Senin, 03 September 2007

[psikologi_transformatif] peran islam dan masa depan eropa..

dari salah satu web site islam...

Peran Islam dalam Masa Depan Eropa Buat halaman ini dlm format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Saturday, 25 August 2007
Wawancara dengan Mohammad Arkoun
 
Apa fokus gerakan Islam dan proses perkembangannya? Apakah gerakan ini awal kelahiran Islam Prancis atau Islam Eropa? Dalam ringkasan wawancara ini, Muhammad Arkoun mengulas keadaan Islam di Prancis secara khusus dan Eropa secara Umum. Menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, dia mengidentifikasi persoalan utama terletak pada ketidaksiapan intelektual umat Islam dan kaum imigran ke Eropa.
 
Dia percaya bahwa mereka ini secara keliru telah menerangkan topik-topik keislaman dan menisbatkan berbagai hal fiktif dan palsu kepada Islam. Karenanya, gejala ini—menurutnya—menyebabkan Islam di Eropa lemah dalam mengambil peran yang berarti, kecuali jika ia bisa menciptakan perubahan besar dalam kancah ilmu pengetahuan. Tentunya, tugas ini menuntut; pertama, pembangunan sebuah landasan yang kuat dan; kedua, kebebasan penuh dalam lingkungan ilmu dan pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu Humaniora dan agama yang perlu ditelaah secara mendalam.
*****
 
Apakah Islam Prancis atau Islam Eropa itu ada? Apakah Islam ini di benua ini akan ditinggalkan ataukah justru punya suatu hubungan yang kuat dengan budaya Barat?
Pertanyaan ini bagi kebanyakan peneliti, wartawan dan bahkan dalam wacana-wacana global masih terus diperbincangkan. Di dunia yang kini kita hidup di dalamnya, kita tidak bisa mengklaim bahwa ada Islam Prancis atau Islam Eropa, sebab banyak juga orang-orang muslim yang hijrah ke Barat dan Eropa sebagai pekerja. Sebelumnya, mereka tidak punya kesempatan yang cukup bahkan untuk menikmati jenjang pendidikan tingkat menengah. Mereka juga tidak tahu bahasa Prancis atau Jerman. Mereka datang ke dataran bumi ini hanya untuk mencari nafkah hidup. Sampai sekarang pun kita masih hidup dalam keadaan seperti ini. Karena itulah banyak orang-orang Muslim—yakni mereka yang hidup di masyarakat-masyarakat Eropa—hanya menjadi fokus perhatian ulama Islam yang datang dari Aljazair, Tunisia, Maroko dan Mesir. Orang-orang Muslim imigran itu juga yang lalu mengusung pemikiran dan cita-cita keislaman ulama tersebut, dan ini kemudian menyebabkan berbagai persoalan di negeri ini, karena mereka tidak bisa memahami budaya kontemporer masyarakat—khususnya—Prancis.
 
Tentu Anda sudah tahu, Prancis punya sejarah dan pemikiran yang khas yang kita kenal dengan Laissez-faire. Sama sekali tidak akan diperoleh oleh orang-oang Muslim pemahaman yang benar terhadap sejarah dan muatan-muatannya di negeri ini, sebab perhatian mereka di negeri ini tertuju pada wacana-wacana Islam fundamental. Wacana-wacana Islam fundamental memperingatkan Muslimin akan pergaulan dengan orang-orang kafir. Ada banyak kelompok yang menyulpai wacana-wacana ini ke dalam pemikiran dan kebudayaan masyarakat Islam. Tentu saja dalam hal ini ada banyak ahli dan pakar. Akan tetapi mereka tak peduli dengan isu-isu keislaman, karena mereka sibuk dengan pekerjaan dan mata pencarian mereka sendiri. Mereka pakar-pakar di bidang Matematika, Fisika, Komputer, dll. Kalangan ini tidak bisa menangani isu-isu keislaman. Di sisi lain, kalangan ahli ini di masyarakat-masyarakat Barat terbilang sedikit. Dan mereka yang kenal dengan isu-isu, budaya dan pemikiran Islam lebih sedikit lagi. Sedangkan kebanyakan orang-orang Muslim justru punya kecenderungan fundamentalistik. Kelompok ini tidak akan bisa berpengaruh terhadap kondisi keilmuan Islam di negeri-negeri Barat. Saya sendiri melihat kenyataan ini dengan mata kepala. Ketika saya menyampaikan kuliah umum di Jerman dan Prancis, kelompok inilah yang tidak bisa menyerap uraian detail dari pemikiran-pemikiran Islam. Menurut saya, keadaan Islam di Eropa dan Barat akan berubah, walaupun perlu cukup waktu.

Selain kelompok yang Anda singgung tadi, ada banyak kelompok lain yang mendapatkan kewarganegaraan negara-negara Eropa seperti; Prancis. Dengan kewarganegaraan ini pula mereka menempati jabatan-jabatan tinggi instansi dan posisi-posisi politis di benua ini.
Ya, ada itu, tapi sedikit. Misalnya di parlemen, sampai sekarang tidak ada satu orang pun dari kelompok yang Anda sebutkan tadi. Tentu saja, di Belanda ada empat atau lima anggota yang muslim, dan di Inggris ada sejumlah anggota muslim. Tapi di Prancis, sampai sekarang ini, dengan berbagai alasan, itu tidak pernah terjadi. Ada banyak orang yang ditempatkan di kantor walikota dan jabatan-jabatan public lainnya, akan tetapi ketidakcocokan dengan lingkungan dan masyarakat Eropa telah menyebabkan semacam keengganan dan penghindaran orang-orang Muslim dari jabatan-jabatan tersebut. Begitu pula di pihak warga Eropa, lantaran tidak adanya silang pemahaman dan pergaualan dengan orang-orang Muslim, keterbelahan ini terus dominan. Memang perlu waktu yang panjang untuk mengubah keadaan ini. Dan menurut saya, pada 5-10 tahun yang akan datang, Islam akan berpengaruh di benua ini. Syaratnya, orang-orang Muslim harus belajar bahasa-bahasa Eropa di samping bahasa Arab, dan memahami ajaran-ajaran Islam secara mendalam. Kalau tidak begini, kita tidak bisa lagi bicara tentang Islam Jerman, Islam Prancis atau Islam Swedia.
Saya juga percaya bahwa proses ini berkaitan secara langsung dengan keadaan Negara-negara Islam, karena kondisi ilmu dan pengetahuan di negeri-negeri Islam—sejauh pengetahuan saya—sangatlah lemah. Oleh karena itu, kaum Muslimin tidak bisa hanya percaya pada apa yang ada di dalam negeri-negeri mereka. Ketakpercayaan adalah factor utama dalam menentukan nasib kaum Muslimin di Eropa. Contohnya, negara-negara Islam mengirimkan ke Negara-negara Barat anak-anak bangsa yang tidak punya kesadaran adan pengetahuan akan nilai-nilai Islam, makanya mereka tidak bisa bekerja di bidang ini secara baik.

Dulu, Kementerian Luar Negeri Mesir pernah mengutus islamolog kontemporer, Syeikh Amin Al-Khuliy sebagai konsuler bidang kebudayaan ke Berlin dan Roma. Begitu juga Sayid Muhammad Khatami yang juga seorang pakar islam kontemporer di Jerman, aktif mengamati persoalan-persoalan budaya Islam bangsa Iran di Jerman.
Ya, mereka pemikir-pemikir islamolog. Sekarang juga banyak muslimin imigran masih memerlukan orang-orang seperti ini. Kaum imigran itu menuntut keterlibatan mereka dalam masyarakat dan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Akan tetapi, setelah sekolah-sekolah itu dibangun tuntas, siapa yang duduk di bangku-bangku kelasnya? Guru-guru di sekolah-sekolah itu juga tidak pandai mengajarkan pendidikan yang baik dan pengajaran ilmu tafsir dengan metodologi sejarah dan sasial, karena mereka sebelumnya belum pernah bejalar hal yang sama, karena itulah mereka punya cara pandang negatif dan sinis terhadap masyarakat, sebab ada beberapa pihak yang menuntut pembangunan sekolah-sekolah khusus, dan ini memerlukan izin dari pemerintah setempat. Pemerintah juga menghindari pembangunan tersebut, karena dengan adanya sekolah-sekolah ini, justru akan diajarkan kebodohan fundamental dan mengakar, dan ini merupakan ancaman dari orang-orang itu terhadap masyarakat dan agama.

Ini justru persoalan-persoalan yang sekarang sedang menimpa kita, tapi sayangnya negara, kelompok-kelompok Islam dan para ahli tidak berusaha menganalisa keadaan ini. Menurut pengakuan kolompok-kelompok Islam sendiri, di antara mereka ada yang punya kewarganegaraan Prancis, ada juga hidup di sana sebagai pendatang asing dan pekerja imigran.
Betul itu. Pendapatkan kewarganegaraan merupakan pekerjaan yang sangat susah. Banyak dari orang-orang itu tidak mendapatkan kewarganegaraan untuk keluar dari 'umat' dan 'Darul Islam'. Akan tetapi, di Negara-negara Eropa, ada undang-undang yang tidak memberikan peluang kerja kepada selain warga negara. Oleh karena itu, mereka cenderung ke arah sana untuk mencari mata mencarian.

Memangnya banyak orang-orang seperti ini?
Dilaporkan ada sekitar 5 juta orang. Tapi saya kira jumlah mereka lebih banyak dari itu, sebab data-data tak resmi melaporkan hal yang lain.

Lalu, bertolak dari kenyataan adanya Islam di Prancis dan Eropa, apakah terjadi memisahan dalam masalah antara ibadah dan kewajiban-kewajiban atau antara pengalaman-pengalaman kejiwaan dan kondisi-kondisi jaman?
Pemisahan ini melazimkan kemajuan ilmi-ilmu pengetahuan dan pengakuan akan konsep-konsep baru. Masalahnya berkaitan erat dengan pemikiran dan budaya. Karena itulah Islam sama sekali tidak punya intervensi di dalamnya. Kenyataan ini juga sudah terjadi di dunia Kristen, yaitu dengan cara penentangan Monernitas terhadapnya dalam bentuknya sekarang ini—dimana masyarakat Eropa menetapkan pemisahan politik dari agama. Dan kalau saja kelas kapitalis tidak berhasil mengalahkan kelas Gereja, tentu sekarang ini nasib Kristen tidak beda dengan Islam. Namun, lantaran kelas kapitalis Eropa sangat kuat, pemisahan antara politik dan agama dilakukan ke atas masyarakat dengan kekuasaan dan kekerasan; bukan dengan jalur kehendak publik. Negara-negara Barat telah menjalani berbagai transformasi dalam pemikiran, metodologi dan analisis, namun kita sedikitpun tidak memanfaatkan transformasi-transformasi itu. Di Barat telah terjadi banyak revolusi pengetahuan dan epistemologis, hanya kita saja tidak menyadari substansinya, sebab metode-metode epistemologis analisis, kritis dan ilmiah dalam masyarakat Islam dan sistem-sistem pendidikan perguruan tingginya masih lemah. Banyak dari kalangan pakar sedang menerjemahkan transformasi-transformasi itu ke dalam bahasa Arab. Namun upaya ini tidaklah banyak dilakukan. Khususnya jika saja jika soroti tekanan-tekanan ideologis atas masyarakat dan kaum cendikiawan, upaya ini semestinya ditingkatkan.
 
Kenapa orang-orang Barat begitu fobia terhadap sebuah fenomena keislaman?
Karena mereka sama sekali tidak bisa mengerti; bagaimana semua syarat dan peluang kebebasan diberikan kepada seorang perempuan, tapi dia sendiri tidak menerimanya dan memilih hidup dengan cara yang mereka sebut dengan model Abad Pertengahan. Padahal, perempuan-perempuan muslimah itu perempuan-perempuan lain yang berjuang untuk kebebasan. Walaupun begitu, kelompok pejuang kebebasan ini ketika datang dan hadir di Barat, mereka tetap menggunakan hijab dalam berinteraksi dengan orang-orang kafir. Kontradiksi semacam ini tidak bisa dipahami oleh orang-orang Barat..

Untuk membahas persoalan hijab, pemerintah Prancis telah membentuk sebuah komisi yang juga melibatkan Anda sebagai anggota di dalamnya. Langkah-langkah apa yang sudah Anda ambil?
Betul. Komisi ini telah menuntaskan tugasnya dengan mengesahkan usulan-usulan di samping mempertimbangkan kondisi-kondisi dan aspek-aspek khas budaya Barat serta komitmen pada semua aspek ini. Sebab, syarat-syarat cultur Barat sendiri di negeri ini sudah tidak lagi efektif. Sementara itu, kebanyakan orang Muslim di negeri ini—seperti yang sudah saya katakan—adalah pekerja sipil. Maka itulah mereka dan anak-anak mereka seharusnya belajar bahasa Prancis dan pelajaran ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Nah, dengan kondisi-kondisi kultur mereka, tentu saja tugas kita sangatlah berat.

Apa tanggapan Anda terhadap stamtemen-statemen Syeikh Mazyani yang menekankan pemukulan atas istri?
Dalam dalam ceramahnya membawakan masalah-masalah yang tidak ada di negeri-negeri Islam sendiri. Orang-orang seperti ini di Barat—dengan menyalahgunakan hak kebebasan dan demokrasi—membuat isu-isu yang irasional. Maksud saya, mereka sedang berusaha melawan akal sehat.

Tepatnya isu-isu apa yang diangkat oleh Syeikh itu?
Dengan menukil ayat-ayat AL-Quran, dia menerangkan bahwa seorang lelaki berhak memukul istrinya yang tidak mentaatinya. Dia juga mengakui bahwa bagian fisik istri yang harus dipukul itu adalah tangan dan kaki, jadi suami tidak boleh memukul wajahnya, sebab kalau wajah istri juga dipukul, tentu akan wajahnya tampak jelek dan tidak cantik lagi. Sepertinya masalah-masalah ini tidak terduga oleh kita. Namun, masyarakat dan meda-media massa mendengar dan membicarakannya lalu menunjukkan penampilan yang buruk dari Islam. 

Syeikh itu sudah diusir dari Prancis. Lalu kenapa dia kembali lagi?
Dalam sistem demokrasi, yang berkuasa dalah hokum. Semua Negara juga akan menghormati hokum dan undang-undang dasar.

Bukankah dia orang Prancis?
Iya, betul.

Menurut Anda, peran apa yang bisa diambil Islam di Eropa dewasa ini? Apakah Islam bisa berperan dalam kebersamaan Arab-Eropa? Dan secara umum, apakah peran yang akan direbut Islam di Eropa?
Islam bisa mengambil peran dalam memproduksi sejarah dan pemikiran, tapi dengan syarat; ada perubahan budaya dan pengetahuan di negara-negara Arab. Kita harus merumuskan sebuah basis umum dan kuat, begitu juga kebebasan atas semua ilmu, khususnya dalam lingkungan ilmu-ilmu humaniora. Perspektif ini akan mengarahkan kita kepada pemikiran yang mendalam. Tidak semestinya kita penganut strategi tradisionalis, sebab kita punya persepektif divinitas tentang masa lalu, oleh karena itulah kita bebankan ke atas diri kita dan anak-anak kita.  Jadi, kita harus ubah kondisi ilmu dan pemikiran di negeri kita sendiri, barulah membaca masa lalu dan tradisi dalam perspektif baru dan dengan model yang ilmiah.[Hamsyahri: 15/4/1386 HS.Afh]
 


Got a little couch potato?
Check out fun summer activities for kids.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Endurance Zone

on Yahoo! Groups

Groups about

better endurance.

Yahoo! Groups

Find Green Groups

Share with others

Help the Planet.

Yoga Groups

Find Enlightenment

& exchange insights

with other members

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar