Rabu, 26 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Namailah Anakmu Jihad!

                Namailah Anakmu Jihad!
 
            "Apa salahnya jatuh cinta?" tanya seorang pemuda pada sahabatnya dalam perjalanan menuju pelabuhan.
"Aku takut. Aku takut.. ketika kau jatuh lagi..."
"Kenapa kau pikir tangan ini tidak mampu mengangkat tubuhku sendiri."
"Itu permasalahannya?" serius sahabat pemuda itu. "tanganmu terlalu sibuk menggendong kekasihmu."
"Tidak aku masih punya tangan kiri."
"Tidak sahabatku," sahabat pemuda itu kini mengerutkan jidat. "ketika tangan kananmu membelai kepalanya, tangan kirimu memegang nafsu."
"Benarkah itu?" pemuda itu kini kebingungan. "sesungguhnya sering aku menghayal demikian. Di bawah awan tempat bersemayam para dewa. Dengan anggur dan buah-buahan mengundang mata. Aku berdua di ranjang sambil bercerita tentang kehidupan manusia."
"Hahahahaha...." sahabat pemuda itu tertawa. "dengar bagaimana kata-kata itu mengalir ke telingaku. Begitu melayang dan mengawang-awang. Kau tidak lagi menginjak tanah. Perhatikan kakimu... oh sahabatku! Lihat apa yang terjadi padamu?"
"Apa! Kenapa!" tanya pemuda itu. "justru kamu yang mengada-ada. Aku tahu kekhawatiranmu ini karena aku tahu mungkin aku tidak memiliki cukup waktu untuk berdiskusi denganmu lagi."
Sahabat itu terdiam. Angin yang berhembus pelan kini bertambah kencang. Sahabat itu memandang wajah pemuda itu rindu. Ia tahu betul ketika pemuda itu menemukan kekasih hidupnya tak ada lagi waktu untuk membahas buku dan ilmu-ilmu baru. Bahkan pemuda itu selalu menolak ajakan ketika ada seorang guru besar datang membawa ajaran baru.
Mereka tiba di pelabuhan. Pemuda itu akan berpisah dengan sahabatnya. Di dermaga di bawah sinar keemasan sore. Sahabat pemuda itu memberikan kalung pada pemuda itu. "Kalung ini mungkin akan membawa keburuntungan kawan. Walau pun kita berdua tahu sesungguhnya tak ada itu kekuatan selain pikiran dan perasaan."
Pemuda itu mengambil sebuah surat dari balik bajunya."Tolong berikan pada Nafsa. Aku tidak tahu apakah ia kuat membacanya."
"Maksudmu apa!" potong sahabat pemuda itu. "tidakkah kau memberitahunya tentang kepergianmu."
"Sesungguhnya aku ingin, tapi keinginan kadang menambah banyak beban dan pikiran. Aku tidak ingin membuatnya menderita."
"Justru kepergian tiba-tiba ini yang akan membuat derita. Tak bisa-kah kau katakan padanya.. sebelum."
"Aku tidak punya waktu lagi sahabatku. Dengar suara teriakan nahkoda... ia sudah tidak sabar mengarungi samudera."
"Sesungguhnya aku masih..." paksa sahabat itu memegang lengan si pemuda. "aku masih tidak tahu alasan kamu pergi. Tak ada penjelasan singkat yang kau berikan. Kau hanya mengatakan harus pergi karena ada urusan keluarga. Setahuku kau tidak pernah peduli dengan urusan keluargamu sendiri. Sejujurnya aku ragu apa yang membuatmu pergi tiba-tiba begini, dan mungkinkah ada sesuatu yang kau sembunyikan?"
"Tak ada yang kusembunyikan darimu kawan.."
Pemuda itu pergi naik kapal meninggalkan sahabatnya.
 
Di dalam kapal, pemuda itu bermimpi kembali ke kampungnya. Ia bertemu orang-orang yang sudah tidak ia kenali wajahnya. Sampai pada suatu saat ia menemukan seorang anak kecil yang memeluknya sambil bertanya : "Apakah kamu ayahku?"
"Bagaimana bisa kau menduga bahwa aku ayahmu?"
Lalu seorang tua dengan tongkat berkata pada pemuda yang tidak lagi muda.. tapi matang dan dewasa, "Ia selalu seperti itu.. pada setiap orang asing. Kamu orang asing akan mengetahui bahwa banyak anak gadis yang kehilangan suaminya karena persoalan perang."
"Siapa namamu nak?"
"Namaku Jihad?"
Pemuda itu hampir terjatuh mendengar nama itu.
"Siapa yang memberi namamu nak? Katakan siapa ayahmu?"
"Hei," tegur seorang tua dengan tongkat. "bukankah aku sudah mengatakan padamu tentang 'anak-anak gadis' yang kehilangan suaminya dalam sebuah perang?"
"Maaf orang tua.. tapi anak ini bernama Jihad?"
"Lho memangnya kenapa dengan nama Jihad!"
Pemuda itu terbangun dari tidurnya dalam sebuah kapal. Seseorang mulai berteriak, "Kapal bocor.. kita menabrak karang? Semua penumpang.. tinggalkan kapal ini segera! Lompat dan selamatkan diri kalian."
Pemuda itu tidak langsung menyelamatkan dirinya sendiri. Ia mencari satu atau dua orang untuk ia selamatkan. Ia melihat ada seorang kakek tua, seorang anak kecil, dan seorang anak gadis berumur tujuh belas tahun yang panik antara menyelamatkan diri atau menunggu ajal.
"Kek.. mari kek.. biar saya tolong ke tepi pantai?"
"Nanti saja.. biar kau selamatkan dulu cucuku yang kecil ini."
Ketika sudah sampai di pinggir kapal siap melompat.. ia melihat anak gadis berumur tujuh belas tahun.. yang ia merasa iba. Pemuda itu pun mendekati anak gadis yang terlihat pasrah. "Jangan kau tolong dia!" tiba-tiba anak kecil itu meneriaki pemuda itu.
"Kenapa?"
"Janganlah kau mempertanyakan sesuatu yang belum saatnya?"
"Tapi dia juga harus diselamatkan?"
"Sejak umur 14 tahun dirinya adalah penghibur para lelaki.. ia ditakdirkan untuk memuja dan menyenangkan kaum yang tidak disukai oleh-Nya. Maka tinggalkanlah perempuan itu!"
Terkejut mendengar perintah dari anak kecil itu.. sang pemuda tidak begitu saja percaya. "Hai perempuan.. kamu sudah cukup besar.. ayo ikut kami! Selamatkan dirimu sendiri!"
"Biarkan aku sendiri!" perempuan itu pun berusaha melepaskan genggaman pemuda itu. "aku sudah menjual anakku sendiri dalam perjalanan ini. Ini kutukan untukku olehku sendiri. Biarkan aku mati. Selamatkan saja anak itu."
Hujan turun dan petir mulai menyambar langit.
Pemuda itu lompat bersama anak kecil itu. Mereka berhasil sampai di pinggir pantai dengan beberapa orang yang sudah mempersiapkan diri.
 
Paginya anak dan pemuda itu terbangun. Pemuda itu melihat anak kecil berumur 10 tahun yang tertidur dengan damainya. Ia melihat sekeliling pantai yang sepi dari orang-orang. Beberapa dari mereka mungkin sudah mulai mencari kehidupan di dalam hutan. Anak kecil itu terbangun. "Terima kasih anak muda, kau sudah menyelamatkan aku?"
"Hei, kenapa kau bicara seperti orang dewasa?"
"Aku berbicara sebagaimana adanya."
"Anak kecil yang aneh!"
"Kau bisa memanggilku Jihad?"
Pemuda itu kembali tersedak. Seperti sebuah batu yang mengganjal tenggorokan. Ia ingin bicara tapi kata-katanya tertahan. "Siapa.. Siapa.. yang memberi nama itu??"
"Aku pikir kamu sudah mengetahuinya?"
"Katakan!" tiba-tiba pemuda itu ingin mencekik anak kecil itu.
"Apakah kamu ingin membunuh keinginanmu sendiri."
Pemuda itu mengeluh lalu mundur dan mengumpat pada langit, pohon, dan pasir. Ia jalan menjauhi anak kecil itu. Namun anak kecil itu terus mengikutinya. Ia berjalan semakin cepat.. anak kecil itu pun mulai berlari dengan jarak yang disepakati. Panas mulai memunculkan teriknya. Pemuda itu pun berhenti di pohon pertama yang ia jumpai. Ia terduduk kelelahan. Anak kecil itu muncul sambil ternsenyum. Wajahnya sama sekali tidak terlihat lelah. Ia mendekati salah satu buah kelapa.. dan meminta pemuda itu untuk membukanya. Pemuda itu menerima buah kelapa itu.. sambil mencari benda yang bisa ia gunakan untuk membukanya.
"Hei Jihad! Aku tidak menemukan satu benda tajam pun di sekitarku?"
"Maka gunakan akal pikiranmu. Pisau yang terasah tajam akan melukai dirimu sendiri apabila kau gunakan tanpa akal dan pikiran?"
"Hei Jihad! Katakan.. siapa sebenarnya yang berbicara dibalik dirimu itu. Apakah jin atau semacamnya; katakan padaku.. apakah kau salah satu mahluk yang seharusnya tidak bisa kuinderai?"
"Jihad adalah keinginanmu. Aku ada karena kamu menginginkannya."
"Baiklah-baiklah.. aku akan mencari pisau atau belati.. aku akan mencarinya di dalam hutan." Pemuda itu pun pergi meninggalkan Jihad. Ia masuk ke dalam hutan.
Di dalam hutan, pemuda itu tidak menemukan satu pisau atau belati pun untuk Jihad. Ia pun mulai berpikir.. benda apa yang digunakan untuk membuka kelapa itu. Ia berpikir dan berpikir.. sampai pada sebuah kesimpulan.. kenapa Jihad menginginkan daging dan air kelapa.
Pemuda itu pun semakin berjalan jauh ke dalam hutan dan menemukan aneka buah-buahan. Ia petik secukupnya untuk diberikan kepada Jihad. Kemudian ia kembali dengan wajah ceria..
"Hei Jihad! Aku membawakan sesuatu untuk perutmu.." pemuda itu mulai angkuh dan sombong. "aku tidak memerlukan belati dan pedang untuk memberi makanmu.. wahai Jihad."
Jihad tersenyum lalu memberikan belati dan pedang sekaligus. "Sesungguhnya apabila kamu mencari sesuatu.. janganlah terburu-buru."
"Dimana kau mendapatkannya?"
Jihad menunjuk ke arah pantai yang terik dimana panasnya menciptakan ilusi asap gurun.
"Bagaimana bisa kau berjalan di tempat sepanas itu?"
"Sudahlah, mari kita bagi saja apa yang aku temukan dan apa yang kamu temukan."
Pemuda itu lalu sepakat untuk memakan buah-buahan yang ia temukan di dalam hutan dan menjadikan buah kepala itu santapan malam hari. Pemuda itu menyadari  malam hari bukanlah saat yang tepat untuk mencari makan. Mereka pun makan dari apa yang mereka dapatkan di siang hari. Pemuda dan Jihad mengisi perutnya di siang hari.
 
                                                                                      
Bersambung....
 
                               
 
 
 
 


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Reconnect with

college alumni.

Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

Health & Fitness

on Yahoo! Groups

Useful info for the

health conscious.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar