Rabu, 07 November 2007

[psikologi_transformatif] East way of thinking vs East wisdom (Re: Latar Belakang Knowledge Management)

Apakah diskusi sehat seperti ini tidak bisa menjadi budaya dalam
milis ini ? Pertukaran pemikiran, info, bahkan perbedaan pendapat
yang cukup intens, tidak perlu membuat urat leher tegang atau
vertigo.
Saya yakin, agak gr dikit, kalau antara Pak Jusuf, Swas, Dik Harez
dan saya ketemuan bisa produktif dan no hard feeling. Tambah lagi
yang lain. Copy darat gitu...

Buat dik Harez dan Swas, bukan hanya nraktir makanan fisik, makanan
ruhanipun akan saya berikan. Kalau perlu kita undang Pak Jusuf,
makan 'dengan kearifan kuno' dengan jurus tai chi 'ayam menyambar
elang' (ini ada nggak ya, paradigma terbalik ?)

JS

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "sinagahp"
<sinagahp@...> wrote:
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "was_swas"
> <was_swas@> wrote:
> >
> >
> > Hmm.. udah panjang :)
> >
> > Sejujurnya yang kemarin saya tuliskan itu kesimpulan saya sendiri
sih,
> > nggak ada teorinya.. HAHAHA.. Tapi, in way, saya rasa tanggapan
Bang
> > Harez dan Mas Wolker masih sejalan.
> >
>
> harez:
>
> Ha..ha..ha..:) Kalau memakai logika dengan baik, kan memang akan
bisa
> nyambung. Tapi bukan berarti kamu mau mengaku-aku bahwa kamu adalah
> "penemu" perbedaan antara cara berpikir "barat" dengan "timur" kan?
> [;)] Setahu saya, dalam istilah yang lebih "gaya", barat itu
rasional,
> timur itu estetis. Pembahasan mengenai hal itu antara lain pernah
> dikemukakan oleh David Hall dan Roger Ames dalam buku mereka yang
> berjudul "Thinking Through Confucius" (1987). Buku Richard Nisbett
> (psikolog dari University of Michigan) yang berjudul "The Geography
of
> Thought: How Asians and Westerners Think Differently ... and Why"
(2003)
> juga cukup menarik untuk dibaca. Menurutnya "karakteristik proses
> berpikir orang Asia banyak berbeda dengan orang Barat".
>
> Walaupun demikian, menurut saya, di era globalisasi seperti sekarang
> ini, pada kenyataannya hal tersebut sukar untuk dilihat sebagai
> dualisme. Keduanya seringkali ditemukan sudah saling mempengaruhi,
> bahkan sudah bercampur baur.
>
> Di timur sendiri semakin ke sini, ciri rasional juga makin terlihat.
> Coba bandingkan saja Konfusian dengan Neo Konfusian. :) Contoh
lainnya,
> kalau kondisi sekarang, antara "mangan ora mangan sing penting
ngumpul"
> dengan "ngumpul ora ngumpul sing penting mangan", kira-kira yang
lebih
> banyak dipegang dan dijalankan falsafah mana Swas?
>
> Bagaimana kalau hal itu dikaitkan dengan teori hirarki kebutuhan
Maslow?
> :)
>
> Hal yang sebaliknya juga terjadi. Barat yang tadinya sangat
berorientasi
> individualism, sekarang juga cukup banyak menghargai nilai-nilai
> collectivism. Dalam dunia bisnis, hal ini cukup banyak terlihat.
Banyak
> perusahaan-perusahaan Barat yang mengadopsi prinsip-prinsip dan
> cara-cara yang dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang.
Misalnya,
> perusahaan-perusahaan yang tadinya lebih menekankan profit sebagai
> ukuran kinerja, sekarang juga mengadopsi pertumbuhan dan penguasaan
> pangsa pangsar sebagaimana banyak dipraktekkan oleh
> perusahaan-perusahaan Jepang. Katanya sih, masyarakat "pemburu"
(barat)
> sekarang juga cukup banyak mengadopsi kebiasaan masyarakat "petani"
> (timur). :)
>
> salam,
> harez
>
> NB:
> Habis kejar tayang, bisa juga dong traktir aku Swas .... kalau bisa
> dengan ongkos taksinya sekalian juga... :) Sik..a..sik, ada dua
orang
> yang mau traktir ... :)
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "was_swas"
> <was_swas@> wrote:
> >
> >
> > Hmm.. udah panjang :)
> >
> > Sejujurnya yang kemarin saya tuliskan itu kesimpulan saya sendiri
sih,
> > nggak ada teorinya.. HAHAHA.. Tapi, in way, saya rasa tanggapan
Bang
> > Harez dan Mas Wolker masih sejalan.
> >
> > SHP: Walaupun pada dasarnya tidak tepat 100 persen bahwa "barat
untuk
> > analisas dan berorientasi pemecahan masalah" sedangkan "timur
untuk
> > pembentukan watak/karakter" , saya setuju pendapatmu. Dalam
> > diskusi-diskusi saya dengan almarhum Pak Slamet, dengan manis dan
> > harmonis beliau memadukan keduanya.
> >
> > Selain prinsip "the right man on the right place" sebagaimana
yang
> > pernah aku tuliskan, "Pembinaan Watak Adalah > Tugas Utama
Pendidikan"
> > adalah tema lain yang sering dikemukakannya. Dalam hal inilah,
> berbagai
> > "falsafah timur" cukup banyak berperan. Sesuai dengan latar
> belakangnya,
> > pak Slamet banyak mempergunakan "falsafah Jawa". :)
> >
> > Ya, saya juga nggak sepenuhnya puas dengan rangkuman saya kemarin
> kok..
> > HAHAHAHA.. Tapi kira2 maksud saya seperti itu. Falsafah "Timur"
(bukan
> > hanya Cina, India, Jepang) lebih banyak ke pembentukan karakter.
> Sekali
> > karakter terbentuk, maka itu terlihat dalam cara berpikir dan
> bertindak;
> > seperti yang sudah diuraikan Mas Wolker dengan bahasa yang lebih
baik
> di
> > bawah ini:
> >
> > WK: Cara berpikir tercermin dalam obrolan, kata-kata yang terucap,
> cara
> > mengambil keputusan, dalam karya-karya, dalam 'kata-kata mutiara'
dan
> > peribahasa, dst.
> >
> > Adalah tugas Cendekiawan, Filsuf, Ilmuwan merumuskan 'cara
berpikir',
> > bukan mengumpulkan dalam suatu keranjang secara sporadik 'kata-
kata',
> > peribahasa, karya-karya. Inilah yang dimaksud : bukan kata-kata
> mutiara
> > 'timur', bukan 'kearifan timur', bukan 'karya-karya timur' per se
(as
> > such) yang secara denotatif atau fisikal kita gendong atau kita
> > sorong-sorongkan. Tapi Cara atau metode berpikirnya !
> >
> > Cuma, menurut saya pribadi agak sulit untuk mengajarkan
cara/metode
> > berpikir timur. Cara berpikir timur itu sebenernya seperti apa
sih ya?
> > Saya sendiri bingung kalau disuruh menjelaskan. Sebab, menurut
saya,
> > falsafah2 timur itu banyak bermain di ranah rasa, bukan kognitif,
> > sehingga agak susah ditransfer pada orang yang belum/tidak punya
rasa
> > yang sama. Apalagi kalau dalam kelas besar/jumlah murid massal.
> >
> > Saya pribadi berpikir bahwa falsafah barat lebih mudah untuk
> > ditransferkan secara bersamaan pada sekelompok orang, selama
kelompok
> > tersebut punya kemampuan kognitif cukup.
> >
> > Cara mentransfer/membentuk cara berpikir timur ya mungkin dengan
> berbagi
> > cerita dan nasihat. Namun.. cerita dan nasihat itu tujuannya lebih
> untuk
> > membentuk karakter, lebih supaya si pendengar menarik insight-nya
> > sendiri. Jadi agak nggak pas kalau secara harafiah untuk kasus
nyata
> ini
> > diberikan cerita kearifan yang ini, seolah2 keduanya adalah
parity.
> >
> > Saya ambil contoh cerita "Kakek Bodo Memindahkan Gunung" dari Pak
> Jusuf.
> > Sebagai cerita, saya bisa mengambil moral bahwa jangan sampai kita
> putus
> > asa, karena apa pun yang kelihatannya sia2 mungkin tidak sia2.
Orang
> > lain bisa mengambil moral yang lain sebagai insightnya. Namun, ini
> tidak
> > banyak gunanya ketika diberikan sebagai [misalnya] saran untuk
> melakukan
> > perubahan pada masyarakat. Mengapa? Masyarakat adalah sesuatu yang
> > dinamis, berkembang. Masyarakat tidak seperti gunung, yang
walaupun
> > besar namun tidak tumbuh. Si Kakek Bodo dan keturunannya bisa jadi
> > behasil memindahkan gunung sekian puluh tahun kemudian, namun..
apakah
> > hal yang setara bisa diaplikasikan pada mengubah masyarakat? Untuk
> > setiap perubahan yang kita lakukan, masyarakat tumbuh beberapa
kali
> > lipat. Kita akan selalu left behind, karena yang kita hadapi
> berkembang.
> >
> > Diperlukan pengolahan lebih mendalam untuk suatu falsafah timur.
Dan
> > mungkin di situ letaknya falsafah barat yang lebih pragmatis.
> >
> > BTW, saya nulis gini makin jelas atau makin njelimet sih?
HAHAHAHA..
> >
> > Nyolek Pak Jusuf dikit aaah :)
> >
> > Buku saya dijual di Fakultas Psikologi UI, gedung baru lantai 1.
> Kalau
> > buku saya tidak tertib dalam berpikir, mana mungkin Yudi Latif
dan Pak
> > Sarlito mau kasih Kata Pengantar !
> >
> > Mungkin, Pak, kalau saya sih akan membalik pertanyaan: apakah
karena
> Pak
> > Ito dan Pak Yudi mau kasih kata pengantar, maka buku Bapak tertib
> dalam
> > berpikir ;)?
> >
> > HAHAHAHA.. Bercanda ya, Pak :). Maksud saya gini: buku Bapak
pastilah
> > berisi sesuatu yang bagus, seperti tulisan2 Bapak selama ini.
Bagus
> > untuk para pembacanya mendapatkan insight dan [semoga] menjadi
lebih
> > bijak. Namun.. belum tentu buku yang bagus ini berisi pemikiran
yang
> > luar biasa. After all, sesuatu yang bagus itu belum tentu sesuatu
yang
> > tertib berpikir. Tertib merasa juga bisa :) Dan saya rasa kekuatan
> > tulisan2 Bapak sih di situ: pada memberikan "nasihat" supaya orang
> bisa
> > belajar lebih bijak. Malah menjadi agak nggak tepat ketika Bapak
> > memaksakan memberikan nasihat "praktis" pada kasus2 aktual, karena
> > kekuatan Bapak bukan di situ. Untuk kasus aktual, sering nasihat
Bapak
> > kurang tertib alur berpikirnya :)
> >
> > Tapi ini pendapat saya pribadi lho, Pak :) Saya tetap suka baca
> tulisan2
> > Bapak, dan melihatnya sebagai sebentuk "chicken soup of the
soul" :)
> >
> > Salam,
> >
> > PS: Mas Wolker mau ntraktir ya? Hehehe.. Mau-mau aja dooong :).
Tapi
> dua
> > minggu ini kayaknya nggak mungkin bergerak deh :) Masih kejar
tayang
> nih
> > ;)
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Yahoo! Groups

Find Green Groups

Share with others

Help the Planet.

Shedding Pounds

on Yahoo! Groups

Read sucess stories

& share your own.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar