Selasa, 04 September 2007

[psikologi_transformatif] Bertetangga gampang gampang susah.....................


Akhir akhir ini gejolak kemarahan rakyat Indonesia mencuat kepermukaan
diakibatkan oleh insiden pemukulan wasit karate Indonesia oleh oknum polisi Malaysia. Sepertinya kemarahan yang timbul akibat akumulasi dari rasa ketidak puasan atas sikap negara tetangga kita baik dari birokrasi maupun oknum  kepada para TKI ataupun TKW.

Saya tidak ingin membahas lagi masalah ini karena sudah banyak yang
menyuarakan aspirasi individu, golongan maupun yang mewakili negeri ini.
Yang ingin saya bahas justru masalah rumitnya kita bersosialisasi dengan
tetangga apalagi tetangga sebelah rumah. Sama seperti kita dengan negara
tetangga sebelah seperti Malaysia, Singapore, Timor Leste, Papua Nugini,
Philipina yang letak geografisnya memang bersebelahan langsung dengan
Indonesia. Dari perjalanan sejarah sudah beberapa kali kita bertikai
dengan mereka dalam rangka mempertahankan hak dan kedaulatan kita
sebagai bangsa sudah banyak air mata dan darah yang dikorbankan demi
kata persatuan dan kesatuan, dan pada akhirnya seperti tidak ada kata
final untuk pertikaian antar bangsa ini dan kalaupun ada komitmen
perdamaian untuk satu kasus tidak tertutup kemungkinan suatu saat akan
timbul kasus lain yang juga akan memicu permusuhan.

Sesungguhnya kalau kita coba kecilkan scoupe kata bertetangga dengan
mengilustrasikan kehidupan kita sehari hari dengan tetangga, ada yang
saling bersilaturahmi layaknya saudara, ada yang sekedar saling mengenal
namun tidak membuka sebuah hubungan interaksi yang intensif, hanya
sekedar tegur sapa ala kadarnya namun mereka tidak saling memusuhi satu
sama lain, namun tidak sedikit yang menganggap tetangga musuh bebuyutan
tidak pernah berdamai tapi tidak juga berbaikan, segala masalah sekecil
apapun bisa membuat perang dunia ibaratnya.

Aku sendiri punya pengalaman menarik hidup bertetangga dalam satu
halaman karena rumahku dulu adalah paviliun dari sebuah rumah besar di
daerah Menteng Jakarta dimana tidak ada batas yang jelas dari kekuasaan masing masing penghuni. Tadi tadinya tidak ada masalah dengan penghuni rumah induk sebelumnya bahkan hubungan sudah seperti saudara mungkin karena kami sama sama orang Jawa, namun keharmonisan tersebut lenyap seketika ketika tetangga tersebut pindah rumah dan digantikan oleh penghuni baru yang asli Betawi. Benturan budaya, benturan aturan masing masing telah membuat kita saling bermusuhan, anak dengan anak, orang tua dengan orang tua bahkan pembantu dengan pembantu. Ada ada saja yang mereka lakukan untuk menunjukkan kekuasaan mereka dan sepertinya anak anak mereka pun jadi ikut ikutan kurang ajar karena meniru apa yang dilakukan orang tua mereka. Hubungan kami sudah seperti Berlin Barat Berlin Timur sebelum tembok Berlin dirubuhkan. Adikku yang laki laki yang paling tidak bisa menahan emosi bahkan hampir terjadi perkelahian hanya karena hal sepele.
Ada ada saja ulah mereka yang membuat kami marah seperti misalnya
parkir mobil, padahal mereka bisa memarkirkan mobil di depan rumah
mereka sendiri tapi sengaja diposisikan menutup akses ke rumah kami yang
letaknya di belakang dan secara otomatis kami terpaksa memarkirkan mobil
kami di pinggir jalan karena tempat parkir kami dikuasai mereka, bagian
dapur yang harusnya digunakan bersama ditutup secara sepihak sebagian
sehingga kami tidak bisa mengakses ke wilayah itu juga ada kamar yang
mereka ambil untuk pembantu tanpa berrembug dengan kami.

Yang ingin aku ceritakan di sini bukannya bagaimana serunya pertempuran
antara keluarga kami namun justru sikap mamiku yang begitu tenang dan
terkendali menghadapi mereka. Sedikitpun mami tidak pernah terpancing
kemarahannya atas sikap mereka yang kelewat batas, dalam diam dia
melakukan perlawanan, seperti kala mereka menutup depan rumah kami
dengan mobil mereka, kami diminta mengalah dan memarkirkan mobil kami di pinggir jalan, ketika sebagian service area ditutup mereka mami tidak
protes malah diam diam dibalik tembok semi permanen daerah terbuka rumah kita  ternyata mami memasang dinding tembok  secara bertahap yang nantinya tanpa diketahui pihak rumah induk sudah menjadi bagian rumah kami padahal harusnya itu area bersama, dan yang aku salut saat mereka kesusahan yaitu anak anaknya beruntun meninggal dunia setiap tahun justru kamilah orang pertama yang membantu mereka karena beberapa kali musibah terjadi saat orang tuanya sedang bepergian, alhasil ke empat anak mereka tsb. meninggal di pangkuan mami. Dan ketika pemilik rumah itu meninggal dunia, keluarga yang ditinggalkan hidupnya kacau engga karuan, sikap buruk yang mereka pertontonkan pada anak anak mereka tanpa sadar menjadi bumerang ketika pada akhirnya mereka saling bertengkar bahkan sang ibu akhirnya pun ditipu anak anaknya. Hidup mereka sangat sengsara dan mengenaskan. Bahkan saat rumah kami terjual bersama sama ternyata bagian rumah kami justru dihargai tinggi padahal besarnya hanya 1/4 rumah induk tapi kami menerima uang pembayaran setengah dari nilai rumah induk dan ironisnya dari bagian uang yang mereka terima masih dikorupsi oleh salah seorang anak mereka sendiri sehingga bagian yang diterima oleh sang ibu hanya sedikit, sungguh ironis. Dalam situasi demikian ibu yang sombong itu menangis di hadapan mami dan meminta maaf atas kelakuan mereka selama ini yang terjadi lebih dari 10 tahun lamanya.

Sementara mami (mami angkatku) setelah menjual rumahnya langsung
memberikan bagian anak anaknya yaitu aku dan adikku yang sama sama anak
angkat dan kemudian dengan sisa uang yang dimiliki mami yang masih
sangat banyak beliau hanya menyisihkan sebagian kecil untuk kontrak
rumah selama 5 tahun dan sisanya beliau gunakan untuk berbagi, beliau
mengajak teman temannya yang seusia untuk piknik ke pelosok tanah air
dan mereka benar benar bahagia, mami sendiri sengaja tidak mau membeli
rumah karena menurut beliau untuk apa menghabiskan uangnya untuk membeli rumah lagi (yang dia takutkan malah jadi bahan sengketa saudaranya karena dia sendiri tidak memiliki anak kandung)  lebih baik untuk bersenang senang dan beliau memang benar benar menikmati akhir hidupnya dengan berbagai kegiatan sosial yang sebagian dibiayai dari kantongnya sendiri. Dia tidak pernah menyimpan dendam pada orang orang yang menyakitinya bahkan dia akan menjadi orang pertama yang membantu jika mereka mengalami kesusahan.

Moral Story:

Dalam menjaga hubungan baik dengan tetangga, kita harus saling
menghormati, saling menghargai , saling membantu khususnya saat tetangga
mengadakan hajatan dan memiliki pengendalian diri yang kuat agar tidak
mudah terpancing emosinya. Mudah memaafkan dan selalu berpikir positip.
entah apa jadinya kalau dulu mami tidak mampu menahan diri mungkin
kehidupan kita selanjutnya akan jauh berbeda dan kesabaran mami ternyata
dibalas berlipat ganda oleh Tuhan YME dengan memberikan rejeki berlimpah yang datang dari berbagai sumber yang tidak diduga duga. Beliau selalu menekankan pada kami untuk belajar sabar dalam segala hal, sesuatu yang mudah diucapkan tapi sulit dijalankan. Beliau juga meminta kita untuk
tidak menyimpan dendam karena dendam yang tersimpan bertahun tahun bisa saja suatu saat meledak hanya karena masalah sepele saking sudah
terakumulasi sekian lama.
Kesabaran mami yang luar biasa justru pada akhirnya membuat dirinya menjadi pemenang setelah mereka yang selama ini menjadi penguasa akhirnya terpuruk saat ditinggal mati kepala keluarganya yang paling otoriter. Saya sendiri sangat sulit menjadi penyabar tapi proses hidup yang saya jalani hari demi hari membuat saya bisa melatih kesabaran walau masih jauh kalau dibanding mami tapi saya berharap saya bisa meningkatkan kualitas kesabaran saya dengan falsafah yang selalu saya ingat saat masih latihan Kempo yaitu TAKLUKKAN DIRIMU SEBELUM MENAKLUKKAN ORANG LAIN.

Oleh karena itu dalam konteks friksi yang terjadi dengan negara tetangga
kita Malaysia, harus kita akui bahwa ini terjadi karena akumulasi
kejadian kejadian sebelumnya yang sudah menumpuk. Ketidak beruntungan
pihak Indonesia yang selama ini terkenal sebagai pemasok tenaga kerja
gelap di Malaysia membuat mereka merasa pantas berbuat seenaknya karena
dipicu kekesalan mereka. Indonesia sendiri merupakan musuh bebuyutan
Malaysia dalam bidang olah raga khususnya bulu tangkis sehingga kadang
kadang ada rasa sentimen yang juga sifatnya menahun yang telah tersimpan
di un-conscious mind kita yang tanpa sengaja akan meledak saat ada
trigger yang memicunya. Berdasarkan pengalaman sejarah belum pernah ada pihak yang diuntungkan dalam permusuhan antar negara dan yang pasti yang paling menderita adalah rakyat kecil yang tidak tahu apa apa. Untuk itu
kami berharap para milister bisa saling menahan diri, jangan
memperkeruh keadaan karena ini tidak akan menolong keadaan. Justru
marilah kita secara bersama memikirkan bagaimana meningkatkan harkat
anak bangsa agar mereka bisa memiliki skill yang membuat mereka mampu
bersaing, kalaupun mereka tetap menjadi pembantu rumah tangga di negeri
Jiran tsb. tetap mereka harus dibekali pengetahuan umum yang cukup,
ketrampilan menggunakan peralatan rumah tangga modern, mengerti dan
mampu berbahasa daerah tempat bekerja dan kalau bisa juga mampu
berbahasa Inggris walau hanya untuk conversation saja, juga membekali
dengan pelatihan kepribadian sehingga mereka menjadi pribadi yang baik,
jujur, percaya diri, dan mampu beradaptasi dengan segala situasi yang
menekan sekalipun.

Milis the Profec punya cita cita ingin membentuk BLK bagi tenaga kerja khususnya anak putus sekolah untuk membekali ketrampilan yang bisa bermanfaat buat mereka dan bisa membantu mereka buka usaha. Sekali lagi sahabat lebih baik kita menghimpun kekuatan yang ada di milis ini untuk memikirkan jalan keluar sesuai kapasitas kita masing masing bagi permasalahan sumber daya manusia bangsa ini yang belum bisa bersaing di pasar bebas. Mungkin kita sesama komunitas milis bisa saling bersinergi dengan kekuatan yang kita masing masing miliki saya yakin kita bisa berbuat lebih banyak ketimbang cuma protes atau menghujat pihak lawan yang akhirnya menjadi polemik berkepanjangan yang terkadang justru saling menyerang pribadi.

Dengan ini mari kita sudahi polemik tentang kasus pemukulan wasit karate
Indonesia di Malaysia, semoga apapun keputusannya nantinya benar benar
sudah dipertimbangkan masak masak tanpa harus mengorbankan orang banyak yang tidak tahu apa apa.

Salam EPOS,

Lies Sudianti

Founder & Moderator the Profec

0816995258




Salam EPOS, Lies Sudianti Founder Moderator +62816995258

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Stay in Shape

on Yahoo! Groups

Find a fitness Group

& get motivated.

Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar