Selasa, 27 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: Merenungkan Sejarah Alquran

Memang pada akhirnya dalam mengimani ajaran suatu agama, everybody's taking
their chance, right, Swas?

Kita bersedia menerima suatu tulisan sebagai tanda dari yang Maha Kuasa, meski
kita menerima fakta bahwa tulisan itu tak sempurna 100%, bukan begitu? (ada
salah tulis, ada yang hilang, ada yang nyisip, ada yang berubah, dll).

Nah, dengan demikian, saya kira point saya menjadi lebih jelas. Mau Injil kek,
mau Qur'an kek, keduanya punya persoalan-persoalan editorial. Maka, inti
perdebatan saya dan Anda sejauh menyangkut derajat "kebenaran" isi buku--call
it the holy book or whatever--sudah mencapai titik temu. Boleh saya katakan
begitu?

manneke

Quoting was_swas <was_swas@yahoo.com>:

>
> > Pemikiran Anda banyak benarnya, kecuali yang meyangkut proses
> turun-temurunnya
> > narasi. Tak ada satu kitab suci tertulis pun menurut saya, yang bisa
> terbebas
> > dari pengaruh campr tangan manusia yang meng-"edit"-nya, kecuali jika
> kita
> > percaya penuh--dengan iman--bahwa Tuhan sendirilah yang bekerja selama
> proses
> > itu dan manusia hanya "dipinjam tangannya." Ini jugalah yang menjadi
> dasar
> > keimanan Kristen pada Injilnya. Untuk Qur'an? Hmm...penjelasan Swas
> sudah
> > begitu bunyinya ya itulah yang kita terima.
>
> Oh, saya tahu kok kalau pemikiran saya banyak benernya. Saya kan kalau
> nulis/bicara mikir, nggak cuma membabi buta.. HAHAHAHAHA... Sorry,
> bercanda ;)
>
> Saya sudah mengira Pak Man akan mengulik aspek yang ini: bahwa proses
> editing akan bebas 100% dari pengaruh campur tangan manusia :) Malah
> saya kira tadinya Pak Man akan mengulik apakah saya yakin bahwa ingatan
> mereka (saat meng-edit ayat ini masuk ke mana, atau bunyi ayatnya
> persisnya gimana) dapat dipercaya 100%.
>
> Itu semuanya kembali kepada iman. Kepada apa yang kita percayai :)
> Kebetulan buat saya pribadi, saya lebih percaya pada data tangan pertama
> (catatan verbatim) yang bisa saya analisa sendiri, daripada data tangan
> kedua (pengisahan orang lain) . I'll take my chance bahwa di sana sini
> verbatimnya mungkin salah ketik, atau ada yang hilang.. that's where my
> mind and conscience will take care of :)
>
> Tapi saya juga tidak mau mengatakan bahwa yang lain salah :) Sangat bisa
> kok terjadi bahwa suatu kisah yang diceritakan kembali ternyata lebih
> dekat pada kenyataan daripada apa yang diingat kata per kata. Saya masih
> percaya kok bahwa kunci jawabannya cuma Dia yang pegang ;)
>
> > Secara nalar, saya tak yakin dalam rentang waktu yang begitu panjang,
> hapalan
> > verbatim masih mungkin dilakukan. Sifat tradisi lisan selalu lentur,
> dinamis
> > dan cair. Kisah bisa berganti sesuai kondisi zaman dan latar belakang
> penutur
> > kisah.
>
> Pun saya demikian :). Maka dari itu, salah satu hal yang membuat kening
> saya berkerut saat membaca message #35739 dari Bang Harez (Muslim
> Mengkritisi Sejarah Al Quran) adalah kalimat ini:
>
> Terlihat bahwa begitu banyak "penghafal Al Quran" yang masih hidup
> bertahun2 setelah perang Yamamah. Jadi alasan pengumpulan (Al Quran)
> pertama sungguh patut diragukan keabsahannya dan kebenaran apakah memang
> ada pengumpulan pertama tersebut.
>
> Menurut saya.. bisa saja alasan pengumpulannya tidak benar2 karena
> banyak penghafal yang gugur dalam perang. Tapi.. lepas dari alasannya,
> pengumpulan itu adalah langkah yang tepat :) Sejago2nya orang menghafal,
> jika hanya diturunkan dalam bentuk hafalan, biasnya sangat besar. Lepas
> dari siapa yang mengumpulkan (Umar, Abu Bakar, atau Ali), setidaknya
> mereka masih merupakan orang2 yang mendapatkan first hand information.
> Kemungkinan bias lebih kecil (walaupun tetap ada) :)
>
> Tapi, namanya kan KEYAKINAN, jadi sebaiknya tak diperbantahkan toh?
> Jadi, nalar pun menemukan batasnya di sini. Semoga teman kita Hendrik
> juga bisa menarik pelajaran ya dari pemikiran Swastinika?
>
> Hahaha.. dari awal memang saya tidak berniat memperbantahkan KEYAKINAN.
> Only the idiots do, and I'm sure I'm not one of them ;)
>
> Tapi tentang Hendrik.. well, kayaknya agak susah berharap dia menarik
> pelajaran dari sini :) Yang ada malah mungkin dia girang karena topik
> ini banyak peminatnya.. HAHAHAHA.. Tuh, dia malah mulai lagi nge-fwd
> Injil2 dari Wikipedia ;) I've told you.. naga2nya sih si Hendrik ini
> belum pernah baca Injil beneran, cuma denger2 aja dan cuplik sana sini
> seenakanya :)
>
> Nice to discuss with you, Pak :)
>
> Salam,
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, pradita@... wrote:
> >
> > kalau sama Swastinika, tak mungkin saya kurangajar-kurangajaran.
> Orangnya lebih
> > enak diajak diskusi serius daripada adu caci-maki.
> >
> > Pemikiran Anda banyak benarnya, kecuali yang meyangkut proses
> turun-temurunnya
> > narasi. Tak ada satu kitab suci tertulis pun menurut saya, yang bisa
> terbebas
> > dari pengaruh campr tangan manusia yang meng-"edit"-nya, kecuali jika
> kita
> > percaya penuh--dengan iman--bahwa Tuhan sendirilah yang bekerja selama
> proses
> > itu dan manusia hanya "dipinjam tangannya." Ini jugalah yang menjadi
> dasar
> > keimanan Kristen pada Injilnya. Untuk Qur'an? Hmm...penjelasan Swas
> sudah
> > begitu bunyinya ya itulah yang kita terima.
> >
> > Secara nalar, saya tak yakin dalam rentang waktu yang begitu panjang,
> hapalan
> > verbatim masih mungkin dilakukan. Sifat tradisi lisan selalu lentur,
> dinamis
> > dan cair. Kisah bisa berganti sesuai kondisi zaman dan latar belakang
> penutur
> > kisah. Tapi, namanya kan KEYAKINAN, jadi sebaiknya tak diperbantahkan
> toh?
> > Jadi, nalar pun menemukan batasnya di sini. Semoga teman kita Hendrik
> juga bisa
> > menarik pelajaran ya dari pemikiran Swastinika?
> >
> > manneke
>
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Reconnect with

college alumni.

Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Yahoo! Groups

Find Green Groups

Share with others

Help the Planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar