Senin, 17 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Tentang membunuh binatang

Dari: "Suwita Tjahjadi" <swita@cbn.net.id>

Dear Pak Hudoyo,

Saya sangat setuju sekali dengan kalimat:

�Yang membawa orang terlahir di alam Apaya (Neraka) atau di alam Swarga adalah PERBUATANNYA (karma) yang berasal dari NIATNYA (cetana), bukan KEPERCAYAANNYA atau IMANNYA.�

Akan tetapi timbul pertanyaan dalam pikiran saya sbb:

Bagaimana bila ada kepercayaan dalam agama lain bahwa membunuh binatang adalah tidak melanggar sila (panatipatta)? Bahkan- kalau tidak salah- malah dikatakan bahwa binatang memang �diciptakan� oleh Tuhan untuk dimakan oleh manusia?
Apakah mereka yang melakukannya (membunuh binatang baik utk dimakan ataupun utk ritual) dapat dikatakan diliputi moha? Dan bagaimana dengan karma/cetana-nya?
Apakah dengan melaksanakan vegetarian (memakan sayur-sayuran/tumbuh-tumbuhan) bukan merupakan panatipatta? Padahal tumbuh-tumbuhan adalah sesuatu yang hidup juga. Apa bedanya makhluk hidup dengan tumbuhan?

Terima kasih atas pencerahannya. Semoga penjelasan Bapak bermanfaat bagi semua.

Salam bahagia,

Suwita Tjahjadi

===========================
HUDOYO:

Rekan Suwita yg baik,

Masalah membunuh binatang adalah masalah abadi di kalangan umat Buddha, berkaitan dengan sila pertama: melatih diri untuk tidak membunuh.

Saya rasa, masalah ini bukan masalah hitam putih, 100% baik atau 100% tidak baik. Tapi kebanyakan orang yang mempersoalkan hal ini melihatnya dari dua kubu yang absolut dan saling berseberangan.

Hidup di dunia ini tidak terlepas dari bunuh-membunuh. Soalnya sekarang, seberapa banyak kita bisa menghindari pembunuhan.

Seperti Anda bilang, tidak makan daging tapi makan tumbuhan. Tumbuhan itu pun hidup; siapa bilang binatang bernyawa, tumbuhan tidak bernyawa? Nyawa itu apa?

Orang-orang dari Trubus bilang tumbuhan itu punya perasaan juga; kata orang, bunga yang dipelihara dengan kasih sayang akan mekar jauh lebih baik daripada bunga yang terlantar, yang tidak merasakan kasih sayang.

Tapi tumbuhan pun bertingkat-tingkat taraf evolusinya; yang paling primitif adalah lumut, pakis dan ganggang. Jadi apakah kita hanya "boleh" makan lumut, seperti ikan paus? :-)

Orang tidak mau makan daging karena dianggap melibatkan diri dalam pembunuhan binatang. Malah bukan hanya menghindari makan daging, tapi kadang-kadang juga menghindari minum susu dan makan telor. Tapi orang yang sama masih memakai sepatu kulit, tas kulit, dompet kulit, ikat pinggang kulit dst, yang semuanya diperoleh dari penyembelihan binatang. Tampaknya kok kurang konsisten; tapi yah, silakan saja kalau memang merasa tidak apa-apa.

Obat-obat dan alat-alat kosmetik yang kita beli dan pakai dikembangkan dalam laboratorium dengan ujicoba pada binatang, yang kadang-kadang kita rasakan kejam.

Belum lagi hama dan berbagai binatang yang merugikan, seperti nyamuk, kecoa, lipan dsb, tidak segan-segan kita semprot dengan Baygon.

Begitulah, hidup di dunia tidak terlepas dari bunuh-membunuh, besar atau kecil.

Saya rasa, kesimpulannya adalah: semuanya terserah kepada hati nurani masing-masing. Kalau orang tidak mau makan daging, tapi menganggap memakai sepatu kulit tidak apa-apa, ya silakan. Kalau orang masih makan daging, ya silakan.

Yang penting bagi saya adalah pikiran kita sehari-hari, seberapa jauh loba, dosa & moha masih menguasai batin kita.

Yang menarik adalah: tampaknya makan daging atau tidak makan daging itu sedikit korelasinya dengan adanya loba, dosa & moha dalam batin kita, karena tidak makan daging itu sendiri sudah menjadi sebuah "agama".

Kalau orang yang tidak makan daging merasa lebih "bersih" daripada mereka yang makan daging, atau sebaliknya; kalau orang yang makan daging merasa lebih "arif" (merasa bebas dari kepercayaan) daripada mereka yang makan daging, ya kehidupan bermasyarakat ini jadi runyam.

***

Yang lebih penting lagi, apakah kita sudah MENYADARI bahwa hidup ini pada hakikatnya adalah DUKKHA (bukan cuma menghafal secara teoretis)? Lalu, apa implikasinya? Sudahkah kita mulai melangkah untuk keluar dari hidup ini, mencapai kepadaman (nibbana), tidak lahir lagi?

Salam,
Hudoyo



Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:

http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/join

(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:psikologi_transformatif-digest@yahoogroups.com
mailto:psikologi_transformatif-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
psikologi_transformatif-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:

http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar