Kamis, 15 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: Lorong-Lorong Kebenaran (1)

Aduh, beda betul dari si Hendrik ya? Yang ini selalu teduh, jernih dan ramah.
Inilah wajah Islam yang tulen. Maju terus, Bung Agus Syafii! Di tengah kancah
peperangan di milis Psi-Trans ini, posting-posting Anda senantiasa jadi pelepas
lelah dan pengendur syaraf. Semoga yang lagi sibuk perang masih sempat baca dan
ambil manfaat.

Halo Hendrik, nggak malu nih? Ha ha ha...ha ha ha...ha ha ha...ha ha ha...

manneke

Quoting agussyafii <agussyafii@yahoo.com>:

> Lorong-Lorong Kebenaran (1)
>
> Setiap muslim wajib meyakini bahwa agama Islam bersumber dari Al
> Qur'an, dan Al Qur'an adalah ajaran kebenaran yang datang dari Tuhan
> Yang Maha Benar. Meragukan kebenaran al Qur'an adalah bentuk
> kebodohan manusia, karena al Qur'an yang diturunkan ke muka bumi
> sebagai petunjuk hidup manusia taqwa adalah kitab suci yang di
> dalamnya tidak ada keraguan tentang kebenaranannya (la roiba fihi).
> Al Qur'an adalah kebenaran sempurna yang datang dari Tuhan Yang Maha
> Sempurna.
>
> Problemnya, manusia yang harus menyerap kebenaran sempurna itu
> bukanlah makhluk yang sempurna. Manusia adalah mahkluk yang memiliki
> keterbatasan-keterbatasan, bahkan perangkat kejiwaan manusia (akal,
> hati dan nurani) yang digunakan untuk menangkap kebenaran juga unik,
> sehingga setiap orang bisa memiliki persepsi yang berbeda-beda
> tentang obyek yang sama, dipengaruhi oleh cara berfikir yang berbeda
> atau oleh kapasitas kejiwaan yang berbeda atau oleh situasi
> psikologisyang berbeda. Oleh karena itu kebenaran menurut persepsi
> manusia juga bergantung kepada "kacamata" apa yang digunakan. Kita
> mengenal ada istilah kebenaran matematis, kebenaran logis, kebenaran
> filosofis, kebenaran social dan kebenaran sufistik. Kebenaran Logis
> pun masih terbagi lagi, karena ada logika matematis, logika social
> dan logika langit.. Agamapun bisa didekati dengan pendekatan logika,
> filsafat, social dan spiritual, ouputnya bisa nampak sangat berbeda.
> Yang berbeda bukan agama yang dijadikan obyek, tetapi persepsinya
> yang berbeda disebabkan karena perbedaan pendekatan.
>
> Tingkat Kebenaran Agama
> Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, pemberlakuan azas tunggal Panca
> Sila pernah menimbulkan konflik berkepanjangan diantara organisasi-
> organisasi Islam dengan Pemerintah, karena sebagian ormas-ormas Islam
> memandang pencantuman azas Panca Sila itu sebagai pelanggaran
> terhadap keyakinan agama. Demikian juga pernah terjadi sebagian
> pelajar Islam tidak mau mengikuti upacara bendera, karena menganggap
> penghormatan kepada merah putih itu sebagai perbuatan syirik. Puing-
> puing dari proyek azas tunggal yang masih ada sekarang adalah kasus
> Abu Bakar Basyir. Sebenarnyalah bahwa masalah itu disebabkan karena
> adanya perbedaan pemahaman, pada tataranm mana sesuatu itu dianggap
> agama yang absolut dan pada tataran mana yang sudah tidak masuk dalam
> pengertian "agama". Dalam perspektip tersebut diatas, maka agama
> dapat difahami dalam lima tingkatan, yaitu :
>
> 1. Agama seperti yang dimaksud oleh Allah SWT.
> Ketika orang mengatakan agama Islam itu lengkap sempurna, suci,
> tinggi dan tidak ada yang melebihinya (al Islamu ya`lu wa la yu`la
> `alaih), maka sebenarnya yang dimaksud agama Islam pada tataran itu
> adalah ajaran Islam seperti yang dimaksud oleh Allah sendiri. Pda
> tataran ini kesempurnaan dan kebenaran mutlak Islam berada
> tersembunyi di dalam kebenaran wahyu Al Qur'an. Pada tataran ini
> Islam adalah konsep ajaran yang terkandung dalam kitab suci, bukan
> menurut tafsiran ulama, bukan pula yang tertulis di dalam buku-buku.
> Pernyataan bahwa Islam adalah sempurna adalah sepenuhnya benar dalam
> pengertian teersebut diatas.
>
> 2. Agama seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
> Konsep Islam sangat sempurna, dan berasal dari Tuhan yang maha
> Sempurna. Tetapi manusia yang harus memahami bukanlah makhluk
> sempurna, karena ia harus mempersepsi apa yang dilihat atau
> didengarnya. Antara kesempurnaan ajaran Islam dengan
> ketidaksempurnaan manusia ada kesenjangan yang lebar. Oleh karena itu
> tidak jarang manusia keliru persepsi yang kemudian salah paham
> terhadap ajaran agama. Untuk dapat memahami kebenaran yang sempurna
> dari Al Qur'an diperlukan contoh atau "demontrasi". Nah, Muhammad
> sebagai utusan Tuhan adalah contoh dari kebenaran Al Qur'an, sehingga
> dikatakan dalam hadis bahwa akhlak Nabi adalah Al Qur'an (kana
> khuluquhu al Qur'an). Sebagai contoh Islam, Nabi tidak pernah keliru,
> karena beliau selalu dalam bimbingan Allah. Setiap kali Nabi keliru,
> langsung menerima koreksi melalui malaikat Jibril. Koreksi terhadap
> Nabi bahkan juga direkam dalam wahyu al Qur'an (Q/66:1). Dengan
> demikian, agama Islam seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
> juga bersifat mutlak benar. Jika Al Qur'an disebut teori maka
> perilaku Nabi Muhammaad merupakan prakteknya. Dalam sistem hukum
> Islam, Hadis Nabi dalam satu kasus berfungsi sebagai penjelasan dari
> Al Qur'an, tetapi dalam kasus yang lain bisa berdiri sendiri
> menetapkan hukum, melengkapi Al Qur'an.
>
> 3. Agama seperti yang difahami oleh para sahabat Nabi.
> Nabi Muhammad memberi contoh tentang bagaimana hidup secara benar
> dibawah bimbingan wahyu al Qur'an.. Masyarakat yang hidup pada zaman
> Nabi (disebut Sahabat nabi) melihat dan meniru perilaku Nabi. Tetapi
> kemampuan sahabat Nabi sebagai manusia dalam mempersepsi contoh yang
> diberikan oleh Nabi berbeda-beda. Ada sahabat yang sangat cerdas, ada
> yang cukup cerdas, dan ada juga yang kurang cerdas. Dari segi
> kesempatan, ada sahabat yang sangat dekat dengan beliau sehingga
> setiap hari dan setiap saat berada di dekat atau bersama beliau,
> tetapi ada juga orang yang hanya berjumpa sebentar saja setiap
> harinya, ada yang hanya berjumpa seminggu sekali, ada yang hanya
> sebulan sekali dan ada yang hanya sesekali berjumpa dengan beliau.
> Perbedaan kecerdasan dan perbedaan frekwensi pertemuan para sahabat
> itu menyebabkan kemampuan memahami perilaku Rasul berbeda-beda. Ada
> yang hanya meniru bentuk perilaku beliau saja, tetapi orang sekaliber
> Umar bin Chattab misalnya, ia bukan hanya meniru yang nampak, tetapi
> juga bisa menangkap esensi dari perilaku Rasul. Oleh karena itu dalam
> berbagai hal Umar sering memiliki pendapat yang berbeda dengan orang
> lain. Pada tingkatan ini agama adalah pemahaman terhadap sumber
> utama, yaitu Al Qur'an dan hadis. Para sahabat berusaha memahami Al
> Qur'an dan memahami apa yang dicontohkan oleh Nabi. Pemahaman yang
> berbeda-beda menyebabkan ketidak mutlakan kebenaran. Agama pada
> tataran ini kebenarannya tidak absolut, tetapi betapapun karena
> mereka lebih dekat dan didorong oleh kecintaan kepada Rasul,
> menyebabkan pemahaman mereka lebih dekat kepada kebenaran. Keutamaan
> cinta kepada Allah dan Rasulnya itu diapresiasi oleh Nabi dengan
> ungkapan bahwa meski sahabat berbeda-beda pemahamannya, tapi
> kesemuanya mendekati kebenaran. Rasul menyatakan bahwa para sahabatku
> itu ibarat bintang gemintang,dimana kalian boleh mengambil petunjuk
> dari mereka, yang mana saja. (ashabi ka an nujum, biayyi iqtadaitum
> ihtadaitum)
>
> 4. Agama seperti yang difahami oleh para ulama
> Kerika para sahabat dan tabi'in sudah gugur semua, tinggallah para
> ulama yang menjadi rujukan masyarakat dalam beragama. Para ulama
> memahami agama itu bukan dari Nabi dan bukan pula dari sahabat Nabi,
> tetapi dari teks AlQur'an dan hadis serta dari tradisi keberagamaan
> yang hidup di masyarakat. Oleh karena itu yang terjadi adalah
> interpretasi atau penafsiran terhadap kedua sumber itu. Para ulama
> ada yang lebih cenderung rational, ada juga yang lebih cenderung
> historik/mengikuti tradisi. Semua hal yang bersifat interpretasi
> selalu mengandung kemungkinan benar dan salah, dan pendapatpun
> berbeda-beda, oleh karena itu pada masa para ulama, lahirlah mazhab-
> mazhab dalam ilmu agama. Dalam fiqh ada mazhab Syafi'I, Hambali,
> Hanafi dan Maliki misalnya. Demikian pula dalam ilmu-ilmu yang lain.
> Esensi pemahaman agama dalam periode ini bukan pada pendapat tetapi
> pada argumen yang digunakan. Sebagaimana para sahabat, ada ulama yang
> memiliki kecenderungan filosofis, ada juga yang kecenderungannya
> kepada tradisi. Para ulama yang tinggal di kota metropolitan, seperti
> Bagdad, dan Basrah cenderung berfikir rationil. Mereka mengembangkan
> metode pemahaman agama (usul fiqh) dengan pendekatan yang logik.
> Mereka berijtihad dengan mengedepankan argumen-argumen logis (dalil
> `aqly), karena tuntutan hidup di kota Metropolitan dimana persoalan-
> persoalan baru setiap hari muncul, membutuhkan respond yang dinamis.
> Sedanghkan para ulama yang tinggal di kota agraris, Madinah misalnya,
> mereka cenderung mengikuti tradisi keagamaan yang berkesinambungan,
> menomor duakan argumen logik. Baik dalam ilmu hukum maupun ilmu
> tafsir, kedua pola besar itu nampak jelas, yaitu ulama kelompok ahl
> ar ra'yi yang rationil dan ulama ahl al atsar.yang mengutamakan
> tradisi.
>
> Pada tataran ini, "agama" yang berkembang bukan hanya hukum (fiqh),
> tetapi juga teologi (Ilmu Kalam atau Ilmu tauhid), Tasauf dan
> Filsafat. Karena "agama" pada tataran ini sifatnya interpretatip,
> maka padanya tidak ada kebenaran absolut. Para ulama bahkan selalu
> menutup pendapat dan keyakinannya dengankapan bahwa hanya Allah saja
> yang tahu mana yang benar, Wallohu a`lamu bis sawab. Sebagaimana
> tercatat dalam sejarah, perkembangan ilmu pengetahuan dalam periode
> ini sangat pesat, dan ketika itu hampir 7 abad sejarah dunia identik
> dengan sejarah Islam, dan dalam abad yang sama, dunia Barat justeru
> masih berada di dalam zaman gelap (blue age).
>
>
> 5. Agama sebagai tradisi masyarakat Islam.
> Ketika sejarah semakin panjang, orang beragama tidak semuanya sempat
> mempelajari agama dari sumber utama, yakni al Qur'an dan Hadis,
> tetapi melalui guru-guru agama yang standard keilmuannya tidak sama.
> Ketika itu bahkan banyak orang memeluk agama Islam hanya karena orang
> tuanya Islam atau lingkungannya Islam. Ketika itu pemahaman agama
> masyarakat sudah cenderung bersifat tradisionil. Tradisi masyarakat
> Islam belum tentu mencerminkan ajaran Islam yang benar. Tidak
> mustahil pula tradisi masyarakat Islam justeru bertentangan dengan
> ajaran Islam. Oleh karena itu dalam hal tradisi , orang beragama
> haruslah memandang secara kritis, yakni tradisi yang baik boleh
> dipelihara, sedang tradisi yang bertentangan dengan Islam harus
> ditinggal.
>
> Wassalam,
> agussyafii
>
> ==============================================
> Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
> http://mubarok-institute.blogspot.com atau achmad.mubarok@yahoo.com
> ==============================================
>
>
>
>
>
>
>
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Best of Y! Groups

Discover groups

that are the best

of their class.

Yahoo! Groups

Be a Better Planet

Share with others

Help the Planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar