Sabtu, 17 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: “Ilmiah” sesuai pesanan anda ?!

Beberapa hari yang lalu saya sempat ngobrol dengan seorang praktisi
NLP dan Hipnoterapi soal kegiatan berpraktik ilmu kita masing-masing
dalam hubungannya dengan klien. Dari obrolan tsb kita sama-sama
sependapat bahwa klien yang masih diposisikan sebagai object
pengamatan tidak mendapatkan hasil yang diharapkan oleh klien /
konsumen selama belum mengalami posisi sebagai subject (pelaku,
pengambil keputusan).

Bagi pengamat, kritikus, penilai, dlsb di ilmupengetahuan social
memang kesimpulan yang ilmiah itu adalah yang paling penting. Tetapi
selama efek samping bahwa klien terbantu misalnya lebih terampil,
adaptif, efisien, dlsb dalam menghadapi masalah (tidak sekedar
diyakinkan dengan teori dan konsep-konsep, bahwa hal itu telah dan
pasti tercapai) tidak dialami sendiri oleh si klien / konsumen, maka
suatu kesimpulan seobjective dan seilmiah apapun tidak dianggap
memiliki nilai guna oleh klien / konsumen.

Saya pernah mengatakan bahwa ada bermacam-macam dimensi object
pemaknaan yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Semakin luas
dimensinya maka semakin luas kemungkinan pemaknaannya, misalnya:
* 0 dimensi misalnya pemaknaan kata-kata saja.
* 1 dimensi misalnya grafik satu dimensi dari minimum
sampai maksimum.
* 2 dimensi misalnya gambar.
* 3 dimensi misalnya bagunan yang memiliki volume dan
bentuk tiga dimensi.
* lebih dari 3 dimensi seperti misalnya rasa atau
bahkan perasaan.

Alat ukur psikologis hanya mengubah object pengamatan di dimensi yang
lebih luas (lebih dari 3 dimensi) menjadi object pengamatan 1 dimensi
(grafik satu dimensi dari minimum sampai maksimum). Selama suatu alat
ukur belum mampu mencapai kegunaan bagi subject pelaku, bukan sekedar
object pengamatan yang menghasilkan object pengamatan lain (laporan
angka, grafik satu dimensi dari minimum sampai maksimum) sebagai
kesimpulan, maka apapun caranya, secanggih semutahir apapun tidak bisa
memberikan nilai guna yang cukup pasti dan standart bagi klien /
konsumen.

Menghadapi problem ini kompatiologi dalam metodologinya tidak memberi
keyakinan dengan teori dan konsep-konsep, bahwa hal itu telah dan
pasti tercapai. Maka dari itu kompatiologi dalam iklan-iklannya selalu
memberi cerita yang relatif bukan menjanjikan kebaikan di awal. Yang
kami berikan hanyalah metodologi; sehingga keberhasilan dan kegagalan
murni dilihat dari penerapan costumize di penggunanya masing-masing.
Sistem yang ditanamkan dengan dekon-kompatiologi membuat si pengguna
sendiri yang mampu melakukan pengukuran, sehingga object pengamatan
bisa ditranslate menjadi pengalaman dan pengertian subjective si klien
/ konsumen sendiri. Tanpa perlu menterjemahkan lagi object pengamatan
lain yang berbentuk laporan angka, grafik satu dimensi dari minimum
sampai maksimum yang dibuat oleh orang lain (pengamat, kritikus,
penilai) yang dianggap ahli.

Buat apa mentranslate pertanyaan besar menjadi pertanyaan kecil, bayar
mahal lagi padahal jawaban kongkrit pun belum didapat.

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Sabtu, 17 November 2007

Email sebelumnya...
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/35001
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@... wrote:

Makasih Alex atas tambahannya. Saya setuju dengan point Anda soal
kelatahan ilmuwan sosial itu. Gara-gara ngebet ingin diakui
kelimuannya, lalu memaksa dri mengadopsi stadar-standar keilmiahan
ilmu alam. Sebagai orang luar, saya kok agak cemas memperhatikan
perkembangan ilmu psikologi mutakhir, yang makin lama makin meng-IPA.
Semuanya dibuatkan meterannya (psikometrik), seolah manusia bisa
diklasifikasi dan diukur secara eksak, lalu disimpulkan siapa dia.
Sementara psikolog-psikolog yang tak terlalu ketagihan meteran,
seperti Jung dan Freud, yang berusaha menyelam lebih jauh ke dalam
"jiwa" manusia yang tak terukur secara kuantitaif, malah nggak laku.

Saya mungkin salah menilai psikologi, berhubung saya orang awam dalam
bidang ini. Jadi, jika ada rekan-rekan dari psikologi yang bersedia
meluruskan atau mengisahkan lebih lanjut soal ini, saya amat berterima
kasih. Dengan harapan, semoga tak ada yang tersinggung. Ini
dimaksudkan untuk saling belajar, bukan mengkritik ilmu psikologi.
Kalau saya keliru, itu karena ketidaktahuan, bukan niat jelek.

manneke

> Quoting Alexander <alexanderkhoe@...>:
>
> >
> > Pak, indigo ini memang tidak tahu apa yang telah ditulisnya... paling
> > itu uraian dari ci... jadi tidak usah dikomentari saja.
> >
> > Tetapi perbedaan pokok antara sains sosial dan alam memang ada, yaitu
> > perbedaan relasi antara dunia konseptual dan dunia nyata yang diamati.
> > Karena dalam sains alam yang dominan adalah: dunia nyata akan
> > mempengaruhi dunia konseptual (Persepsi-->Konsep) dan ini dituangkan
> > dalam metode ilmiah yang baku beserta alat matematika yang digunakan.
> > Sedangkan dalam sains sosial ada proses terbalik yang signifikan yaitu
> > pengaruh dunia konseptual yang diciptakan ke dalam dunia nyata yang
> > diamati (Konsep --> Konsepsi). Contohnya adalah penerapan Konsep
> > Marxisme yang kemudian mau tidak mau akan mempengaruhi realitas
ekonomi
> > dan psikologis. Sayangnya Sains sosial masih mengadaptasi metode
ilmiah
> > dari sains alam berikut filosofi alat matematikanya. Hal ini merupakan
> > kelemahan utama Sains sosial, sehingga sampai saat ini belum dapat
> > menghasilkan teori dan konsep yang konvergen. Akibatnya dalam sains
> > sosial, kemampuan prediksinya masih lemah sampai saat ini.
> >
> > [Btw definisi dari istilah sains=science itu sendiri sebenarnya hanya
> > sesuai untuk sains alam saja. Karena dalam Sains sosial seperti
ekonomi
> > dan psikologi, fenomena yang teramati tidak benar-benar bersifat
> > berulang (kalimat dalam bold perlu dipertanyakan)]
> >
> > ----------------------------------------
> >
> > Science (from the Latin scientia, 'knowledge'), in the broadest sense,
> > refers to any systematic knowledge or practice.[1] In a more
restricted
> > sense, science refers to a system of acquiring knowledge based on the
> > scientific method, as well as to the organized body of knowledge
gained
> > through such research.[2][3] This article focuses on the more
restricted
> > use of the word.
> >
> > Fields of science are commonly classified along two major lines:
> >
> > Natural sciences, which study natural phenomena (including biological
> > life), and
> > Social sciences, which study human behavior and societies.
> > These groupings are empirical sciences, which means the knowledge must
> > be based on observable phenomena and capable of being experimented for
> > its validity by other researchers working under the same conditions
> >
> > -------------------------------------------------
> >
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@ wrote:
> > >
> > > Vincent, mau menyatu atau terpisah, itu pilihan posisi yang
sepenuhnya
> > terletak
> > > di tangan peneliti, bukan didikte oleh metodenya. Pernyataanmu di
> > bawah ini
> > > kian menunjukkan bahwa pemahamanmu tentang ilmu sosial sudah sangat
> > ketinggalan
> > > zaman. Makanya, itulah pentingnya belajar. Biar pengetahuannya tidak
> > mandeg.
> > >
> > > Kalo Anda liat, apakah para aktivis berlatar belakang ilmu
sosial yang
> > getol
> > > bergerak melawan ketidakadilan, pelanggaran HAM, penindasan,
> > peminggiran, dan
> > > kesewenang-wenangan kekuasaan itu terpisah antara teori dan praksis?
> > > Bahkan,istilah "praksis" pun mula-mula dipakai para ilmuwan sosial
> > yang
> > > berwawasan Marxis, untuk menekankan pentingnya realitas di luar sana
> > daripada
> > > teori.
> > >
> > > Sori, Vincent, tapi "teori"-mu tentang evolusi ilmu dari
> > kedokteran-teknik-
> > > sosial itu tak bisa dibuktikan keabsahannya. Kau bilang, ilmu teknik
> > menyatu
> > > antara teori dan praktik? He he he, dari mana lagi nemu
pandangan kaya
> > begini?
> > > Kalo betul begitu halnya, Vincent, tak akan ada dampak buruk
teknologi
> > terhadap
> > > lingkungan, tatanan kehidupan sosial, dan pendidikan. Lalu, siapa
> > menurutmu
> > > yang selalu rajin mengingatkan orang tentang dampak-dampak negatif
> > itu? Para
> > > insinyurkah? Kalo saya amati sejauh ini di pelbagai media massa,
> > kebanyakan
> > > orang dari latar belakang ilmu sosial tuh?
> > >
> > > Kalapun ada sejenis persatuan antara teori dan praktik dalam ilmu
> > teknik, itu
> > > adalah keharusan untuk betul-betul menerapkan apa yang sudah
digambar
> > dan
> > > dihitung secara matematis di atas kertas ke dalam struktur yang
> > dibangunnya.
> > > Bagaimana dampak kehadiran struktur itu pada hidup manusia? Who
cares?
> > Gitu
> > > kan? Dan inikah yang kamu unggul-unggulkan itu? Wah, sedihnya
> > hatiku...
> > >
> > > manneke
> > >
> > > Quoting vincentliong vincentliong@:
> > >
> > > >
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34862
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@ wrote:
> > > >
> > > > Ini kan cara pikir yang mencampur-adukkan antara metode penelitian
> > > > ilmiah dengan integritas pribadi penggunanya. Kalo penggunanya gak
> > > > betul jangan kambing hitamkan alatnya. Sama aja dengan
Kompatiologi
> > > > kan? Kalo kompatiolognya bejat, Vincent kan juga gak rela
> > > > Kompatiologinya yang diobok-obok? Yang penting, Vincent,
belajarlah
> > > > untuk berpikir tanpa bias. Pemikiran Anda di bawah ini kan
> > dipengaruhi
> > > > oleh pengalaman negatif Anda dengan sekolahan. Maka, bunyinya ya
> > jadi
> > > > kaya gini. Tapi, tidakkah dengan demikian Anda bisa lihat sendiri
> > pada
> > > > diri Anda bagaimana "kepentingan" bisa menyelusup masuk ke logika
> > > > pemikiran? Nah, yang beginianlah yang mesti dicegah, bukan
metodenya
> > > > yang disalahin.
> > > >
> > > > manneke
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Vincent Liong answer:
> > > >
> > > > Sdr Manneke, ini tidak ada hubungannya dengan kompatiologi atau
> > > > kekecewaan saya pada dunia pendidikan resmi.
> > > >
> > > > Pointnya adalah:
> > > > Metodologi penelitian ilmiah mengalami perubahan dari ilmu tekhnik
> > ke
> > > > ilmu kedokteran lalu ke ilmu sosial. Pada ilmu tekhnik posisi
> > praktisi
> > > > dan teoritisi lebih menyatu, lalu bergerak ke kedokteran hingga ke
> > > > ilmu sosial posisi praktisi dan teoritisi semakin terpisah.
> > > >
> > > >
> > > > Silahkan baca email di bawah ini:
> > > >
> > > > ==========
> > > > Subject: Re: Yuk kita rame2 menghancurkan Vincent Liong (Asumsi =
> > > > Sintesis)
> > > > From: Vincent Liong
> > > > DDT: Wed Oct 24, 2007 3:05 am
> > > > e-link:
> > http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2775
> > > >
> > > >
> > > > Note: Email saya kali ini ditujukan untuk melanjutkan pembahasan
> > > > Ilmiah sesuai pesanan anda sekaligus menjawab email B. Sudjanto
> > > > sebagai sebuah contoh kasus yang berhubungan dengan hal tsb. Email
> > ini
> > > > juga diharapkan memberikan reasoning atas segala usaha "Kill and
> > > > Destroy Kim Il Sen" yang berlangsung di maillist
> > > > psikologi_transformatif dengan segala usaha dan pengorbanan secara
> > > > radikal, fanatik, bahkan rela berjibaku sampai habis-habisan tanpa
> > > > reasoning yang jelas.
> > > >
> > > >
> > > > Sebelum membahas secara lebih mendetail dengan contoh kasus
mengenai
> > > > masalah "Ilmiah sesuai pesanan anda" pertama-tama saya
membahas dulu
> > > > secara urut proses metodologi penelitian ilmiah yang sekaligus
> > empiris
> > > > (kwantitative) yang perlahan-lahan contoh praktikalnya bergerak ke
> > > > semakin subjective / costumize (kwalitative), dan konsekwensinya
> > > > terhadap ketepatan dan kejernihan kerja metodologi penelitian
ilmiah
> > > > di setiap jenis penerapan metodologi penelitian.
> > > >
> > > > Metodologi Penelitian Ilmiah pada awalnya lahir dari dunia ilmu
> > > > tekhnik yang memiliki object penderita berupa mesin atau alat yang
> > > > bersifat benda mati. Sifat dari benda mati adalah keterbatasan
> > pilihan
> > > > sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki kehendak bebas
bila
> > > > dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan informasi (berpikir) pada
> > > > manusia dan hewan (sebagai subject yang individual) sehingga
> > bersifat
> > > > sangat empiris.
> > > >
> > > > Selanjutnya metodologi penelitian ilmiah juga masih bisa
dilebarkan
> > > > lagi ke dunia kedokteran dimana kerja hubungan sebab-akibat pada
> > tubuh
> > > > fisik manusia, hewan dan tumbuhan bersifat tekhnis dan mekanis.
> > > > Keterbatasan pilihan sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak
memiliki
> > > > kehendak bebas bila dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan
> > informasi
> > > > (berpikir) pada manusia dan hewan (sebagai subject yang
individual)
> > > > sehingga bersifat cukup empiris, tetapi tidak se-empiris pada
> > > > penerapan ilmiah di benda mati sebab pada manusia, hewan dan
> > tumbuhan
> > > > masih terjadi evolusi dan adaptasi secara non-sadar.
> > > >
> > > > Selanjutnya metodologi penelitian diterapkan kembali ke bidang
yang
> > > > jauh lebih subjective lagi yaitu pemerosesan infromasi atau
kegiatan
> > > > berpikir manusia dan hewan. Dalam penerapan di kegiatan berpikir
> > > > manusia dan hewan khususnya ilmupengetahuan sosial masalah timbul
> > > > karena pada pemikiran manusia dan hewan kegiatan evolusi adaptasi
> > > > secara sadar terjadi pada kegiatan berpikir manusia sehingga ada
> > > > kehendak bebas yang sifatnya sangat individual; ada asumsi,
> > > > kepentingan, sudutpandang, keyakinan, dlsb yang membuat hubungan
> > > > sebab-akibat tidak terbatasi bersifat tekhnis saja; Tetapi menjadi
> > > > lebih tidak empiris karena adanya kondisi terhipnotis oleh
argumen,
> > > > teori, asumsi, kepentingan, sudutpandang. Metodologi penelitian
> > ilmiah
> > > > berubah fungsi sebagai alat bantu yang dapat bekerja bersamaan
> > dengan
> > > > metodologi penelitian empiris menjadi sekedar alat untuk
> > menghipnotis
> > > > diri sendiri lebih dalam pada asumsi, kepentingan, sudutpandang,
> > > > keyakinan, dlsb yang sudah ada sebelum bahkan sebelum kegiatan
> > > > penelitian direncanakan.
> > > >
> > > >
> > > > Oleh karena itu radikalisme, fanatisme, fundamentalisme yang tidak
> > > > memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas runtutan-nya datang dari
> > > > kaum berpendidikan ilmiah sosial bukan dari oknum-oknum tidak
> > > > berpendidikan. Apapun input yang disugestikan secara sadar tidak
> > sadar
> > > > menjadi ilmiah. Tidak ada bedanya lagi antara ilmu sosial ilmiah
> > > > dengan agama, metafisika dan spiritual yang murni bersifat
keyakinan
> > > > tanpa perlu ada bukti kongkrit.
> > > >
> > > > Ketika seseorang mengatakan sesuatu adalah baik atau buruk
maka hal
> > > > itu tidak perlu terjadi dan tidak perlu ada bukti di masa lalu
masa
> > > > kini dan masa yang akan datang, yang penting pengkondisian saat
> > > > menghipnotisnya cukup dramatis; misalnya Leonardo Rimba mengatakan
> > hal
> > > > tsb dengan membawa hal-hal yang bersifat ketuhanan, spiritual yang
> > > > tinggi, dlsb maka sudah masuk dalam logika ilmiah.
> > > >
> > > > Jadi ada dua hal yang penting di sini dalam melakukan
penghipnotisan
> > > > atas suatu keyakinan adalah sbb:
> > > > *Yang berinisiatif pertama kali menanamkan asumsi secara dramatis
> > akan
> > > > menjadi keyakinan bahkan akan dikuatkan dengan dianggap ilmiah
> > setelah
> > > > si individu diajak berpetualang dengan pola jalan cerita logika
> > sesuai
> > > > penghipnotis di ranah pikiran tanpa perlu bukti fisikal / di dunia
> > > > nyata, atau bukti palsu bisa dibuat belakangan sesuai kebutuhan
> > saja.
> > > > * Yang paling dramatis, paling heboh, paling tinggi, paling benar
> > > > bahasanya seperti misalnya dengan membawa hal-hal ketuhanan,
> > intuisi,
> > > > dlsb akan dianggap secara ilmiah benar adanya.
> > > >
> > > > "Asumsi = Sintesis" karena ada jalan cerita yang jelas dari asumsi
> > > > sampai ke sintesis yang mampu membuat pikiran anda meyakini tanpa
> > > > perlu ada bukti kongkrit di dunia nyata atas hal tsb, bahkan bisa
> > > > tampak seperti jalan cerita yang sangat ilmiah.
> > > >
> > > > Nah pada kasus B.Sudjanto, terjadi loncatan yang tidak
disadari dari
> > > > penelitian ilmiah pada latarbelakang pendidikan tekhnologi
industri
> > > > yang berkaitan dengan mesin yang adalah benda mati, lalu
> > diasosiasikan
> > > > secara linear ke penelitian ilmiah ala ilmupengetahuan sosial. Ini
> > > > adalah hal umum yang terjadi pada jaman ini dimana radikalisme
> > sesaat
> > > > tanpa disadari bisa dipancing dengan mudah untuk timbul di
kalangan
> > > > orang berpendidikan entah itu ilmu yang bersifat tekhnis
> > (berhubungan
> > > > dengan benda mati), ilmu kedokteran dan ilmu social, tetapi sulit
> > > > dilakukan kepada kalangan pedagang dan orang-orang yang berada di
> > > > lingkungan praktikal sehari-hari tanpa embel-embel kasta keyakinan
> > > > jabatan, ijasah, ilmiah, dlsb.
> > > >
> > > > Efek sampingnya misalnya dalam kasus B.Sudjanto adalah timbul
suatu
> > > > radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme untuk melihat pribadi
> > > > seorang Vincent Liong dari sisi yang diperkenalkan oleh Leonardo
> > Rimba
> > > > saja. Jadi seperti seseorang yang sedang menyukai Honda Jazz Biru
> > akan
> > > > terbawa untuk melihat begitu banyak Honda Jazz Biru di jalan
> > dibanding
> > > > mobil yang lain yang tidak terlalu diperhatikan. Sugesti dengan
> > model
> > > > dramatisasi membuat orang menjadi berkacamata kuda atau bahkan
buta.
> > > >
> > > > Vincent Liong sebagai praktisi kompatiologi mengalami kesulitan
> > untuk
> > > > membela diri, karena bila Vincent Liong membela diri dengan cara
> > yang
> > > > sama dengan Leonardo Rimba, yaitu dengan mendramatisasi cerita
yang
> > > > tidak kalah heboh dan ideal-nya misalnya dengan menjanjikan
hal-hal
> > > > yang amat ideal atau bersifat keTuhanan, maka Vincent Liong
> > melanggar
> > > > komitment dasar kompatiologi yaitu tidak menjanjikan sesuatu yang
> > > > bersifat ketuhanan, serba tinggi, serba ideal, dlsb. Pengajar
> > > > kompatiologi selalu berusaha menjawab pertanyaan dengan bersifat
> > > > tekhnis karena hasil dari sesuatu yang sifatnya ilmu sosial sangat
> > > > tergantung dari pilihan bebas pelaku atau pengguna-nya
sendiri. Bagi
> > > > Vincent Liong ini masalah moral kejujuran sebagai ilmuan saja.
> > > >
> > > >
> > > > "Pengalaman sehari-hari menghasilkan peta hubungan sebab-akibat,
> > > > Peta hubungan sebab-akibat dikonsepkan polanya maka menghasilkan
> > teori,
> > > > Teori di-tarikat-kan atau dilakonkan,
> > > > Menghasilkan perjalanan menuju kebenaran mutlak (Tuhan)."
> > > >
> > > > Perjalanan spiritual yang dimulai dari teori tentang kebenaran
yang
> > > > sangat amat ideal beresiko terjadinya kepecahan mental pada si
> > pelaku,
> > > > karena tidak adanya relasi antara pengalaman pribadi dengan teori
> > yang
> > > > dianggap benar. Pada banyak kasus menghasilkan dua sisi sifat yang
> > > > amat berbeda antara yang diucapkan dengan yang dilakonkan.
> > > > Keterpecahan ini membuat murid tidak akan pernah mencapai gurunya,
> > > > karena teori yang ditanamkan sekedar sugesti atau hipnotis pada
> > > > pikiran saja atas titik ekstrim yang satu terhadap titik ekstrim
> > yang
> > > > berlawanan yang dianggap ideal tetapi tidak akan pernah tercapai.
> > Dari
> > > > situ tercipta ketergantungan yang terus-menerus kepada guru atas
> > dasar
> > > > perasaan tidak aman. Maka dari itu antara satu aliran ilmu
jenis ini
> > > > dengan aliran ilmu jenis ini yang lain saling bertengkar untuk
> > berebut
> > > > massa yang bisa dibodohi untuk percaya dan terkunci atas dasar
> > > > perasaan tidak aman tsb.
> > > >
> > > > Perjalanan spiritual yang dimulai dari kegiatan menghargai
> > pengalaman
> > > > sehari-hari, dilanjutkan secara mandiri dan independent memetakan
> > > > hubungan sebab akibatnya, tanpa perlu diarahkan, diceramahi
teorinya
> > > > akan menemukan teori yang cocok sendiri. Teori ini begitu jelas
> > > > hubungannya dengan diri sendiri hingga tanpa perlu ada yang
> > membimbing
> > > > dan mengajari akan terarahkan di jalurnya hingga menemukan
kebenaran
> > > > mutlak yang cocok dengan dirinya sendiri, sehingga tidak ada lagi
> > > > ketergantungan akan peran sang guru. Tugas seorang guru hanya
> > > > mempersiapkan dasarnya, urusan masing-masing individu untuk
> > menjalani
> > > > perjalanannya sendiri untuk mencapai kesempurnaan yang cocok
dengan
> > > > dirinya sendiri. Maka dari itu kompatiologi tidak pernah
mengarahkan
> > > > orang ke kebenaran yang bukanlah hasil temuannya sendiri, biarlah
> > > > mereka membuat teori dan menjalaninya hingga puas menemukannya,
> > > > kompatiologi hanya mempersiapkan dasar yaitu kemampuan pengukuran
> > > > subjective untuk membaca data.
> > > >
> > > >
> > > > Nah sdr B.Sudjanto silahkan diperhatikan kembali nasehat sahabat
> > anda
> > > > Margaret Widyanti yang telah beberapa kali berpesan pada anda
untuk
> > > > tidak terbawa oleh orang-orang yang berkepentingan sehingga
> > > > berpura-pura di depan anda dengan membuat dramatisasi jarak guru
> > murid
> > > > yang terlalu jelas, menjadi orang yang terlalu ideal dibanding
diri
> > > > anda yang terlalu kurang ideal dalam konsep non-egaliter mereka.
> > > > Memangnya ada manusia dewa hidup di dunia ini?!
> > > >
> > > > Semoga beruntung…
> > > >
> > > >
> > > > Ttd,
> > > > Vincent Liong
> > > > Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2007
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Email sebelumnya...
> > > > e-link:
> > > >
> > http://groups.google.com/group/Komunikasi_Empati/msg/24a552c702c63732
> > > > Benediktus Sudjanto wrote:
> > > >
> > > > Vincent,
> > > >
> > > > Saya ngajak kamu dan mas Leo itu sebagai pribadi, tidak ada
> > > > hubungannya dengan pekerjaan saya.
> > > >
> > > > Soal uang dalam perjalanan kita tempo hari juga bukan masalah bagi
> > > > saya, kan saya yang menanggung hampir semua biaya termasuk
kamu naik
> > > > kuda di Tawangmangu.
> > > >
> > > > Saya tak bingung dan tak perlu bertanya soal kompatiologi, kan
> > sebagai
> > > > pengamat saya juga mengikuti sambil lalu. Kan kamu yang
menerangkan
> > > > sendiri dan minta bantuan mas Leo menerangkan. Kamu minta masukan,
> > > > yang kamu Kamu dan mas Leo malah berkomentar kesaya, kalau kamu
> > bagian
> > > > urusan instinct (bawah) dan mas Leo intuition (atas) dan mendaulat
> > > > saya di bagian "tengah-2" bagian balancing.
> > > >
> > > > Saya kok dikatakan "membentak-bentak seminggu penuh", apa itu
benar
> > > > dalam kenyataan? Saya memang pernah dengan keras mengatakan ke
kamu,
> > > > kalau kamu itu menjalankan kejahatan karena menjual sesuatu
yang tak
> > > > jelas manfaatnya dan mendapatkan uang. Kamu promosi sesuatu ke
saya
> > > > yang saya tahu tak ada manfaatnya, secara terus menerus,
menerangkan
> > > > secara berulang-ulang tanpa diminta, menafikan masukan orang dan
> > > > merasa terpojok sendiri walau tak ada yang memojokkan. Kalau saya
> > > > sampai marah itu berarti saya simpati ke kamu, karena merasa bahwa
> > > > kamu masih muda, kekeliruan yang sudah dialami, bisa diperbaiki
> > dengan
> > > > rendah hati, eh malah sekarang lebih sombong dari yang mampu saya
> > > > bayangkan untuk seorang manusia. Kalau tak perduli, kan kamu bisa
> > saya
> > > > usir, atau saya diam saja, meninggalkan pembicaraan yang
> > > > "percumtakbergun" alias percuma tak berguna. Paling tidak kamu itu
> > > > harusnya memiliki sopan santu manusia biasa dalam berkomunikasi,
> > saya
> > > > rasa sudah cukup. Sebagai penyandang sendiri "penemu"
kompatiologi,
> > > > yang ada kata "empati" nya, saya hanya bisa bilang "wah-wah kok
> > begitu".
> > > > Bayangkan, orang yang kamu dekon dan membayar, kamu katakan
beberapa
> > > > kali lewat mulutmu sendiri bahwa kamu ingin menjadikan mereka
> > "seperti
> > > > blackie, anjing gua di rumah". Paling tidak kamu berbelas kasihlah
> > > > dengan mereka yang mau menjadi kelinci/anjing cobaanmu dengan
> > membayar
> > > > uang dan waktu dengan segala keluguan, kesopanan, pengharapan,
> > > > keperluan mereka yang entah apa jenis persisnya. Entah, harus
> > > > bagaimana lagi saya mesti berkomentar, apa ya ada gunanya secara
> > > > positif kalau saya berkomentar lagi, kalau waktu lebih
seminggu kita
> > > > bersama kamu katakan bahwa saya membentak-bentak kamu?
> > > > Setelah sharing berdua dengan saya di penghujung malam masuk pagi
> > > > waktu di Solo, dengan kejujuranmu dan hampir tangismu dan empatiku
> > > > kekamu serta rencana baikmu untuk dengan rendah hati memperbaiki
> > untuk
> > > > dirimu sendiri, lalu kamu menafsirkan bahwa aku hanya dituliskan
> > > > sebagai yang membentak-bentakmu selama seminggu. So what gitu loh!
> > > > Yah, bagiku tak apa-2, karena aku tak punya kepentingan apa-2
> > > > denganmu, hanya empatiku bagi sesama yang kebetulan salah satunya
> > kamu
> > > > yang sempat lewat dalam sebagian waktu hidupku, dan kalau itu
> > membuat
> > > > kamu bahagia dengan gaya dan kata-2 mu, ya teruskan saja apa yang
> > kamu
> > > > anggap baik bagimu. Begitu saja ya, sudah cukup.
> > > >
> > > > B Sudjanto
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Email sebelumnya...
> > > > http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22917
> > > > --- In vincentliong@yahoogroups.com, "vincentliong"
> > > > vincentliong@ wrote:
> > > >
> > > > Mas Leo, inget ngak mas Leo saat elo ngajak gw ke Solo bersama
> > > > B.Sudjanto yang direkturnya pabrik lensa Policore anak perusahaan
> > > > Djarum di Karawang. Saat itu gw bilang kalau gw lagi tidak
siap uang
> > > > dan mas Leo aturkan agar dalam 5-6 jam kita dijemput di rumah gw,
> > kata
> > > > mas Leo tidak perlu bawa uang.
> > > >
> > > > Ketika awal mas Leo memperkenalkan ulang saya ke B. Sudjanto yang
> > dulu
> > > > juga murid kundalini saya dan pak Ngurah Ardika cuma sungkan
karena
> > > > bingung sama perkembangan penelitian saya yang terlalu cepat, maka
> > > > nanya ke mas Leo.
> > > >
> > > > Mas Leo ngomong persis sama dengan kalimat-kalimat mas Leo di
bawah
> > > > ini. Ini yang membuat gw dibentak-bentak seminggu penuh oleh
> > > > B.Sudjanto gara-gara kalau gw bilang ya maka mas Leo tekankan
> > artinya
> > > > tidak lalu kalau gw bilang tidak kata mas leo ya lama-lama gw
> > bingung
> > > > sendiri. Lalu mas Leo juga bilang tentang saya yang binatang
banget.
> > > >
> > > > Saat itu belum sekalipun saya tegur mas Leo dengan halus maupun
> > kasar
> > > > dan kalau ditegur secara halus tambah jadi dan menambah penjelasan
> > > > membingungkan semacam ini dengan dihubungkan dengan intuisi dan
> > > > hal-hal keTuhanan dimana saya yang dikatakan jadi setannya.
> > > >
> > > > Mas Leo masih ingat tidak ?
> > > > Tulisan di bawah ini hanya mengulang kalimat yang dulu khan ? Sama
> > lho
> > > > kalimat-kalimatnya, hanya dulu mas ngomong ini ke B. Sudjanto di
> > depan
> > > > saya, dan saat ini mas Leo ngomong ke maillist, hanya itu
bedanya...
> > > >
> > > > Saat itu saya setress jadi kalau makan sampai beol-beol sebagai
> > > > pelarian, karena saya tidak bisa kontrol. B. Sudjantomas Leo
panasi
> > > > bahwa Jin saya yang makan dan juga soal keburukan prilaku saya.
> > Depan
> > > > mata saya lho mas Leo, saat itu.
> > > >
> > > > Lalu siapa yang berani menemani mas Leo sekarang ? Serem atuh
resiko
> > > > dijadikan umpan ikan :) Saya seumur-umur tidak jadikan mas Leo
umpan
> > > > ikan lho, inget itu mas Leo.
> > > >
> > > > Ditemani itu mahal mas Leo... Ya jadi umpan buat mancing ikan ?!
> > > >
> > > >
> > > > Ttd,
> > > > Vincent Liong
> > > > Jakarta, Senin 22 Oktober 2007
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Email sebelumnya...
> > > >
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33111
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "leonardo_rimba"
> > > > leonardo_rimba@ wrote:
> > > >
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Timbangan Balance
> > > > <timbang.balance@> wrote:
> > > > > Karena Audifax dan Leonardo Rimba adalah mantan
> > > > > pendukung Kompatiologi dan teman dari Vincent Liong
> > > >
> > > > Hmmm,... perlu saya LURUSKAN disini bahwa saya adalah seorang
> > PRAKTISI
> > > > KOMUNIKASI EMPATI. Komunikasi yang EMPATIK adalah SPESIALISASI
saya.
> > I
> > > > am VERY MUCH EMPATHETIC, saya bisa langsung baca apa yang ada di
> > diri
> > > > rekan komunikasi saya.
> > > >
> > > > Kompatiologi seperti dipraktekkan oleh Vincent Liong adalah suatu
> > > > PARODI dari Komunikasi yang empatik. SUATU PARODI. Suatu BANYOLAN,
> > > > suatu LAWAKAN. Komunikasi yang dipraktekkan oleh Vincent Liong itu
> > > > adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK. Total
kebalikannya ?
> > > > Kok bisa ? Ya bisa saja, namanya kan banyolan. Lawakan. Parodi.
> > > >
> > > > Jadi, kalau anda memiliki PENGERTIAN tentang KOMUNIKASI YANG
> > EMPATIK,
> > > > anda akan otomatis mengerti tentang KOMPATIOLOGI. Kompatiologi itu
> > > > adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK walaupun sesumbar
> > > > sebagai ILMU PEMECAH RAHASIA ALAM SEMESTA dalam komunikasi
> > menggunakan
> > > > empati. Hmmm hmmm hmmm.... Astagfirullah
> > > > alazzim Astagfirullah alazzim (nyebut 100 x dianjurkan)...
> > > >
> > > > Itu komentar saya. Saya _bukan_ pendukung Kompatiologi. Nama saya
> > > > dicantumkan dalam IKLAN2 Kompatiologi _tanpa_ ijin saya. Saya
> > biarkan
> > > > saja. Kan saya ini BAIK HATI. Hmmm hmmm hmmm...
> > > >
> > > > Hasil dari Kompatiologi Vincent Liong itu apa ? Aduh, liat aja
ndiri
> > > > deh. Malu komentarinnya,... aku udah cukup banyak comment.
Kalo aku
> > > > bukain RAHASIA yang SEMUA ORANG SUDAH TAHU itu, ntar jadinya gak
> > lucu
> > > > lagi. Sedangkan, bukankah kelucuan itu yang selama ini dicari,
hmmm
> > > > hmmm hmmm...
> > > >
> > > > Kompatiologi kan cuma nama saja. Bisa dinamakan GULALOLOGI. Bisa
> > > > dinamakan TIPATIPULOGI... Intinya, dengan nama itu Vincent Liong
> > INGIN
> > > > BELAJAR bagaimana caranya berkomunikasi dengan empati. Tetapi
> > caranya
> > > > kan SERBA TERBALIK. Wong dia yang mao belajar kok nulisnya
> > > > en ngomongnya DIA YANG MAO NGAJARIN ?
> > > >
> > > > Segalanya itu SERBA TERBALIK.
> > > >
> > > > Untuk mengerti Vincent Liong, SEGALANYA ITU HARUS DIBALIK.
Kalau dia
> > > > bilang dia TAHU RAHASIA ALAM SEMESTA, artinya itu KEBALIKANNYA.
> > > >
> > > > Kalau dia bilang dia "diinjak-injak", arti sebenarnya ya
> > KEBALIKANNYA.
> > > >
> > > > Kalo dia bilang dia punya "nurani", artinya ya kebalikannya.
> > > >
> > > > Kalo dia bilang dia itu "ilmiah", ya artinya kebalikannya.
> > > >
> > > > SEMUA SERBA KEBALIKAN.
> > > >
> > > > Untuk mengerti Vincent Liong, segala ucapan dia itu HARUS DIBALIK.
> > Itu
> > > > kunci dari THE PUZZLE.
> > > >
> > > > Vincent itu main TEKA-TEKI. Kunci pemecahannya cuma satu saja,
> > DIBALIK
> > > > SAJA. Kalau anda balik apa yang dituliskannya, maka ANDA AKAN
> > MENGERTI
> > > > APA YANG DIMAKSUDNYA.
> > > >
> > > > Itu saja komentar saya saat ini. Hmmm hmmm hmmm. Udah ya, jangan
> > > > tanya2 lagi ya, TANYA LANGSUNG SAMA ORANGNYA AJA.
> > > >
> > > > Kalo dijawab, jawabannya DIBALIK AJA. That's THE REAL ANSWER.
> > > >
> > > > Leo
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > >
> >
> >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Y! Messenger

Files to share?

Send up to 1GB of

files in an IM.

Shedding Pounds

on Yahoo! Groups

Read sucess stories

& share your own.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar