Senin, 26 November 2007

Re: [psikologi_transformatif] Re: dari moshaddeq sampai mount carmel..(2)

Khusus buat dia
cap guwobloooooog
huahahahahahaha

pradita@telus.net wrote:

Halo as,

Gue pengen tau nih, menurut si Hendrik dan konco-konconya itu, apa kira-kira
tuhan mereka, Allah SWT, dan nabi merek, Muhammad, itu akan bangga ya kalo liat
perbuatan si Nabi Hendrik ini? Apa itu yang diajarkan Islam kepada umatnya?
Itukah yang dikehendaki Allah dan Muhammad untuk dilakukan umat Islam?

Buat gue, jawabnya cuma dua macem, as: Pertama kalo YA, maka gue tak bisa
enggak langsung nggumun: agama macem apa ini yang ngajarin umatnya kebencian
dan permusuhan, serta penistaan pada keyakinan orang lain?

Jika jawabnya TIDAK, lalu si Hendrik ini Islam cap apa? Tiap hari teriak-teriak
soal keunggulan Islam dengan cara menista keyakinan orang lain, hingga makin
mengukuhkan citra Islam yang beringas dan tak bersahabat seperti yang sering
kita liat di media-massa akhir-akhir ini.

So, who is Nabi Hendrik? Apakah ini karena Syiah-nya? Tapi, tokoh Syiah
Indonesia sendiri, Jalaludin Rakhmat, kok jauh beda sama si Hendrik ini ya?

manneke

Quoting as as <as2004as_as@yahoo.com>:

> Ngapain harus punya prinsip sendiri
> Prinsip itu bisa dibeli
> Apalagi minyak dah seratus US dollar per barrel
> cukuplah untuk beli prinsip
> Huahahahahahahahahahaha
>
> pradita@telus.net wrote: Lalu ngapain elo mau
> tiru-tiru yang di Barat itu? Katanya kafir, tapi contoh
> jeleknya diambil semua. Gak punya prinsip sendiri ya?
>
> manneke
>
> Quoting hendrik bakrie <henrik12syiah@yahoo.com>:
>
> > Dari Moshaddeq Sampai Mount Carmel [2] Sabtu, 24
> November
> > 2007 var sburl2477 = window.location.href; var sbtitle2477 =
> > document.title; var sbtitle2477=encodeURIComponent("Dari Moshaddeq
> Sampai
> > Mount Carmel [2]"); var
> > sburl2477=decodeURI("http://hidayatullah.com/index.php?
> option=com_content&task=view&id=5844");
> > sburl2477=sburl2477.replace(/amp;/g,
> > "");sburl2477=encodeURIComponent(sburl2477); Sanksi penistaan agama
> > bukan monopoli Indonesia. Itu juga terjadi di Eropa. Amerika jauh lebih
> kejam
> > dan lebih sectarian. Bagian Kedua-habis
> >
> > Oleh: Amran Nasution
> >
> > Hidayatullah.com--Orang Barat itu selalu menganut standar ganda, tapi
> tak
> > malu-malunya mengajari kita tentang hak persamaan dan kebebasan, terutama
> > melalui agennya yang sawo matang, yang berkeliaran di sini.
> > Namun yang pasti undang-undang itu masih tetap berlaku di sana, sekali
> pun
> > berbagai usaha untuk menghapuskannya terus dilakukan oleh para seniman
> atau
> > aktivis HAM. Bahkan ia tetap awet bertahan, walau pun pada 1998, muncul
> Human
> > Rights Act, undang-undang tentang HAM. Memang penggunaannya sangat
> selektif,
> > atau bahkan suatu saat seakan sudah dipingsankan.
> > Tapi nyatanya pada 1977, pengadilan Inggris mengadili majalah Gay News,
> > karena memuat puisi James Kirkup. Puisi itu dituduh menempatkan Jesus
> sebagai
> > objek cinta.
> > Undang-undang Blasphemy bukan satu-satunya cara. Pada 1976, sutradara
> > Denmark, Jens Jorgen Thorsen, hendak membuat film The Many Faces of Jesus,
> di
> > Inggris. Film itu bercerita tentang kehidupan seks Jesus.
> > Reaksi keras bermunculan. Bukan cuma dari para aktivis Gereja, tapi
> dari
> > Ratu Inggris, Perdana Menteri James Callagan, dan Uskup Agung Canterbury,
> > Donald Coggan. Akhirnya, rencana itu pun hilang begitu saja.
> > Ada lagi sejumlah peristiwa yang mirip. Salah satu, adalah kasus the
> > Penguin, penerbit terkenal itu. Pada 1967, penerbit itu siap meluncurkan
> buku
> > Massacre, ditulis Malcolm Muggeridge. Tiba-tiba, suatu malam, Allen Lane,
> > sang pemilik, muncul ke gudang: seluruh buku yang sudah siap cetak ia
> bakar
> > habis.
> > Lane sebenarnya bukan aktivis Gereja. Tapi dia pusing karena mendapat
> > protes dari kawan, langganan, dan kerabatnya, yang menuduh buku itu
> menghina
> > Kristen, blasphemy.
> > Yang menarik, the Penguin adalah juga penerbit the Satanic Verses.
> Inilah
> > sikap sektarian dan standar ganda yang amat nyata dari orang Inggris itu.
> > Massacre dibakarnya karena menghina Kristen, tapi the Satanic Verses
> yang
> > menghina Islam tidak. Malah novel itu dan penulisnya dipromosikan
> > besar-besaran dengan dalih kebebasan berkreasi, kebebasan berbicara, dan
> > bla... bla... bla lainnya.
> > Bagaimana Amerika, negara eksportir demokrasi itu? Di sini lebih seru,
> tapi
> > caranya lebih canggih. Meski undang-undang blasphemy masih ada, dilihat
> dari
> > beberapa kasus sempalan agama, ia tak digunakan. Tapi dicarikan delik
> pidana
> > yang ancaman hukumannya lebih berat, semisal penggelapan pajak dan
> pemakaian
> > senjata api. Di sini peran intelijen diperlukan.
> > Sebutlah kasus bunuh diri massal aliran the Peoples Temple (Kuil
> Rakyat)
> > yang dipimpin Pendeta Jim Jones, tamatan Indiana University di
> Bloomington,
> > Indiana.
> > Pada 1964, Jones membangun gereja sendiri di Indianapolis, dan mulai
> > menyebarkan ajaran yang menekankan persamaan hak pada kulit hitam, dan
> > keadilan sosial. Tak aneh bila jemaahnya kebanyakan orang hitam.
> > Ia dan kelompoknya kemudian pindah ke Redwood Valley, California.
> > Alasannya, untuk mencari daerah aman dari perang nuklir yang segera
> meletus.
> > Pada waktu itu, memang perang dingin antara blok Barat pimpinan Amerika
> > Serikat dan blok Timur pimpinan Uni Soviet, sedang menghangat. Perang
> nuklir
> > menjadi ancaman.
> > Ternyata pengikutnya tambah banyak, dan lama kelamaan meresahkan rezim,
> > selain Gereja. Apalagi pendeta itu menggaku titisan Jesus. Pengusutan
> > dilakukan. Ditemukanlah kasus pengelakan pajak.
> > Karena pengusutan itu, Jim Jones dan ratusan pengikutnya – 70% orang
> hitam
> > – pada 1977, pindah ke Guyana, negara yang terletak di tepi Samudera
> > Atlantik, Amerika Latin. Itulah satu-satunya negeri berbahasa Inggris di
> > kawasan berbahasa Spanyol itu.
> > Di sana, di sebuah daerah terpencil, mereka membangun gereja dan
> pemukiman
> > sendiri, yang dinamakan Jonestown, kota Jones. Mereka mengembangkan
> > pertanian, menjalani kehidupan sesuai prinsip sosialisme ajaran Pendeta
> Jim
> > Jones.
> > Ternyata mereka tetap tak dibiarkan. Pada 15 November 1978,
> perkampungan
> > terpencil itu didatangi anggota Kongres Leo Ryan, didampingi sejumlah
> > wartawan dan anggota CIA. Mereka diutus Kongres sebagai misi pencari
> fakta
> > dan sebenarnya diterima dengan baik oleh Pendeta Jones.
> > Selama tiga hari di sana, Leo Ryan dan rombongan ternyata melakukan
> dakwah
> > untuk menyadarkan anggota komunitas. Mereka berhasil mempengaruhi
> beberapa
> > jemaah, tapi menimbulkan kemarahan jemaah lainnya.
> > Rombongan melarikan diri ke lapangan terbang kecil, tempat pesawat
> terbang
> > mereka diparkir. Namun mereka ditemukan kelompok jemaah yang marah,
> > terjadilah tembak-menembak. Leo Ryan, beberapa anggota rombongannya,
> serta
> > jemaah, tewas.
> > Sementara itu, di tengah ketegangan suasana, Pendeta Jones
> memerintahkan
> > seluruh komunitasnya melakukan bunuh diri dengan meminum racun sianida
> yang
> > telah disiapkan. Selama ini, sang pendeta mengajarkan, hanya dengan bunuh
> > diri mereka mencapai surga, selamat dari ancaman perang nuklir.
> > Sungguh amat mengerikan. Hari itu, 908 jemaah Peoples Temple – 276 di
> > antaranya anak-anak – mati bergeletakan di perkampungan, termasuk Pendeta
> Jim
> > Jones.
> > Peristiwa lain yang tak kurang mengerikan, kasus Pendeta David Koresh,
> > pemimpin the Branch Davidian alias Sekte Cabang David di Mount Carmel,
> Waco,
> > Texas.
> > Pada 19 April 1993, pengepungan selama 51 hari oleh sekitar 75 anggota
> FBI
> > – polisi federal Amerika – berakhir dengan hujan peluru di kompleks seluas
> 30
> > ha itu. Perumahan itu meledak dan terbakar habis, diduga karena sejenis
> > tabung gas yang dilemparkan ke dalam rumah untuk mengusir penghuni ke
> luar.
> > Pendeta David Koresh dan 80-an pengikutnya – termasuk wanita dan 27
> > anak-anak -- hangus terbakar. Mayat pendeta itu baru bisa dikenali
> melalui
> > pemeriksaan laboratorium.
> > Mirip kasus Jim Jones, Pendeta Koresh dianggap mengajarkan Kristen
> > menyimpang. Dia menggaku nabi yang mendapat wahyu dan bisa berbicara
> dengan
> > Tuhan.
> > Mirip pula dengan kelompok Jim Jones, FBI mengusut mereka karena kasus
> > pidana, tentang senjata api gelap. Ketika itu sejumlah polisi mendatangi
> > kompleks terpencil itu mengantarkan surat panggilan untuk sang nabi.
> > Pengikutnya marah, merasa nabi mereka direndahkan polisi. Terjadi
> > tembak-menembak, yang menggakibatkan beberapa jemaah dan polisi tewas.
> Sejak
> > itulah kompleks Mount Carmel dikepung FBI. Peristiwa ini sempat lama
> > menjadi perdebatan. FBI dianggap berlebihan, istilah krennya sekarang,
> > melanggar HAM. Sejumlah buku, film dokumenter, dan tulisan koran
> diterbitkan.
> > Pengadilan digelar. Tapi sampai sekarang tak satu polisi pun yang
> ditindak.
> > Orang Amerika tampaknya tahu sama tahulah kenapa peristiwa itu terjadi.
> > Tapi persis dua tahun kemudian, 19 April 1995, sebuah bom meledakkan
> gedung
> > federal di Oklahoma City, merampas nyawa 168 orang tak bersalah –
> termasuk
> > perempuan dan anak-anak. Pelakunya, belakangan diketahui adalah Timothy
> > McVeigh, orang kulit putih warga Amerika. Sebelumnya, karena prasangka
> > rasial, polisi menangkap sejumlah orang Arab.
> > Dari dalam sel tahanan, McVeigh menulis surat bahwa tindakan itu adalah
> > pembalasan atas apa yang telah dilakukan pemerintah di Mount Carmel,
> Waco.
> > Karena itu aksinya dilakukan 19 April, tepat pada hari Waco dibakar FBI.
> > Di depan pengadilan, dia bungkem seribu bahasa. Hakim memintanya bicara
> > sebelum dijatuhi hukuman mati. Dia menulis kutipan ini, ''Pemerintah
> punya
> > pengaruh yang sangat besar, menjadi guru di mana-mana. Untuk baik dan
> jahat,
> > ia mengajari semua orang dengan contoh perbuatannya'' (lihat Mahmood
> > Mamdani, ''Good Muslim, Bad Muslim'', Three Leaves Press, 2005). Ia mau
> > mengatakan, peristiwa Oklahoma hanya mencontoh perbuatan polisi di Mount
> > Carmel.
> > Syukurlah, berbagai peristiwa mengerikan di Amerika dalam kasus
> > penyimpangan agama, belum pernah tejadi di sini. Seringkali malah aparat
> > Pemerintah ragu-ragu bertindak karena pers arus utama selalu mendukung
> suara
> > kaum Liberal. Padahal undang-undang sudah cukup jelas.
> > Ujungnya, ummat yang marah terjebak main hakim sendiri. Mereka pun jadi
> > korban kecaman kaum Liberal, disebar-luaskan pers yang senantiasa
> berpihak.
> > [habis]
> > * Penulis adalah mantan Redaktur GATRA dan TEMPO. Kini, bergabung
> dengan
> > IPS (Institute for Policy Studies) Jakarta
> >


Be a better sports nut! Let your teams follow you with Yahoo Mobile. Try it now.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Green Groups

on Yahoo! Groups

share your passion

for the planet.

Food Lovers

Real Food Group

on Yahoo! Groups

find out more.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar