Senin, 08 Oktober 2007

[psikologi_transformatif] [SELISIK] Antara Memaafkan dan Kebahagiaan

Republika, Minggu, 7 Oktober 2008

[SELISIK]

Antara Memaafkan dan Kebahagiaan
--------------------------------
---Anwar Holid

KERAMAHAN Akmal Nasery Basral mengantarkan saya pada Arvan
Pradiansyah beserta kedua bukunya. Pertama Life Is Beautiful (2004;
revisi 2006), buku yang jadi jendela untuk mengubah cara pandang
terhadap dunia dengan lebih positif, jernih, dan optimistik. Kedua
Cherish Every Moment (2007), sejenis sekuel Life Is Beautiful namun
lebih mengajak pembaca agar mampu 'menikmati hidup yang indah setiap
saat.' Sebenarnya buku Arvan sudah tiga, debutnya ialah You Are A
Leader! (2002). Waktu kami bersua di Plaza Indonesia, dia bilang
sekarang sedang terus menyelesaikan naskah baru. 'Itu buku tentang
kebahagiaan, sudah sekitar 70 persen,' kata dia. Buku-buku dia
ternyata laris, terutama sekali Life Is Beautiful, yang sudah cetakan
tujuh. Ini menunjukkan tulisan Arvan digemari dan isinya kena pada
banyak orang.

Arvan suka memparafrase kata-kata inspirasional dan dia sering
menyampaikan maksud menggunakan cerita-cerita singkat yang menggugah
dan memotivasi. Dia pandai mengubah-ubah cerita yang kerap beredar di
antara Netter, jadi perhatian kaum urban dan punya bobot humanisme
tinggi sesuai tujuan subjek, juga pintar memilih cerita yang punya
daya ubah paradigma besar. Arvan seorang pembicara publik dan guru
motivasi; selain melayani klien berbagai perusahaan, dia mengisi
talkshow "Life Excellence" di Jaringan Radio Trijaya FM.
Spesialisasinya bidang sumber daya manusia; jadi ia memang harus
terus menggali cara agar manusia 'tergerak.' Wajar bila bukunya masuk
jenis 'self development' dan 'motivasi.'

Life Is Beautiful dipenuhi cerita yang mampu mengubah paradigma,
dengan tendensi agar pandangan jadi lebih jernih dan bertindak
positif; sedangkan Cherish Every Moment berusaha menggali lebih dalam
berbagai subjek yang awalnya diperkenalkan di buku ke-2. Salah
satunya ialah tentang puasa dan memaafkan, dua hal yang secara luas
diakui merupakan dwitunggal karena berlangsung secara simultan. Arvan
menulis kedua hal itu lebih dari sekadar terkait ritual agama Islam,
melainkan puasa dan memaafkan memiliki aspek yang lebih luas lagi,
baik kemanusiaan universal maupun moralitas. Puasa merupakan fenomena
umum manusia, semua bangsa dan budaya punya aspek itu. Samuel Mulia,
penulis mode dan gaya hidup, juga mengakui hal itu. Persis di awal
Ramadhan 1428 H ini dia menulis: `Meski saya bukan seorang Muslim,
saya sedang menjalani puasa, sebuah ibadah yang saya jalani karena
saya mengenal-Nya dan mencintai-Nya.'

MENURUT Arvan, salah satu nilai paling berharga dari puasa ialah
mengajari orang mensyukuri nikmat Tuhan sekecil apa pun, misal ketika
seseorang bisa begitu nikmat meski hanya berbuka dengan segelas air
putih. Sedangkan memaafkan artinya melepaskan tawanan dan meyadari
bahwa tawanan itu ialah... diri kita sendiri. Paradigma ini lain
dengan anggapan umum bahwa memaafkan lebih mengenai orang lain, yaitu
mereka yang 'minta maaf' maupun 'memberi maaf.' Simpul
Arvan, 'Memaafkan jadi sulit karena kita percaya pada mitos bahwa
memaafkan orang adalah untuk kepentingan orang tersebut, bukan untuk
kepentingan kita.' Mitos itu menyebabkan minta maaf jadi basa-basi,
persis saat pemain bola minta maaf setelah melakukan pelanggaran
keras terhadap lawan. Dia melakukan itu agar tak dihukum dan timnya
selamat dari kekalahan. Soal memaafkan ini, yang menarik, sesuai
pendapat Quraish Shihab, Islam lebih mengedepankan 'memaafkan'
daripada 'minta maaf.' Memaafkan itu muncul dari kesadaran diri, dari
dalam, sedangkan minta maaf lebih karena terpaksa. Jadi sebelum orang
lain minta maaf, seseorang idealnya harus lebih memaafkan. Ini sesuai
dengan keyakinan Gandhi, yakni hanya orang besar yang punya sifat
memaafkan. Kebanyakan orang sebaliknya: mereka menolak memaafkan
orang yang pernah menyakiti dirinya, padahal efek psikisnya
berbahaya, sebab berarti memelihara luka sepanjang hidup.

Selama Ramadhan dan Lebaran 'maaf-memaafkan' ini menemukan momentum
paling kuat. Arvan tahu itu dan ia memotivasi orang agar benar-benar
tahu hakikat memaafkan. Jangan sampai orang terbelenggu (terpenjara)
oleh sesuatu yang ia benci. Mengutip Gerald Jampolsky, Arvan
menegaskan bahwa memaafkan merupakan jalan terpendek menuju Tuhan.
Bagi pendukung moralis-spiritualis, Tuhan merupakan muara bagi
seluruh aktivitas yang dia semai di dunia.

Terbaca dari buku-bukunya, jelas Arvan mendukung setiap kebaikan yang
muncul dari mana saja. Kunci dari dukungan itu ialah gemar
pada 'makanan' yang menyehatkan pikiran dan menyimak baik-baik. Dua
hal itu saja bisa mengantarkan orang jadi lebih bahagia. Arvan bukan
saja sigap menyuling ajaran dari guru-guru motivasi mutakhir, dia
juga menyerap ajaran dari banyak sumber, baik moralis Leo Tolstoy,
Zen, saripati ajaran agama-agama, termasuk eksponen spiritualis
modern seperti Robert M. Pirsig dan M. Scott Peck. Motif dia agaknya
sederhana sekaligus ambisius, ialah menemukan kebahagiaan.

Lepas dari berbagai keberhasilan dan manfaat faktual yang dirasakan
banyak orang yang mempraktikkan, buku jenis motivasi (self-
improvement, self-development) kerap dilecehkan menawarkan sesuatu
yang permukaan bagi persoalan mendasar yang sulit. Tapi jelas buku
sejenis ini bisa diterima semua kelas pembaca dan pangsa pasarnya
luas, sementara para penulisnya selalu berusaha menyampaikan gagasan
dengan keterbacaan tingkat tinggi. Akibatnya ganda, sering para
penulisnya sekaligus terkenal sebagai pembicara publik yang mampu
menggerakkan semangat orang.

AKHIRAN: Kurt Cobain, vokalis band Nirvana yang mati konyol karena
bunuh diri, dulu waktu masih waras dan bisa damai dengan hidup
melantun dalam lagunya, `All Apologize': Apalagi yang bisa aku
katakan, semua sudah dimaafkan.// Apalagi yang perlu aku bilang,
semua orang sudah riang.' Tapi benar-benar memaafkan itu sungguh
sulit; dan memang hanya orang besar yang mampu melakukannya dengan
sempurna. Saya sendiri sering kepayahan memaafkan segala hal; bukan
semata-mata memaafkan dan kemudian berdamai dengan dunia, tapi juga
berdamai dengan diri sendiri, menenteramkan gejolak yang masih liar
karena terpaksa harus memaafkan. Bila sudah begitu, saya sering malu
karena jadi tahu persis betapa memaafkan yang berbuah kebahagiaan itu
sangat jarang.

Selamat Lebaran 1428 H. Keep up the good work[]

NB: Kolom ini merupakan versi tambahan dari versi di Republika. Arvan
Pradiansyah bisa ditinjau dan hubungi www.ilm.co.id.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Instant smiles

Share photos while

you IM friends.

Yahoo! Groups

Find Green Groups

Share with others

Help the Planet.

Best of Y! Groups

Check out the best

of what Yahoo!

Groups has to offer.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar