Rabu, 17 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Hak untuk Bunuh Diri ?

18-Okt-2007, 11:29:44 WIB - [www.kabarindonesia.com]
Oleh: Robert Nio

KabarIndonesia - Tiap orang berhak untuk melakukan apa saja dengan
tubuhnya, mulai dari potong rambut s/d potong kelamin dan mulai dari
memperbesar kelopak mata s/d buah dada semuanya ini halal, tetapi
tidak setiap orang berhak untuk memilih cara kematiannya sendiri.

Sehingga timbullah pertanyaan MATI itu hak siapa? Sejak Socrates
meminum racun (hemlock) dan memilih suicide is a remedy for
unbearable pain, mati bukan cuma proses lepasnya jiwa dari raga.
Bahkan filsuf kontemporer Frederich Nietzche dalam
kitabnya ''Zarathustra'' pernah menganjurkan agar , ''Matilah pada
saat yang tepat.''

Mrs. Diane Pretty (43) dari kota Luton di Inggris, yang sakit higga
tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya, meminta pengadilan tertinggi
HAM Eropa di Strasbourg, Prancis agar mengizinkan suaminya
membantunya bunuh diri, ia menuntut agar dirinya diberi hak mati
secara terhormat dengan bantuan suaminya.

Putrinya Clara Pretty (24), merasa terkejut saat ibunya menuntut hak
untuk mati. Satu sisi batinnya tidak ingin kehilangan ibunya, tetapi
di sisi lain ia tidak tahan melihat penderitaan ibunya. Pada
akhirnya ia serta adik laki-lakinya, tak bisa tahan dan menyetujui
keinginan ibunya. Suasana sangat mengharukan terjadi saat konferensi
pers. Mrs. Pretty berpaling kepada Brian suaminya berkata, "I love
you (Aku mencintaimu)." Brian membalas pelan, "I love you, too."

Bunuh diri adalah hal legal di Inggris. Namun membantu orang lain
bunuh diri adalah kejahatan yang diancam hukuman maksimal 14 tahun
penjara. HAM Eropa menolak keinginan dari Pretty. Walaupun demikian
Pretty akhirnya meninggal dunia secara wajar pada tgl 11 Mei 2003.

Negara Belanda, Belgia, Swiss mengijinkan Eutanasia atau pencabutan
nyawa seseorang apabila sang pasien sudah benar-benar tidak ada
harapan lagi. Eutanasia bisa dinilai sebagai "pembunuhan karena
didorong oleh rasa kasih" = mercy killing. Kata Eutansia itu sendiri
diserap dari bahasa Yunani yang berarti Kematian yang Baik. Eu =
baik - Thanatos = Kematian.

Tiap orang yang punya rasa kasih akan menembak seekor kuda yang
terjebak di dalam kandang yang terbakar, dan apakah seorang Dr
berkewajiban untuk membantu bayi yang cacad total sejak dilahirkan,
apabila bayi tersebut tiba-tiba berhenti bernafas?

Apakah kehidupan seseorang harus dipertahankan terus, apabila ia
tidak bisa disembuhkan lagi dan dimana hidupnya hanya tergantung
dari slang dan mesin saja? Apakah bisa dibenarkan kalau kita
membunuh berdasarkan belas kesihan seperti pada kasus Diane Pretty
diatas?

Ada dua macam eutanaisa: Aktif dan Pasif. Yang pertama adalah
mencabut kehidupan untuk menghindari penderitaan dan yang kedua
adalah membiarkan kematian terjadi untuk menghindari penderitaan.
Yang pertama si pasien menyetujui kematiannya dan yang berikutnya
tidak. Eutanasia aktif berarti menghasilkan kematian sedangkan
eutanaisa pasif berarti mengijinkan kematian.

Tiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan kematian yang baik dan
yang bermatabat, tetapi kematian yang perlahan, menyakitkan dan
tanpa mengenal ampun , bukanlah satu kematian yang bermartabat,
bahkan merendahkan sifat-sifat kemanusiaan kita. Kenapa kita
mengijinkan aborsi, tetapi eutanasia tidak?

Eutanasia adalah satu tanda kasih sayang kepada orang yang
menderita, jadi sebenarnya ini sesuai dengan ajaran Agama yang
selalu mengutamakan kasih! Dan apakah Anda tahu bahwa bukan hanya
sekedar pasiennya saja yang menderita, melainkan anggota keluarganya
juga turut menderita. Mempercepat kematian yang tidak dapat di
elakan bukan hanya sekedar meringankan penderitaan sang pasien,
tetapi juga melepaskan beban finansial berat yang harus ditanggung
oleh keluarganya.

Mana lebih berdosa mempertahankan hidup yang sebenarnya sudah tidak
bisa dipertahankan lagi dengan mengorbankan orang lain atau
mempercepat kematian. Berapa banyak keluarga di Indonesia jadi
melarat total, karena hanya ingin memperpanjang kehidupan seseorang
untuk beberapa hari saja !

Pertanyaan: apakah kalau kita menolak pengobatan ini berarti bunuh
diri, umpamanya dialisis ginjal atau kemoterapi, atau juga karena
kita menyadari bahwa keluarga kita itu sebenarnya tidak mampu untuk
membiayainya?

Apakah kita sebagai kaum agamaist di ijinkan melakukan eutanasia
secara pasiv? Bukankah tiap manusia berhak untuk memilih kematiannya
secara wajar dan alamiah dengan menolak alat-alat untuk
mempertahankan kehidupan yang tidak wajar, seperti mesin jantung dan
paru-paru ? Apakah penolakan ini bisa dinilai sebagai bunuh diri ?

Bagaimana pendapat anda ?

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Yahoo! Groups

Cat Zone

Connect w/ others

who love cats.

Yahoo! Groups

Beauty & Fashion

Connect & share

tips and advice.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar