Minggu, 14 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Psikologi: Ilmu Hukum atau Ilmu Tafsir (yg bisa mengHukum) ?!

Psikologi: Ilmu Hukum atau Ilmu Tafsir (yg bisa
mengHukum) ?!

Ditulis oleh: Vincent Liong
Tempat, Hari& Tanggal: Jakarta, Senin, 15 Oktober 2007

Email saya di bawah ini ditujukan untuk menjawab
email:
From: Dyah Puspita <dyahpspt@dnet.net.id>
To: psiindonesia@yahoogroups.com
Cc: HimpsiJaya <jaya0508@himpsijaya.org>;
bpp_optima@yahoo.co.id
Sent: Wednesday, October 3, 2007 10:38:50 PM
Subject: [psiindonesia] PONTIANAK --- Pentingnya
organisasi profesi

Tema anak Autis adalah tema yang cukup baru ngetrend
akhir-akhir ini di dunia psikologi. Tema ini ngetrend
bersamaan dengan tema sejenis seperti ADHD dan Indigo.

Ada perbedaan yang jelas antara trend Autis,
Hiperaktif, ADHD dan Indigo dengan tema Obsesive
Compulsive Disorder, Sikofrenia, Manic Depressive,
dlsb.
* Dalam trend Autis, Hiperaktif, ADHD dan Indigo,
anggapan muncul dari pengamatan entah orangtua atau
praktisi psikologi terhadap perbedaan pola pertumbuhan
si anak dari anak-anak kebanyakan bukan bagaimana
kondisi mental si anak mengganggu atau merugikan
kehidupan orang-orang di sekitarnya. Hal ini tentunya
ada pengaruh dari sejarah kondisi lingkungan si anak
tempat ia tumbuh dan berproses.
-bandingkan dengan-
* Dalam tema Obsesive Compulsive Disorder, anggapan
ini bisa muncul biasanya setelah kondisi mental si
anak mengganggu atau merugikan kehidupan orang-orang
di sekitarnya. Bila Obsesive Compulsive Disorder
terjadi tetapi malah mendukung perkembangan si anak
karena konsistensinya yang ekstrim malah tidak
dianggap sebagai penyakit.
* Dalam tema Sikofrenia, anggapan ini bisa muncul
biasanya setelah apa yang diyakini si anak dalam
realitas imajinasinya mengganggu atau merugikan
kehidupan orang-orang di sekitarnya.
* Dalam tema Manic Depressive, anggapan ini bisa
muncul biasanya setelah sikap panik, cemas, dlsb dari
si anak yang dating secara musiman mengganggu atau
merugikan kehidupan orang-orang di sekitarnya.
-dlsb-

Jadi trend Autis, Hiperaktif, ADHD dan Indigo datang
bukan dari 'masalah'(si anak mengganggu atau merugikan
kehidupan orang-orang di sekitarnya) tetapi dari rasa
takut tentang perkiraan, ramalan, tafsiran bahwa di
masa yang akan datang akan datang masalah sehingga
harus ditangani sejak diri sebelum perkiraan, ramalan,
tafsiran tsb terjadi. Maka dari itu tema ini muncul
seiring dengan trend makin tingginya perhatian dan
kekahwatiran orangtua terhadap kwalitas pendidikan
anak-anaknya demi memenuhi cita-cita orangtua akan
masadepan yang baik untuk si anak.

Tema 'gangguan / penyakit kejiwaan' yang awalnya hanya
berlaku pada kasus yang mengganggu atau merugikan
kehidupan orang-orang di sekitarnya (OCD, Sikofrenia,
Manic Depressive, dlsb), lalu memperlebar jangkauannya
menjadi yang diperkirakan, diramalkan, ditafsirkan
akan timbul masalah di masa yang akan datang (5 tahun,
10 tahun atau 20 tahun yang akan datang) sebelum ada
bukti keberadaan masalah yang jelas menimbulkan
permasalahan sendiri dalam dunia psikologi. Dunia
tidak perlu ahli ramal meramal, tetapi perlu ahli
hukum yang membutuhkan adanya bukti sebelum memberi
sangsi.

Masalahnya masyarakat saat ini mayoritas bersekolah
sehingga belajar logika linear. Logika sebagai suatu
matrix yang berlaku pada masyarakat kebanyakan
memiliki hukum sebab akibat yang jelas. Bila seseorang
bergelar mengatakan suatu perkiraan, ramalan,
tafsirannya tentang kondisi kejiwaan seseorang maka
akibatnya seluruh masyarakat akan berkewajiban
(didorong oleh logika liniernya) untuk menindak,
menjudgement dan menghukum dari mulai hukum
pengucilan, pengkarantinaan hingga penghilangan dari
dunia pergaulan.

Awalnya posisi psikolog adalah ahli hukum dalam
menindak kasus gangguan kejiwaan yang 'meresahkan
masyarakat awam' (mengganggu atau merugikan kehidupan
orang-orang di sekitarnya) untuk menjaga ketentraman
masyarakat. Sebab berupa kelainan prilaku yang
merugikan masyarakat di sekitarnya mengakibatkan
hukuman berupa pengucilan, pengkarantinaan, dlsb demi
ketentraman masyarakat pada umumnya.
Dengan perubahan fungsi psikolog dari ahli hukum
menjadi ahli tafsir maka tanpa perlu adanya sebab yang
jelas buktinya, judgement seorang psikolog dapat
mengakibatkan akibat yaitu hukuman berupa pengucilan,
pengkarantinaan, dlsb dengan mengedepankan konsep
"demi ketentraman masyarakat pada umumnya".

Contohnya saya sendiri (Vincent Liong) sebelum di cap
indigo saya bisa melakukan penelitian danj
tulis-menulis tanpa adanya gangguan dan resiko tekanan
/ hukuman akibat judgement indigo dari masyarakat awam
yang berlogika linear. Setelah di cap indigo tanpa
perlu melalui wawancara, tes, dlsb maka 'defense'
adalah hal yang harus dijalankan seumur hidup demi
mempertahankan kebebasan hidup pribadi saya sendiri
dari gangguan usaha menghukum dari berbagai pihak yang
berlogika linear. Semua tindakan untuk menghukum,
pengucilan, pengkarantinaan, penghilangan paksa, dlsb
dilaksanakan oleh berbagai pihak secara radikal dengan
prinsip untuk memperbaiki dan menyembuhkan tanpa perlu
tahu pasti sebab-musebabnya melakukan berbagai tekanan
mulai dari: cacimaki pribadi, terror dengan sita
jaminan ke keluarga dekat, perusakan nama baik dengan
membuat bukti-bukti palsu tentang kesalahan dalam
penelitian yang saya buat hingga ancaman penangkapan
dan pemenjaraan. Bukti tertulis dari kasus ini bisa
dibaca secara langsung di maillist
psikologi_transformatif, klik e-link:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/messages
.

Dalam hal ini saya tidak memiliki pilihan lain selain
defense seumur hidup karena orang yang saya hadapi
bukan musuh yang saya kenal atau yang memiliki masalah
dunia nyata dengan saya; Melainkan mereka yang
berkeyakinan bahwa saya harus dibasmi untuk keyakinan
tentang kebaikan bagi kepentingan masyakarat umum
dengan segala daya usaha meskipun itu harus
mengorbankan nama baik, karier dan sumber penghasilan
keluarga mereka sendiri. Tidak ada cara penyelesaian
baik-baik selain saya yang habis atau mereka yang
habis.

Jadi seringkali saya terpaksa jadi orang kejam dengan
harus membuka bukti-bukti kejahatan mereka ke tempat
mereka bekerja sehingga ada tindakan dari teman-teman
di lingkungan kerja mereka yang membuat mereka
berhenti melakukan serangan. Biasanya setelah satu
orang KO, maka akan diganti lagi dengan orang lain
yang telah didoktrin teori 'sakit jiwa dan sehat jiwa'
yang sama, yang akan berjibaku sampai akhir dengan
pola yang sama pula.

Untuk mengatasi masalah dimana saya terpaksa harus
defense seumur hidup ini (untuk saya sendiri dan orang
lain yang juga dijadikan korban), yang saya lakukan
adalah terus berjuang melanjutkan penelitian tentang
ilmu kompatiologi.

Penekanan utamanya adalah soal usaha untuk membuktikan
bahwa teori keberbakatan tidak berlaku dalam individu
yang telah diinstalasi dengan ilmu kompatiologi. Saya
membahas hal ini secara lebih mendetail dalam email
saya:
* Subject: Kompatiologi: Orientasi Metodologi
Penelitian
Penulis : Vincent Liong / Vincent Liong
Tempat, Hari& Tanggal : Jakarta, Minggu, 7 Oktober
2007
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2673

http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22757

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/32436

Semoga dengan penjelasan saya ini teman-teman di
lingkungan psikologi bisa kembali ke posisi dirinya
sebagai ilmu hukum (memerlukan adanya bukti baru
bertindak), bukan sebagai ilmu tafsir yang
berkonsekwensi menghukum. Kalau hal ini terus
berkelanjutan tentunya banyak pihak akan membenci
psikologi karena hukuman seumurhidup yang mereka
terima sebelum mereka melakukan kesalahan, ini adalah
trauma yang khas yang menjadi akibat dari pembelokan
psikologi dari ahli hukum menjadi ahli tafsir.

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Senin, 15 Oktober 2007

Email sebelumnya...
----- Forwarded Message ----
From: Dyah Puspita <dyahpspt@dnet.net.id>
To: psiindonesia@yahoogroups.com
Cc: HimpsiJaya <jaya0508@himpsijaya.org>;
bpp_optima@yahoo.co.id
Sent: Wednesday, October 3, 2007 10:38:50 PM
Subject: [psiindonesia] PONTIANAK --- Pentingnya
organisasi profesi

Pagi tadi sesudah subuh memang saya "membangunkan" mas
Luluk karena pingin tahu adaa tidaknya kontak Himpsi
di Pontianak.
Saya bukan dikirim organisasi manapun, tapi diminta
salah seorang ibu anak autis yang prihatin dengan
maraknya berita kasus Oca itu di harian Pontianak Post
dan Equator. (Ada juga di Kompas, kok!... Mas Luluk
aja yang payah...). Jujur saja, kejadian itu sudah
dibicarakan berhari-Hari oleh milis orangtua autis
(yang anggotanya orangtua se Indonesia plus beberapa
di mancanegara) yang panik betul akan perkembangan
kasus itu.

1. Diagnosis ditegakkan oleh "psikolog" yang dengan
enaknya bilang "Oca positif gangguan kejiwaan"...
sementara anak ini baru berusia 8 tahun. Tulisan itu
dibuat GEDE-GEDE lho di Koran.

2. Dengan nikmatnya "oknum" ini bilang kalau
hiperaktif adalah gangguan kejiwaan.
3. Jalan keluar yang ditawarkan oleh "oknum" ini (yang
merupakan psikolog LSM2 tertentu) adalah "memindahkan
anak dari keluarganya" ---entah untuk berapa lama,
kemana, untuk diapakan...

4. Entah darimana munculnya, "oknum" ini bilang
menurut pengalamannya butuh angka 75-85 juta SEBULAN
untuk bisa memberikan penanganan kepada anak yang
diduga autis/hiperaktif = gangguan jiwa. (Pengalaman
apaan, cing?)

Wataw! Pucat pasi saya.
Jadinya sewaktu ada yang menyediakan dana untuk saya
pergi ke Ponti pulang pergi pesawat plus mungkin harus
menginap, berangkat deh.

Apa yang saya lakukan:
1. Observasi mendalam anak ini di rumahnya, langsung
saya datangi, saya buat rekaman video.
2. Wawancara kakak kandung anak ini, tetangga2nya,
plus tetangga yang biasa mengasuh anak ini. Sayang
bapak (tiri)nya tidak Ada di tempat karena sedang
pergi ke kerabat yang meninggal... Ibunya di Malaysia,
'kan jadi TKW.
3. Ngobrol dan interaksi mendalam sama anak ini. (Saya
sampai mau menangis, karena saya dapat insight luar
biasa. Anak ini TIDAK PERNAH dapat intervensi, tapi
perkembangannya NOT THAT BAD. Apalagi kalau dapat
intervensi?? ? huhuhuhu.... anak ini bisa bicara en
berkomunikasi, meskipun perilakunya warakadah en
pemahaman terbatas... Ya iya laaahhh..gak pernah
ngapa-ngapain! )

4. Ke Pontianak Post supaya ada statement dari
wartawan yang memuat artikel untuk meluruskan berita
bahwa autisme adalah gangguan kejiwaan.

5. PANIK berfikir BAGAIMANA CARANYA supaya anak ini
tidak diangkut ke Jakarta/Bandung/ Surabaya tanggal 6
Oktober ini... Karena kalau itu sudah dilakukan...
.mampuz lah gw. Gak tau mau dibawa kemana, trus
diapain. (Kebayang gak sih, jadi anak ini, jauh dari
sapa-sapa, gak kenal sama sapa-sapa..tau2 ditinggal
ndirian? huhuhu.....bisa2 jadi tambah error dong!).
Aku sempet pusing juga, takutnya keluarganya malah
HAPPY bahwa anak ini diambil alih oleh orang lain
(yang mungkin sesudah dapet duit entah dari mana lalu
melempar anak ini kemana lalu yaaaa gitu deh!)...
Huhuhuhu...pusying. ..

Naaaahhhh... .rupanya telpon saya pagi2 membangunkan
mas Luluk ada gunanya! Hahaha... Beliau kalang kabut
nyari2 ketua Himpsi Kalbar. Sok taunya, yakinnya,
namanya Pak Ridwan. Padahal...beberapa kali kongres
ketemu sama yang namanya Pak Sajarwo...yang sudah
sejak setahun lalu jadi ketua himpsi kalbar. Di Ponti,
saya kebetulan baca Koran pontianak post, ketemu
konsul psikologi, adaa tuh, potonya Pak Sajarwo.

Selagi saya di Pontianak Post, dapet sms dari mas
Luluk, no.Hape Pak Sajarwo, ketua Himpsi. Dasarnya mas
Luluk gak sabar saya gak nyahut, saya ditelponnya.
Untung gak kena roaming...jadi saya gak complain.
Persis mas Luluk lagi ngoceh, masuk telpon lain. Gak
kenal nomernya, saya pede aja angkat...Gak taunya? Pak
Sajarwo!!! (*note: Pak Jarwo bilang, pas kongres
beberapa kali ketemu mas L en bilang kalo beliaulah
ketua Kalbar... Huahahahaha. .. Mbah L sampun sepuh,
nggih....Eh, tapi website pusat diubah dwongs!)

Alhamdulillah beliau di tengah kesibukannya menawarkan
untuk datang ke kantor Pontianak Post. Kebeneran dong!
Jadi saya pertemukan dengan sekumpulan ibu2 yang
merupakan motor penggerak komunitas keluarga autisme
di Pontianak, plus wartawan yang bersedia menuliskan
counterstatement untuk melawan berbagai statement
ngawur dari "oknum psikolog" yang bikin geger para
orangtua autis.

Kenapa sih geger?
Gini lho.
Kalau autisme dikatakan sebagai "gangguan jiwa",
habislah sudah. Orangtua yang memang pada dasarnya
sudah terbebani dengan masalah sehari-Hari akan
berfikir "there is no way out!"...berhenti usaha..
Masyarakat yang berpikir, "duh, gangguan jiwa! Gak
usah dikasi kesempatan sekolah! Gak boleh pake
fasilitas umum!" Habis deh, satu generasi.

Statement bahwa penanganan butuh 75-85 juta per BULAN.
Kalau orangtua semua berpikir ITU ADALAH INFORMASI
YANG BENAR, ya pastinya patah semangat lah ! Sampe
rambutku berubah warna jadi ijo-pun, gak bakalan aku
mampu menghasilkan jumlah seperti itu dengan kerja
sebagai guru/psikolog (maaf menyebut warna rambut,
hehehe). Ujung2nya? Berhenti usaha juga. Habis lagi
satu generasi.

Padahal, fakta membuktikan, penanganan anak autis
memerlukan NIAT, UPAYA, KETEKUNAN, POLA ASUH yang
tidak berbeda banyak dengan pengasuhan anak tidak
bermasalah (disiplin, aturan, konsekuensi, kasih
sayang), pengaturan pola makan ...yang tidak banyak
beda dananya dibandingkan kalau Kita mengasuh anak
tidak bermasalah.
Yang beda memang, soal pendidikan karena terapinya
cenderung lebih efektif satu guru-satu anak. Tapi ya
gak bakalan sampai 75 juta perbulan lah! Sosialisasi
Yayasan Autisma dan para keluarga dengan anak autis
rasanya jadi mundur sejuta langkah kalau ada
statement2 error dari "oknum" itu, deh!

My question yang tadi aku ajukan ke Pak Sajarwo
adalah:
1. Ini "oknum" teh, sapa siiiihhhh... (jawabannya?
Hahahaha... Salah satu PENGURUS HIMPSI KALBAR! Mampuz
guwe!)

2. Beliau itu (menurut kakak kandungnya Oca, lho)
tidak melakukan apa-apa saat datang menemui Oca,
kecuali berfoto bareng, terus ngliatin Oca sekitar 15
menit, terus ngangguk-ngangguk, ngomong sama wartawan,
en pergi. Wah. Orang sakti dong dia.... Hanya dengan
melakukan itu sudah bisa menegakkan diagnosis??? ?
Wuyh....

3. Kenapa dia mengajukan angka fantastis itu???
Hmmm...bulan puasa.... Gak boleh nuduh lho....
Hehehe...

So..
Makasi buat Mas Luluk yang tadi pagi mau dibangunin
habis sahur. Makasi mau nyariin Ketua Himpsi Kalbar.
Makasi buat Pak Jarwo yang mau dateng ke Pontianak
Post untuk nemuin aku. Tahu gak, this is the first
time I'm VERY HAPPY to meet a police officer ! (Pak
Jarwo itu polisi, kerjanya di Polda, tadi dateng pake
uniform lengkap...). Maap, maap...aku sih
jujur...biasanya gak suka ketemu polisi. Hahaha...

Pak Jarwo lalu memberikan ide fantastis tadi menjawab
kebingungan saya on what to do, karena
a) "oknum" tersebut MENOLAK ketemu saya yang ingin
menggali informasi (dengan segala alasan) b) Ibu (dari
organisasi tertentu) yang berdiri di belakang "oknum"
tersebut bahkan menipu semua orang mengatakan sedang
di luar kota, sementara di depan
kami wartawati itu menelpon ibu itu, ternyata ada di
kantor polisi, Bo!

Pak Jarwo usul supaya aku bikin counterstatement
supaya dimuat di Pontianak Post. Hm. Boleh juga.
Langsung aku kerjain aja tadi. Moga2 besok dimuat...
Terus wartawati itu malahan usul, supaya Pak Jarwo
(yang pangkatnya lumayan tinggi...jangan tanya gw ya,
gw mah BUTA soal pangkat tauk!) MENCEGAH anak ini
dibawa keluar dari Pontianak... Kan bisa nyuruh anak
buah di Polsek (yang lokasinya beberapa meter saja
dari rumah anak ini) untuk melarang anak ini dibawa.

So...tadi akhirnya saya memutuskan untuk segera pulang
ke Jakarta sesudah imel statement dari saya yang
menyatakan bahwa anak ini memang autistik plus
hiperaktif. Ada video tuh, untuk membuktikan diagnosis
saya...plus wawancara sama orang2 terdekat anak ini.
Di statement saya juga Ada segambreng usulan on what
to do for this child.
Para ibu yang ketakutan akan dimarahi oleh "oknum"
itu, aku sarankan untuk selalu kontak Pak Jarwo selaku
Ketua Himpsi. Biar diberesin lah sama Pak polisi ...
Hehehe.... Masa Ketua Himpsi gak bisa ngeberesin
anggota pengurusnya ini (hahaha...ironi, ironi).

Sebetulnya para ibu menghalangi saya pulang. Mas Luluk
juga bilang saya sinting pulang pergi Jakarta
Pontianak. Bodo ah. Kebayang muka anak sih, masa
ngurusin anak orang sementara anak saya yang autis
terbengkalai geto? Kebayang juga muka dosen saya sih,
lha Wong tugas lom selesai (hihihi...kayaknya dosenku
itu, ikutan milis ini deh....Hihihihi. ..).

On top of everything, organisasi profesi ini masih
penting perannya. Menggalakkan sosialisasi pentingnya
peran ini yang masih harus dilakukan. Pak Jarwo juga
tadi mengingatkan supaya aku mencantumkan bahwa aku
anggota HimpsiJaya. Duh, untung udah bayar iuran, Pak
(Dan dia tertawalah terbahak-bahak) ...

Semoga apa yang terjadi Hari ini, menjadi pembelajaran
saja bagi semua orang. At least, I learned a lot.
Masih penasaran sih, pengen ketemuan sama "oknum"
karena mau tanya, dapet kesaktian menegakkan diagnosis
itu, dari mana yak? Mau dong, jadi sakti.....

Salam,
Dyah Puspita (Ita '82-UI)
Ibunya Ikhsan Priatama, autis, 16 tahun 9 bulan.
Sekretaris Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.
Psikolog.

Email sebelumnya...
----- Forwarded Message ----
From: lukspsi
Date: 10/3/2007 8:18:42 AM
To: psiindonesia@yahoogroups.com
Subject: [psiindonesia] Pontianak


Berita yg luput dari perhatian kita (mungkin
malah saya saja); dan baru sadar setelah ada telpon
pagi ini dari anggota Jaya yg juga aktivitis dalam
Yayasan Autis Indonesia:
Dyah Puspita, yang minta kontak person nama Ketua
Himpsi Kalbar.
Sudah dicoba untuk kontak pak Ketua, namun gak
ada respon. Mungkin sudah berangkat kantor. Ada yg
punya nomor HP-nya?
Kita tunggu perkembangannya dari Dyah yg saat
ini sudah ada di Pontianak.

LSS

Kompas: Jumat, 28 September 2007

Oca Perlu Diterapi, Bukan Dirantai Seperti Selama Ini

Pontianak, Kompas - Hasil observasi psikolog terhadap
Janufer (8) alias Oca memperlihatkan, bocah yang kaki
kanannya dirantai kedua orangtuanya selama lima tahun
terakhir mengalami gangguan kesehatan mental yang
mengarah ke hiperaktif dan autis. Untuk memulihkan
kesehatan mentalnya itu, Oca perlu diterapi khusus
agar kelak bisa membaur dengan masyarakat.

Menurut psikolog Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia Kalimantan Barat Armijn Chandra, yang
memeriksa Oca, Kamis (27/9), Oca tidak mampu
mengontrol tindakannya. Karena itu, orangtuanya
khawatir tindakan Oca dapat mencelakai dirinya dan
orang lain. Bocah itu cenderung hidup dalam dunianya
sendiri, melakukan apa yang dipikirkan, serta tak
menghiraukan keadaan di sekitarnya.

"Dibutuhkan terapi khusus yang sesuai dengan jenis
gangguan kesehatan mental yang dideritanya. Untuk
mengetahui persis jenis gangguan kesehatan mental itu
diperlukan diagnosis yang mendalam dan serangkaian tes
terhadap Oca," katanya.

Berdasarkan pengalaman Armijn, terapi yang diperlukan
Oca membutuhkan biaya yang tidak sedikit. "Bisa Rp 75
juta-Rp 80 juta per bulan," ujarnya.

Ia menambahkan, sebenarnya Oca tidak dirantai
sepanjang hari. Setiap ayahnya pulang kerja, rantai
yang mengikat Oca dilepas. "Ketidaktahuan dan
ketidakmampuan ekonomi orangtuanya yang membuat Oca
diperlakukan seperti itu," ujarnya.

Staf ahli Bidang Pelayanan Sosial Anak, Departemen
Sosial, Nahar, menyatakan, UU perlindungan anak
mengisyaratkan, ketika orangtua atau siapa pun tak
memberikan perlindungan khusus terhadap anak, maka
berdasarkan fakta dan bukti yang ada, proses penegakan
hukum harus tetap berjalan. (why)

LAMPIRAN perlu dibaca...

Kompatiologi: Orientasi Metodologi Penelitian

Penulis : Vincent Liong / Vincent Liong
Tempat, Hari& Tanggal : Jakarta, Minggu, 7 Oktober
2007

Ingin bergabung dalam diskusi? Klik aja :) e-link di
bawah ini...
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2673

http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22757

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/32436
(note: khusus buang stress dengan cacimaki kepada
siapa saja di psikologi_transformatif@yahoogroups.com
; tempat mentransformasikan segala stress yang
membebani diri anda dengan fasilitas untuk boleh
mencacimaki siapa saja.)


I* Pendahuluan

Saya sebagai Vincent Liong merasa sangat terhormat
dengan sikap pada member di maillist
psikologi_transformatif@yahoogroups.com ini. Bayangkan
saja maillist ini berubah tema dari membahas ilmu
psikologi menjadi sebuah kesepakatan "Kill and Destroy
Kim Il Sen" (Bunuh dan hancurkan Vincent Liong).

Misalnya Sinaga Harez Posma yang konon punya kedudukan
di fakultas Psikologi yang rela meluangkan waktu,
tenaga dan kerugian rusaknya nama baik untuk
benar-benar mempelajari sejarah seorang Vincent Liong
secara detail, seperti seorang ilmuan atau mahasiswa
membikin tesis perlu mempelajari berbagai macam bahan
berkaitan dengan tesis yang ingin dikerjakan sampai
hafal benar sumber-sumber daftar pustaka tiap bahan,
mengenai sejarak Vincent Liong yang panjang dan
bertele-tele. Butuh usaha yang cukup serius dari
Sinaga Harez Posma untuk mempelajari Vincent Liong
sebuah novel bersambung yang terus berjalan.

Tidak tahu apakah benar yang dikatakan Sinaga Harez
Posma soal dukungan fakultas dan lembaga resmi
psikologi berikut oknum-oknum pejabatnya dalam usaha
untuk merencanakan "Kill and Destroy Kim Il Sen",
dengan segala cara termasuk dengan melanggar Kode Etik
Psikologi Indonesia dan kode etik secara umum yaitu
mengenai kegiatan memanipulasi data yang dilakukan
oleh Sinaga Harez Posma.

Tidak hanya Sinaga Harez Posma, atau fakultas
psikologi seperti diceritakan Sinaga Harez Posma yang
bekerjakeras untuk belajar novel berjalan seorang
Vincent Liong dan kompatiologi-nya. Di sini juga ada
Ratih Ibrahim ahli Psikologi Perkembangan yang sering
nongol di televisi, Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM.
Yang muridnya Aa Gym, dlsb yang tidak bisa disebut
satu demi satu.

Perhatian yang anda luapkan untuk Vincent Liong dan
kompatiologi cukup banyak seperti orang kulaih yang
mengerjakan disertasi saja, tetapi masalahnya
perhatian tsb bukanlah hal yang membangun, hanya
destruktif saja, maka dari itu biasanya Vincent Liong
akan membiarkan untuk sementara waktu (untuk
memberikan kesempatan kepada anda-anda ini untuk
berhenti) hingga pada akhirnya diambil tindakan yang
tentunya secara serius ditujukan untuk merugikan
pribadi pelaku.

Pihak-pihak ini selalu beralasan bahwa Vincent Liong
harus diperbaiki masalah 'cara', katanya Vincent
selalu menggunakan negative approach ;nah soal masalah
cara ini perlu dijelaskan posisi duduk dari Vincent
Liong dan tentunya harus disadari posisi duduk dari
masing-masing pelaku yang lain.

II* Macam-Macam Orientasi Metodologi Penelitian

Tiap penelitian apapun ditujukan untuk kebaikan atau
kebergunaan bagi umat manusia, meski demikian ada
beberapa macam orientasi metode penelitian yang
diyakini sebagai cara yang cocuk untuk dirinya oleh
kelompok manusia berbeda dalam mencapai tujuan yang
sama tsb. Orientasi metodologi penelitian tsb
diantaranya: (baca II.1 dan II.2)

II.1* Penelitian Ilmiah

Metodologi ini adalah jenis metodologi penelitian yang
digunakan oleh para peneliti berbasis pendidikan resmi
ala filsafat barat. Penekanannya adalah mencocokan
asumsi yang sudah ada, yang diperoleh dari literature,
teori-teori, untuk menilai ke-ilmiahan suatu ilmu atau
metodologi. Kebanyakan peneliti model ini membutuhkan
suatu ilmu atau metodologi atau asumsi yang sudah ada
bentuknya sebelumnya, untuk dinilai dengan cara
membandingkannya dengan asumsi yang diyakininya.

Ketertarikan peneliti ilmiah untuk membakukan suatu
kebenaran ilmiah menyebabkan penelitian ilmiah sering
tergoda oleh hasrat / ego untuk menggeneralisasi,
karena eksistensi suatu kebenaran ilmiah ditentukan
oleh range / jangkauan area dimana kebenaran tsb tetap
terbukti berlaku. Meskipun di psikologi misalnya,
bersemboyan understanding individual differences,
tetapi dalam kenyataannya semakin seseorang
mengusahakan keilmiahan suatu ilmu, maka secara
sadar-tidak-sadar hal ini semakin terabaikan,
masalahnya psikologi adalah ilmu yang memahami jiwa
yang bersifat individual.

Masalah selanjutnya ketika psikologi yang individual
berkembang ke psikologi sosial yang ilmiah; Dalam hal
ini asumsi adalah norma yang dianggap berlaku di
masyarakat. Understanding individual differences-nya
yang mengharuskan adanya alat 'kalibrasi' (alat
penyesuaian) menjadi terbatasi diantara asumsi norma
masyarakat yang sudah ada saja. Maka dari itu
psikologi tetap meyakini 'judgement keberbakatan'
(normal / tidak normal, waras / tidak waras, ego /
tidak ego, sakit / sembuh, genius / bodo, IQ,
personality, motivasi, dlsb). Kompatiologi melakukan
penelitian untuk menghadapi masalah ini, tetapi
penelitian untuk masalah ini tidak bisa disusun dengan
menggunakan asumsi yang sudah ada seperti pada
penelitian ilmiah, mau tidak mau harus memulai
penelitian dengan orientasi metodologi penelitian
'pencarian dari nol'.

Orientasi metodologi penelitian pencarian dari nol
memungkinkan usaha untuk merancang suatu alat
kalibrasi yang jangkauan kalibrasinya mampu mencapai
understanding individual differences-nya sehingga
dalam kompatiologi yang ada saat ini tidak terdapat
judgement-judgement keberbakatan. Asalkan seseorang
memiliki kelengkapan tubuh yang sama (tidak mengalami
cacat otak), dan di-instalasi software yang sama
(sistem kompatiologi), maka tingkat kemampuan juga
akan menunjukkan nilai kemampuan yang cukup standart
atau mirip, yang berbeda hanya minat saja, yang
dipengaruhi oleh individual differences-nya
masing-masing.


II.2* Pencarian dari Nol

Metodologi ini adalah jenis metodologi penelitian yang
digunakan oleh Vincent Liong sejak menjadi penulis
hingga mendirikan kompatiologi. Yang khas dari metode
ini adalah asumsi dibangun seiring dengan perjalanan
pengalaman dari si peneliti dan kelinci percobaannya,
tidak pernah ada asumsi awal bagi seorang peneliti
dengan metode ini. Peneliti model ini membangun
asumsinya dari perjalanan empiris melakukan penelitian
dan percobaan satu demi satu hingga jumlahnya cukup
banyak, metode dan keyakinan bisa berubah selama
proses perjalanan pengalaman tsb berlangsung melalui
trial & error. Orientasi dari metodologi penelitian
jenis ini memungkinkan seseorang menjadi penemu atau
suatu penelitian yang dimulai dari nol, tanpa asumsi
hanya sekedar hasrat untuk menemukan sesuatu yang bisa
berguna saja.

Salahsatu ciri yang khas dari penganut orientasi
metodologi penelitian jenis ini yang mengganggu
'ketentraman' (dianggap negative approach) dari
penganut orientasi metodologi penelitian ilmiah adalah
sifat dari praktisinya yang tidak mudah diyakinkan
oleh data literature yang sudah ada. Hal ini berbeda
dengan ilmuan bersudutpandang penelitian ilmiah yang
berbasis filsafat barat yang menganggap bahwa
pembahasan filsafat ilmu dalam literature saja sudah
cukup mampu mewakili praktikalnya.

Literature ilmu apapun dibuat oleh penelitinya
sendiri, dimana ada aspek keberpihakan individual yang
tentunya ada dalam menulis sebuah literature, pembaca
mungkin bisa mendapatkan gambaran umum dari ilmu tsb,
tetapi gambaran detail yang utuh dari sebuah ilmu
tidak bisa diketemukan. Misalnya:
* Kalau bicara tentang apa karakteristik pemposisian
diri dari penganut ilmu yang satu akan berbeda dengan
penganut ilmu yang lain.
* Dua ilmu berbeda aliran bisa saja memiliki
penjelasan gambaran umum di literature yang sangat
mirip, tetapi perbedaan posisi kegunaannya hanya
tampak bila ilmu tsb diamati di ruang praktikal.

Bagi peneliti berorientasi pencarian dari nol, gesekan
antar ilmu (diskusi, kritik-mengkritik ilmu, dlsb)
adalah satusatunya cara mengetahui hal-hal tersembunyi
yang tidak bisa diketahui dari sebuah literature
tentang sebuah ilmu yang ditulis oleh praktisinya
sendiri, toh bagi ilmuan jenis ini mempertahankan
suatu asumsi tidaklah penting karena asumsi dibangun
dan berefolusi selama pengalaman berjalan. Hal ini
berbeda sekali dengan pandangan peneliti berorientasi
penelitian ilmiah, yang menganggap bahwa gesekan ilmu
adalah serangan terhadap keutuhan bangunan ilmu atau
bahkan disamakan dengan serangan ke ruang pribadi;
karena kebenaran asumsi dan keilmiahan ilmu adalah hal
yang dianggap paling penting bagi tetap eksisnya suatu
ilmu.

III* Mendamaikan Penelitian Ilmiah dan Pencarian dari
Nol

Lalu bagaimana mendamaikan pertarungan dua aliran
penganut orientasi metodologi penelitian berbeda ini?

Dua orientasi metodologi penelitian ini pada dasarnya
saling membutuhkan.
* Peneliti berorientasi pencarian dari nol membutuhkan
peneliti berorientasi penelitian ilmiah untuk
membuktikan dan membahasakan secara standart dan mampu
diterima khalayak professional yang menuntut
pertanggungjawaban keilmiahan.
* Peneliti berorientasi penelitian ilmiah membutuhkan
peneliti berorientasi pencarian dari nol untuk
mendapatkan object berupa produk jadi yang bisa diuji
keilmiahannya dengan metodologi ilmiah.

Masalah yang terjadi dalam konflik antara Kompatiologi
dan pendirinya Vincent Liong (berorientasi pencarian
dari nol) ; terhadap para individu berbasis pendidikan
resmi ala filsafat barat termasuk psikologi
(berorientasi penelitian ilmiah); timbul akibat usaha
dari para individu berbasis pendidikan resmi ala
filsafat barat termasuk psikologi (berorientasi
penelitian ilmiah) untuk mengubah, mengganti orientasi
pendirinya Vincent Liong ke orientasi penelitian
ilmiah yang mereka anut dengan alasan bahwa Vincent
Liong secara pribadi bersalah dalam hal 'cara',
negative approach, dlsb.

Sangat sedikit sekali diantara individu yang
berorientasi penelitian ilmiah yang cukup dewasa dalam
'pemahaman ilmu', sehingga sadar tentang pembagian
peran yang berbeda antara peneliti berorientasi
penelitian ilmiah dan peneliti berorientasi pencarian
dari nol. Bagi peneliti berorientasi penelitian ilmiah
yang sadar, mereka tidak berusaha mengubah orientasi
dari peneliti berorientasi pencarian dari nol agar
berubah menjadi berorientasi penelitian ilmiah.
Biarkan saja perannya tetap sendiri-sendiri, toh tiap
peneliti dan usaha penelitian apapun orientasinya,
sama-sama berkomitment ditujukan untuk kebaikan atau
kebergunaan bagi umat manusia.

Biarkan peneliti berorientasi pencarian dari nol
mencari dan menemukan, kemudian peneliti berorientasi
penelitian ilmiah berusaha menguji object berupa
produk ilmu yang dihasilkan, sambil memberikan umpan
balik berupa cerita-cerita tentang proses pengujian
yang berjalan (secara netral tanpa cacimaki dan
penghinaan pribadi) dan berbagai pola asumsi untuk
menjelaskan secara lebih mengena ke kalangan
professional yang memerlukan pembuktian ilmiah. Maka
dari itu selama membangun kompatiologi, Vincent Liong
yang berperan di bagian pencarian dari nol tidak perlu
mengerti ilmu apapun agar pikirannya tetap bebas dari
asumsi, tetapi selalu ada para peneliti berorientasi
penelitian ilmiah dari berbagai background yang setia
menemani dan dapat diminta bercerita dalam bahasa
asumsi teori ilmu ilmiahnya masing-masing secara
mendetail, sehingga Vincent Liong bisa belajar tanpa
bersekolah dari berbagai bidang keilmuan dan
sudutpandang, tanpa terikat dan terbatasi ke salahsatu
diantaranya.

Ini seperti logika kerja fungsi otak bagian kanan yang
bekerjasama dengan fungsi otak bagian kiri yang
berhubungan kerjasama melalui pineal glan.
Masing-masing otak tidak boleh terbawa oleh kerja
bagian otak yang lain, kalau tercampur maka tidak ada
pekerjaan yang beres.

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Minggu, 7 Oktober 2007

Contact Person Vincent Liong:
CDMA Flexi:021-70006775 Esia:021-98806892
Fren:08881333410.
Phone&Fax: (62)21-5482193,5348567,5348546.
Address: Jl. Ametis IV G/22 Permata Hijau,
Jakarta Selatan 12210 -Indonesia

Ingin dekon-kompatiologi? Hubungi Vincent Liong.
(harga saat ini: Rp.500.000,-/peserta)

Maillist tempat membahas Kompatiologi:
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/messages

http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/messages

Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Instant hello

Chat in real-time

with your friends.

Yahoo! Groups

Join a Health

& Fitness Group

or create your own.

Fitness Edge

A Yahoo! Group

about sharing fitness

and endurance goals.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar