Jumat, 16 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: “Ilmiah” sesuai pesanan anda ?!

Saya bukan mengatakan ilmu sosial tidak ilmiah. Tetapi ilmiahnya ilmu
sosial sangat dipengaruhi oleh free choicenya ilmuanya sendiri. Maka
dari itu asumsi awal = sintesis.

Di dunia ini tidak bisa kita merangkum semuanya secara menyeluruh.
Adalah pilihan mau dimenangkan yang mana dan dikorbankan yang mana.
Semua pilihan ada plus minus masing-masing tetapi di mata kita tiap
pilihan itu plus saja atau minus saja yang lebih jelas terlihat.

Misalnya dalam tulisan anda di bawah ini ada dua kelompok orang yang
anda gambarkan: Pembangun dan Pengkritik. Pembangun tidak banyak
bicara kritik, tetapi pengkritik juga tidak bisa sebagai pelaku
membangun. Kalau anda di pihak pengkritik maka pembangun itu salah
karena ada dampak buruk teknologi terhadap lingkungan, tatanan
kehidupan sosial, dan pendidikan, kalau di pihak pembangun maka
pengkritik itu tidak realistis karena bisa mengkoreksi tetapi tidak
memperhitungkan untung rugi dengan ego yang netral.

Misalnya kalau kita bahas masalah Busway tentu ada pembangun dan
pengkritik tetapi toh berjalan juga. Kalau semua yang dibenarkan atau
dipersalahkan oleh pengkritik ditaati begitu saja oleh pembangun maka
tidak ada hasil yang bisa dihasilkan. Kalau pengkritik tidak ada maka
tidak ada yang menjadi sistem pengawasan.

Nah, inilah contoh dari penjelasan saya tentang "asumsi awal =
sintesis". Hal ini berlaku di mana saja berdasarkan ego orang untuk
benar atau menyalahkan. Masalah ilmu sosial ilmiah adalah karena ia
berkaitan dengan orang yang memiliki free choice dan egonya
sendiri-sendiri. Kepentingan dapat mempengaruhi apa saja tidak hanya
di pembangun, juga di sisi pengkritik ada kepentingan yang tidak
pernah netral.

Saya tidak menganggap hal ini baik atau buruk, tetapi perlu kita
sadari kekuatan dan kelemahan ilmu-ilmu yang ada apalagi ilmu kita
sendiri. Kalau kita bela, banggakan saja kekuatannya maka kita lupa
kelemahannya, kalau lupa kelemahannya kita bisa terbawa, terjebak
tanpa kita sadari. Saya misalnya sebagai pengajar dekon-kompatiologi
tentunya harus membela kompatiologi ketika mengajar tetapi bukan
berarti saya tidak mempelajari dekonstruksi sisi yang berlawanan
dengan kompatiologi. Pada akhirnya ilmu apapun adalah suatu tekhnik
semata tidak ada yang perlu dibela dan dibenarkan atau disalahkan. Toh
saat suatu kebutuhan datang tekhnik yang cocok untuk penyelesaian
masalah saat itu-lah yang akan digunakan.

Saya dan kompatiologi diserang dengan cara-cara kotor seperti ini
akhir-akhir ini semua adalah karena pemanfaatan logika ilmiah sosial
untuk mengkondisikan keadaan sesuai logika benar-salah kepentingan si
pengkritik.

Ttd,
Vincent Liong
Jakarta, Jumat, 16 November 2007

Email sebelumnya...
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34933
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@... wrote:

Vincent, mau menyatu atau terpisah, itu pilihan posisi yang sepenuhnya
terletak di tangan peneliti, bukan didikte oleh metodenya.
Pernyataanmu di bawah ini kian menunjukkan bahwa pemahamanmu tentang
ilmu sosial sudah sangat ketinggalan zaman. Makanya, itulah pentingnya
belajar. Biar pengetahuannya tidak mandeg.

Kalo Anda liat, apakah para aktivis berlatar belakang ilmu sosial yang
getol bergerak melawan ketidakadilan, pelanggaran HAM, penindasan,
peminggiran, dan kesewenang-wenangan kekuasaan itu terpisah antara
teori dan praksis? Bahkan,istilah "praksis" pun mula-mula dipakai para
ilmuwan sosial yang berwawasan Marxis, untuk menekankan pentingnya
realitas di luar sana daripada teori.

Sori, Vincent, tapi "teori"-mu tentang evolusi ilmu dari
kedokteran-teknik-sosial itu tak bisa dibuktikan keabsahannya. Kau
bilang, ilmu teknik menyatu antara teori dan praktik? He he he, dari
mana lagi nemu pandangan kaya begini? Kalo betul begitu halnya,
Vincent, tak akan ada dampak buruk teknologi terhadap lingkungan,
tatanan kehidupan sosial, dan pendidikan. Lalu, siapa menurutmu
yang selalu rajin mengingatkan orang tentang dampak-dampak negatif
itu? Para insinyurkah? Kalo saya amati sejauh ini di pelbagai media
massa, kebanyakan orang dari latar belakang ilmu sosial tuh?

Kalapun ada sejenis persatuan antara teori dan praktik dalam ilmu
teknik, itu adalah keharusan untuk betul-betul menerapkan apa yang
sudah digambar dan dihitung secara matematis di atas kertas ke dalam
struktur yang dibangunnya. Bagaimana dampak kehadiran struktur itu
pada hidup manusia? Who cares? Gitu kan? Dan inikah yang kamu
unggul-unggulkan itu? Wah, sedihnya hatiku...

manneke

> Quoting vincentliong <vincentliong@...>:
>
> > http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/34862
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@ wrote:
> >
> > Ini kan cara pikir yang mencampur-adukkan antara metode penelitian
> > ilmiah dengan integritas pribadi penggunanya. Kalo penggunanya gak
> > betul jangan kambing hitamkan alatnya. Sama aja dengan Kompatiologi
> > kan? Kalo kompatiolognya bejat, Vincent kan juga gak rela
> > Kompatiologinya yang diobok-obok? Yang penting, Vincent, belajarlah
> > untuk berpikir tanpa bias. Pemikiran Anda di bawah ini kan dipengaruhi
> > oleh pengalaman negatif Anda dengan sekolahan. Maka, bunyinya ya jadi
> > kaya gini. Tapi, tidakkah dengan demikian Anda bisa lihat sendiri pada
> > diri Anda bagaimana "kepentingan" bisa menyelusup masuk ke logika
> > pemikiran? Nah, yang beginianlah yang mesti dicegah, bukan metodenya
> > yang disalahin.
> >
> > manneke
> >
> >
> >
> > Vincent Liong answer:
> >
> > Sdr Manneke, ini tidak ada hubungannya dengan kompatiologi atau
> > kekecewaan saya pada dunia pendidikan resmi.
> >
> > Pointnya adalah:
> > Metodologi penelitian ilmiah mengalami perubahan dari ilmu tekhnik ke
> > ilmu kedokteran lalu ke ilmu sosial. Pada ilmu tekhnik posisi praktisi
> > dan teoritisi lebih menyatu, lalu bergerak ke kedokteran hingga ke
> > ilmu sosial posisi praktisi dan teoritisi semakin terpisah.
> >
> >
> > Silahkan baca email di bawah ini:
> >
> > ==========
> > Subject: Re: Yuk kita rame2 menghancurkan Vincent Liong (Asumsi =
> > Sintesis)
> > From: Vincent Liong
> > DDT: Wed Oct 24, 2007 3:05 am
> > e-link:
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/2775
> >
> >
> > Note: Email saya kali ini ditujukan untuk melanjutkan pembahasan
> > Ilmiah sesuai pesanan anda sekaligus menjawab email B. Sudjanto
> > sebagai sebuah contoh kasus yang berhubungan dengan hal tsb. Email ini
> > juga diharapkan memberikan reasoning atas segala usaha "Kill and
> > Destroy Kim Il Sen" yang berlangsung di maillist
> > psikologi_transformatif dengan segala usaha dan pengorbanan secara
> > radikal, fanatik, bahkan rela berjibaku sampai habis-habisan tanpa
> > reasoning yang jelas.
> >
> >
> > Sebelum membahas secara lebih mendetail dengan contoh kasus mengenai
> > masalah "Ilmiah sesuai pesanan anda" pertama-tama saya membahas dulu
> > secara urut proses metodologi penelitian ilmiah yang sekaligus empiris
> > (kwantitative) yang perlahan-lahan contoh praktikalnya bergerak ke
> > semakin subjective / costumize (kwalitative), dan konsekwensinya
> > terhadap ketepatan dan kejernihan kerja metodologi penelitian ilmiah
> > di setiap jenis penerapan metodologi penelitian.
> >
> > Metodologi Penelitian Ilmiah pada awalnya lahir dari dunia ilmu
> > tekhnik yang memiliki object penderita berupa mesin atau alat yang
> > bersifat benda mati. Sifat dari benda mati adalah keterbatasan pilihan
> > sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki kehendak bebas bila
> > dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan informasi (berpikir) pada
> > manusia dan hewan (sebagai subject yang individual) sehingga bersifat
> > sangat empiris.
> >
> > Selanjutnya metodologi penelitian ilmiah juga masih bisa dilebarkan
> > lagi ke dunia kedokteran dimana kerja hubungan sebab-akibat pada tubuh
> > fisik manusia, hewan dan tumbuhan bersifat tekhnis dan mekanis.
> > Keterbatasan pilihan sebab-akibat atau bisa dikatakan tidak memiliki
> > kehendak bebas bila dibandingkan dengan kegiatan pemerosesan informasi
> > (berpikir) pada manusia dan hewan (sebagai subject yang individual)
> > sehingga bersifat cukup empiris, tetapi tidak se-empiris pada
> > penerapan ilmiah di benda mati sebab pada manusia, hewan dan tumbuhan
> > masih terjadi evolusi dan adaptasi secara non-sadar.
> >
> > Selanjutnya metodologi penelitian diterapkan kembali ke bidang yang
> > jauh lebih subjective lagi yaitu pemerosesan infromasi atau kegiatan
> > berpikir manusia dan hewan. Dalam penerapan di kegiatan berpikir
> > manusia dan hewan khususnya ilmupengetahuan sosial masalah timbul
> > karena pada pemikiran manusia dan hewan kegiatan evolusi adaptasi
> > secara sadar terjadi pada kegiatan berpikir manusia sehingga ada
> > kehendak bebas yang sifatnya sangat individual; ada asumsi,
> > kepentingan, sudutpandang, keyakinan, dlsb yang membuat hubungan
> > sebab-akibat tidak terbatasi bersifat tekhnis saja; Tetapi menjadi
> > lebih tidak empiris karena adanya kondisi terhipnotis oleh argumen,
> > teori, asumsi, kepentingan, sudutpandang. Metodologi penelitian ilmiah
> > berubah fungsi sebagai alat bantu yang dapat bekerja bersamaan dengan
> > metodologi penelitian empiris menjadi sekedar alat untuk menghipnotis
> > diri sendiri lebih dalam pada asumsi, kepentingan, sudutpandang,
> > keyakinan, dlsb yang sudah ada sebelum bahkan sebelum kegiatan
> > penelitian direncanakan.
> >
> >
> > Oleh karena itu radikalisme, fanatisme, fundamentalisme yang tidak
> > memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas runtutan-nya datang dari
> > kaum berpendidikan ilmiah sosial bukan dari oknum-oknum tidak
> > berpendidikan. Apapun input yang disugestikan secara sadar tidak sadar
> > menjadi ilmiah. Tidak ada bedanya lagi antara ilmu sosial ilmiah
> > dengan agama, metafisika dan spiritual yang murni bersifat keyakinan
> > tanpa perlu ada bukti kongkrit.
> >
> > Ketika seseorang mengatakan sesuatu adalah baik atau buruk maka hal
> > itu tidak perlu terjadi dan tidak perlu ada bukti di masa lalu masa
> > kini dan masa yang akan datang, yang penting pengkondisian saat
> > menghipnotisnya cukup dramatis; misalnya Leonardo Rimba mengatakan hal
> > tsb dengan membawa hal-hal yang bersifat ketuhanan, spiritual yang
> > tinggi, dlsb maka sudah masuk dalam logika ilmiah.
> >
> > Jadi ada dua hal yang penting di sini dalam melakukan penghipnotisan
> > atas suatu keyakinan adalah sbb:
> > *Yang berinisiatif pertama kali menanamkan asumsi secara dramatis akan
> > menjadi keyakinan bahkan akan dikuatkan dengan dianggap ilmiah setelah
> > si individu diajak berpetualang dengan pola jalan cerita logika sesuai
> > penghipnotis di ranah pikiran tanpa perlu bukti fisikal / di dunia
> > nyata, atau bukti palsu bisa dibuat belakangan sesuai kebutuhan saja.
> > * Yang paling dramatis, paling heboh, paling tinggi, paling benar
> > bahasanya seperti misalnya dengan membawa hal-hal ketuhanan, intuisi,
> > dlsb akan dianggap secara ilmiah benar adanya.
> >
> > "Asumsi = Sintesis" karena ada jalan cerita yang jelas dari asumsi
> > sampai ke sintesis yang mampu membuat pikiran anda meyakini tanpa
> > perlu ada bukti kongkrit di dunia nyata atas hal tsb, bahkan bisa
> > tampak seperti jalan cerita yang sangat ilmiah.
> >
> > Nah pada kasus B.Sudjanto, terjadi loncatan yang tidak disadari dari
> > penelitian ilmiah pada latarbelakang pendidikan tekhnologi industri
> > yang berkaitan dengan mesin yang adalah benda mati, lalu diasosiasikan
> > secara linear ke penelitian ilmiah ala ilmupengetahuan sosial. Ini
> > adalah hal umum yang terjadi pada jaman ini dimana radikalisme sesaat
> > tanpa disadari bisa dipancing dengan mudah untuk timbul di kalangan
> > orang berpendidikan entah itu ilmu yang bersifat tekhnis (berhubungan
> > dengan benda mati), ilmu kedokteran dan ilmu social, tetapi sulit
> > dilakukan kepada kalangan pedagang dan orang-orang yang berada di
> > lingkungan praktikal sehari-hari tanpa embel-embel kasta keyakinan
> > jabatan, ijasah, ilmiah, dlsb.
> >
> > Efek sampingnya misalnya dalam kasus B.Sudjanto adalah timbul suatu
> > radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme untuk melihat pribadi
> > seorang Vincent Liong dari sisi yang diperkenalkan oleh Leonardo Rimba
> > saja. Jadi seperti seseorang yang sedang menyukai Honda Jazz Biru akan
> > terbawa untuk melihat begitu banyak Honda Jazz Biru di jalan dibanding
> > mobil yang lain yang tidak terlalu diperhatikan. Sugesti dengan model
> > dramatisasi membuat orang menjadi berkacamata kuda atau bahkan buta.
> >
> > Vincent Liong sebagai praktisi kompatiologi mengalami kesulitan untuk
> > membela diri, karena bila Vincent Liong membela diri dengan cara yang
> > sama dengan Leonardo Rimba, yaitu dengan mendramatisasi cerita yang
> > tidak kalah heboh dan ideal-nya misalnya dengan menjanjikan hal-hal
> > yang amat ideal atau bersifat keTuhanan, maka Vincent Liong melanggar
> > komitment dasar kompatiologi yaitu tidak menjanjikan sesuatu yang
> > bersifat ketuhanan, serba tinggi, serba ideal, dlsb. Pengajar
> > kompatiologi selalu berusaha menjawab pertanyaan dengan bersifat
> > tekhnis karena hasil dari sesuatu yang sifatnya ilmu sosial sangat
> > tergantung dari pilihan bebas pelaku atau pengguna-nya sendiri. Bagi
> > Vincent Liong ini masalah moral kejujuran sebagai ilmuan saja.
> >
> >
> > "Pengalaman sehari-hari menghasilkan peta hubungan sebab-akibat,
> > Peta hubungan sebab-akibat dikonsepkan polanya maka menghasilkan
teori,
> > Teori di-tarikat-kan atau dilakonkan,
> > Menghasilkan perjalanan menuju kebenaran mutlak (Tuhan)."
> >
> > Perjalanan spiritual yang dimulai dari teori tentang kebenaran yang
> > sangat amat ideal beresiko terjadinya kepecahan mental pada si pelaku,
> > karena tidak adanya relasi antara pengalaman pribadi dengan teori yang
> > dianggap benar. Pada banyak kasus menghasilkan dua sisi sifat yang
> > amat berbeda antara yang diucapkan dengan yang dilakonkan.
> > Keterpecahan ini membuat murid tidak akan pernah mencapai gurunya,
> > karena teori yang ditanamkan sekedar sugesti atau hipnotis pada
> > pikiran saja atas titik ekstrim yang satu terhadap titik ekstrim yang
> > berlawanan yang dianggap ideal tetapi tidak akan pernah tercapai. Dari
> > situ tercipta ketergantungan yang terus-menerus kepada guru atas dasar
> > perasaan tidak aman. Maka dari itu antara satu aliran ilmu jenis ini
> > dengan aliran ilmu jenis ini yang lain saling bertengkar untuk berebut
> > massa yang bisa dibodohi untuk percaya dan terkunci atas dasar
> > perasaan tidak aman tsb.
> >
> > Perjalanan spiritual yang dimulai dari kegiatan menghargai pengalaman
> > sehari-hari, dilanjutkan secara mandiri dan independent memetakan
> > hubungan sebab akibatnya, tanpa perlu diarahkan, diceramahi teorinya
> > akan menemukan teori yang cocok sendiri. Teori ini begitu jelas
> > hubungannya dengan diri sendiri hingga tanpa perlu ada yang membimbing
> > dan mengajari akan terarahkan di jalurnya hingga menemukan kebenaran
> > mutlak yang cocok dengan dirinya sendiri, sehingga tidak ada lagi
> > ketergantungan akan peran sang guru. Tugas seorang guru hanya
> > mempersiapkan dasarnya, urusan masing-masing individu untuk menjalani
> > perjalanannya sendiri untuk mencapai kesempurnaan yang cocok dengan
> > dirinya sendiri. Maka dari itu kompatiologi tidak pernah mengarahkan
> > orang ke kebenaran yang bukanlah hasil temuannya sendiri, biarlah
> > mereka membuat teori dan menjalaninya hingga puas menemukannya,
> > kompatiologi hanya mempersiapkan dasar yaitu kemampuan pengukuran
> > subjective untuk membaca data.
> >
> >
> > Nah sdr B.Sudjanto silahkan diperhatikan kembali nasehat sahabat anda
> > Margaret Widyanti yang telah beberapa kali berpesan pada anda untuk
> > tidak terbawa oleh orang-orang yang berkepentingan sehingga
> > berpura-pura di depan anda dengan membuat dramatisasi jarak guru murid
> > yang terlalu jelas, menjadi orang yang terlalu ideal dibanding diri
> > anda yang terlalu kurang ideal dalam konsep non-egaliter mereka.
> > Memangnya ada manusia dewa hidup di dunia ini?!
> >
> > Semoga beruntung…
> >
> >
> > Ttd,
> > Vincent Liong
> > Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2007
> >
> >
> >
> >
> >
> > Email sebelumnya...
> > e-link:
> > http://groups.google.com/group/Komunikasi_Empati/msg/24a552c702c63732
> > Benediktus Sudjanto wrote:
> >
> > Vincent,
> >
> > Saya ngajak kamu dan mas Leo itu sebagai pribadi, tidak ada
> > hubungannya dengan pekerjaan saya.
> >
> > Soal uang dalam perjalanan kita tempo hari juga bukan masalah bagi
> > saya, kan saya yang menanggung hampir semua biaya termasuk kamu naik
> > kuda di Tawangmangu.
> >
> > Saya tak bingung dan tak perlu bertanya soal kompatiologi, kan sebagai
> > pengamat saya juga mengikuti sambil lalu. Kan kamu yang menerangkan
> > sendiri dan minta bantuan mas Leo menerangkan. Kamu minta masukan,
> > yang kamu Kamu dan mas Leo malah berkomentar kesaya, kalau kamu bagian
> > urusan instinct (bawah) dan mas Leo intuition (atas) dan mendaulat
> > saya di bagian "tengah-2" bagian balancing.
> >
> > Saya kok dikatakan "membentak-bentak seminggu penuh", apa itu benar
> > dalam kenyataan? Saya memang pernah dengan keras mengatakan ke kamu,
> > kalau kamu itu menjalankan kejahatan karena menjual sesuatu yang tak
> > jelas manfaatnya dan mendapatkan uang. Kamu promosi sesuatu ke saya
> > yang saya tahu tak ada manfaatnya, secara terus menerus, menerangkan
> > secara berulang-ulang tanpa diminta, menafikan masukan orang dan
> > merasa terpojok sendiri walau tak ada yang memojokkan. Kalau saya
> > sampai marah itu berarti saya simpati ke kamu, karena merasa bahwa
> > kamu masih muda, kekeliruan yang sudah dialami, bisa diperbaiki dengan
> > rendah hati, eh malah sekarang lebih sombong dari yang mampu saya
> > bayangkan untuk seorang manusia. Kalau tak perduli, kan kamu bisa saya
> > usir, atau saya diam saja, meninggalkan pembicaraan yang
> > "percumtakbergun" alias percuma tak berguna. Paling tidak kamu itu
> > harusnya memiliki sopan santu manusia biasa dalam berkomunikasi, saya
> > rasa sudah cukup. Sebagai penyandang sendiri "penemu" kompatiologi,
> > yang ada kata "empati" nya, saya hanya bisa bilang "wah-wah kok
begitu".
> > Bayangkan, orang yang kamu dekon dan membayar, kamu katakan beberapa
> > kali lewat mulutmu sendiri bahwa kamu ingin menjadikan mereka "seperti
> > blackie, anjing gua di rumah". Paling tidak kamu berbelas kasihlah
> > dengan mereka yang mau menjadi kelinci/anjing cobaanmu dengan membayar
> > uang dan waktu dengan segala keluguan, kesopanan, pengharapan,
> > keperluan mereka yang entah apa jenis persisnya. Entah, harus
> > bagaimana lagi saya mesti berkomentar, apa ya ada gunanya secara
> > positif kalau saya berkomentar lagi, kalau waktu lebih seminggu kita
> > bersama kamu katakan bahwa saya membentak-bentak kamu?
> > Setelah sharing berdua dengan saya di penghujung malam masuk pagi
> > waktu di Solo, dengan kejujuranmu dan hampir tangismu dan empatiku
> > kekamu serta rencana baikmu untuk dengan rendah hati memperbaiki untuk
> > dirimu sendiri, lalu kamu menafsirkan bahwa aku hanya dituliskan
> > sebagai yang membentak-bentakmu selama seminggu. So what gitu loh!
> > Yah, bagiku tak apa-2, karena aku tak punya kepentingan apa-2
> > denganmu, hanya empatiku bagi sesama yang kebetulan salah satunya kamu
> > yang sempat lewat dalam sebagian waktu hidupku, dan kalau itu membuat
> > kamu bahagia dengan gaya dan kata-2 mu, ya teruskan saja apa yang kamu
> > anggap baik bagimu. Begitu saja ya, sudah cukup.
> >
> > B Sudjanto
> >
> >
> >
> >
> >
> > Email sebelumnya...
> > http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/22917
> > --- In vincentliong@yahoogroups.com, "vincentliong"
> > <vincentliong@...> wrote:
> >
> > Mas Leo, inget ngak mas Leo saat elo ngajak gw ke Solo bersama
> > B.Sudjanto yang direkturnya pabrik lensa Policore anak perusahaan
> > Djarum di Karawang. Saat itu gw bilang kalau gw lagi tidak siap uang
> > dan mas Leo aturkan agar dalam 5-6 jam kita dijemput di rumah gw, kata
> > mas Leo tidak perlu bawa uang.
> >
> > Ketika awal mas Leo memperkenalkan ulang saya ke B. Sudjanto yang dulu
> > juga murid kundalini saya dan pak Ngurah Ardika cuma sungkan karena
> > bingung sama perkembangan penelitian saya yang terlalu cepat, maka
> > nanya ke mas Leo.
> >
> > Mas Leo ngomong persis sama dengan kalimat-kalimat mas Leo di bawah
> > ini. Ini yang membuat gw dibentak-bentak seminggu penuh oleh
> > B.Sudjanto gara-gara kalau gw bilang ya maka mas Leo tekankan artinya
> > tidak lalu kalau gw bilang tidak kata mas leo ya lama-lama gw bingung
> > sendiri. Lalu mas Leo juga bilang tentang saya yang binatang banget.
> >
> > Saat itu belum sekalipun saya tegur mas Leo dengan halus maupun kasar
> > dan kalau ditegur secara halus tambah jadi dan menambah penjelasan
> > membingungkan semacam ini dengan dihubungkan dengan intuisi dan
> > hal-hal keTuhanan dimana saya yang dikatakan jadi setannya.
> >
> > Mas Leo masih ingat tidak ?
> > Tulisan di bawah ini hanya mengulang kalimat yang dulu khan ? Sama lho
> > kalimat-kalimatnya, hanya dulu mas ngomong ini ke B. Sudjanto di depan
> > saya, dan saat ini mas Leo ngomong ke maillist, hanya itu bedanya...
> >
> > Saat itu saya setress jadi kalau makan sampai beol-beol sebagai
> > pelarian, karena saya tidak bisa kontrol. B. Sudjantomas Leo panasi
> > bahwa Jin saya yang makan dan juga soal keburukan prilaku saya. Depan
> > mata saya lho mas Leo, saat itu.
> >
> > Lalu siapa yang berani menemani mas Leo sekarang ? Serem atuh resiko
> > dijadikan umpan ikan :) Saya seumur-umur tidak jadikan mas Leo umpan
> > ikan lho, inget itu mas Leo.
> >
> > Ditemani itu mahal mas Leo... Ya jadi umpan buat mancing ikan ?!
> >
> >
> > Ttd,
> > Vincent Liong
> > Jakarta, Senin 22 Oktober 2007
> >
> >
> >
> >
> >
> > Email sebelumnya...
> > http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/33111
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "leonardo_rimba"
> > <leonardo_rimba@...> wrote:
> >
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, Timbangan Balance
> > <timbang.balance@> wrote:
> > > Karena Audifax dan Leonardo Rimba adalah mantan
> > > pendukung Kompatiologi dan teman dari Vincent Liong
> >
> > Hmmm,... perlu saya LURUSKAN disini bahwa saya adalah seorang PRAKTISI
> > KOMUNIKASI EMPATI. Komunikasi yang EMPATIK adalah SPESIALISASI saya. I
> > am VERY MUCH EMPATHETIC, saya bisa langsung baca apa yang ada di diri
> > rekan komunikasi saya.
> >
> > Kompatiologi seperti dipraktekkan oleh Vincent Liong adalah suatu
> > PARODI dari Komunikasi yang empatik. SUATU PARODI. Suatu BANYOLAN,
> > suatu LAWAKAN. Komunikasi yang dipraktekkan oleh Vincent Liong itu
> > adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK. Total kebalikannya ?
> > Kok bisa ? Ya bisa saja, namanya kan banyolan. Lawakan. Parodi.
> >
> > Jadi, kalau anda memiliki PENGERTIAN tentang KOMUNIKASI YANG EMPATIK,
> > anda akan otomatis mengerti tentang KOMPATIOLOGI. Kompatiologi itu
> > adalah KEBALIKAN DARI KOMUNIKASI YANG EMPATIK walaupun sesumbar
> > sebagai ILMU PEMECAH RAHASIA ALAM SEMESTA dalam komunikasi menggunakan
> > empati. Hmmm hmmm hmmm.... Astagfirullah
> > alazzim Astagfirullah alazzim (nyebut 100 x dianjurkan)...
> >
> > Itu komentar saya. Saya _bukan_ pendukung Kompatiologi. Nama saya
> > dicantumkan dalam IKLAN2 Kompatiologi _tanpa_ ijin saya. Saya biarkan
> > saja. Kan saya ini BAIK HATI. Hmmm hmmm hmmm...
> >
> > Hasil dari Kompatiologi Vincent Liong itu apa ? Aduh, liat aja ndiri
> > deh. Malu komentarinnya,... aku udah cukup banyak comment. Kalo aku
> > bukain RAHASIA yang SEMUA ORANG SUDAH TAHU itu, ntar jadinya gak lucu
> > lagi. Sedangkan, bukankah kelucuan itu yang selama ini dicari, hmmm
> > hmmm hmmm...
> >
> > Kompatiologi kan cuma nama saja. Bisa dinamakan GULALOLOGI. Bisa
> > dinamakan TIPATIPULOGI... Intinya, dengan nama itu Vincent Liong INGIN
> > BELAJAR bagaimana caranya berkomunikasi dengan empati. Tetapi caranya
> > kan SERBA TERBALIK. Wong dia yang mao belajar kok nulisnya
> > en ngomongnya DIA YANG MAO NGAJARIN ?
> >
> > Segalanya itu SERBA TERBALIK.
> >
> > Untuk mengerti Vincent Liong, SEGALANYA ITU HARUS DIBALIK. Kalau dia
> > bilang dia TAHU RAHASIA ALAM SEMESTA, artinya itu KEBALIKANNYA.
> >
> > Kalau dia bilang dia "diinjak-injak", arti sebenarnya ya KEBALIKANNYA.
> >
> > Kalo dia bilang dia punya "nurani", artinya ya kebalikannya.
> >
> > Kalo dia bilang dia itu "ilmiah", ya artinya kebalikannya.
> >
> > SEMUA SERBA KEBALIKAN.
> >
> > Untuk mengerti Vincent Liong, segala ucapan dia itu HARUS DIBALIK. Itu
> > kunci dari THE PUZZLE.
> >
> > Vincent itu main TEKA-TEKI. Kunci pemecahannya cuma satu saja, DIBALIK
> > SAJA. Kalau anda balik apa yang dituliskannya, maka ANDA AKAN MENGERTI
> > APA YANG DIMAKSUDNYA.
> >
> > Itu saja komentar saya saat ini. Hmmm hmmm hmmm. Udah ya, jangan
> > tanya2 lagi ya, TANYA LANGSUNG SAMA ORANGNYA AJA.
> >
> > Kalo dijawab, jawabannya DIBALIK AJA. That's THE REAL ANSWER.
> >
> > Leo
> >
> >
> >
> >
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Holidays with Y!

Fly home on us.

Win free airline

tickets now.

Yahoo! Groups

Real Food Group

Share recipes

and favorite meals.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar