Minggu, 23 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Kemanjaan

Kemanjaan

Oleh : M. Anis Matta, LC

Jika kita hanya membaca biografi pahlawan, atau mendengar cerita
kepahlawanan dari seseorang yang belum pernah kita lihat, barangkali
imajinasi yang tersusun dalam benak kita tentang pahlawan itu akan
berbeda dengan kenyataannya. Itu berlaku untuk lukisan fisiknya, juga
untuk lukisan emosionalnya.
Abu hasan Ali Al-Halani Al-Nadwi, yang tinggal di anak benua India,
telah membaca tulisan-tulisan Sayyid Quthub, yang tinggal di Mesir.
Tulisan –tulisannya memuat gagasan-gagasan yang kuat, solid, atraktif,
berani dan terasa sangat keras. Barangkali bukan merupakan suatu
kesalahan apabila dengan tanpa alasan kita membuat korelasi antara
tulisan – tulisan itu dengan postur tubuh Sayyid Quthub. Penulisnya,
seperti juga tulisannya, pastilah seorang laki – laki bertubuh kekar,
tinggi dan besar. Itulah kesan yang terbentuk dalam benak Al Nadwi.
Tapi ketika ia berkunjung ke Mesir , ternyata ia menemukan seorang
laki – laki dengan perawakan yang kurus, ceking dan jelas tidak kekar.
Begitu juga dengan potret emosi seorang pahlawan. Kadang –kadang
ketegaran dan keberanian para pahlawan membuat kita berpikir bahwa
mereka sama sekali tidak mempunyai sisi – sisi lain dalam dirinya,
yang lebih mirip dengan sisi – sisi kepribadian orang – orang biasa.
Misalnya, kebutuhan akan kemanjaan.
Umar bin khattab mengajar sesuatu yang lain ketika beliau mengatakan :
"jadilah engkau seperti seorang bocah didepan istrimu". Laki – laki
dengan postur tubuh yang tinggi, besar, putih dan botak itu yang
dikenal keras, tegas, berani dan tegar, ternyata senang bersikap manja
didepan istrinya.
Mungkin bukan cuma Umar. Sebab Rasulullah SAW, ternyata juga melakukan
hal yang sama. Adalah Khadijah tempat ia kembali saat kecemasan dan
ketakutan melandanya setelah menerima wahyu pertama. Maka kebesaran
jiwa Khadijah yang senantiasa beliau kenang dan yang memberikan tempat
paling istimewa bagi perempuan itu dalam hatinya, bahkan setelah
beliau menikahi seorang Aisyah. Tapi beliau juga sering berbaring
dalam pangkuan Aisyah untuk disisiri rambutnya, bahkan ketika beliau
sedang i'tikaf dibulan Ramadhan. Itu mengajarkan kita sebuah kaidah,
bahwa para pahlawan mukmin sejati telah menggunakan segenap energi
jiwanya untuk dapat mengukir legenda kepahlawanannya. Tapi untuk itu
mereka membutuhkan suplai energi kembali. Dan untuk sebagiannya, itu
berasal dari kelembutan dan kebesaran jiwa sang istri.
Kemanjaan itu, dengan begitu, barangkali memang merupakan cara para
pahlawan tersebut memenuhi kebutuhan jiwa mereka akan ketegaran,
keberanian, ketegasan dan kerja – kerja emosi lainnya. Kepahlawanan
membutuhkan energi jiwa yang dasyat, maka para pahlwan harus
mengetahui dari mana mereka mendapatkan sumber energi itu.
Petuah ini agaknya tidak pernah salah :" dibalik setiap laki – laki
agung, selalu berdiri wanita agung" dan mengertilah kita, mengapa
sastrawan besar besar Mesir ini, Musthafa Shadiq Al Rafii, mengatakan
: "kekuatan seorang wanita sesungguhnya tersimpan dibalik kelemahannya".
So, banggalah jadi wanita ^-^

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Y! Messenger

Instant hello

Chat in real-time

with your friends.

Parenting Zone

on Yahoo! Groups

Your one stop for

parenting groups.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar