Sabtu, 03 November 2007

[psikologi_transformatif] Maya Notodisurjo : Psikolog Spesialis Negative Reinforcement

Maya Notodisurjo : Psikolog Spesialis Praktik Hukum Negative Reinforcement
(Baca email terlampir: Data Swastinika = was_swas = Maya Notodisurjo)

Pengantar

Negative Reinforcement (stimulus negatif) secara sah / legal / resmi /
boleh dilakukan siapa saja bertitel Psikolog terhadap siapapun orang
non-psikologi yang ingin dijadikan target korban. Sebagai psikolog
maka memiliki hak untuk mengatur nasib psikologis orang lain, bilamana
tidak menurut hukum psikologi maka siapapun dapat diberi sangsi tegas
di dunia maya dan dunia nyata. Silahkan baca dialog-dialog dengan
Psikolog Maya Notodisurjo di bawah ini tentang sangsi yang boleh
secara tegas diberikan kepada pihak-pihak yang dianggap bersalah dalam
hukum Psikologi di Indonesia.

Sangsi-sangsi ala Psikologi tsb diantaranya berupa:
* Teror kepada anggota keluarga dengan sita jaminan.
* Cacimaki dengan bahasa kotor ala Psikologi kepada subject dan
keluarga subject.
* Pemalsuan dan penyebarluasan data kepribadian korban.
* Pemalsuan bukti korban dan pemalsuan kuesioner.
* Usaha pemerasan, penangkapan dan pemenjaraan melalui jalur hukum.

Untuk mengamati penerapan hukum ala Psikologi yang berlaku di
Indonesia dengan contoh praktikalnya dapat diamati prilaku para
psikolog kondang kita seperti misalnya Audifax, Ratih Ibrahim (sering
muncul di televisi dan majalah), Sinaga Harez Posma, dan di Maya
Notodisurjo di:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/messages .

Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
From: "monde78100" <monde78100@...>
D/D/T:Wed Oct 24, 2007 2:48 pm
e-link:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33233
"swastinika" <swastinika@...> wrote:

Swastinika menulis :
Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
dilakukan,tapi tidak berhasil.

Monde : Mbak Swas, dari mana muncul penilaian tidak berhasil? Bukankah
justru kita seharusnya terus berusaha untuk menggunakan mazhab
psikologi yang positif dibandingkan menyerah dengan Negative
Reinforcement? Sebaiknya tidak ada alasan untuk membenarkan munculnya
Negative Reinforcement. Mungkin saja Negative Reinforcemet memiliki
daya supaya setiap pelakunya akhirnya dapat mengambil hikmahnya. Tapi
bukan sebagai saran atau toleransi untuk memicu/membenarkan Negative
Reinforcement tersebut. Justru kita harus mengambil sikap tidak
mendukungnya.

Swastinika menulis :
Subyek tetap tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah, dan..
significant others-nya juga tetap tidak mendukung subyek untuk
menyadari masalahnya.

Monde : Ini adalah pengamatan sepihak mbak Swas. Bermasalah atau tidak
bermasalahnya seseorang tergantung dari sudut kepentingan para
pengamatnya. Kalau mau melihatnya dengan sungguh-sungguh inilah yang
terjadi pada fenomena kompatiologi. Vcl dianggap bermasalah atau tidak
tergantung dari kepentingan terhadap kompatiologi ataupun
pertemanannya dengan Vcl. Jadi itu sangat subyektif sifatnya. Jadi
tetap tidak bisa dipukul-rata Vcl sudah pasti bermasalah untuk
membenarkan munculnya Negative Reinforcement karena teman-temannya
sudah tidak sanggup. Mbak Swas jangan terburu-buru memberikan cap
penilaian kalau kenal dengan Vcl dan teman-temannya saja cuma dari milis.

Swastinika menulis :
Padahal, dalam psikologi, semua "remedy" itu asalnya dari diri sendiri
dan/atau dukungan lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau subyek
tidak menyadari dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung
konsep diri seperti itu, setahu saya pendekatan psikologi yang paling
positif pun tidak akan membawa perubahan :)

Monde : Sekali lagi apa yang dikatakan oleh mbak Swas sendiri justru
menunjukkan kerelatifan suatu perilaku seseorang. Bukankah bermasalah
atau tidaknya seseorang sangat tergantung dari penilaian
lingkungannya? Nah kalau lingkungannya sudah mendukung, apa masalahnya
kalau begitu? Vcl bermasalah bagi mbak Swas itu sih urusan kepentingan
mbak Swas. Sekali-lagi tidak bisa dipukul-rata kalau mbak Swas sudah
memberikan penilaian Vcl bermasalah maka dianggap bagi seluruh
lingkungan lainnya pasti menilai juga Vcl bermasalah sekaligus
menganggap lingkungan lain adalah buta jika tidak melihatnya. Vcl
memiliki kekurangan iya. Kita semua pun memiliki kekurangan. Tapi
apakah kekurangan (yang lagi-lagi relatif) itu bermasalah bagi
lingkungannya itu soal lain.

Swastinika menulis:
Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai pendekatan apa pun, kalau Ajeng,
Fiersha, dll tidak menyadari dirinya perlu menjadi lebih baik, tidak
akan pernah berhasil mereka berubah :)

Monde : Setuju!

Mbak Swas mau beli Mondenya? Pliiissss

Email sebelumnya:
Subject: Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
From: Swastinika / Maya Notodisurjo
D/D/T: Wed Oct 24, 2007 10:58 am
e-link:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33216
"swastinika" <swastinika@...> wrote:

Pak Jusuf yth,

Sejak kemarin ingin mengomentari tulisan Bapak, namun baru sempat
memformulasikannya sekarang :) Moga2 tidak menyinggung Bapak :)

Pembahasan Bapak mengenai Mamamia menarik, tapi.. menurut hemat saya,
Bapak justru melupakan satu faktor penting dalam perubahan yang
terjadi dalam acara tersebut :) Yang mengubah diri si anak jalanan, si
tuna netra, si ibu rumah tangga ADALAH mereka sendiri. Niat mereka
sendiri, usaha mereka sendiri. Psikologi bisa membantu mengenali
kebutuhan mereka, memotivasi mereka untuk berubah, tapi.. yang bisa
menentukan berubah atau tidak adalah diri mereka sendiri. Psikologi
das Sollen bertujuan untuk membuat si penguasa ilmunya mampu mengenali
dan memediasi pencapaian kebutuhan orang. Psikologi das Sein, menurut
saya, sudah cukup melakukan hal itu walaupun tentu masih harus terus
berkembang. Salah satu perkembangan yang dibutuhkan agar Psikologi das
Sein makin sesuai dengan khitahnya (Psikologi das Sollen) adalah:
penerimaan orang2 terhadap psikologi sebagai psikologi (baik
mainstream maupun perkembangannya yang sesuai).

Apa yang terjadi sekarang? Psikologi kerap kali dirancukan dengan
"perkembangan" yang tidak sesuai. Apa yang sebenarnya masuk ke tataran
astrologi, kebatinan, dan entah apa lagi, semuanya "dirancukan"
sebagai bagian dari psikologi - dengan alasan bahwa semua adalah
mengenai manusia sebagai individu. Dengan kerancuan2 seperti ini,
makin sulit orang percaya pada psikologi, apalagi melibatkannya dalam
porsi yang tepat :). Siapa yang mau melibatkan ilmu psikologi dalam
pembuatan program, jika baik/buruknya program dinilai dari rating dan
jumlah keuntungan material (yang tidak ada sangkut pautnya dengan
psikologi)?

Kesalahan siapakah hal ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian
psikolog memang tidak perduli pada hal2 ini, kurang memperjuangkan hal
ini. Tapi.. terus terang, menurut saya, hal ini juga diperparah oleh
"awam" yang memposisikan dirinya sebagai ahli psikologi. Bayangkan,
sudah psikologinya sendiri belum jelas di mata awam, tiba2 ada awam
yang memposisikan diri sebagai ahli.. bagaimana awam yang lain bisa
membedakan mana yang psikologi beneran mana yang psikologi gadungan ;)?

Akan halnya "debat (kusir?)" atau yang Bapak sebut "pepesan kosong"
itu, menurut hemat saya, justru sedikit banyak menunjukkan ciri2
psikologi. Mungkin bukan mazhab Psikologi Positif, atau Psikologi
Humanistik, atau mazhab2 lain yang percaya pada kemampuan manusia,
tapi.. saya melihatnya mencirikan salah satu mazhab klasik psikologi:
Behavioristik. Beberapa kasus mengingatkan saya pada percobaan tentang
Negative Reinforcement: dimana ketidakmunculan perilaku positif akan
mengakibatkan munculnya penguatan negatif. Memang tidak sempurna,
karena tidak ada fixed ratio, interval ratio, dll, tapi moga2 bisa
membantu shaping behavior.

Kenapa Negative Reinforcement ini muncul? Sejauh yang saya amati,
karena pendekatan dengan mazhab psikologi yang lebih positif sudah
dilakukan, tapi tidak berhasil. Subyek tetap tidak menyadari bahwa
dirinya bermasalah, dan.. significant others-nya juga tetap tidak
mendukung subyek untuk menyadari masalahnya. Padahal, dalam psikologi,
semua "remedy" itu asalnya dari diri sendiri dan/atau dukungan
lingkungan. Integrasi antara keduanya. Kalau subyek tidak menyadari
dirinya bermasalah, apalagi lingkungan mendukung konsep diri seperti
itu, setahu saya pendekatan psikologi yang paling positif pun tidak
akan membawa perubahan :) Kembali ke konsep Mamamia: mau pakai
pendekatan apa pun, kalau Ajeng, Fiersha, dll tidak menyadari dirinya
perlu menjadi lebih baik, tidak akan pernah berhasil mereka berubah :)

Jadi.. kalau sekarang Bapak bertanya: "Boro-boro ini yang dibahas,
malahan urusan dekon mendekon, lalu ngapain dilayani ?
Tapi kalau yang muncul menjadi seperti itu, lalu masyarakat bertanya
dan mempertanyakan apakah anaknya akan didorong untuk belajar
psikologi", maka jawaban saya adalah demikian:

Jika masyarakat masih melihat psikologi seperti Bapak melihat
psikologi, maka besar kemungkinan anaknya tidak akan didorong untuk
belajar psikologi. Tapi.. jika masyarakat melihat psikologi sebagai
psikologi, maka mungkin justru mereka akan mendorong anaknya belajar
psikologi.

Mohon maaf, Pak Jusuf, saya menghargai Anda sebagai orang yang lebih
tua dan jelas sangat pandai serta arif. Saya juga pernah mendengar
Bapak diminta mengajar di beberapa fakultas psikologi (kalau saya
tidak salah). Namun, mengenai psikologi ini, saya merasa Anda
mencampuradukkan psikologi dengan entah apa. Di satu sisi, hal ini
mungkin memperkaya psikologi. Saya yakin pendapat2 Bapak memperkaya
mazhab psikologi positif. Namun.. di sisi lain, seperti dalam kasus
yang lebih dekat dengan mazhab klasik, membuat Bapak alpa melihat apa
yang sebenarnya sangat psikologis :)

Semoga tidak menyingung Bapak, ini hanya sekedar pendapat seorang awam
yang tak berilmu :)

Salam,

LAMPIRAN fakta "Swastinika" = "Maya Notodisurjo"
Subject: 2 - Data: Swastinika = Maya Notodisurjo
From: "Audifax"<audifacx@yahoo.com>
D/D/T: Tue Nov 28, 2006 8:58 am
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/12867
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/12862
<audifacx@yahoo.com> wrote:

2 Data Swastinika = Maya Notodisurjo

Pembaca yang kebetulan menjadi member milis Psikologi Transformatif
mungkin menyaksikan perdebatan antara saya dan seseorang dengan ID:
Swastinika. Salah satu poin yang diperdebatkan di situ adalah mengenai
DATA vs INTERPRETASI. Saya selalu menunjukkan bahwa sejumlah klaim
yang dikemukakan Swastinika adalah INTERPRETASI-nya semata, sebaliknya
Swastinika juga berkali-kali mendebat saya dengan mengatakan bahwa apa
yang saya sebut sebagai DATA tak lebih dari INTERPRETASI saya.

Walau ini hanyalah perdebatan antara Audifax dan Swastinika, tetapi
saya tertarik untuk mengangkat sebagai satu bab pembahasan tersendiri,
karena perdebatan semacam itu bukan barang baru dalam ilmu
pengetahuan, setidaknya itu saya lihat dengan jelas di psikologi,
sebuah ranah ilmu yang selain bermain dengan DATA juga bermain dengan
INTERPRETASI. Maka dari itu, menjadi menarik bagi saya untuk
mengangkat dan menelaah lebih dalam polemik DATA vs INTERPRETASI
sehingga kita bisa belajar membedakan mana yang DATA dan mana yang
INTERPRETASI.

DATA secara umum bisa didefinisikan suatu hal yang kita ambil pada
moment tertentu. Suatu yang terjadi di suatu tempat, di suatu waktu,
sehingga untuk verifikasinya bisa dirunut kembali sesuatu tempat,
waktu atau sumbernya. Dengan demikian, seberapa sesuatu memiliki
kemerujukan terhadap realitas itulah yang bisa disebut `Data'. Hal ini
jelas tidak tampak pada klaim Swastinika berikut (tambahan bold dari
saya untuk memperjelas siapa/apa yang dirujuk oleh kata ganti yang
digunakan dalam kalimat tersebut]:

Well, let's say I know your (Audifax) story with those mailing lists
(Milis Psikologi Transformatif) ;) Anda dkk cukup terkenal, Audi-boy,
dan bukan karena skripsi Anda (Audifax) yg dibukukan itu ;)

Pertama, sudah jelas bahwa SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH
DIBUKUKAN. Jadi pernyataan "skripsi saya [Audifax] yang dibukukan" itu
tak lebih dari interpretasi seenak udel dari Swastinika. Jika yang
dimaksud adalah buku "Mite Harry Potter", maka makin jelas bahwa apa
yang disebut skripsi disitu adalah INTERPRETASI yang diletakkan secara
sembarangan. Siapapun boleh melakukan cross-check DATA yang saya
berikan, yaitu: SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH DIBUKUKAN dengan
merujuk:

1. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya atau perpustakaan
Universitas Surabaya. Atau siapapun yang kebetulan tahu skripsinya
Audifax. Dari sini, anda akan dapat DATA bahwa skripsinya Audifax
bukan "Mite Harry Potter" sebagaimana diterbitkan oleh Jalasutra
melainkan "Konsep Perilaku Profesional [Profesionalisme] pada Tenaga
Kreatif di Biro Iklan – Studi Eksplanatif berdasar Teori Grounded pada
Biro Iklan Surabaya"
2. Di-cross-check ke pihak penerbit Jalasutra, apakah memang
Audifax pernah mempublikasikan atau mengabarkan bahwa naskah yang
ditawarkan dan kemudian terbit adalah skripsinya. Anda bisa melakukan
e-mail pada: redaksi_bdg@...
3. Cross check ke toko buku, jika ditemukan bahwa "Konsep Perilaku
Profesional [Profesionalisme] pada Tenaga Kreatif di Biro Iklan –
Studi Eksplanatif berdasar Teori Grounded pada Biro Iklan Surabaya"
karya Audifax ternyata sudah terbit dalam bentuk buku, maka klaim saya
bahwa SKRIPSI SAYA [AUDIFAX] TIDAK PERNAH DIBUKUKAN otomatis gugur.

Di sinilah baru kita bisa bicara data, setelah melihat dan
kemerujukannya pada tempat, waktu, peristiwa tertentu yang bisa
diakses untuk verifikasinya. Dan siapapun yang mengakses, akan
mendapat hasil yang sama.

Kedua, perkataan Swastinika berikut: "let's say I know your (Audifax)
story with those mailing lists (Milis Psikologi Transformatif) ;)"
juga adalah interpretasi, karena saya ketika mendirikan milis
Psikologi Transformatif, sama sekali tidak pernah mengenal atau ada
orang di sekeliling saya bernama Swastinika [atau Maya Notodisurjo].
Jadi perkataan "I know your story with those mailing list" itu sama
sekali bukan data, melainkan kesoktahuan yang diwujudkan dalam
interpretasi. Mungkin Swastinika ini anggota PERKEMI, "Persatuan
Kemeruh Indonesia" [Kemeruh= basa Jawa untuk Sok Tahu].

Jadi kesoktahuan ini jelas sama sekali bukan data..lha wong tidak
pernah ketemu dan Cuma modal nggosip kok berani-beraninya bilang "I
know"? Apa bukan takabur dan seenak udel namanya? Apalagi dikaitkan
dengan ide awal membentuk mailing list ini, bukankah ini Cuma bentuk
perilaku TAK TAHU MALU DARI SEORANG MAYA NOTODISURJO DI HADAPAN
REALITAS YANG SAMA SEKALI TAK DIKETAHUINYA?

Pada titik ini, saya akan mengutip kembali apa yang ditulis Maya
ketika saya mengatakan bahwa dia "Sok Tahu":

Ah.. sebuah tuduhan baru: sok tahu ;). Mungkin sebentar lagi TV bisa
bikin acara baru: Gemar Menuduh asuhan Audifax. Seperti acara Gemar
Menggambar asuhan Pak Tino Sidin dulu ;)

Dengan paparan saya di atas, jelas bukan sebuah tuduhan, tetapi
sesuatu yang berdasarkan data. Apalagi yang lebih tepat untuk
menggambarkan orang yang merasa tahu apa yang sebenarnya tidak
diketahuinya, selain "Sok Tahu"? Justru yang paling pas diusulkan pada
stasiun televisi di sini adalah acara "Gemar Sok Tahu" asuhan Maya
Notodisurjo, lulusan Psikologi Universitas Indonesia dan Peneliti di
PROMPT Research.

Lalu, mari di sini kita praktekkan langsung apa itu data dan bagaimana
mencari data yang benar. Bukan itu saja, pada latihan kali ini, saya
akan tunjukkan sebuah data yang bisa diverifikasi dan dirujuk siapa
saja yang kebetulan tengah membaca tulisan ini secara online.

Ketika saya menanyakan: "Anda sendiri masuk kategori yang mana? "Yang
pernah belajar psikologi" atau "Yang belum pernah belajar psikologi?"

Swastinika tidak mau menjawab pertanyaan saya tersebut melainkan
menjawab demikian:

Menurut Anda ;)? It's for you to judge ;)

Mari kita ikuti langkah-langkah berikut untuk melihat siapa yang
terbiasa melakukan judge.

Langkah 1
Swastinika pernah menulis dengan menyebut-nyebut PSIINDONESIA,
terutama ketika ia membandingkan bahwa di sana milisnya bersifat
tertutup. Maka saya meletakkan `hipotesa' bahwa swastinika adalah
member milis PSIINDONESIA. Saya berharap memeroleh sesuatu yang bisa
menghantar untuk memberi gambaran secara akurat [dalam bentuk data]
mengenai Swastinika.

Jika anda member PSIINDONESIA atau mempunyai akses ke milis tersebut
melalui e-mail teman, silahkan melakukan pencarian dengan kata kunci
"Swastinika" pada fasilitas search di milis PSIINDONESIA, di sana anda
akan menemukan dua posting di link:
http://groups.yahoo.com/group/psiindonesia/message/3017 dan
http://groups.yahoo.com/group/psiindonesia/message/3665 inilah
lengkapnya tampilan hasil pencarian:

3665 Re: TtgRajudariNONPSIKOLOG
Kemarin Pak Wisnu menulis sebagai berikut: Message: 7 Date: Tue, 7 Mar
2006 14:02:04 +0700 From: "Wisnubroto" <wisnu@... Subject: Re:
TtgRajudariNONPSIKOLOG Hari ini ( 7 februari 2006 ) di Kompas ada
berita tentang Raju, dengan judul "Yang hilang mengenai ... Maya
Notodisurjo
mayanoto@...
swastinika
Mar 7, 2006

8:01 pm 3017 RE: s.psi. jadi tukang tes
Mengenai S.Psi jadi tukang tes ini, saya punya "cerita" yg agak
mengkhawatirkan. Beberapa bulan lalu, sepupu saya, ibu dari seorang
anak berusia 4 thn, menelepon saya dengan panik. Katanya, hasil
pemeriksaan tes psikologis anaknya menunjukkan gejala2 ... Maya
Notodisurjo
mayanoto@...
swastinika
Oct 11, 2005
12:08 am

Baik pada tulisan yang mereply kasus Raju maupun S. Psi jadi tukang
tes, di bagian bawahnya tertulis DATA sebagai berikut:

Best Regards,
MAYA NOTODISURJO (Psi 91)

"Maya Notodisurjo" <mayanoto@...> swastinika

Sampai di sini, saya sudah punya `Data' bahwa Swastinika adalah
termasuk golongan "Yang pernah belajar psikologi" dan itu bukan judge,
karena ditulis oleh Swastinika atau Maya Notodisurjo sendiri, yaitu
"Psi 91".

Tetapi apakah cukup `data' dari milis PSIINDONESIA saja? Tentu tidak.
Dalam mencari data kita harus melihat bahwa ada kemungkinan data itu
salah. Kemungkinannya di sini adalah Maya Notodisurjo yang memakai ID
Swastinika di milis PSIINDONESIA berbeda dengan Swastinika yang tengah
berdebat dengan Audifax di milis Psikologi Transformatif, maka saya
harus menguji data tersebut.

Langkah ke 2
Saya cari di Google, setelah terlebih dulu men-setting pencarian hanya
dalam bahasa Indonesia. Pencarian dilakukan dengan menggunakan
pertama: hanya kata kunci "Swastinika", kedua: hanya kata kunci "Maya
Notodisurjo" dan ketiga: menggabungkan kata kunci "Swastinika" dan
"Maya Notodisurjo". Ternyata di link:
http://groups.yahoo.com/group/kritik-iklan/message/23924 saya temukan:

MAYA NOTODISURJO

PROMPT Research

Century Tower 5th Floor, # 501

Jl. HR Rasuna Said Kav. X2 no. 4

Jakarta 12950

Pada blog dari Maya Notodisurjo [link:
http://smritacharita.blogspot.com/2006/11/siren-is-gold.html] saya
temukan tulisan dari Maya Notodisurjo berjudul: "Siren is Gold" yang
menceritakan perdebatan di milis Psikologi Transformatif.

Sampai pada langkah ini, barulah bisa dikatakan bahwa Data
"Swastinika=Maya Notodisurjo" telah ditriangulasi kebenarannya.

Bahkan didapat data lain seperti:

Maya Notodisurjo Graduated from University of Indonesia majoring on
psychology in 1997. Her career in marketing research was started at
DEKA Marketing Research right after her graduation. She left DEKA to
joint NFO Consensus/ MBL in early 2001. She joins Prompt since early
2002. Specialized in Qualitative Research, she has handled hundreds of
projects using both Focus Group Discussions and In-Depth Interviews
for various products; consumer goods, advertising, cigarettes,
banking/insurance products, etc. She has a lot of experience with
motivational studies especially among mothers and kids research [link:
http://www.researchinfo.com/noindex/directory/details.cfm?ID=1923 ]

Di link: http://forum.researchinfo.com/member.php?u=734 terdapat data

Date of Birth:June 18, 1972
Age:34
First Name:Maya
Last Name:Notodisurjo
Title:Research Manager
Company:PROMPT Research
Location:Jakarta, Indonesia
Research Role:Supplier Side
Gender:Female
Biography:
I start working in marketing research in July 1997, just a week after
my graduation from Faculty of Interests:
reading, philosophy, art

di link: http://beta.blogger.com/profile/12852344001407144142 terdapat
data:

Age: 34 Gender: Female Astrological Sign: Gemini Zodiac Year: Rat
Industry: Marketing Occupation: Researcher Location: Jakarta : Indonesia

Dari hasil pencarian masih bisa ditemukan beberapa blog dan posting
pada milis, salah satu data lain yang bisa saya dapat adalah Maya
Notodisurjo memiliki putri bernama Swastinika Naima Moertadho, yang
lahir di Jakarta tahun 1999. Jadi di sini kita juga bisa tahu bahwa
`Swastinika' merujuk pada nama putri dari Maya Notodisurjo.

Sampai di sini pembaca sudah bisa membedakan mana yang DATA dan mana
yang INTERPRETASI pada contoh yang saya tunjukkkan di atas. Jadi,
penilaian pada mana yang DATA dan INTERPRETASI saya serahkan saja pada
pembaca.

© Audifax – 28 November2006

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Official Samsung

Yahoo! Group for

supporting your

HDTVs and devices.

Endurance Zone

A Yahoo! Group

Learn how to

increase endurance.

Real Food Group

Share recipes,

restaurant ratings

and favorite meals.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar