Minggu, 09 September 2007

[psikologi_transformatif] Re: Cala Ibi...Cala Ibi

Kritikus no.2??? tentu saja tidak.
Pertanyaan Nala....Sejauh mana peran kritikus dalam dunia seni???
karena sering terdengar dan terbaca bahwa dalam interpretasi suatu
hasil karya seni sangat tergantung pada masing-masing orang..bahwa
novel X bagus buat Nala tapi tidak buat Haute misalnya
begitu...jangan marah ya pertanyaannya ku belokkan....:)

smile with me
Nala

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "hautesurveilance"
<hautesurveilance@...> wrote:
>
> Maksud bung gotho ngloco, novel? Tidak. Tapi saya pikir ini menarik
> juga didiskusikan. Apakah kritikus adalah nomor 2 setelah pengarang
> novel (atau bisa dikembangkan dalam hal-hal lainnya: seni rupa,
> fotografi, dsb).
>
> Ada teman-teman yang mau nanggapi? Pertanyaannya besarnya:
>
> APAKAH KRITIKUS ADALAH NOMOR 2?
>
> Silahkan...
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "gotholoco"
> <gotholoco@> wrote:
> >
> > Yang namanya kritikus: adalah orang yang tidak mampu berprestasi
> > seperti apa yang telah dicapai oleh yang dikritiknya.
> > he..he..he..
> > Bagaimana bung haute, punya karya bagus?? Japri ke sayah.
> > :)
> >
> > --- In
psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "hautesurveilance"
> > <hautesurveilance@> wrote:
> > >
> > > Aku tak sedang memegang novelnya, tapi inilah impresiku ketika
membaca
> > > novel tsb. Dalam hematku novel itu memiliki kendala teknis yang
> > > mendasar. Si pengarang, seperti kebanyakan penulis-penulis
Indonesia
> > > saat ini, bahkan belum mampu menyusun kalimat, apalagi
penceritaan,
> > > atau novel yang mensyaratkan kesatuan dan keutuhan.
> > >
> > > Selain itu, novel ini terjebak pada apa yang
disebut "magravilia"
> > > (hasrat terhadap daya pukau). Ia tampak mencurahkan dirinya
untuk
> > > berliris-liris bahkan hingga berlarat-larat. Kecenderungan pada
> > > lirisisme itu membuatnya bermain-main dalam apa yang
dipikirkan oleh
> > > si penulis sebagai metafor, padahal hanya terjerumus
pada "rujak
> > > kata-kata".
> > >
> > > Kalau tak salah ingat novelnya dibuka dengan "Bapakku anggrek
bulan,
> > > putih dari hutan" Apakah yang disebut anggrek bulan di sana?
tak ada
> > > referensi untuk itu. Predikatnya justru menerangkan hal
lain, "...,
> > > putih dari hutan". Kebebasan pembaca untuk menafsirkannya?
Inilah yang
> > > tak dipahami oleh kebanyakan penulis Indonesia kontemporer,
bahwa
> > > segelap apapun sebuah metafora ia harus memiiki matrix, kata
> > > kunci-kunci. Kualitas metafor hanya dapat dinilai dari matrix
itu.
> > > Seberapa besar/dahsyat ia membuat penggambaran hanya bisa
ditentukan
> > > dengan pembandingannya dengan matrix tersebut. Ini kalau kita
> > > berbicara metafora dalam definisi-definisi Aristotelian.
> > >
> > > Kini, mari beranjak ke metafora sebagai "kebebasan penggantian
tak
> > > terbatas", "pergerakan tak berujung" yang bebas dan acak,
sehingga
> > > rujak kata-kata seperti itu dapat dibenarkan sebagai metafora.
> > > Pertanyaannya adalah, apakah novel itu sendiri memberikan
dukungan
> > > bagi kita untuk berbicara seperti itu?
> > >
> > > Jawabannya tidak. Novel yang mencoba berbicara tentang bahasa
ini,
> > > masih menempatkan tulisan/teks sebagai barang nomor dua.
Memang bukan
> > > pakaian dari pikiran atau ucapan, tetapi rasa, aku--hal ini
> > > disampaikan secara verbal di bagian-bagian tengah. Kata di
sana masih
> > > merupakan representasi dari yang lain, dari luar dirinya--dan
oleh
> > > sebab itu saya melihatnya dari kacamata Aristotelian. Novel ini
> > > seperti yang dikatakannya sendiri, tak mampu menanggung
kekosongan
> > > referensi. Ia bukan hanya aneh dibaca dari bangunan realisme,
tetapi
> > > juga aneh dibaca dari bangunan metafora--sesuatu yang ia minta
> > > sendiri, namun ia khianati sendiri dengan kecenderungan
realismenya
> > > (aku/rasa sebelum bahasa).
> > >
> > > Kualitas novel ini, jika boleh memperbandingkan, sangat jauh
dari
> > > novel-novel Iwan Simatupang. Sangat jauh.
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Helga Noviari
> > > <helga_noviari@> wrote:
> > > >
> > > > Thanks commen'na ya Mas Imam,
> > > >
> > > > Yupp..sy stuju banget...novel ini punya alternatif bentuk
yg
> > > sungguh menarik. Dibandingin novel-novel mainstream tentunya
ya.
> > > Selalu asik utk dibaca berulang-ulang.
> > > >
> > > > Nah..kaya'nya di situ dech kekuatan metafor...keren bener
ni
> > > novel..permainan metafornya itu tuh..wuii
> > > >
> > > >
> > > > Cheers
> > > >
> > > > HN
> > >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Shedding Pounds

on Yahoo! Groups

Read sucess stories

& share your own.

Yahoo! Groups

Going Green

Share your passion

for the planet.

HDTV Support

The official Samsung

Y! Group for HDTVs

and devices.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar