Sabtu, 17 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: “Ilmiah” sesuai pesanan anda ?!

e-link:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/35000
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@... wrote:

Saya sangat suka dengan paragrafmu yang sebelum paragraf terakhir. Ini
suara Vincent Liong yang amat berbeda dari biasanya. Biasanya kalo
ngomong soal ilmu sosial sampai pada titik ini, engkua bisa sangat
menyebalkan. Tapi kini saya lihat sisi lain dirimu yang positif.
Engkau ternyata masih manusia Vincent, jadi tak usah cemas dengan
cap-cap binatang yang ditujukan pada dirimu.

Kutipan "paragrafmu yang sebelum paragraf terakhir" tsb.
e-link:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34939
Vincent Liong wrote:
=====
Saya tidak menganggap hal ini baik atau buruk, tetapi perlu kita
sadari kekuatan dan kelemahan ilmu-ilmu yang ada apalagi ilmu kita
sendiri. Kalau kita bela, banggakan saja kekuatannya maka kita lupa
kelemahannya, kalau lupa kelemahannya kita bisa terbawa, terjebak
tanpa kita sadari. Saya misalnya sebagai pengajar dekon-kompatiologi
tentunya harus membela kompatiologi ketika mengajar tetapi bukan
berarti saya tidak mempelajari dekonstruksi sisi yang berlawanan
dengan kompatiologi. Pada akhirnya ilmu apapun adalah suatu tekhnik
semata tidak ada yang perlu dibela dan dibenarkan atau disalahkan. Toh
saat suatu kebutuhan datang tekhnik yang cocok untuk penyelesaian
masalah saat itu-lah yang akan digunakan.
=====

Vincent Liong answer:

Ketika konflik kemarin saya sempat ngobrol dengan Andy Ferdiansyah dan
berpesan; "Agar tidak membela kompatiologi sebagai keyakinan, yang
baik adalah pelajarilah ilmu sebagai suatu kerangka tekhnikal dimana
setiap ilmu memiliki tempatnya masing-masing terhadap ilmu yang lain.
Observasi dengan baik kerangka tekhnikal ilmu yang digunakan oleh
musuh kita seperti contohnya dalam tulisan `UNDANGAN OBSERVASI
Dekonstruksi sebagai metode CuciOtak' saya juga harus bisa
memposisikan diri sebagai observer bukan korban dalam membahas
kerangka tekhnikal ilmu di ranah kegiatan `dekonstruksi' (metodologi
pengubahan konstruksi pemerosesan informasi pada manusia) yang
bertarung yaitu dekontruksi yang subjective seperti misalnya
kompatiologi, dengan dekonstruksi yang objective misalnya metode yang
diimplementasikan ke gerakan teror,
cacimaki dan ngomong jorok Pabrik Tontonan.

Apakah dekonstruksi itu berakibat baik atau buruk bagi subject, sangat
ditentukan oleh tujuan dari praktisi yang mengimplementasikan
dekonstruksi pada orang lain dan atau termasuk dirinya sendiri. Jadi
kompatiolog sebagai dirinya sendiri (bukan ketika mengajar) bisa
menggunakan kerangka tekhnikal ilmunya sendiri dan ilmu yang
berlawanan dengan kompatiologi demi kepentingannya di saat tsb.

Untuk tetap berfokus menganggap ilmmu sekedar kerangka tekhnikal,
bukan keyakinan yang harus dibela; kompatiolog yang kemarin membela
kompatiologi dalam konflik telah membatasi diri hanya membela
kompatiologi bila terjadi hal-hal di luar diskusi yang fair misalnya:
* Teror kepada anggota keluarga dengan sita jaminan (kalau tidak
menurut maka rahasia pribadi akan digunakan sebagai black mail)
sebelumnya teroris telah melakukan pendekatan via Yahoo Messanger
selama beberapa bulan kepada target teror.
* Penyebarluasan data psikologis palsu dan cacimaki dan dengan bahasa
kotor kepada subject, keluarga dan nenek moyang kompatiolog.
* Pemalsuan dan penyebarluasan data keberadaan korban.
* Pemalsuan bukti korban dan pemalsuan kuesioner.
* Usaha pemerasan, penangkapan dan pemenjaraan melalui jalur hukum.
* Pelecehan pribadi kepada praktisi Kompatiologi.
* Pembahasan `Kontol Blacky' anjing Vincent Liong.
* Usaha untuk memberantas kompatiologi dengan mengangkat isu SARA
diantaranya membuat skenario-skenario;
- Kompatiologi melecehkan agama Islam dan menghina Malaysia; pihak
teroris dengan memasang gambar porno wanita Malaysia berjilbab di
maillist vincentliong@yahoogroups.com tanpa setahu pengurus maillist
Vincent Liong. Cara ini tidak berhasil karena cukup banyak pengguna
kompatiologi yang beragama Islam.
- Pendiri Kompatiologi Vincent Liong adalah keturunan Tionghoa.
- Pendiri kompatiologi dari golongan hanya lulusan SMU.
- Pendiri kompatiologi diisukan menindas kaum miskin.
* Usaha membuat kompatiolog palsu yang mempropagandakan budaya sex bebas.
* Pelaksanaan black mail kepada anggota keluarga dengan membuat cerita
porno di maillist psikologi_transformatif@yahoogroups.com dengan
mencantumkan nama kompatiolog dan keluarganya.

Hal ini dipertahankan dengan konsisten untuk tidak menjanjikan hal-hal
yang terlalu `wah baiknya' agar kesuksesan dan kegagalan menjadi
relatif berdasarkan pilihan bebas pengguna sendiri.

Kembali ke konflik tsb. Metode yang digunakan oleh lawan kompatiologi
sama-sama berada di dalam ranah dekonstruksi. Perbedaannya adalah
dalam efek samping dari paket tekhnis metodologi yang dipilih untuk
digunakan. Tentunya dua sudutpandang berlawanan hal yang dianggap
sebagai tujuan keberhasilannya akan melihat sisi lawannya sebagai
sesuatu yang sifatnya negatif. Bila dibandingkan:

* Metodologi yang digunakan gerakan teror, cacimaki dan ngomong jorok
Pabrik Tontonan adalah: Dekonstruksi yang menggunakan materi semiotik
yang lebih SEMPIT ruang pemaknaannya (objective) seperti misalnya
"kata-kata" (0 dimensi) akan menghasilkan efek yang cenderung "zoom
in" kepada kondisi mental object penderitanya. Si object penderita
menjadi terikat pada satu konsep kebenaran dan berusaha keras dengan
dorongan egonya untuk memenuhi tuntutan kebenaran tsb, hal-hal
berkaitan dengan diri si object penderita di luar konsep kebenaran tsb
(norma profesionalisme, sumber nafkah, nama baik, persahabatan, bahkan
kehidupan itu sendiri) rela dikorbankan untuk usaha pemenuhan konsep
kebenaran yang tunggal tsb. Kalau dilihat sepintas penjelasan tsb
sangat runtut, jelas dan logis. Tetapi kalau ditanya tujuannya,
permasalahannya secara mendalam maka akan tampak tidak memiliki dasar
sebab-akibat yang kuat. Jadi kekuatan dekonstruksi jenis ini adalah
pada logika untuk secara sadar mengajak orang berbeda, untuk
bersama-sama memanipulasi pikiran menuju satu pola yang standart. Cara
ini baik digunakan untuk membangun kerjasama yang erat dalam hubungan
pekerjaan, tetapi sangat baik pula bila digunakan untuk merekrut
teroris yang bersedia mengorbankan apapun demi satu tujuan yang
dijadikan tujuan utama.

* Kompatiologi adalah: Dekonstruksi yang menggunakan materi semiotik
yang lebih LUAS ruang pemaknaannya (subjective) seperti misalnya rasa
(indra pencicipan) dan perasaan (lebih dari 3 dimensi) akan
menghasilkan efek yang cenderung "zoom out" kepada kondisi mental
object penderitanya. Si object penderita menjadi tidak terikat dengan
satu konsep kebenaran. Tiap subject kebenaran berbeda hanya dianggap
sebagai posisi, titik koordinat yang berhubungan satu dengan yang lain
di posisinya masing-masing. Antara kegiatan mengalami dan kegiatan
mencapai kebenaran, disimpulkan berdasarkan pengalaman menjadi
berhubungan dan saling mengkoreksi sepanjang hidup. Tidak ada konsep
kebenaran yang tetap. Dalam kegiatan berpikir yang ada adalah materi
dan tujuan yang dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu, seperti
mentalitas seorang pedagang yang saklek berdiam pada subjectivitasnya
sendiri. Kalau dilihat sepintas orangnya sangat individualistik
berbeda satu sama lain, mentalnya diam emosinya tidak banyak
naik-turun. Kalau mau dilogikakan satu per satu lalu diruntutkan maka
tampak kurang beraturan, terlalu eksentrik, tetapi kalau ditanya
tujuannya, permasalahannya secara mendalam maka akan tampak memiliki
dasar sebab-akibat yang kuat. Cara ini bisa menjadi baik bila
digunakan untuk membuat orang lebih independent, tetapi karena tidak
ada dogma tujuan yang tunggal maka mau diarahkan ke mana dan sampai
dimana keberhasilannya sangat tergantung pilihan bebas pengguna
masing-masing dan pendapat masing-masing merasa atau tidak merasa
berguna.

Untuk dekonstruksi dengan materi semiotik yang SEMPIT ruang
pemaknaannya (objective) seperti misalnya "kata-kata" (0 dimensi)
;maka baik atau buruk efek samping dekonstruksi ditentukan oleh tujuan
pengajar / pendekonstruksi. Hal ini berbeda dengan dekonstruksi dengan
materi semiotik yang LUAS ruang pemaknaannya (subjective) seperti
misalnya kompatiologi, yang menggunakan materi semiotik; rasa (indra
pencicipan) dan perasaan (lebih dari 3 dimensi) ;maka baik atau buruk
efek samping dekonstruksi ditentukan oleh subject pengguna
kompatiologi itu sendiri.

Ilmu apapun termasuk kompatiologi hanyalah sebuah titik kordinat di
alat ukur pengalaman kita sendiri, jadi tidak ada yang perlu dibela
atau dimusuhi. Yang penting saya bisa mahir menggunakannya ketika
dibutuhkan apapun sudutpandang ilmu itu. Memangnya kalau saya suka
sepakbola saya harus jadi pemain sepak bola, atau kalau saya tidak
sangat suka pun, kadang-kadang diajak main bola juga tidak ada
salahnya. Toh itu hanya sebuah kegiatan, apa salahnya... Buat apa
membatasi diri malah bikin susah, toh tidak berniat jahat (tidak
berbohong, tidak mencuri, tidak merugikan orang lain, dlsb). Kalau
membatasi diri nanti kita jadi katak di dalam tempurung, tidak tahu
apa yang di luar pilihan keyakinan yang kita bela.

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Minggu, 18 November 2007

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@... wrote:

Nah, posisi serta penjelasanmu yang terakhir ini lebih bisa berterima,
Vincent. Ya, saya setuju bahwa dalam ilmu sosial jarak antara ilmu
dengan manusia pelaku ilmu itu sangatlah dekat. Akibatnya,
metode-metode dalam ilmu itu bisa dengan cair dan luwes dibawa ke
mana-mana--seperti katamu, sesuai kepentingan si pengguna. Inilah
bahayanya mazhab universalisme dalam ilmu sosial: apa yang sebetulnya
hasil olahan pikiran satu ilmuwan sosial saja pada suatu konteks
waktu dan tempat spesifik, lalu mau di-universal-kan seolah-olah
berlaku di manapun juga, semacam resep untuk semua penyakit.

Pertumbuhan ilmu sosial dewasa ini telah kian menyadari problematika
itu. Jika kita mau melupakan Parsons, Weber, Casirer dan para ilmuwan
klasik lain barang sejenak, serta menengok pada apa yang dikerjakan
ilmuwan sosia kontemporer, maka pergeseran orientasi ini akan lebih
jelas bisa kau lihat. Tapi, seperti kau bilang juga, kegenitan
universalisme di kalangan ilmuwan sosial ini disebabkan karena mereka
mau ilmunya jadi "science" seperti ilmu alam: semuanya mesti pasti dan
berlaku umum. Makanya, jadi heboh sendiri, dan akhirnya mumet sendiri.

Mengapa demikian? Sebab ada pandangan bahwa jika standar kelimiahannya
tak menyamai standar keilmiahan "hard" science, maka mereka kuatir tak
akan dipandang bahkan dengan sebelah mata sekalipun. Makanya,
kita-kita ini juga jangan latah menilai ilmu sosial dengan memaksakan
paradigma ilmu alam ke dalamnya, atau sebaliknya, menilai rendah ilmu
alam dari perspektif paradigma ilmu sosial.

Juga betul bahwa kerjaan utama ilmuwan sosial itu mengkritik. Karena
apa? Karena rekayasa sosial jauh lebih muskil dilakukan dibandingkan
dengan rekayasa fisik ala ilmu pasti. Rekayasa genetika, misalnya,
memang rumit, tapi setidaknya prinsip-prinsip universal tentang
manusia dan alam masih bisa diberlakukan di situ. Sementara itu,
rekayasa sosial menghadapi banyak persoalan. Tiap manusia dalam sebuah
kolektivitas itu unik; pengalaman tiap kelompok manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungan, latar belakang, dan problematika hidup
sehari-haripun beragam dari satu ke yang lain. Ini membuat rekayasa
sosial menjadi sesuatu yang tak realistis untuk ditempuh, kecuali
kalau mau pakai cara-cara otoriter dan pemaksaan. Jadinya, ya akhirnya
ilmu sosial cukup sebatas menghasilkan daya pikir kritis
dan,syukur-syukur bisa multiwawasan.

Ilmuwan sosial, misalnya, tak akan berani mimpi merancang semacam
by-pass seperti Jln. A. Yani antara Cawang dan Priok itu. Kalo orang
teknik lebih praktis: tinggal di-survei sejam berapa kendaraan yang
lewat dan dihitung jarak tempuh dari satu ujung ke ujung lain berapa,
maka rancangan bisa dibuat, dan asumsi bahwa by-pass akan bisa
memperpendek waktu tempuh pun bisa dibuat. Dalam kenyataannya setelah
by pass jadi, ternyata semua itungan meleset. Yang tak diperhitungkan
adalah kultur manusia yang tinggal di sekitar dan sepanjang by-
pass: mereka doyan nyebrang sembarangan dengan gerobak-gerobaknya;
anak-anak yang nguber layangan, pedagang kaki lima, dsb, yang semuanya
turut berpartisipasi menggagalkan semua perhitungan matematis yang
mulus di atas kertas. Ilmuwan sosial yang bener tak akan berani
mengusulkan pembangunan by-pass macem ini karena ngerti bahwa ada
faktor sos-bud yang tak bisa dijangkau oleh rumus matematis. Makanya,
tugas dia mengingatkan/mengkritik. Bahwa mereka jarang didengar
suaranya, nah itu sih udah jamak dan dimaklumi ajalah.

Saya sangat suka dengan paragrafmu yang sebelum paragraf terakhir. Ini
suara Vincent Liong yang amat berbeda dari biasanya. Biasanya kalo
ngomong soal ilmu sosial sampai pada titik ini, engkua bisa sangat
menyebalkan. Tapi kini saya lihat sisi lain dirimu yang positif.
Engkau ternyata masih manusia Vincent, jadi tak usah cemas dengan
cap-cap binatang yang ditujukan pada dirimu.

manneke

> Quoting vincentliong <vincentliong@...>:
>
> > Saya bukan mengatakan ilmu sosial tidak ilmiah. Tetapi ilmiahnya ilmu
> > sosial sangat dipengaruhi oleh free choicenya ilmuanya sendiri. Maka
> > dari itu asumsi awal = sintesis.
> >
> > Di dunia ini tidak bisa kita merangkum semuanya secara menyeluruh.
> > Adalah pilihan mau dimenangkan yang mana dan dikorbankan yang mana.
> > Semua pilihan ada plus minus masing-masing tetapi di mata kita tiap
> > pilihan itu plus saja atau minus saja yang lebih jelas terlihat.
> >
> > Misalnya dalam tulisan anda di bawah ini ada dua kelompok orang yang
> > anda gambarkan: Pembangun dan Pengkritik. Pembangun tidak banyak
> > bicara kritik, tetapi pengkritik juga tidak bisa sebagai pelaku
> > membangun. Kalau anda di pihak pengkritik maka pembangun itu salah
> > karena ada dampak buruk teknologi terhadap lingkungan, tatanan
> > kehidupan sosial, dan pendidikan, kalau di pihak pembangun maka
> > pengkritik itu tidak realistis karena bisa mengkoreksi tetapi tidak
> > memperhitungkan untung rugi dengan ego yang netral.
> >
> > Misalnya kalau kita bahas masalah Busway tentu ada pembangun dan
> > pengkritik tetapi toh berjalan juga. Kalau semua yang dibenarkan atau
> > dipersalahkan oleh pengkritik ditaati begitu saja oleh pembangun maka
> > tidak ada hasil yang bisa dihasilkan. Kalau pengkritik tidak ada maka
> > tidak ada yang menjadi sistem pengawasan.
> >
> > Nah, inilah contoh dari penjelasan saya tentang "asumsi awal =
> > sintesis". Hal ini berlaku di mana saja berdasarkan ego orang untuk
> > benar atau menyalahkan. Masalah ilmu sosial ilmiah adalah karena ia
> > berkaitan dengan orang yang memiliki free choice dan egonya
> > sendiri-sendiri. Kepentingan dapat mempengaruhi apa saja tidak hanya
> > di pembangun, juga di sisi pengkritik ada kepentingan yang tidak
> > pernah netral.
> >
> > Saya tidak menganggap hal ini baik atau buruk, tetapi perlu kita
> > sadari kekuatan dan kelemahan ilmu-ilmu yang ada apalagi ilmu kita
> > sendiri. Kalau kita bela, banggakan saja kekuatannya maka kita lupa
> > kelemahannya, kalau lupa kelemahannya kita bisa terbawa, terjebak
> > tanpa kita sadari. Saya misalnya sebagai pengajar dekon-kompatiologi
> > tentunya harus membela kompatiologi ketika mengajar tetapi bukan
> > berarti saya tidak mempelajari dekonstruksi sisi yang berlawanan
> > dengan kompatiologi. Pada akhirnya ilmu apapun adalah suatu tekhnik
> > semata tidak ada yang perlu dibela dan dibenarkan atau disalahkan. Toh
> > saat suatu kebutuhan datang tekhnik yang cocok untuk penyelesaian
> > masalah saat itu-lah yang akan digunakan.
> >
> > Saya dan kompatiologi diserang dengan cara-cara kotor seperti ini
> > akhir-akhir ini semua adalah karena pemanfaatan logika ilmiah sosial
> > untuk mengkondisikan keadaan sesuai logika benar-salah kepentingan si
> > pengkritik.
> >
> >
> > Ttd,
> > Vincent Liong
> > Jakarta, Jumat, 16 November 2007
> >
> >
> >
> >
> >
> > Email sebelumnya...
> > http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34933
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@ wrote:
> >
> > Vincent, mau menyatu atau terpisah, itu pilihan posisi yang sepenuhnya
> > terletak di tangan peneliti, bukan didikte oleh metodenya.
> > Pernyataanmu di bawah ini kian menunjukkan bahwa pemahamanmu tentang
> > ilmu sosial sudah sangat ketinggalan zaman. Makanya, itulah pentingnya
> > belajar. Biar pengetahuannya tidak mandeg.
> >
> > Kalo Anda liat, apakah para aktivis berlatar belakang ilmu sosial yang
> > getol bergerak melawan ketidakadilan, pelanggaran HAM, penindasan,
> > peminggiran, dan kesewenang-wenangan kekuasaan itu terpisah antara
> > teori dan praksis? Bahkan,istilah "praksis" pun mula-mula dipakai para
> > ilmuwan sosial yang berwawasan Marxis, untuk menekankan pentingnya
> > realitas di luar sana daripada teori.
> >
> > Sori, Vincent, tapi "teori"-mu tentang evolusi ilmu dari
> > kedokteran-teknik-sosial itu tak bisa dibuktikan keabsahannya. Kau
> > bilang, ilmu teknik menyatu antara teori dan praktik? He he he, dari
> > mana lagi nemu pandangan kaya begini? Kalo betul begitu halnya,
> > Vincent, tak akan ada dampak buruk teknologi terhadap lingkungan,
> > tatanan kehidupan sosial, dan pendidikan. Lalu, siapa menurutmu
> > yang selalu rajin mengingatkan orang tentang dampak-dampak negatif
> > itu? Para insinyurkah? Kalo saya amati sejauh ini di pelbagai media
> > massa, kebanyakan orang dari latar belakang ilmu sosial tuh?
> >
> > Kalapun ada sejenis persatuan antara teori dan praktik dalam ilmu
> > teknik, itu adalah keharusan untuk betul-betul menerapkan apa yang
> > sudah digambar dan dihitung secara matematis di atas kertas ke dalam
> > struktur yang dibangunnya. Bagaimana dampak kehadiran struktur itu
> > pada hidup manusia? Who cares? Gitu kan? Dan inikah yang kamu
> > unggul-unggulkan itu? Wah, sedihnya hatiku...
> >
> > manneke
> >
> >
> >
> > > Quoting vincentliong <vincentliong@>:
> > >
> > > >
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34862
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@ wrote:
> > > >
> > > > Ini kan cara pikir yang mencampur-adukkan antara metode penelitian
> > > > ilmiah dengan integritas pribadi penggunanya. Kalo penggunanya gak
> > > > betul jangan kambing hitamkan alatnya. Sama aja dengan
Kompatiologi
> > > > kan? Kalo kompatiolognya bejat, Vincent kan juga gak rela
> > > > Kompatiologinya yang diobok-obok? Yang penting, Vincent,
belajarlah
> > > > untuk berpikir tanpa bias. Pemikiran Anda di bawah ini kan
dipengaruhi
> > > > oleh pengalaman negatif Anda dengan sekolahan. Maka, bunyinya
ya jadi
> > > > kaya gini. Tapi, tidakkah dengan demikian Anda bisa lihat
sendiri pada
> > > > diri Anda bagaimana "kepentingan" bisa menyelusup masuk ke logika
> > > > pemikiran? Nah, yang beginianlah yang mesti dicegah, bukan
metodenya
> > > > yang disalahin.
> > > >
> > > > manneke
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Vincent Liong answer:
> > > >
> > > > Sdr Manneke, ini tidak ada hubungannya dengan kompatiologi atau
> > > > kekecewaan saya pada dunia pendidikan resmi.
> > > >
> > > > Pointnya adalah:
> > > > Metodologi penelitian ilmiah mengalami perubahan dari ilmu
tekhnik ke
> > > > ilmu kedokteran lalu ke ilmu sosial. Pada ilmu tekhnik posisi
praktisi
> > > > dan teoritisi lebih menyatu, lalu bergerak ke kedokteran
hingga ke
> > > > ilmu sosial posisi praktisi dan teoritisi semakin terpisah.
> > > >
> > > >
> > > > Silahkan baca email di bawah ini:
> > > >
> > > > ==========
> > > > Subject: Re: Yuk kita rame2 menghancurkan Vincent Liong (Asumsi =
> > > > Sintesis)
> > > > From: Vincent Liong
> > > > DDT: Wed Oct 24, 2007 3:05 am
> > > > e-link:
> > http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2775
> > > >
> > > >
> > > > Note: Email saya kali ini ditujukan untuk melanjutkan pembahasan
> > > > Ilmiah sesuai pesanan anda sekaligus menjawab email B. Sudjanto
> > > > sebagai sebuah contoh kasus yang berhubungan dengan hal tsb.
Email ini
> > > > juga diharapkan memberikan reasoning atas segala usaha "Kill and
> > > > Destroy Kim Il Sen" yang berlangsung di maillist
> > > > psikologi_transformatif dengan segala usaha dan pengorbanan secara
> > > > radikal, fanatik, bahkan rela berjibaku sampai habis-habisan tanpa
> > > > reasoning yang jelas.
> > > >
> > > >
> > > > Sebelum membahas secara lebih mendetail dengan contoh kasus
mengenai
> > > > masalah "Ilmiah sesuai pesanan anda" pertama-tama saya
membahas dulu
> > > > secara urut proses metodologi penelitian ilmiah yang sekaligus
empiris
> > > > (kwantitative) yang perlahan-lahan contoh praktikalnya bergerak ke
> > > > semakin subjective / costumize (kwalitative), dan konsekwensinya
> > > > terhadap ketepatan dan kejernihan kerja metodologi penelitian
ilmiah
> > > > di setiap jenis penerapan metodologi penelitian.
> > > >
> > > > Metodologi Penelitian Ilmiah pada awalnya lahir dari dunia ilmu
> > > > tekhnik yang memiliki object penderita berupa mesin atau alat yang
> > > > bersifat benda mati. Sifat dari benda mati adalah keterbatasan
pilihan
> > > > sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki kehendak bebas
bila
> > > > dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan informasi (berpikir) pada
> > > > manusia dan hewan (sebagai subject yang individual) sehingga
bersifat
> > > > sangat empiris.
> > > >
> > > > Selanjutnya metodologi penelitian ilmiah juga masih bisa
dilebarkan
> > > > lagi ke dunia kedokteran dimana kerja hubungan sebab-akibat
pada tubuh
> > > > fisik manusia, hewan dan tumbuhan bersifat tekhnis dan mekanis.
> > > > Keterbatasan pilihan sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak
memiliki
> > > > kehendak bebas bila dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan
informasi
> > > > (berpikir) pada manusia dan hewan (sebagai subject yang
individual)
> > > > sehingga bersifat cukup empiris, tetapi tidak se-empiris pada
> > > > penerapan ilmiah di benda mati sebab pada manusia, hewan dan
tumbuhan
> > > > masih terjadi evolusi dan adaptasi secara non-sadar.
> > > >
> > > > Selanjutnya metodologi penelitian diterapkan kembali ke bidang
yang
> > > > jauh lebih subjective lagi yaitu pemerosesan infromasi atau
kegiatan
> > > > berpikir manusia dan hewan. Dalam penerapan di kegiatan berpikir
> > > > manusia dan hewan khususnya ilmupengetahuan sosial masalah timbul
> > > > karena pada pemikiran manusia dan hewan kegiatan evolusi adaptasi
> > > > secara sadar terjadi pada kegiatan berpikir manusia sehingga ada
> > > > kehendak bebas yang sifatnya sangat individual; ada asumsi,
> > > > kepentingan, sudutpandang, keyakinan, dlsb yang membuat hubungan
> > > > sebab-akibat tidak terbatasi bersifat tekhnis saja; Tetapi menjadi
> > > > lebih tidak empiris karena adanya kondisi terhipnotis oleh
argumen,
> > > > teori, asumsi, kepentingan, sudutpandang. Metodologi
penelitian ilmiah
> > > > berubah fungsi sebagai alat bantu yang dapat bekerja bersamaan
dengan
> > > > metodologi penelitian empiris menjadi sekedar alat untuk
menghipnotis
> > > > diri sendiri lebih dalam pada asumsi, kepentingan, sudutpandang,
> > > > keyakinan, dlsb yang sudah ada sebelum bahkan sebelum kegiatan
> > > > penelitian direncanakan.
> > > >
> > > >
> > > > Oleh karena itu radikalisme, fanatisme, fundamentalisme yang tidak
> > > > memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas runtutan-nya datang dari
> > > > kaum berpendidikan ilmiah sosial bukan dari oknum-oknum tidak
> > > > berpendidikan. Apapun input yang disugestikan secara sadar
tidak sadar
> > > > menjadi ilmiah. Tidak ada bedanya lagi antara ilmu sosial ilmiah
> > > > dengan agama, metafisika dan spiritual yang murni bersifat
keyakinan
> > > > tanpa perlu ada bukti kongkrit.
> > > >
> > > > Ketika seseorang mengatakan sesuatu adalah baik atau buruk
maka hal
> > > > itu tidak perlu terjadi dan tidak perlu ada bukti di masa lalu
masa
> > > > kini dan masa yang akan datang, yang penting pengkondisian saat
> > > > menghipnotisnya cukup dramatis; misalnya Leonardo Rimba
mengatakan hal
> > > > tsb dengan membawa hal-hal yang bersifat ketuhanan, spiritual yang
> > > > tinggi, dlsb maka sudah masuk dalam logika ilmiah.
> > > >
> > > > Jadi ada dua hal yang penting di sini dalam melakukan
penghipnotisan
> > > > atas suatu keyakinan adalah sbb:
> > > > *Yang berinisiatif pertama kali menanamkan asumsi secara
dramatis akan
> > > > menjadi keyakinan bahkan akan dikuatkan dengan dianggap ilmiah
setelah
> > > > si individu diajak berpetualang dengan pola jalan cerita
logika sesuai
> > > > penghipnotis di ranah pikiran tanpa perlu bukti fisikal / di dunia
> > > > nyata, atau bukti palsu bisa dibuat belakangan sesuai
kebutuhan saja.
> > > > * Yang paling dramatis, paling heboh, paling tinggi, paling benar
> > > > bahasanya seperti misalnya dengan membawa hal-hal ketuhanan,
intuisi,
> > > > dlsb akan dianggap secara ilmiah benar adanya.
> > > >
> > > > "Asumsi = Sintesis" karena ada jalan cerita yang jelas dari asumsi
> > > > sampai ke sintesis yang mampu membuat pikiran anda meyakini tanpa
> > > > perlu ada bukti kongkrit di dunia nyata atas hal tsb, bahkan bisa
> > > > tampak seperti jalan cerita yang sangat ilmiah.
> > > >
> > > > Nah pada kasus B.Sudjanto, terjadi loncatan yang tidak
disadari dari
> > > > penelitian ilmiah pada latarbelakang pendidikan tekhnologi
industri
> > > > yang berkaitan dengan mesin yang adalah benda mati, lalu
diasosiasikan
> > > > secara linear ke penelitian ilmiah ala ilmupengetahuan sosial. Ini
> > > > adalah hal umum yang terjadi pada jaman ini dimana radikalisme
sesaat
> > > > tanpa disadari bisa dipancing dengan mudah untuk timbul di
kalangan
> > > > orang berpendidikan entah itu ilmu yang bersifat tekhnis
(berhubungan
> > > > dengan benda mati), ilmu kedokteran dan ilmu social, tetapi sulit
> > > > dilakukan kepada kalangan pedagang dan orang-orang yang berada di
> > > > lingkungan praktikal sehari-hari tanpa embel-embel kasta keyakinan
> > > > jabatan, ijasah, ilmiah, dlsb.
> > > >
> > > > Efek sampingnya misalnya dalam kasus B.Sudjanto adalah timbul
suatu
> > > > radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme untuk melihat pribadi
> > > > seorang Vincent Liong dari sisi yang diperkenalkan oleh
Leonardo Rimba
> > > > saja. Jadi seperti seseorang yang sedang menyukai Honda Jazz
Biru akan
> > > > terbawa untuk melihat begitu banyak Honda Jazz Biru di jalan
dibanding
> > > > mobil yang lain yang tidak terlalu diperhatikan. Sugesti
dengan model
> > > > dramatisasi membuat orang menjadi berkacamata kuda atau bahkan
buta.
> > > >
> > > > Vincent Liong sebagai praktisi kompatiologi mengalami
kesulitan untuk
> > > > membela diri, karena bila Vincent Liong membela diri dengan
cara yang
> > > > sama dengan Leonardo Rimba, yaitu dengan mendramatisasi cerita
yang
> > > > tidak kalah heboh dan ideal-nya misalnya dengan menjanjikan
hal-hal
> > > > yang amat ideal atau bersifat keTuhanan, maka Vincent Liong
melanggar
> > > > komitment dasar kompatiologi yaitu tidak menjanjikan sesuatu yang
> > > > bersifat ketuhanan, serba tinggi, serba ideal, dlsb. Pengajar
> > > > kompatiologi selalu berusaha menjawab pertanyaan dengan bersifat
> > > > tekhnis karena hasil dari sesuatu yang sifatnya ilmu sosial sangat
> > > > tergantung dari pilihan bebas pelaku atau pengguna-nya
sendiri. Bagi
> > > > Vincent Liong ini masalah moral kejujuran sebagai ilmuan saja.
> > > >
> > > >
> > > > "Pengalaman sehari-hari menghasilkan peta hubungan sebab-akibat,
> > > > Peta hubungan sebab-akibat dikonsepkan polanya maka menghasilkan
> > teori,
> > > > Teori di-tarikat-kan atau dilakonkan,
> > > > Menghasilkan perjalanan menuju kebenaran mutlak (Tuhan)."
> > > >
> > > > Perjalanan spiritual yang dimulai dari teori tentang kebenaran
yang
> > > > sangat amat ideal beresiko terjadinya kepecahan mental pada si
pelaku,
> > > > karena tidak adanya relasi antara pengalaman pribadi dengan
teori yang
> > > > dianggap benar. Pada banyak kasus menghasilkan dua sisi sifat yang
> > > > amat berbeda antara yang diucapkan dengan yang dilakonkan.
> > > > Keterpecahan ini membuat murid tidak akan pernah mencapai gurunya,
> > > > karena teori yang ditanamkan sekedar sugesti atau hipnotis pada
> > > > pikiran saja atas titik ekstrim yang satu terhadap titik
ekstrim yang
> > > > berlawanan yang dianggap ideal tetapi tidak akan pernah
tercapai. Dari
> > > > situ tercipta ketergantungan yang terus-menerus kepada guru
atas dasar
> > > > perasaan tidak aman. Maka dari itu antara satu aliran ilmu
jenis ini
> > > > dengan aliran ilmu jenis ini yang lain saling bertengkar untuk
berebut
> > > > massa yang bisa dibodohi untuk percaya dan terkunci atas dasar
> > > > perasaan tidak aman tsb.
> > > >
> > > > Perjalanan spiritual yang dimulai dari kegiatan menghargai
pengalaman
> > > > sehari-hari, dilanjutkan secara mandiri dan independent memetakan
> > > > hubungan sebab akibatnya, tanpa perlu diarahkan, diceramahi
teorinya
> > > > akan menemukan teori yang cocok sendiri. Teori ini begitu jelas
> > > > hubungannya dengan diri sendiri hingga tanpa perlu ada yang
membimbing
> > > > dan mengajari akan terarahkan di jalurnya hingga menemukan
kebenaran
> > > > mutlak yang cocok dengan dirinya sendiri, sehingga tidak ada lagi
> > > > ketergantungan akan peran sang guru. Tugas seorang guru hanya
> > > > mempersiapkan dasarnya, urusan masing-masing individu untuk
menjalani
> > > > perjalanannya sendiri untuk mencapai kesempurnaan yang cocok
dengan
> > > > dirinya sendiri. Maka dari itu kompatiologi tidak pernah
mengarahkan
> > > > orang ke kebenaran yang bukanlah hasil temuannya sendiri, biarlah
> > > > mereka membuat teori dan menjalaninya hingga puas menemukannya,
> > > > kompatiologi hanya mempersiapkan dasar yaitu kemampuan pengukuran
> > > > subjective untuk membaca data.
> > > >
> > > >
> > > > Nah sdr B.Sudjanto silahkan diperhatikan kembali nasehat
sahabat anda
> > > > Margaret Widyanti yang telah beberapa kali berpesan pada anda
untuk
> > > > tidak terbawa oleh orang-orang yang berkepentingan sehingga
> > > > berpura-pura di depan anda dengan membuat dramatisasi jarak
guru murid
> > > > yang terlalu jelas, menjadi orang yang terlalu ideal dibanding
diri
> > > > anda yang terlalu kurang ideal dalam konsep non-egaliter mereka.
> > > > Memangnya ada manusia dewa hidup di dunia ini?!
> > > >
> > > > Semoga beruntung…
> > > >
> > > >
> > > > Ttd,
> > > > Vincent Liong
> > > > Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2007
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Email sebelumnya...
> > > > e-link:
> > > >
http://groups.google.com/group/Komunikasi_Empati/msg/24a552c702c63732
> > > > Benediktus Sudjanto wrote:
> > > >
> > > > Vincent,
> > > >
> > > > Saya ngajak kamu dan mas Leo itu sebagai pribadi, tidak ada
> > > > hubungannya dengan pekerjaan saya.
> > > >
> > > > Soal uang dalam perjalanan kita tempo hari juga bukan masalah bagi
> > > > saya, kan saya yang menanggung hampir semua biaya termasuk
kamu naik
> > > > kuda di Tawangmangu.
> > > >
> > > > Saya tak bingung dan tak perlu bertanya soal kompatiologi, kan
sebagai
> > > > pengamat saya juga mengikuti sambil lalu. Kan kamu yang
menerangkan
> > > > sendiri dan minta bantuan mas Leo menerangkan. Kamu minta masukan,
> > > > yang kamu Kamu dan mas Leo malah berkomentar kesaya, kalau
kamu bagian
> > > > urusan instinct (bawah) dan mas Leo intuition (atas) dan mendaulat
> > > > saya di bagian "tengah-2" bagian balancing.
> > > >
> > > > Saya kok dikatakan "membentak-bentak seminggu penuh", apa itu
benar
> > > > dalam kenyataan? Saya memang pernah dengan keras mengatakan ke
kamu,
> > > > kalau kamu itu menjalankan kejahatan karena menjual sesuatu
yang tak
> > > > jelas manfaatnya dan mendapatkan uang. Kamu promosi sesuatu ke
saya
> > > > yang saya tahu tak ada manfaatnya, secara terus menerus,
menerangkan
> > > > secara berulang-ulang tanpa diminta, menafikan masukan orang dan
> > > > merasa terpojok sendiri walau tak ada yang memojokkan. Kalau saya
> > > > sampai marah itu berarti saya simpati ke kamu, karena merasa bahwa
> > > > kamu masih muda, kekeliruan yang sudah dialami, bisa
diperbaiki dengan
> > > > rendah hati, eh malah sekarang lebih sombong dari yang mampu saya
> > > > bayangkan untuk seorang manusia. Kalau tak perduli, kan kamu
bisa saya
> > > > usir, atau saya diam saja, meninggalkan pembicaraan yang
> > > > "percumtakbergun" alias percuma tak berguna. Paling tidak kamu itu
> > > > harusnya memiliki sopan santu manusia biasa dalam
berkomunikasi, saya
> > > > rasa sudah cukup. Sebagai penyandang sendiri "penemu"
kompatiologi,
> > > > yang ada kata "empati" nya, saya hanya bisa bilang "wah-wah kok
> > begitu".
> > > > Bayangkan, orang yang kamu dekon dan membayar, kamu katakan
beberapa
> > > > kali lewat mulutmu sendiri bahwa kamu ingin menjadikan mereka
"seperti
> > > > blackie, anjing gua di rumah". Paling tidak kamu berbelas kasihlah
> > > > dengan mereka yang mau menjadi kelinci/anjing cobaanmu dengan
membayar
> > > > uang dan waktu dengan segala keluguan, kesopanan, pengharapan,
> > > > keperluan mereka yang entah apa jenis persisnya. Entah, harus
> > > > bagaimana lagi saya mesti berkomentar, apa ya ada gunanya secara
> > > > positif kalau saya berkomentar lagi, kalau waktu lebih
seminggu kita
> > > > bersama kamu katakan bahwa saya membentak-bentak kamu?
> > > > Setelah sharing berdua dengan saya di penghujung malam masuk pagi
> > > > waktu di Solo, dengan kejujuranmu dan hampir tangismu dan empatiku
> > > > kekamu serta rencana baikmu untuk dengan rendah hati
memperbaiki untuk
> > > > dirimu sendiri, lalu kamu menafsirkan bahwa aku hanya dituliskan
> > > > sebagai yang membentak-bentakmu selama seminggu. So what gitu loh!
> > > > Yah, bagiku tak apa-2, karena aku tak punya kepentingan apa-2
> > > > denganmu, hanya empatiku bagi sesama yang kebetulan salah
satunya kamu
> > > > yang sempat lewat dalam sebagian waktu hidupku, dan kalau itu
membuat
> > > > kamu bahagia dengan gaya dan kata-2 mu, ya teruskan saja apa
yang kamu
> > > > anggap baik bagimu. Begitu saja ya, sudah cukup.
> > > >
> > > > B Sudjanto
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Email sebelumnya...
> > > > http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22917
> > > > --- In vincentliong@yahoogroups.com, "vincentliong"
> > > > <vincentliong@> wrote:
> > > >
> > > > Mas Leo, inget ngak mas Leo saat elo ngajak gw ke Solo bersama
> > > > B.Sudjanto yang direkturnya pabrik lensa Policore anak perusahaan
> > > > Djarum di Karawang. Saat itu gw bilang kalau gw lagi tidak
siap uang
> > > > dan mas Leo aturkan agar dalam 5-6 jam kita dijemput di rumah
gw, kata
> > > > mas Leo tidak perlu bawa uang.
> > > >
> > > > Ketika awal mas Leo memperkenalkan ulang saya ke B. Sudjanto
yang dulu
> > > > juga murid kundalini saya dan pak Ngurah Ardika cuma sungkan
karena
> > > > bingung sama perkembangan penelitian saya yang terlalu cepat, maka
> > > > nanya ke mas Leo.
> > > >
> > > > Mas Leo ngomong persis sama dengan kalimat-kalimat mas Leo di
bawah
> > > > ini. Ini yang membuat gw dibentak-bentak seminggu penuh oleh
> > > > B.Sudjanto gara-gara kalau gw bilang ya maka mas Leo tekankan
artinya
> > > > tidak lalu kalau gw bilang tidak kata mas leo ya lama-lama gw
bingung
> > > > sendiri. Lalu mas Leo juga bilang tentang saya yang binatang
banget.
> > > >
> > > > Saat itu belum sekalipun saya tegur mas Leo dengan halus
maupun kasar
> > > > dan kalau ditegur secara halus tambah jadi dan menambah penjelasan
> > > > membingungkan semacam ini dengan dihubungkan dengan intuisi dan
> > > > hal-hal keTuhanan dimana saya yang dikatakan jadi setannya.
> > > >
> > > > Mas Leo masih ingat tidak ?
> > > > Tulisan di bawah ini hanya mengulang kalimat yang dulu khan ?
Sama lho
> > > > kalimat-kalimatnya, hanya dulu mas ngomong ini ke B. Sudjanto
di depan
> > > > saya, dan saat ini mas Leo ngomong ke maillist, hanya itu
bedanya...
> > > >
> > > > Saat itu saya setress jadi kalau makan sampai beol-beol sebagai
> > > > pelarian, karena saya tidak bisa kontrol. B. Sudjantomas Leo
panasi
> > > > bahwa Jin saya yang makan dan juga soal keburukan prilaku
saya. Depan
> > > > mata saya lho mas Leo, saat itu.
> > > >
> > > > Lalu siapa yang berani menemani mas Leo sekarang ? Serem atuh
resiko
> > > > dijadikan umpan ikan :) Saya seumur-umur tidak jadikan mas Leo
umpan
> > > > ikan lho, inget itu mas Leo.
> > > >
> > > > Ditemani itu mahal mas Leo... Ya jadi umpan buat mancing ikan ?!
> > > >
> > > >
> > > > Ttd,
> > > > Vincent Liong
> > > > Jakarta, Senin 22 Oktober 2007
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Email sebelumnya...
> > > >
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33111
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "leonardo_rimba"
> > > > <leonardo_rimba@> wrote:
> > > >
> > > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Timbangan Balance
> > > > <timbang.balance@> wrote:
> > > > > Karena Audifax dan Leonardo Rimba adalah mantan
> > > > > pendukung Kompatiologi dan teman dari Vincent Liong
> > > >
> > > > Hmmm,... perlu saya LURUSKAN disini bahwa saya adalah seorang
PRAKTISI
> > > > KOMUNIKASI EMPATI. Komunikasi yang EMPATIK adalah SPESIALISASI
saya. I
> > > > am VERY MUCH EMPATHETIC, saya bisa langsung baca apa yang ada
di diri
> > > > rekan komunikasi saya.
> > > >
> > > > Kompatiologi seperti dipraktekkan oleh Vincent Liong adalah suatu
> > > > PARODI dari Komunikasi yang empatik. SUATU PARODI. Suatu BANYOLAN,
> > > > suatu LAWAKAN. Komunikasi yang dipraktekkan oleh Vincent Liong itu
> > > > adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK. Total
kebalikannya ?
> > > > Kok bisa ? Ya bisa saja, namanya kan banyolan. Lawakan. Parodi.
> > > >
> > > > Jadi, kalau anda memiliki PENGERTIAN tentang KOMUNIKASI YANG
EMPATIK,
> > > > anda akan otomatis mengerti tentang KOMPATIOLOGI. Kompatiologi itu
> > > > adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK walaupun sesumbar
> > > > sebagai ILMU PEMECAH RAHASIA ALAM SEMESTA dalam komunikasi
menggunakan
> > > > empati. Hmmm hmmm hmmm.... Astagfirullah
> > > > alazzim Astagfirullah alazzim (nyebut 100 x dianjurkan)...
> > > >
> > > > Itu komentar saya. Saya _bukan_ pendukung Kompatiologi. Nama saya
> > > > dicantumkan dalam IKLAN2 Kompatiologi _tanpa_ ijin saya. Saya
biarkan
> > > > saja. Kan saya ini BAIK HATI. Hmmm hmmm hmmm...
> > > >
> > > > Hasil dari Kompatiologi Vincent Liong itu apa ? Aduh, liat aja
ndiri
> > > > deh. Malu komentarinnya,... aku udah cukup banyak comment.
Kalo aku
> > > > bukain RAHASIA yang SEMUA ORANG SUDAH TAHU itu, ntar jadinya
gak lucu
> > > > lagi. Sedangkan, bukankah kelucuan itu yang selama ini dicari,
hmmm
> > > > hmmm hmmm...
> > > >
> > > > Kompatiologi kan cuma nama saja. Bisa dinamakan GULALOLOGI. Bisa
> > > > dinamakan TIPATIPULOGI... Intinya, dengan nama itu Vincent
Liong INGIN
> > > > BELAJAR bagaimana caranya berkomunikasi dengan empati. Tetapi
caranya
> > > > kan SERBA TERBALIK. Wong dia yang mao belajar kok nulisnya
> > > > en ngomongnya DIA YANG MAO NGAJARIN ?
> > > >
> > > > Segalanya itu SERBA TERBALIK.
> > > >
> > > > Untuk mengerti Vincent Liong, SEGALANYA ITU HARUS DIBALIK.
Kalau dia
> > > > bilang dia TAHU RAHASIA ALAM SEMESTA, artinya itu KEBALIKANNYA.
> > > >
> > > > Kalau dia bilang dia "diinjak-injak", arti sebenarnya ya
KEBALIKANNYA.
> > > >
> > > > Kalo dia bilang dia punya "nurani", artinya ya kebalikannya.
> > > >
> > > > Kalo dia bilang dia itu "ilmiah", ya artinya kebalikannya.
> > > >
> > > > SEMUA SERBA KEBALIKAN.
> > > >
> > > > Untuk mengerti Vincent Liong, segala ucapan dia itu HARUS
DIBALIK. Itu
> > > > kunci dari THE PUZZLE.
> > > >
> > > > Vincent itu main TEKA-TEKI. Kunci pemecahannya cuma satu saja,
DIBALIK
> > > > SAJA. Kalau anda balik apa yang dituliskannya, maka ANDA AKAN
MENGERTI
> > > > APA YANG DIMAKSUDNYA.
> > > >
> > > > Itu saja komentar saya saat ini. Hmmm hmmm hmmm. Udah ya, jangan
> > > > tanya2 lagi ya, TANYA LANGSUNG SAMA ORANGNYA AJA.
> > > >
> > > > Kalo dijawab, jawabannya DIBALIK AJA. That's THE REAL ANSWER.
> > > >
> > > > Leo
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > >
> >
> >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Y! Messenger

Quick file sharing

Send up to 1GB of

files in an IM.

Wellness Spot

Embrace Change

Break the Yo-Yo

weight loss cycle.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar