Rabu, 05 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Re: Hasrat, Media dan Gaya Hidup

Kalau diaplikasikan dengan kondisi pertelevisian indonesia sebagai
salah satu media massa,
maka artis atau biasa disebut selebs mencapai masa puncak kejayaaannya
secara finansial/materil.

Berkah buat artis-2 indonesia, musibah buat siapa? (yang nonton kale).

Dengan munculnya beragam stasion tv, maka 'prodution house' kewalahan
untuk membuat dongeng untuk mengisi acara kejar tayang di tv he..he.he..

Berita-2 penting entah dari Presiden, Mentri, Pejabat maupun
orang-orang cerdas luput terekspos karena sering/kemudian tergantikan
dengan acara sinetron dengan iklannya.

Musisi mendapatkan tempat yang layak, menjadikan musik indonesia
sebagai 'tuan rumah' di negeri sendiri.

Tips untuk artis/aktor(cantik/ganteng), janganlah menikah sebelum
mengeruk "harta" dari momentum gebyar pertelevisian.

Media massa cetak mengalami krisis kehilangan pembaca ha..ha.ha..
(siap-2 gulung tiker).

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, audifax -
<audivacx@...> wrote:
>
> Hasrat, Media dan Gaya Hidup
>
> Oleh:
> Audifax
> Penulis buku "Imagining Lara Croft" (2006, Jalasutra)
>
>
> Modernisme, tak pelak telah menjerat kehidupan manusia di awal
milenium kedua ini. Salah satu yang paling terlihat dominan adalah
perkembangan modernisme di bidang media komunikasi. Tiga hal dalam
media komunikasi, yaitu: televisi, internet, dan selular, menyeruak
menjadi komponen penting dalam kehidupan banyak orang. Begitu banyak
orang yang sedemikian tergantungnya pada ketiga hal itu, sehingga
tanpanya keseimbangan hidup akan terganggu.
>
> Televisi, internet dan selular, kemudian bukan hanya menjadi
komponen penting yang menunjang aktivitas kehidupan, melainkan telah
tumbuh menjadi sesuatu yang mengkerangkai (framing) kehidupan manusia.
Manusia bukan hanya tak bisa hidup tanpa sejumlah screen (
layar-layar) yang ada pada perangkat layar televisi, monitor komputer
dan layar handphone, melainkan sudah hidup dalam screen-screen
tersebut. Semua screen dari televisi, internet dan selular itupun,
kemudian men-screening manusia sehingga kemanusiaanya tereduksi
menjadi subjek yang terkerangkai. Dalam kerangka itulah individu
terdikte oleh apa yang ada dalam kerangka.
>
> Modernisme-Yang-Melampaui-Modernisme
> Modernisme yang berkembang hari ini, adalah akselerasi yang
berawal dari sejarah pemikiran manusia. Salah satu tonggak penting
modernisme adalah akhir masa Renaissance yang merupakan inisiasi
memasuki fajar rasio di era Pencerahan (Aufklarung). Pada era itu,
kekuatan pikiran (rasio) memperoleh tempat tertinggi. Sejumlah pemikir
dalam filsafat mengintroduksi pemikiran yang di kemudian hari menjadi
tonggak penting pengembangan modernisme hingga apa yang ada di masa
sekarang.
>
> Modernisme yang awalnya berpusat pada rasio, pada akhirnya
berkembang melampaui apa yang rasional. Inilah titik di mana
modernisme kemudian melampaui modernisme itu sendiri. Pelampauan yang
bukan hanya mengarah ke depan atau ke atas, melainkan ke segala arah,
sehingga di sini arahpun menjadi tiada. Titik inilah yang menjadi
cermatan Friedrich Nietzche sekitar 100 tahun sebelum manusia memasuki
milenium kedua. Apa yang menjadi cermatan Nietzche inilah yang menjadi
cikal-bakal pemikiran posmodern.
>
> Posmodern, bukanlah era yang bisa ditemukan dalam rentang waktu.
Posmodern bukanlah era lanjutan dari era modern, melainkan sebuah
pembacaan atas modernisme-yang-melampaui-modernisme.
Modernisme-yang-melampaui-modernisme inilah yang saat ini menjadi
bagian dari gaya hidup masyarakat yang menyebut dirinya modern. Gaya
hidup yang sudah terkerangkai oleh layar-layar yang mendiktekan citra
pada manusia di dalamnya. Layar-layar yang dalam pembahasan saya ini
merupakan perangkat dari televisi, internet dan selular. Gaya hidup
ini adalah dialektika antara hasrat dan media komunikasi.
>
> Hasrat dan Media Komunikasi
> Ketika manusia rasional melampaui apa yang rasional, lalu apa yang
tersisa untuk diletakkan sebagai penjelasan eksistensi manusia? Di
sinilah kita berhutang pada apa yang pernah dikemukakan oleh dua `anak
haram' zaman, yaitu: Friedrich Nietzche dan Sigmund Freud. Kedua
pemikir itu menggeledah apa yang ada di balik kesadaran rasional (dan
rasionalisasi) dan menemukan mengalirnya hasrat di setiap tindak manusia.
>
> Hasrat beroperasi di luar kesadaran. Hasrat bukan logos yang
berlaku sama bagi semua orang, namun selalu hadir dalam bentuk yang
sangat personal bagi masing-masing manusia. Hasrat "murni" merupakan
ketidaksadaran yang mempresentasikan diri pada kesadaran. Hasrat
bahkan menjadi jangkar referensi rasio. Segala yang rasional ternyata
mengandung hasrat sehingga yang irasional sekalipun bisa dirasionalisasi.
>
> Hasrat inilah yang mengalir dalam arteri-arteri kehidupan manusia,
bahkan menggerakkan arteri yang satu untuk bertemu yang lain. Dalam
konteks ini, seperti yang dikatakan Nietzche, hidup kemudian menjadi
persoalan Will-to-Power. Ketika hasrat di arteri yang satu bertemu
hasrat di arteri yang lain, maka terjadi pertemuan antara dua
Will-to-Power. Pertemuan antara manusia dan layar televisi, adalah
pertemuan antara dua arteri hasrat yang memuat Will-to-Power. Demikian
pula pertemuan manusia dengan layar komputer dan handphone.
>
> Mengalirnya hasrat inilah yang membuat kesejatian hidup layaknya
sebuah `peperangan'. Ini adalah gambaran sebuah ketakpastian kaotik
yang muncul dari silang-sengkarut arteri hasrat yang saling bertemu
dan memisahkan diri. Gilles Deleuze dan Felix Guattari, secara jenial
menjelaskan ini dalam konsepnya mengenai rhizome dan mesin hasrat
(desiring-machine). Menurut mereka, dunia ini adalah pertemuan antara
mesin dengan mesin. Manusia pun adalah mesin karena memiliki mekanisme
tertentu. Mulut misalnya, adalah mesin yang berjumpa dengan mesin
lain, yang bisa: gelas, payudara, mulut lain dan sebagainya, yang
intinya memiliki mekanisme tertentu. Pertemuan antara mesin dengan
mesin ini merupakan pertemuan aliran hasrat yang mengalir satu sama lain.
>
> Di sinilah lantas menjadi mungkin untuk menjelaskan bagaimana
ad-diksi (diksi/ gaya ber-advertising) berubah menjadi adiksi bagi
audience-nya. Ini karena hasrat yang ada dalam iklan, disalurkan
melalui mesin hasrat, misalnya: televisi. Mesin ini berjumpa dengan
mesin lain, yaitu mata manusia. Mata inipun merupakan mesin lain yang
terhubung dengan otak, tangan, kaki, kepala dan sebagainya. Dalam
kesalingterhubungan inilah mengalir hasrat. Maka, ketika manusia
terkerangkai dalam layar televisi, maka ia tak lebih dari bayi yang
menyusu pada sebuah mesin hasrat untuk terus-menerus di-supply
citraan-citraan yang memberi ilusi akan hidup yang lebih baik.
>
> Suatu ketergantungan (adiksi) pada sesuatu juga tak lebih dari
masalah Will-to-Power. Mereka yang hidup (dan gaya hidupnya) telah
terkerangkai dalam layar-layar televisi, internet dan selular, adalah
mereka yang tertaklukkan sehingga `harus' mengalir dan hidup melalui
arteri dari televisi, internet dan selular. Tanpa kehadiran arteri
yang menjadi adiksinya ini, kehidupan mereka akan kehilangan
stabilitas. Inilah modernisme yang memerangkap manusia dan
mencerabutnya melampaui modernisme itu sendiri. Suatu kondisi di mana
manusia bukan lagi mengonsumsi utilitas melainkan citraan-citraan.
Suatu kondisi di mana realitas telah melampaui realitas itu sendiri.
>
> Membaca Ulang Modernisme
> Posmodernisme pada dasarnya merupakan sebuah pembacaan ulang pada
apa yang sudah tak dipersoalkan lagi. Suatu kondisi di mana orang
sudah begitu saja mengonsumsi citraan-citraan yang membuatnya
teralineasi dari dirinya sendiri. Sebagian orang telah secara salah
melakukan perlawanan (antitesis) terhadap kondisi (tesis) yang telah
ada tersebut. Perlawanan seperti ini jelas tak mungkin dilakukan,
karena yang dilawan adalah sesuatu yang telah begitu kuat mengakar dan
tak jelas arahnya. Perlawanan dengan menghadirkan antitesis bahkan
kerap menjebak untuk jatuh pada tesis yang sama dengan apa yang
dilawannya, yaitu tercerabutnya manusia dari apa yang riil.
>
> Apa yang paling mungkin dilakukan adalah membaca ulang
modernisme-yang-melampaui-modernisme. Membaca ulang semua yang
taken-for-granted sehingga muncul kemungkinan hadirnya Yang-Lain.
Dengan cara pembacaan seperti ini, keyakinan akan sebuah kebenaran
akan selalu tertunda dan tak pernah mencapai kesudahan, sehingga
apapun yang dikonsumsi akan disadari kerelativannya. Pembacaan seperti
ini bukan untuk menghentikan sesuatu yang telah menjadi adiksi,
melainkan membiarkan Yang-Lain menampak sehingga dalam mengonsumsi
sesuatu tetap disadari kemungkinan adanya Yang-Lain yang meluruhkan
apa yang diyakininya sebagai `harus'. Yang-Lain inilah sebuah
penyingkapan `Ada' yang menggeledah hasrat yang mengalir namun
tertutup konstruksi rasional.
>
> Dengan kemampuan membaca ulang modernisme-yang-melampaui-modernisme,
maka manusia dimampukan untuk lebih luwes dalam menyikapi arus
modernisme yang menjebak dalam sebuah dunia yang terus berlari. Dunia
yang terperangkap oleh percepatan perkembangan media. Dunia yang
memerangkap dan mendiktekan pilihan-pilihan melalui hasrat yang ada
dalam layar-layar televisi, internet dan selular. Apa yang menjadi
ouput dari pembacaan ulang ini pada dasarnya adalah sesuatu yang
sederhana, yaitu bagaimana orang mampu "Membuat Keputusan" dan tak
sekedar "Mengambil Keputusan". Bagi sebagian orang, kedua hal itu
tampak tipis, namun bagi mereka yang memahami esensi dari hidup, maka
akan ditemukan perbedaan antara terseret dalam keputusan-keputusan
yang telah dipilihkan oleh budaya, atau berjalan tegak menuju
keputusan-keputusan yang memang sepenuhnya merupakan tanggung-jawabnya.
>
> ---------------------------------
> Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.
>

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Y! Messenger

Quick file sharing

Send up to 1GB of

files in an IM.

Yahoo! Groups

Be a Better Planet

Share with others

Help the Planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar