Dari: "Wiryanto Widjaja" <qwir@indo.net.
Bung Hudoyo,
Thanks untuk sharing simsapa suttanya. Saya bisa menerima cerita yang di
Simsapa-sutta.
Saya pernah membaca, -lupa sumbernya, bahwa sang budha pernah menyelidiki
kehidupan2 lampaunya beribu-ribu, mungkin berjuta-juta kali kelahiran
sebelumnya, tetapi tetap beliau belum selesai, selalu menemukan ada yang
sebelumnya lagi. Hal ini menimbulkan pertanyaan dalam diri saya, bahwa
konsep "tiada awal dan tiada akhir' paradoks dengan 'konsep kemahatahuan
seorang budha". (Seperti konsep Tuhan Samawi yang maha tahu dengan maha
pencipta yang juga paradoks.)
Jika 'tiada awal dan tiada akhir' benar, maka berarti seharusnya tidak ada
sesuatu di alam semesta ini yang bisa maha tahu.
Mohon pencerahan lagi!
wiryanto
============
Dari: hastho bramantyo <huselnut@yahoo.
maaf ikut nimbrung, tentang prima causa, sudah banyak ditulis di lain-lain tepat beberapa kesulitan logis tentang hal ini, kalau mau secara detil bisa saya sampaiakan lain waktu. tapi untuk sekarang coba pertimbangkan pendapat Sthepent Hawking, bila dunia ini terbatas dalam ruang waktu,mungkin konsep adanya pencipta awal bisa diterima, sedangkan kalau dunia ini berawal tetapi tidak mempunyai batas ruang dan waktu, terus apa perlunya konsep pencipta diadakan, dan pertanyaan berikutnya adalah mengikuti argumen kausalitas bahwa seua harus ada penyebabnya sedangkan kalau dirunut terus semua tidak ada akhirnya(regresus ad infinitum), maka didalilkan adanya prima kausa. Namun demikian pandangan ini adalah self suicidal, karena the whole argument jadi fall to the ground, siapa yang menciptakan prima causa ini,hehehe
Oke saya setuju bahwa ada banayk bidang yang tidak bisa begitu saja dijelaskan oleh sains, makanya agama, seni dan pngetahuan ynag lain jadi penting!Sangat baik untuk menjadikan misi kita mncari kebenaran-darimanap
Terimakasih
Salam dalam Cinta
Bram
============
HUDOYO:
Bung Wir & Mas Bram,
Saya rasa pendapat yang tepat adalah, 'asal mula alam semesta ini TIDAK TERPIKIRKAN'
Cerita Sang Buddha melihat berjuta-juta kelahirannya ke belakang tapi tidak menemukan asal mula kehidupan itu tampaknya rekayasa saja. Maksud pengarangnya adalah untuk menampilkan suatu kebenaran tentang hakikat pikiran manusia. -- Mengapa saya katakan demikian? Karena kalau memang Sang Buddha secara aktual pernah melakukan demikian, berarti beliau tidak memahami hakikat pikiran itu sendiri sebagaimana ingin ditampilkan oleh si pengarang, dan hal itu mustahil; masak seorang Buddha tidak mengenal hakikat pikirannya sendiri. Kok sepertinya kurang kerjaan seorang Buddha yang melihat jutaan kelahirannya yang lampau seperti itu.
Pikiran ini selamanya terkondisi. Oleh karena itu ia tidak bisa memahami sesuatu yang tak terkondisi, yang mutlak. Ketika ia mencoba memahami sesuatu yang mutlak--yang menjadi lingkup disiplin metafisika dan teologi--mau tidak mau ia akan sampai pada paradoks-paradoks, seperti "Tuhan itu Mahaadil dan sekaligus Mahapengampun, Mahapemurah"
Keterbatasan pikiran itu telah dipahami sejak beberapa ratus tahun lalu oleh Immanuel Kant, yang pernah mendalilkan, bahwa "setiap proposisi (statement, pernyataan) yang bisa dibuat secara logis oleh pikiran selalu dapat diimbangi oleh proposisi lain, yang bertentangan dengan proposisi pertama, dan sama-sama logisnya."
Itulah sebabnya metafisika dan teologi penuh dengan dualitas-dualitas dan paradoks-paradoks yang tidak pernah akan terselesaikan, seperti teisme vs ateisme, materialisme vs idealisme, monisme vs dualisme/pluralisme
Sang Buddha sendiri mendalilkan ada empat hal yang tidak terpikirkan (acinteyya) oleh manusia, yakni:
(1) hakikat kebuddhaan
(2) hakikat jhana
(3) hakikat hukum karma
(4) hakikat alam semesta,
yang kalau orang memikir-mikirkannya hanya akan menghasilkan kegilaan & kegusaran.
Salam,
Hudoyo
Acinteyya-sutta (Anguttara-nikaya, iv.77):
"Ada empat hal, para bhikkhu, yang tak terpikirkan, yang tidak seharusnya direnungkan, yang hanya menghasilkan kegilaan dan kegusaran bagi mereka yang memikirkannya. Apakah empat hal itu?
(1) Lingkup kebuddhaan dari para Buddha (buddhaana.m buddha-visayo) ...
(2) Lingkup jhana dari seorang yang berada dalam jhana (jhaayissa jhaana-visayo) ...
(3) Perbuatan (karma) dan buahnya (kamma-vipako) ...
(4) Perenungan tentang alam semesta (loka-cinta) [asal-mula alam semesta dsb/Thanissaro Bhikkhu], para bhikkhu, adalah hal-hal yang tak terpikirkan, yang tidak seharusnya direnungkan, yang hanya menghasilkan kegilaan dan kegusaran bagi mereka yang memikirkannya.
Inilah, para bhikkhu, empat hal yang tak terpikirkan, yang tidak seharusnya direnungkan, yang hanya menghasilkan kegilaan dan kegusaran bagi mereka yang memikirkannya. ("Imaani kho, bhikkhave, cattaari acinteyyaani na cintetabbaani, yaani cintento ummaadassa vighaatassa bhaagii assaa 'ti.") "
[Dari: Access to Insight, http://www.accessto
dan Tipitaka Pali, http://www.mettanet
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Fed Cuts Rates Again - Think you pay you much for your mortgage? No SSN Required - Estimate New Payment.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
untuk Bung Wir dan pak Hudoyo
BalasHapusSaya setuju dengan pak Hudoyo, dengan tambahan begini, kalau org teis ditanya, dunia berasal dari mana, dari Tuhan, kalau ditanya Tuhan dari mana, mereka jawab Tuhan tidak beral, sebaliknya orang ateis ketika ditanya akan menjawab dunia beraawa dari kekosongan, lantas kalau kita tanya, kekosongan dari mana, mereka jawab, kekosongan tidak berawal alias kekal, nah orang Buddha hanya mengambil kesimpulan akhirnya dan mnegatakan dunia ini tidak diketahui awalnya.
menurut saya dunia yang tidak diketahu awalnya tidak berkontradiksi ddegan kehamatahuan Buddha, karena justru beliau bisa menyebutnya 4 acinteyya seperti ang disampaikan oleh p Hudoyo dengan sangat baik, seperti halnya dlm kasus posisi elektron, para ilmuwan tahu bahwa entitas itu ada, namun sangat sulit untuk meberikan deskripsi yang tepat tentangnya, nirvana juga diluar pemikiran yang diskursif, untuk memahaminya kita paling memakai perumpamaan-perumpamaan, tetapi kalau ingin tahu betul ya harus direalisasi sendiri, seperti halya orag ditanya tentang gudeg, gudeg itu rasanya bagaimana, manis!nah manis itu apa, manis itu tida asin, tidak asem, tidak pedas, ya tapi apa itu, pertanyaan ini harus dijawab secara ostensif, yaitu org tersebut kita ajak untuk makan gudeg sehingga dia bisa tahu rasa gudeg itu.
Selailain itu menurut Dalai Lama kehamatahuan Buddha trletak dalam pengetahuannnya akan Dharma, yaitu skandha, dhatu dan ayatanan, karena di luat tiga hal itu tidak ada yang bisa dketahui tentang dunia ini,
Itu saja, semoga menjadi tambahan perenungan untuk bung Wir
Dengan metta
Bram
untuk Bung Wir dan pak Hudoyo
BalasHapusSaya setuju dengan pak Hudoyo, dengan tambahan begini, kalau org teis ditanya, dunia berasal dari mana, dari Tuhan, kalau ditanya Tuhan dari mana, mereka jawab Tuhan tidak beral, sebaliknya orang ateis ketika ditanya akan menjawab dunia beraawa dari kekosongan, lantas kalau kita tanya, kekosongan dari mana, mereka jawab, kekosongan tidak berawal alias kekal, nah orang Buddha hanya mengambil kesimpulan akhirnya dan mnegatakan dunia ini tidak diketahui awalnya.
menurut saya dunia yang tidak diketahu awalnya tidak berkontradiksi ddegan kehamatahuan Buddha, karena justru beliau bisa menyebutnya 4 acinteyya seperti ang disampaikan oleh p Hudoyo dengan sangat baik, seperti halnya dlm kasus posisi elektron, para ilmuwan tahu bahwa entitas itu ada, namun sangat sulit untuk meberikan deskripsi yang tepat tentangnya, nirvana juga diluar pemikiran yang diskursif, untuk memahaminya kita paling memakai perumpamaan-perumpamaan, tetapi kalau ingin tahu betul ya harus direalisasi sendiri, seperti halya orag ditanya tentang gudeg, gudeg itu rasanya bagaimana, manis!nah manis itu apa, manis itu tida asin, tidak asem, tidak pedas, ya tapi apa itu, pertanyaan ini harus dijawab secara ostensif, yaitu org tersebut kita ajak untuk makan gudeg sehingga dia bisa tahu rasa gudeg itu.
Selailain itu menurut Dalai Lama kehamatahuan Buddha trletak dalam pengetahuannnya akan Dharma, yaitu skandha, dhatu dan ayatanan, karena di luat tiga hal itu tidak ada yang bisa dketahui tentang dunia ini,
Itu saja, semoga menjadi tambahan perenungan untuk bung Wir
Dengan metta
Bram
2008 Juni 2 22:09