Jumat, 26 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] Re: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto - Bagian I

Pak Jusuf yth,

Kalau mengenai huruf berwarna.. memang mesti menggunakan Rich Text Format. Pakai cara yang biasa Bapak pakai saja lah, saya aja kok yang kecentilan suka warna-warni.. hehehe..

Pertama2, terima kasih atas sharingnya tentang mengapa Bapak tertarik "nyemplung". Saya juga tidak pernah menuduh Bapak ingin pindah profesi, bahkan sebaliknya sangat berterima kasih atas ulasan2 Bapak. Tulisan-tulisan Bapak termasuk salah satu yang saya sempatkan baca di milis yang penuh sesak dengan message ini ;).

Hanya saja, mungkin jika sudah bicara tentang beberapa topik, ada kesepakatan dan beda cara pandang antara kita berdua. Saya melihat Bapak punya ide2 bagus, namun sayang belum dapat dituangkan menjadi sesuatu yang tangible. Padahal, Bapak bicara di level tangible, seperti perbaikan kurikulum/pendidikan. Itu yang membuat saya menanggapi Bapak :) Bagaimana Bapak menterjemahkan ide2 Bapak yang baik itu menjadi lebih realistik. Jika Bapak saja sulit menterjemahkannya, apalagi orang2 lain yang hanya mendengar ide2 Bapak :)

Mengenai augmentative knowledge, tentu saja konstituennya harus dalam peringkat yang sama, supaya kualitasnya tidak sebatas hanya main timpuk2 kan aja.
Kendatipun demikian, perseteruan sengit yang terjadi di millis ini bukan tidak ada harganya, bagi saya sungguh berharga karena merupakan indikasi bahwa kondisinya malah jauh lebih parah dari yang saya duga. Tanpa ikut millis ini maka saya benar2 disinformasi !

Hahaha.. untuk Bapak, harganya adalah sebagai sumber informasi. Untuk saya, harganya adalah suatu bahan pengamatan yang mudah2an bisa memperkaya pengetahuan saya tentang manusia. So.. dapatkah saya simpulkan bahwa ada hidden connection, dan bahwa mungkin harus kita biarkan saja mengalir seperti adanya? Saya pribadi sih tertarik untuk melihat hingga ke mana hal ini berjalan dan bagaimana reaksi orang.

Kalau Mbak Swas sungguh berminat untuk ikut bersama memperbaiki pendidikan psikologi dalam arah supaya bisa membantu mengatasi masalah kepemimpinan, maka saya akan kirim kedua buku itu.

Kalau Bapak mau mengirimkan, terima kasih. Saya memang tergolong pembaca segala. Tapi apakah hasil bacaan saya itu nanti bisa membantu mengatasi masalah kepemimpinan dan memperbaiki pendidikan psikologi, itu saya belum bisa jawab :)

Kalau saya mengamati pendidikan psikologi sekarang, maka orang dididik untuk mengenal berbagai pohon di hutan psikologi sehingga cocok untuk bekerja di bagian penerangan dari sebuah pameran, tempat bertanya mengenai booth apa saja yang ikut pameran atau ada yang menjadi penjaga dari salah satu booth, tapi tidak mau tahu kiri kanannya.

Harez lulusan pendidikan psikologi. Apakah dia tampak sebagai sekedar orang yang cocok untuk bekerja di bagian penerangan? Audifax lulusan pendidikan psikologi, apakah dia tampak sebagai orang yang cocok untuk bekerja di bagian penerangan? Saya bisa sebut banyaaak lagi lulusan pendidikan psikologi yang tidak sekedar orang yang ocock bekerja di bagian penerangan, walaupun saya juga bisa menyebut banyak nama yang sesuai dengan penjabaran Bapak.

Dulu seorang senior saya pernah berkata: "Belajar psikologi itu 5% didapat di kelas, 95% didapat di kantin".. :) Suatu anekdot lucu2an yang saya rasa banyak benarnya. Di kelas kita belajar teorinya, tapi.. apa gunanya teori itu kalau tidak dipraktekkan? Sebaliknya, kita tiap hari praktek, tapi.. kalau nggak ada teorinya, cantolannya apa?

Tapi, keberkembangan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Kita tentunya tidak bisa mengubah kurikulum menjadi "belajar 2 jam di ruang kelas, sisanya 5 jam terserah mau ngapain di luar sana". Bagaimana kita mengukur hasil belajarnya? Pencerahan seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa diukur, sementara sebagai sebuah lembaga pendidikan formal kita punya kewajiban mengukur hasil belajar mengajar secara pasti :).

Dalam bahasa Arab, kosa kata " Kuliah " berarti keseluruhan / universe untuk membedakan dengan kosa kata "ayat".
Perguruan Tinggi kita sudah menjadi kumpulan ayat dan bukan kesatuan yang saling berinteraksi.

Dalam agama yang saya percayai, memang sangat tidak dianjurkan untuk berpatokan pada ayat per ayat ;) Seyogyanya Islam dipahami sebagai integrasi ayat. Tapi bukan kemudian pada tahap pertama belajar mengaji, seseorang harus loncat memahami syariah dan aqidah.. :) Tetap, pertama2 yang dibaca adalah ayat per ayat :)

Bagian keduanya menyusul ya, Pak. Harus berangkat kerja nih :)

Salam,

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Green Groups

on Yahoo! Groups

share your passion

for the planet.

HDTV Support

The official Samsung

Y! Group for HDTVs

and devices.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar