Jumat, 28 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Namailah Anakmu Jihad! (bag 3) tamat

       Namailah Anakmu Jihad! (bag 3)

Sore hari Jihad dan pemuda berjemur di pinggir pantai. Jihad membuat istana pasir dan pemuda itu hanya termenung memikirkan kemana perempuan bernama Nafsu pergi. Jihad mengamati pemuda itu lalu menanyakan apakah istana yang ia bangun seindah yang ia bayangkan. Pemuda itu menatap istana Jihad dan menahan keterpukauannya.
"Aku sedang tidak membayangkan satu istana pun! Karena aku tahu itu hanya bayangan. Yang aku inginkan adalah lekuk perempuan. Dan tadi bukan sekedar bayangan. Ia berwujud." Ketus pemuda itu.
"Kamu belum terpukau karena baru melihat luarnya.. tidakkah istana ini tersimpan bidadari yang siap melayanimu?"
"Bagaimana mungkin aku membangun istana dengan pasir ini. Kamu jangan mengada-ada?"
"Aku tidak mengatakan tentang istana pasir yang begitu rapuh dengan angin. Sebab angin kecil pun tahu bahwa fondasinya tidak cukup kokoh. Aku bertanya tentang kayu, tentang pohon yang berada di belakang kita. Tidakkah hutan ini disediakan untuk membangun istanamu?"
"Aku tidak ada waktu untuk bangun. Aku masih ingin merenung."
Jihad berdiri lalu menendang pasir ke arah pemuda itu. "Ini adalah kamu yang pemalas. Kamu mudah hancur seperti pasir yang kemudian tercerai-berai."
Pemuda tidak beraksi marah atau pun sedih. Ia hanya menatap Jihad dibalik matanya yang mulai berkaca-kaca. Jihad menenangkan diri lalu duduk disamping pemuda itu sambil menenangkan hatinya.
"Maaf, Jihad! Ternyata aku tidak cukup kuat. Aku pikir.. aku siap meninggalkan semua. Bahkan keluarga dan kekasihku sendiri sekarang tidak tahu dimana aku berada. Andai saja aku bisa kembali dan menyesali rencanaku sendiri. Mungkin aku tidak akan terlihat bodoh di depanmu."
"Wahai pemuda, tadi kau mengolok-olokku belum cukup dewasa perihal perempuan. Kini siapa yang menangis seperti anak umur lima tahun. Aku sudah membangunkan istana untukmu. Agar kamu membangun keluargamu di sini. Karena kita tidak pernah tahu kemana Angin membawa kita pergi. Dan sesungguhnya kamu adalah angin besar yang meruntuhkan singgasana itu."
"Aku hanyalah angin. Angin lalu yang hidung manusia pun mengeluh karena baunya."
Jihad ingin menahan tawa tapi tertahan. "Katakan. Katakan apa yang kau inginkan wahai pemuda?"
"Aku hanya ingin diam menatap matahari tenggelam. Aku ingin melihat perubahan alam. Mungkin untuk yang terkahir kalinya, atau mungkin juga untuk yang pertama kalinya."
Malam tiba. Pemuda itu sudah siap membangun api unggun untuk jiwanya yang kedinginan. Jihad bersila sambil mengamati perubahan dari api kecil yang menjadi besar. Pemuda itu tersadar sikap sempurna Jihad.
"Jihad bisakah aku tahu apa yang menjadi keinginanmu?"
"Keinginanku adalah apa yang menjadi keinginanmu."
"Bagaimana bisa.. sejak kemarin kau hanya membalik-balikkan pertanyaan yang kuberikan."
"Tidakkah kau menyelamatkan aku dari kapal yang karang. Di antara kakek tua dan seorang gadis yang menerima ajalnya. Kau tidak memaksa kakek itu atau pun gadis itu untuk menyelamatkan diri. Sesungguhnya aku ada agar kamu menyadari apa yang menjadi kepergianmu."
"Aneh, aku pun tak tahu kemana kapal ini pergi pada awalnya. Aku hanya merasa harus pergi."
"Bagaimana dengan perasaan keluargamu saat ini?"
"Mungkin merasa kehilangan."
"Apakah mereka bisa menerima kepergianmu?"
"Antara iya dan tidak."
"Apabila iya apakah mereka merelakan anak kesayangan mereka itu? Apabila tidak, apakah mereka akan melupakanmu karena keberadaan anak-anak yang lain."
"Aku tidak tahu."
"Sesungguhnya hubungan anak dan ayah, anak dan ibu, suami dan istri, serta laki-laki dan perempuan sifatnya duniawi. Dan jika engkau naik ke langit maka engkau akan mendapati bahwa di sana tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan, anak dan ayah, anak dan ibu, suami dan istri. Semua adalah universal; bulan, bintang, bumi, matahari, bintang, planet, malaikat. Apabila kau ingin mendekati-Nya maka wajib bagimu meninggalkan sesuatu yang bersifat keduniaan, termasuk keakuan dirimu."
"Tunggu-tunggu, kau bicara seperti orang yang berasal dari langit. Memangnya kamu pernah dari sana? Lagipula siapa yang mau tinggal di langit. Maksudmu mati kan?"
"Pada dasarnya manusia itu hidup untuk menunda mati. Kenapa kita membangun pondok ini. Kenapa kita memancing ikan di siang hari. Dan menyiapkan buah-buahan untuk persedian malam.. karena kita menunda satu tahapan bernama 'mati'. Dan tidakkah apa yang kamu katakan adalah suatu penyakinan diri bahwa 'kamu sedang menunda mati'. Atau haruskah aku ingatkan padamu tentang kejadian sebuah kapal?"
"Bagaimana dengan kakek dan anak gadis yang menolak menunda mati?"
"Sesungguhnya setiap kejadian yang baik dan yang buruk semua atas kehendak-Nya. Keduanya tidak lagi menunda mati karena memang sudah saatnya. Kapal yang karang adalah penggambaran akhir perjalanan keduanya. Apabila si anak gadis berhasil kau selamatkan.. tidakkah ia masih membawa beban dan penyesalan sebagai penghibur lelaki. Dan apa yang bisa ia lakukan di pinggir pantai ini, apabila hanya memuaskan nafsumu? Tidakkah kau membutuhkan makan, tempat tinggal..baru hasratmu."
"Sudah.. sudah! Aku sudah bosan diceramahi anak kecil!"
Jihad berdiri mengambil satu kayu api lalu masuk ke dalam hutan. Satu jam kemudian.. dari dalam hutan.. hutan terbakar dan mulai membakar seluruh pohon di pantai itu. Pemuda itu terbangun karena asap besar yang menggulung-gulung ke angkasa. Belum lagi api yang menjulur-julur menarik perhatian.
Jihad tak lama kemudian muncul menghampiri Pemuda yang sudah berada di pinggir pantai takut terkena api dan asap. Jihad tersenyum sambil membawa obor api itu.
"Apa yang engkau lakukan? Apakah engkau sudah gila?"
"Aku hanya menjalankan apa yang menjadi keinginanmu?"
"Apakah aku mengatakan perihal membakar seluruh pohon di hutan ini?"
"Tidakkah kau sudah bosan diceramahi oleh Jihad. Maka aku membakar hutanmu agar para kapal datang menyelamatkanmu.. dan perihal kamu akan membawaku pergi dalam perjalanan barumu?"
"Kau benar-benar.." pemuda itu masih terkejut tidak percaya. "aku benar-benar tidak bisa mengerti Jihad."
"Sudahlah, mari kita lihat kobaran api ini."
Tak sampai dua jam kapal-kapal berdatangan menuju pulau yang terbakar itu. Pemuda itu tidak bisa menjelaskan apa-apa.. kecuali Jihad yang mengatakan perihal terdampar dan butuh kapal untuk selamat.
Dan kini pemuda itu bingung antara memilih menaiki kapal perompak atau bajak laut, kapal penumpang menuju tanah suci, kapal perdagangan, atau pun kapal yang berisi anggaota kerajaan dan cendikiawan...

                                                            Tamat
 


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Best of Y! Groups

Discover groups

that are the best

of their class.

Curves on Yahoo!

A group for women

to share & discuss

food & weight loss.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar