin
dalam ya semakin rumit dan hanya bisa dikenali oleh
diri sendiri.

Maka dari itu muncullah semangat seperti misalnya
olahraga pikiran, olahraga intelektual, dlsb ;yang
muncul dari kalangan yang mengenal variabel bahasa,
tetapi tidak mengenal relasinya dengan dunia kongkrit.
Dalam kebebasan berolahraga pikiran; baik manusia, dan
segala sesuatu di sekitarnya hanyalah variabel. Baik
atau buruk, bagaimana efek sampingnya terhadap orang
di sekitar kita tidak perlu diperhitungkan karena
dianggap semua itu hanyalah bagian dari peregangan
otot, simulasi perlombaan, semangat olahraga. Kita
saling menggosipi, kehilangan persahabatan, kehilangan
kepercayaan dari teman, menjatuhkan teman atau bahkan
yang merugikan diri sendiri ; semua dianggap sekedar
bagian dari sensasi olahraga itu sendiri.

Seperti ketika kita bermain game tembak-tembakan
Counter Strike maka proses pengalaman membunuh dan
terbunuh, kematian musuh atau bahkan kematian diri
kita sendiri adalah bagian dari proses pemenuhan
kesenangan, kepuasan diri, toh nanti bisa tekan tombol
reset dan game bisa berulang lagi dari awal.

Sebagian orang yang bisa memanfaatkan fasilitas
bernama pendidikan untuk kelangsungan hidupnya, tidak
sekedar untuk rekreasi bernama olahraga pikiran.
Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang memanfaatkan
kemampuan berbahasa atas variabel-variabel di
bidangnya masing-masing untuk dikaitkan dengan usaha
di dunia nyata untuk sebuah tujuan kongkrit yaitu
mencari sesuap nasi, misalnya: Bagaimana mengerti
teori ekonomi, hukum, psikologi, kedokteran, tekhnik,
matematika, dlsb lalu bekerja atau membuka usaha
hingga bisa memberikan kemapanan ekonomi bagi
keluarganya sendiri. Setidaknya untuk hari ini
keluarga saya masih bisa makan dan hidup layak.

Jadi yang membedakan para anarkis (olahraga pikiran)
hasil didik pendidikan berbasis filsafat barat (why)
dengan mereka yang mampu memanfaatkan secara
menyeluruh fungsi 'Why' dan 'How to' adalah; Manusia
yang untuh selalu memiliki tujuan yang kongkrit.


Mengenang budaya Anarkis bernama Olahraga Pikiran yang
telah menjamur di maillist
Psikologi_Transformatif@Yahoogroups.Com
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/join
.

Ketika masing-masing dari pemain kehilangan
persahabatan, kehilangan kepercayaan dari dan kepada
teman, menjatuhkan teman, merusak hubungan keluarga
interen teman, merusak nama baik diri sendiri, semua
lenyap, hilang. Yang tersisa hanyalah semangat
berolahraga pikiran dan semangat gossip menggosipi
sesama teman sendiri.


Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Jumat, 27 Juli 2007





Biodata penggagas budaya Anarkis bernama Olahraga
Pikiran: Nuruddin Asyhadie.

Nuruddin Asyhadie, Lahir di Mojokerto, 27 Pebruari
1976, beralamatl di "Padepokan Ngawu-awu Langit"
Karang Bendo CT III/23c, Jl. Kaliurang Km 5 Yogyakarta
E-mail: asyhadi-@eudoramail.com.

Menamatkan sekolah menengah di SMA Negeri 6 Surabaya,
lulus 1993/1994 dan kini sedang menyelesaikan
skripsinya tentang gramatology Jaques Derrida di
Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta.

Aktif di Teater Sanggar Shalahuddin Yogyakarta, sempat
menjadi wartawan Yogya Pos, 1995-1996, kini Redaktur
Jurnal Filsafat Kaca Mata, Kelompok Bermain Kaca Mata
dan Direktur Riset dan Penerbitan Pabrik Tontonan.
Beberapa sajaknya pernah mendapatkan penghargaan
sebagai dominasi Kejuaraan 5 Puisi Kategori Nominasi
Lomba Cipta Puisi Remaja, Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Amerika (PPIA) dan Forum Apresiasi Sastra
Surabaya (FASS), dalam rangka Festival Puisi Indonesia
XIII (1992),  Juara I Lomba Cipta Puisi St. Louis 2
Cup I (1993), Pemenang Ketiga Lomba Cipta Puisi
Se-Indonesia, Teater Kene, Tabanan Bali, (1993),
Sembilan puisi terbaik Lomba Cipta Puisi Perdamaian
"Art and Peace" (1999) Wianta Foundation.

Karya-karyanya yang lain Angin Lalu  (1994)
dipentaskan
oleh Kelompok Doyan Kerja Surabaya pada tahun yang
sama. Sastra Jendra (1995) dipentaskan oleh sanggar
Shalahuddin Yogyakarta pada tahun yang sama. Berapa
Harga 1 Kg Puisi?, reportoar bersama Kelompok Doyan
Kerja Surabaya, 1997. Menyingsing Fajar (1993),
kumpulan puisi bersama 12 penyair muda se-Indonesia,
diterbitkan oleh Teater Kene, Tabanan Bali.



Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com



Choose the right car based on your needs. Check out Yahoo! Autos new Car Finder tool.


Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV.



Get the free Yahoo! toolbar and rest assured with the added security of spyware protection.



Sick sense of humor? Visit Yahoo! TV's Comedy with an Edge to see what's on, when.



Building a website is a piece of cake.
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.



Building a website is a piece of cake.
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
SPONSORED LINKS
Yahoo! Avatars

Express Yourself

Show your style &

mood in Messenger.

Yahoo! Mail

Next gen email?

Try the all-new

Yahoo! Mail Beta.

Yahoo! Groups

Going Green

Share your passion

for the planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar