Sabtu, 24 November 2007

[psikologi_transformatif] Re: VIHARA TEMPAT UMAT BUDDHA MEMUASKAN EGONYA?.

Dari: "Gatot Utami Hadinata" <gatot@tarakan.wasantara.net.id>

Namo Buddhaya
salam metta saya untuk Bapak Hudoyo

Kebetulan saya seorang umat Buddha dan juga tentang Dhamma , pengetahuan saya sangat dangkal , setelah saya membaca komentar Bapak Hudoya, saya jadi sedikit bingung, makanya saya ingin bertanya :
seperti pak Hud kata, umat buddha ke vihara hanya sekedar memuaskan ego nya, mengapa Bapak Hudoya juga bersedia datang ke Vihara untuk ceramah ? Saat Pak Hud ceramah tujuannya untuk apa ? menambah wawasan Dhamma untuk para umat Buddha yang hadir pada saat itu atau hanya juga sekedar memuaskan ego nya mereka ? kalau begitu baiknya sebagai seorang umat buddha , baiknya beribadah itu dimana ? atau juga hanya cukup belajar vipasana saja ? tujuan nya vihara itu apa ? saya disekolahan guru agama mengajarkan ke kami2, tentang praktekkan : DHAMMA, SILA DAN DANA.
kalau semua orang ngak ke vihara lagi , dimana dapat menpelajari lagi ?
Tipitaka taruh dimana ? apakah Dhamma diajarkan Sang Buddha hanya sekedar untuk memenuhi egonya para pengikut nya Sang Buddha ?

terima kasih Kalau Pak Hud berkenan menjawabnya, dan mohon maaf sebesar besar nya, bilamana pertanyaan saya ini tidak berkenan atau juga mungkin tidak bermutu.
saya ucapkan ABHAYADANA.

Mettacittena

Gatot
==================================
HUDOYO:

Romo Gatot yg baik,

Salam metta kembali,

(Dalam uraian saya di bawah ini, harap "ego" dibaca: "diri", "aku" atau "atta".)

>seperti pak Hud kata, umat buddha ke vihara hanya sekedar memuaskan ego nya, mengapa Bapak Hudoya juga bersedia datang ke Vihara untuk ceramah ? Saat Pak Hud ceramah tujuannya untuk apa ? menambah wawasan Dhamma untuk para umat Buddha yang hadir pada saat itu atau hanya juga sekedar memuaskan ego nya mereka ?
---------------
Romo Gatot, kalau saya pergi ke vihara, saya juga ingin memuaskan ego saya, kok. Kalau saya berceramah di sebuah vihara, tujuan saya adalah: (1) untuk mengajar dan "membongkar" ego para pendengar saya (artinya menambah wawasan Dhamma sebagaimana saya alami sendiri -- dan sering kali hasilnya membingungkan sebagian besar pendengar--seperti Romo juga bingung--tapi mencerahkan sebagian kecil pendengar, sehingga sering kali saya tidak diundang ceramah lagi ke vihara yang bersangkutan :-)); dan (2) untuk memuaskan ego saya sendiri, karena saya mendapat kepuasan tertentu dari memberi ceramah. Ini terus terang, lho. :-)

>kalau begitu baiknya sebagai seorang umat buddha , baiknya beribadah itu dimana ?
---------------------------
Ya, beribadah di vihara saja, jangan pindah ke mana-mana. Saya tidak bilang beribadah di vihara itu "jelek", kok. Kan sudah saya bilang, saya tidak mempersoalkan "baik" dan "buruk"; saya hanya menunjukkan bahwa setiap orang, siapa pun dia--kecuali seorang Arahat--dalam kesadarannya selalu berusaha memuaskan egonya sendiri.

Kalau mau bicara tentang "baik" dan "buruk", dari sederetan motivasi orang pergi ke vihara yang saya tulis dalam posting lalu--yang semuanya demi untuk memuaskan ego sendiri--marilah kita pilah-pilah menurut kriteria "baik" dan "buruk":

- ada yang berniat cari pacar di vihara - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - BURUK (kalau cuma itu tujuan ke vihara);
- ada yang berniat bergunjing, bergaul, bersosialisasi di vihara - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - bisa BURUK bisa BAIK;
- ada yang berniat berdoa, pasang dupa, baca paritta, mendengarkan khotbah dsb - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - BAIK;
- ada yang berniat berdana - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - BAIK;
- ada yang berniat masuk sorga, lahir di alam dewa dsb - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - BAIK.
- ada yang berniat menyatu dengan Tuhan (Amitabha Buddha) - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - BAIK;
- ada yang berniat ingin mencapai nibbana - itu kan demi memuaskan egonya sendiri - BAIK (sekalipun kalau tetap begitu motivasinya, nibbana itu tidak akan pernah tercapai).

Nah, dalam bahasa agama, yang BURUK-BURUK itu tinggalkan, yang BAIK-BAIK itu lakukan. Begitu, kan?.

>atau juga hanya cukup belajar vipasana saja ?
-------------------------
Orang tidak bisa menjalankan vipassana dengan benar karena DIPAKSA atau DIDORONG oleh orang lain (orang tua, guru dsb); menjalankan vipassana karena paksaan atau dorongan dari luar hasilnya malah BURUK. Jadi jangan dilakukan.

Kalau orang menjalankan vipassana karena DORONGAN DARI DALAM BATINNYA SENDIRI, dan oleh karena itu berhasil mengembangkan kesadaran vipassana yang kuat, maka dengan sendirinya tidak ada kebutuhan untuk memuaskan egonya lagi, termasuk tidak ada lagi dorongan baginya untuk pergi ke vihara. Itu akan terjadi dengan sendirinya, dan tidak bisa dicegah lagi! (Tapi itu tidak berarti bahwa ia tidak akan pernah pergi ke vihara lagi. Bisa saya ia pergi ke vihara untuk sekadar menemani suami, istri dan anak-anaknya; dan itu jelas BAIK.)

>tujuan nya vihara itu apa ?
----------------
Tujuan vihara adalah untuk memberi kesempatan umat Buddha untuk memuaskan ego masing-masing secara BAIK-BAIK.

>saya disekolahan guru agama mengajarkan ke kami2, tentang praktekkan : DHAMMA, SILA DAN DANA.
----------------
Ya, DHAMMA, SILA dan DANA itu adalah untuk memuaskan ego secara BAIK-BAIK. Hasilnya kan egonya akan lahir di alam dewa, bukan?

Jadi Guru Agama Anda tidak salah, cuma ia tidak mengajarkan tentang nibbana yang betul, karena dengan SILA, DANA dan DHAMMA (sebagai hafalan) saja nibbana tidak akan pernah tercapai.

>kalau semua orang ngak ke vihara lagi , dimana dapat menpelajari lagi ?
----------------
Mustahil akan terjadi semua orang nggak ke vihara lagi. Sebagian besar manusia punya ego, yang perlu dipuaskan secara BAIK, yakni dengan pergi ke vihara. Hanya sebagian kecil saja umat Buddha di zaman ini yang tidak butuh pergi ke vihara lagi karena sudah mengembangkan kesadaran vipassana; angkanya mungkin tidak lebih dari 10%. Yang 90% lagi akan tetap butuh pergi ke vihara. Dan saya rasa angka ini tidak akan berubah dalam banyak generasi yang akan datang.

Baru saja dalam posting lalu saya menceritakan mengapa Sang Buddha pada mulanya enggan untuk mengajarkan Dhamma. Karena beliau "tidak mau capek", karena sangat sedikit makhluk yang "sudah tipis debu yang menutupi matanya". -- Jadi mustahil jutaan umat Buddha ini semuanya akan mengembangkan kesadaran vipassana sehingga vihara menjadi kosong. :-)

Saya katakan, semula Sang Buddha "tidak mau capek" mengajarkan Dhamma. Inilah selengkapnya jawaban beliau kepada Brahma Sahampati:

"Apaarutaa tesa.m amatassa dvaaraa,
ye sotavante pamu~ncantu saddha.m.
Vihi.msa-sa~n~ni paguna.m
na bhaasi.m Dhamma.m pa.niita.m manujesu, Brahme" ti.

("Terbukalah pintu pembebasan dari kematian,
bagi mereka yang memiliki telinga;
hendaklah mereka memiliki keyakinan.
Karena melihat kesulitan (vihi.msa), O Brahma,
[sebelum ini] Aku tidak mengajarkan Dhamma yang tinggi
ini kepada manusia.")

>Tipitaka taruh dimana ?
------------------
Ya, taruhlah di tempat semula, tidak perlu dipindah-pindah. (Dibaca juga tidak, kok. :-))

>apakah Dhamma diajarkan Sang Buddha hanya sekedar untuk memenuhi egonya para pengikut nya Sang Buddha ?
------------------
O, tidak, Sang Buddha tidak cuma mengajarkan Sila, Dana dsb, agar ego orang bisa lahir kembali di alam dewa. Kalau cuma itu, agama-agama lain juga mengajarkan itu, kok, tidak perlu seorang Buddha. Seorang Buddha tidak turun ke dunia untuk mengajarkan hal-hal seperti itu.

Tapi, Sang Buddha juga mengajarkan pembebasan (vimutti), padam (nibbana). Tapi ini sering kali salah disajikan oleh para bhikkhu, romo, guru sekolah agama dsb, karena sering kali mereka mengajarkan agar umat Buddha "berjuang, berupaya untuk mencapai nibbana" tanpa bicara tentang "lenyapnya aku/diri", "berakhirnya pikiran", sehingga banyak muncul pernyataan-pernyataan yang absurd seperti "Saya akan berjuang mencapai nibbana". -- Melihatkah Anda keabsurdan pernyataan seperti itu?

Kata Sang Buddha:

"Seyyathaapi, bhikkhave, mahaa-samuddo eka-raso lo.na-raso; evam-eva kho, bhikkhave, aya.m dhamma-vinayo eka-raso vimutti-raso." (Uposatha-sutta, Udana 5.5 )
("Selanjutnya, para bhikkhu, persis seperti samudra-raya mempunyai satu rasa, yakni rasa garam; begitu pula, Ajaran-Ku (Dhamma-Vinaya) ini mempunyai satu rasa, rasa pembebasan (vimutti)."

***

Terima kasih banyak atas pertanyaan-pertanyaan Romo Gatot Hadinata, karena saya merasa selain Romo banyak umat Buddha yang lain juga "bingung" membaca posting saya terdahulu. Dengan jawaban saya ini, semoga pandangan-pandangan saya dapat dipahami secara lebih proporsional.

Salam,
Hudoyo

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

HDTV Support

on Yahoo! Groups

Help with Samsung

HDTVs and devices

Green Y! Groups

Environment Groups

Find them here

connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar