Sabtu, 05 Januari 2008

[psikologi_transformatif] Dewan Psikologi hendaknya berfleksi pada Konsil Kedokteran

Dear all,


terimakasih atas tanggapan Bapak Irwanto dan 3 buah files yang telah dikirim.


Jika kita mempelajari Hikmah dari dan berefleksi pada pengalaman KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) dari artikel2 yang saya lampirkan di bawah ini, maka perlu kita perhatikan sejumlah Pokok-pokok Pikiran Penting untuk membentuk suatu Dewan Psikologi Indonesia (saat ini masih Imajiner dan tertuang dalam Draft RUU Psikologi).



Pokok-pokok Pikiran penting tersebut adalah:


1. Dewan Psikologi Indonesia hendaknya dipimpin oleh Ketua yang tidak sedang memegang jabatan di HIMPSI atau di Organisasi Profesi manapun.


2. Proses Rekrutmen Dewan Psikologi Indonesia tidak boleh tertutup dan harus diketahui publik (melalui Uji Kompetensi oleh Publik).


3. Pembentukan Dewan Psikologi Indonesia tidak dilakukan oleh Menteri.


4. Dewan Psikologi Indonesia hendaknya berbeda dari HIMPSI, dalam arti tidak merupakan duplikasi dari HIMPSI. Perwakilan Dewan Psikologi Indonesia tidak boleh dikuasai oleh HIMPSI.


5. Keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia harus lebih banyak diisi oleh orang-orang yang memahami masalah Sistem Kesehatan Mental di Indonesia walau tidak harus berasal dari Organisasi Profesi Psikologi.


6. Keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia hendaknya turut menyertakan pihak-pihak yang pernah menjadi Korban dari Pelanggaran Etika Psikologi atau Korban dari Malpraktek Psikologi atau Korban dari Professional Abuse dalam bidang Psikologi. Logikanya adalah orang yang pernah merasakan menjadi korban justru lebih memahami etika. Iskandar bahkan lebih jauh lagi berpendapat, "Tidak mungkin memahami etika, kalau tidak pernah merasakan jadi korban".


7. Keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia hendaknya turut menyertakan Komposisi Perwakilan Masyarakat yang Memadai/Berimbang.


8. Tidak boleh ada KKN dalam proses rekrutmen dan seleksi Dewan Psikologi Indonesia


9.... (ingin menambahkan?)



Pokok-pokok Pikiran penting tersebut hendaknya tidak sampai kita lupakan ketika mengkaji Draft RUU Psikologi, agar kita tidak melakukan "Kesalahan" yang sama oleh KKI yang disesali masyarakat umum. Memang, Pengalaman adalah guru yang berharga.


Maka, masukan awal untuk Draft RUU Psikologi (Lampiran Draft ada di bawah ini) mungkin adalah kita sarankan antara lain sbb:


1. Bahwa Pasal 9 yang berbunyi: 


"Keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil organisasi profesi, wakil pemerintah dan wakil masyarakat pengguna jasa psikologi setelah mendapat persetujuan dari organisasi profesi" 


jelas perlu direvisi. 

  • Perkataan "setelah mendapat persetujuan dari organisasi profesi" dihapus, jika kita sepakat dengan Pokok Pikiran No. 2 di atas.


2. Bahwa Pasal 10 yang berbunyi: 


"Jumlah keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 19 orang dari organisasi profesi, 3 orang wakil unsur pemerintah dan 3 orang wakil masyarakat."


jelas perlu direvisi

  • Komposisi tersebut terlalu berat pada Organisasi Profesi. Maka perlu dipikirkan komposisi yang Berimbang sesuai dengan Pokok Pikiran No. 4, 6, dan 7 di atas.



Oh iya, terdapat tiga buah files dari Bapak Irwanto yang juga dapat menjadi bahan kajian dan perlu kita pelajari. 


Saya lampirkan file kedua dan file ketiga. Sedangkan untuk file pertama, karena ukuran file-nya cukup besar, maka yang ingin mempelajari file tersebut dapat menghubungi saya langsung melalui email ini.



Hal-hal tersebut perlu kita perhatikan mumpung Dewan Psikologi Indonesia masih dalam kandungan, atau bahkan belum berjanin. Masalah apakah kita ingin membuat/menciptakan janinnya (bila janinnya  kita anggap belum ada), atau janinnya kita matikan (bila janinnya sudah ada), adalah diserahkan pada kita semua.


Demikian, terimakasih.



Salam takzim,

Juneman



---


Re: Quo Vadis RUU Psikologi? (Dewan Psikologi dan Konsil Kedokteran )

Posted by: "irwanto irwanto"

Date: Sat Jan 5, 2008 21:55


Ini cntoh menarik

irw


Files: 

1. cal laws for psych.pdf (1.3 MB) - CALIFORNIA LAWS RELATING TO THE PRACTICE OF PSYCHOLOGY

2. Alberta.doc (107 KB)

3. UUNo29Tahun2004 PRAKTIK KEDOKTERAN.pdf (91 KB)







PASTIonline          


Edisi 24 Tahun VIII


Februari 2004

Laporan Utama


Langkah untuk mengendalikan kinerja tenaga medis sebenarnya telah sampai pada konsep pembentukan konsil (council) kesehatan. Konsil ini merupakan kumpulan tenaga-tenaga ahli dan senior dalam bidang medis. Konsil inilah yang nantinya akan menetapkan kesalahan dari tenaga kesehatan. Konsil ini juga yang akan menetapkan sangsi administratif atau pidana umum seorang tenaga medis. Namun konsil ini pun masih sebatas konsep dan masih jauh realisasinya. Untuk menciptakan konsil ini mesti terbentuk dulu konsil farmasi, konsil kedokteran, atau konsil kedokteran gigi.


Kokohnya kecenderungan profesional abuse praktek medis ini semakin menjadi-jadi ketika budaya konsumerisme yang berkembang di masyarakat sendiri. Konsumerisme ini terlihat dari masyarakat yang menganggap bahwa teknologi tinggi dan harga yang mahal menunjukkan kualitas yang (pasti) lebih baik. Semisal saja, salah kaprah ini terjadi juga pada cara pandang tentang obat generik yang dianggap bermutu rendah. Padahal, rendahnya harga generik dibandingkan dengan obat brandname bukan melulu menunjukkan pada perbedaan kualitas. "Masyarakat kadang sok tahu tentang obat, padahal antara obat generik dengan obat brandname itu khasiatnya sama, hanya brandname lebih mahal karena ada biaya promosi," ungkap dr. FX. Haryatno, akupunturis Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.


Perlu adanya cara pandang tentang kesehatan yang menyeluruh. Hal ini dapat terwujud dengan pemberian metode kesehatan yang mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Tentu untuk membangun kemandirian masyarakat ini tidak semudah membalik telapak tangan. Peran serta pemerintah, swasta, dan pelibatan masyarakat sendiri sangat diperlukan agar kultur kesehatan ini dapat terbangun.


---

Sabtu, 23 April 2005



Seleksi Konsil Kedokteran Diragukan


JAKARTA - Proses seleksi Konsil Kedokteran Indonesia telah menjaring 17 nama sesuai dengan amanat Undang-Undang Praktek Kedokteran. Tinggal sekarang menunggu Presiden untuk melantik mereka. Namun, proses seleksi itu mendapat sorotan. "Proses rekrutmennya tidak pernah diketahui publik," kata pendiri Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, Iskandar Sitorus kepada Tempo kemarin.


Ia heran tiba-tiba Departemen Kesehatan telah selesai melakukan proses seleksi. Mekanisme seleksi tertutup seperti ini, menurut Iskandar, telah menimbulkan ketidakpercayaan publik.


Selain itu, kata dia, independensi dan kapasitas anggota konsil layak diragukan. Pasalnya, pembentukan konsil dilakukan oleh Menteri Kesehatan. "Bagaimana mungkin independen bila pembentukannya dilakukan oleh menteri?" ujarnya.


Iskandar juga menyoroti komposisi stakeholder yang terlibat dalam seleksi itu, yang dianggapnya tak lebih dari duplikasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sebab, perwakilan yang duduk di dalam konsil mayoritas anggota IDI. "Jadi tidak ada bedanya," dia menjelaskan.


Stakeholder yang ikut dalam seleksi itu--sesuai dengan amanat Undang-Undang Praktek Kedokteran--adalah Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan Rumah Sakit Pendidikan, Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran, Asosiasi Dekan Kedokteran Gigi, Kolegium Pendidikan Kedokteran, dan Kolegium Pendidikan Kedokteran Gigi.


Seharusnya, menurut Iskandar, Konsil Kedokteran Indonesia lebih banyak diisi orang-orang yang memahami masalah sistem kesehatan Indonesia. Juga seharusnya menyertakan pihak-pihak yang selama ini menjadi korban semrawutnya sistem kesehatan.


Kritik senada dilontarkan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta. "Pemerintah seharusnya transparan dalam proses pemilihan anggota Konsil Kesehatan Indonesia. Agar publik bisa menilai kompetensi calon," katanya kepada Tempo kemarin.


Dengan seleksi yang berlangsung tertutup, menurut dia, malah akan membuat konsil itu tidak berguna. Marius juga mempermasalahkan komposisi keanggotaan KKI yang menempatkan perwakilan masyarakat awam hanya tiga orang. "Perbandingannya terlalu jauh, seharusnya lebih berimbang," ujarnya.


Komposisi yang tidak berimbang, kata dia, membuat pandangan KKI juga tidak berimbang dalam menilai suatu persoalan yang menyangkut hubungan dokter dan masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena adanya semangat kesejawatan profesi yang terjalin di antara dokter. Dengan demikian, ia mengkhawatirkan, perwakilan masyarakat awam akan kalah dalam pengambilan keputusan. "Mereka (perwakilan masyarakat) seperti pelengkap penderita saja nantinya," ujarnya.


Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari beranggapan proses seleksi itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Praktek Kedokteran. "Proses pemilihan ini sudah sesuai dengan undang-undang yang ada," ujar Siti kepada Tempo kemarin.


Menurut dia, undang-undang yang mensyaratkan pembentukan konsil untuk pertama kali menjadi tanggung jawab Departemen Kesehatan. Masalah lain, konsil sudah harus terbentuk paling lambat enam bulan setelah undang-undang ini disahkan. Undang-Undang Praktek Kedokteran disahkan pada Oktober 2004.


Soal 17 nama anggota konsil yang tak kunjung dibuka kepada publik, Menteri Kesehatan berujar singkat, "Nanti seusai pelantikan baru kami publikasikan." Ia tidak memberi alasan atas sikap tertutup tersebut.


Ia pun menampik kekhawatiran nantinya konsil ini bekerja tidak independen. Menurut Menteri Siti, justru nama-nama calon anggota konsil diusulkan stakeholder terkait. "Tidak ada KKN di dalamnya. Dalam perjalanannya, masyarakat akan menilai baik-tidaknya," ujarnya. rinaldi d gultom



Tugas dan Wewenang Konsil Kedokteran


Pasal 7


   1. Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas:

         1. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;

         2. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan

         3. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.


   2. Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan konsil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditetapkan bersama Konsil Kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.




Pasal 8

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang:


   1. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;

   2. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;

   3. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;

   4. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;

   5. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;

   6. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan

   7. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi. 




Sumber: Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004







Dear all,


Oh iya, "Apakah profesi lain juga punya Dewan semacam itu (Dewan Psikologi Indonesia) ?"


Jawabanya adalah Ya.


Yaitu Profesi Kedokteran.  Profesi Kedokteran memiliki Konsil Kedokteran Indonesia


Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia berlandaskan pada UU no. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


Saya menduga bahwa semangat atau ide  membentuk Dewan Psikologi Indonesia di dalam RUU Psikologi adalah hendak meniru Konsil Kedokteran Indonesia.



Jadi, menurut hemat saya, di samping pertanyaannya menjadi begini:


Quo Vadis RUU Psikologi?


Atau, sebelum itu:


Hendak diapakan RUU Psikologi? -

"Meretas Jalan RUU Psikologi"


Maka, yang menjadi bagian dari pertanyaan di atas, adalah:


"Apakah kita benar-benar menginginkan/tidak menginginkan/membekukan 

lahirnya Dewan Psikologi Indonesia?"



Pertanyaan-pertanyaan di atas sudah barang tentu memerlukan refleksi dan "Kajian-kajian Keilmuan yang Komprehensif", dan bukan sekadar/tidak cukup hanya dengan "Pernyataan Sikap".  Sejauh saya menduga, kita belum memiliki kajian-kajian yang mumpuni, terlebih karena dinamika pembahasan RUU ini sudah tertelan perut bumi beberapa tahun ini.


Antara lain kita perlu belajar banyak dari sahabat-sahabat kita dari Profesi Kedokteran mengenai Hikmah terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia.



Saya mendukung benar pernyataan Ibu Reni K., "Kita berharap tiap-tiap bidang dalam organisasi kita dapat lebih aktif sehingga dalam setiap pembahasan segala perundangan, kita tidak selalu tertinggal."



Bagaimana sejawat HIMPSI/HIMPSI Jaya? Apakah kita memiliki sense of urgency untuk bersama-sama melanjutkan kajian-kajian mengenai RUU Psikologi? 


Jawabnya tentu tidak akan kita tanyakan pada rumput yang bergoyang, bukan?


Apakah bersama Kita bisa atau bersama Kami bisa? Hehehe... :)


Salam takzim,

Juneman






Ibu Reni K.,

terimakasih atas tanggapannya.


Dewan Psikologi Indonesia merupakan semacam lembaga superbodi dalam bidang Psikologi yang termuat dalam Draft RUU Psikologi - http://www.himpsi.org/ORGANISASI/RUUdraft6.htm


Pembahasan mengenai lembaga ini memang sudah Dibekukan. Sekali lagi, dibekukan, setelah menerima masukan dari sejumlah Seminar & Lokakarya mengenai RUU Psikologi.


Pertanyaannya memang menjadi begini:


Quo Vadis RUU Psikologi?


Atau, sebelum itu:


Hendak diapakan RUU Psikologi? -

"Meretas Jalan RUU Psikologi"




Demikian, terimakasih.


Salam takzim,

Juneman


---

Re: [psiindonesia] Dewan Psikologi Indonesia


Dear All,

Dewan Psikologi Indonesia? Saya sebagai orang awam tentang hal ini, jadi agak bingung dan bertanya-tanya. Apakah memang diperlukan adanya Dewan Psikologi Indonesia? Lalu bagaimana dan dimana posisi Dewan Psikologi Indonesia tersebut? Lalu siapa atau lembaga apa yang bertanggungjawab untuk dana opersionalnya? Kalau Dewan itu ada sebagai akibat UU berarti Negara yang berkewajiban? Apakah mungkin? Apakah profesi lain juga punya Dewan semacam itu?

 

Saya pribadi kok merasa itu terlalu jauh ya. Saking jauhnya, sampai ada kekawatiran jangan-jangan kita terlalu muluk-muluk sehingga yang dekat dan dihadapan mata tidak jadi prioritas. Pemikiran saya mungkin terlalu sederhana, jadi ya mohon maaf kalau jadi dangkal atau mungkin bahkan keliru. Apakah tidak bisa kita optimalkan apa yang sudah ada. Misalnya untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan profesi psikologi ya diupayakan oleh organisasi profesi melalui berbagai langkah advokasi ke berbagai lembaga terkait. Kita juga bisa berharap tiap-tiap bidang dalam organisasi kita dapat lebih aktif sehingga dalam setiap pembahasan segala perundangan, kita tidak selalu tertinggal.

 

Salam

RK





Bung Revo,


terimakasih atas tanggapannya mengenai Dewan Psikologi Indonesia sebagai termaktub dalam draft RUU Psikologi.


Di bawah ini saya sertakan sejumlah lampiran. 


Yang saya tangkap adalah, sbb:


1. Pada Februari 2005, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum antara HIMPSI dengan DPR Komisi X mengenai "Perlunya RUU Psikologi" (Jadi, belum "RUU Psikologi" itu sendiri yang diajukan).


2. Pada Februari 2007, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum antara HIMPSI dengan DPR Komisi IX mengenai "Penyempurnaan RUU Kesehatan (UU No. 23/1992)", dalam rangka memasukkan Psikolog ke dalam daftar Profesi Pelayanan Kesehatan.


3. Sejak 1995, telah terdapat KepPres RI No. 56 Th 1995 tentang MDTK (Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan) sebagai salah satu peraturan pelaksanaan dari UU No. 23/1992.


- Namun, HIMPSI dalam RDPU Februari 2007 berpendapat bahwa, "Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan diinterprestasikan oleh Profesi Kedokteran sebagai Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran seperti yang tercantum dalam UU No. 29/2004 mengenai Praktik Kedokteran".


- Sebagai catatan: Dalam Bab IV Pasal 6 dari KepPres No. 56 Th 1995, MDTK telah memasukkan "Ahli Psikologi" sebagai unsur keanggotaan MDTK. 


4. Menarik bahwa HIMPSI Wilayah Kalimantan Timur memiliki divisi/bidang khusus yang bernama "Bidang RUU Psikologi" dalam Kepengurusan Periode 2004-2007.


Juneman




Konsil Kedokteran Harus Hindari Benturan Kepentingan


Jakarta, Kompas - Konsil Kedokteran Indonesia yang telah terbentuk sebaiknya menghindari benturan kepentingan (conflict of interest) dengan memilih ketua yang lebih netral dan tidak sedang memegang jabatan di organisasi profesi mana pun, apalagi profesi kedokteran.


Hal itu dikemukakan oleh peneliti Dr Irwanto yang pernah menjadi korban malapraktik dan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dr Marius Widjajarta ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (6/5).


Keduanya mengkritisi terpilihnya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof Dr dr Farid Anfasa Moeloek SpOG sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.


Irwanto menilai IDI sebagai organisasi profesi tidak serius untuk membenahi organisasinya sendiri sehingga terjadilah move yang sangat defensif seperti terpilihnya Moeloek sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.


Menurut Irwanto, hal ini merupakan satu tindakan yang sangat defensif yang secara profesional sebenarnya tidak terpuji, karena dengan tidak membereskan organisasinya dan memasang "benteng" yang begitu tinggi dan tebal, yang dirugikan pada akhirnya bukan hanya masyarakat, tetapi juga profesi karena kemudian profesi tidak mempunyai kesempatan berefleksi.


"Dia merasa baik terus, tidak ada masalah terus, padahal di dalam masyarakat jelas sekali banyak kasus yang diduga merupakan akibat kecerobohan dokter atau malapraktik," kata Irwanto.


Konflik kepentingan


Dengan terpilihnya Ketua Umum PB IDI menjadi Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, menurut Irwanto, jelas akan terjadi konflik kepentingan. "Ketua IDI seharusnya membereskan organisasinya. Namun, orang yang sama harus membela profesi kedokteran mati-matian, atau kalau tidak justru ditugaskan menyoroti disiplin kedokteran. Dua hal itu kalau dijadikan satu kan hampir tidak mungkin," katanya.


Ia menyatakan sudah sewajarnya jika masyarakat memprotes hal ini, karena ini jelas tidak membantu masyarakat dan profesi kedokteran itu sendiri. "Saya curiga IDI merancang sedemikian rupa sehingga organisasi itu tidak tergoyahkan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menjadi tidak berguna sama sekali," ucap Irwanto.


Seharusnya kalau ada kritik, IDI menyadarinya dan berinisiatif mencari alternatif lain. Jika terus bersikukuh dan akhirnya masyarakat merasa mentok, maka masyarakat akan sangat frustrasi dan bertindak sendiri. Hal inilah yang tidak diinginkan karena persoalan profesi kedokteran seharusnya diurus oleh profesi itu sendiri. Namun, kalau diberi jalur hukum dan hukumnya juga tidak bisa memuaskan rasa keadilan di masyarakat, maka masyarakat akan bertindak sendiri.


Secara terpisah, Marius menegaskan, ketua dan para anggota Konsil Kedokteran Indonesia memang sebaiknya tidak merangkap jabatan agar tidak terjadi benturan kepentingan dan sekaligus menjaga Konsil Kedokteran tetap netral.


Pasal 18 (h) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan, "untuk dapat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut: melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia".


"Maka sebaiknya memilih salah satu, apakah mau jadi Ketua Umum PB IDI atau Ketua Konsil Kedokteran Indonesia," tambah Marius.


Selain itu, jangan sampai Konsil Kedokteran yang sangat dinantikan masyarakat itu malah mengalami krisis kepercayaan. "Kita lihat saat ini orang sudah tidak begitu percaya pada profesi kedokteran karena korps dokter itu cukup kuat. Dengan kondisi seperti ini, seharusnya jangan sampai nasib Konsil Kedokteran sama dengan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran di IDI oleh masyarakat dianggap selalu membenarkan dokter dalam kasus dugaan malapraktik," kata Marius. (LOK)


---

Sumpah/Janji Anggota Konsil Kedokteran Indonesia Di Hadapan Presiden         

29 Apr 2005


Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan ditetapkan Undang Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan Praktek Kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.


Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.


KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan prakterk kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis. KKI mempunyai tugas meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.


Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.


KKI mempunyai wewenang menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi, menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi, melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi dan melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi, atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.


Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing terdiri atas 3 divisi, yaitu divisi registrasi, divisi standar pendidikan profesi, dan divisi pembinaan.


Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia berjumlah 17 orang yang terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari : Organisasi Profesi Kedokteran 2 orang, Organisasi Profesi Kedokteran Gigi 2 orang, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran 1 orang, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedoktan Gigi 1 orang, Kolegium Kedokteran 1 orang, Kolegium Kedokteran Gigi 1 orang, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan 2 orang, Tokoh Masyarakat 3 orang, Departemen Kesehatan 2 orang dan Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.


Keanggotaan KKI untuk pertama kali ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri Kesehatan (pasal 84 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).


Anggota KKI yang telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 12/M Tahun 2005 adalah : Prof. DR. Dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp.OG(K) dan Dr. Guntur Bambang Hamurwono, Sp.M. dari Ikatan Dokter Indonesia, Drg. H. Emmyr Faizal Moeis, MARS dan Drg. H. Kresna Adam, Sp.BM dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Prof. DR. Dr. Mohammad Mulyohadi Ali dari Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, Prof. Dr. Drg. Hj. Roosje Rosita Oewen dari Asosiasi Institusi Pendidikan Dokter Gigi Indonesia, Prof. DR. Dr. Biran Affandi dari Kolegium Kedokteran, Drg. Afi Savitri Sarsito, Sp.PM dari Kolegium Kedokteran Gigi, Dr. Hardi Yusa, Sp.OG. MARS dan DR. Drg. Oedijani Santoso, M.S. dari Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, Tini Suartini Hadad, SE, Parni Hadi dan Dra. Adriyati Rafli dari Tokoh Masyarakat, Dr. Ieke Irdjiati, MPH dan Drg. H. I Putu Suprapta, MSc dari Depkes, Prof. Dr. Wiguno Prodjosudjadi, Sp.P.D.K.G.H.Ph.D dan Prof. DR. Drg. Retno Hayati Sugiarto, SKM, Sp.K.GA dari Depdiknas.


---


Sejak pengucapan sumpah anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dihadapan Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Keppres No. 12/M/2005, di Istana Negara pada tanggal 29 April 2005, maka KKI sesuai dengan kewenangannya didalam UU no. 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, antara lain telah melakukan registrasi bagi dokter dan dokter gigi. Registrasi adalah pencatatan resmi dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu, serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan sesuai kompetensinya. Registrasi yang memenuhi persyaratan dan melewati proses verifikasi, konfirmasi, validasi dan penandatanganan oleh Registar maka terbitlah Surat Tanda Registrasi (STR). Surat Tanda Registrasi tersebut menjadi bukti tertulis yang diberikan oleh KKI bagi dokter dan dokter gigi.


Keterkaitan Ijazah, Sertifikat Kompetensi, STR, Surat Ijin Praktik(SIP/Lisensi)


---




PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA


NOMOR  1 TAHUN 2005


TENTANG 


REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI 

 


KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 

 

 


               1. Menimbang    :   bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu ditetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi; 


                  Mengingat :    1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 ); 


               2. Undang-undang  Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);


 


               3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional  (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);


 


               4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);


 


               5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);


 


               6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);


 


                     


M E M U T U S K A N  : 


                  Menetapkan : PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA  TENTANG   REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI.


BAB  I


KETENTUAN UMUM 


Pasal   1 


Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :


Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan;


   1. Konsil Kedokteran Indonesia selanjutnya disebut KKI adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi;

   2. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya;

   3. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku

   4. Surat Tanda Registrasi selanjutnya disebut STR dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh KKI kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi;

   5. STR Sementara adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi;

   6. STR Bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi di Indonesia bagi dokter atau dokter gigi warga negara asing;

   7. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium terkait;

   8. Sertifikat kompetensi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) adalah surat tanda pengakuan terhadap  kemampuan peserta PPDS atau peserta PPDGS, untuk menjalankan praktik kedokteran sesuai dengan tingkat pendidikannya, yang diterbitkan oleh Ketua Program Studi (KPS) atas nama kolegium terkait, pada sarana pelayanan kesehatan yang terakreditasi dengan jejaringnya, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk dalam rangka memenuhi pelayanan kesehatan;

   9. Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut;

  10. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.


.


BAB  II


SURAT TANDA  REGISTRASI 


Bagian Pertama


STR Dokter dan STR Dokter Gigi 


Pasal   2 


         1. Setiap dokter dan dokter gigi yang  melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki STR  dokter dan STR dokter gigi.


 


         2. Untuk memperoleh STR seperti dimaksud pada ayat (1), dokter dan dokter gigi wajib mengajukan permohonan kepada KKI dengan melampirkan :


 


                           1. fotokopi ijazah dokter/dokter spesialis/dokter gigi/dokter gigi spesialis;

                           2. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

                           3. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;

                           4. fotokopi sertifikat kompetensi;

                           5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

                           6. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.


 


         3. Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR dokter dan STR dokter gigi oleh KKI.


 


         4. Tata cara memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


                                  


Pasal 3 


   1. STR dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil Kedokteran dan STR dokter gigi oleh Ketua Konsil Kedokteran Gigi masing-masing sebagai registrar dan berlaku secara nasional.


 


   2. STR dokter dan STR dokter gigi harus dikeluarkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima oleh KKI.


 


Pasal 4 


   1. Dokter dan dokter gigi warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia mengajukan permohonan kepada KKI untuk dilakukan evaluasi.


 


   2. Evaluasi dilakukan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia berdasarkan permintaan tertulis dari KKI.


 


   3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:


 


         1. bukti kesahan ijazah;

         2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

         3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

         4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai SIP; dan

         5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.


 


      (4) Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan STR.  

       


      Pasal 5 


      STR dokter dan STR dokter gigi berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang  setiap 5 (lima) tahun dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) butir c, d dan f serta melampirkan STR lama.  


      Bagian Kedua


      Peserta pendidikan dokter, dokter gigi, PPDS dan PPDGS.  


      Pasal 6 


   1. Peserta pendidikan dokter dan dokter gigi dalam mengikuti program pendidikan mendapat persetujuan dari Ketua KKI untuk menjalankan praktik kedokteran dibawah tanggung jawab dokter atau dokter gigi pembimbing.


 


   2. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan secara kolektif berdasarkan permohonan pimpinan institusi pendidikan.


 


   3. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku di sarana pelayanan kesehatan yang digunakan untuk pendidikan dan jejaringnya.


 


            Pasal   7 


   1. Peserta PPDS/PPDGS wajib memiliki STR dokter atau STR dokter gigi serta sertifikat kompetensi peserta PPDS/PPDGS.


 


   2. Sertifikat kompetensi peserta PPDS/PPDGS sebagaimana dimaksud ayat (1) dikeluarkan secara kolektif oleh KPS atas nama kolegium terkait.


 


   3. STR dokter atau STR dokter gigi dan sertifikat kompetensi peserta PPDS/ PPDGS setelah mendapat persetujuan dari KKI, dapat digunakan sebagai dasar untuk menjalankan praktik kedokteran dalam rangka pendidikan spesialis pada sarana pelayanan kesehatan yang terakreditasi dan jejaringnya, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan.


 


   4. Tatacara memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI. 


 

 


            Bagian Ketiga


            STR Sementara dan STR Bersyarat 


Pasal   8 


   1. STR Sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.


 


   2. STR Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.


 


   3. STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan apabila telah memenuhi persyaratan:


   1. bukti kesahan ijazah;


   2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

   3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

   4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai SIP;

   5. surat  pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

   6. surat izin kerja sesuai ketentuan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia


 


   4. Tatacara memperoleh STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI. 


 


Pasal    9 


   1. STR Bersyarat diberikan kepada peserta PPDS/PPDGS warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.


 


   2. STR Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan :

         1. bukti kesahan ijazah;

         2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

         3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

         4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;

         5. surat  pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

         6. kemampuan berbahasa Indonesia


Pasal    10 


   1. Dokter dan dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu harus mendapat persetujuan dari KKI melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.


 


   2. Ketentuan lebih lanjut untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


 


Bagian Keempat


Registrasi Ulang

Pasal   11

 


         1. STR dokter dan STR dokter gigi yang telah habis masa berlakunya wajib diperpanjang kembali untuk dapat melakukan praktik kedokteran.


 


         2. Perpanjangan STR dokter dan STR dokter gigi dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Ketua KKI, dengan melampirkan kelengkapan persyaratan yang meliputi:


 


                           1. STR dokter dan STR dokter gigi yang telah habis masa berlakunya;

                           2. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang telah memiliki SIP;

                           3. fotokopi sertifikat kompetensi;  

                           4. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

                           5. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak  4 (empat) lembar,     2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.


                                       Pasal   12


 


         1. Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan Ketua Divisi Registrasi dan Ketua Divisi Pembinaan.


 


      (2) Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.


            BAB  III


            PENCATATAN DAN INFORMASI  


                  Pasal  13 


KKI melakukan pencatatan setiap STR dokter dan STR dokter gigi dalam buku registrasi nasional. 

 


                  Pasal   14 


KKI secara berkala memberikan informasi mengenai STR dokter dan STR dokter gigi yang diterbitkan dan dicabut dalam media KKI. 

 


                        BAB   IV


                        PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 


                        Pasal   15 


         1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan registrasi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.


 


   2. Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi pelaksanaan registrasi dokter dan dokter gigi.


 


                  Pasal   16 


   1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Ketua KKI dapat mencabut STR dokter atau STR dokter gigi apabila:


   1. atas rekomendasi MKDKI;


   2. tidak mampu menjalankan praktik kedokteran.


   2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan STR dokter dan STR dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI. 


BAB   V

KETENTUAN PERALIHAN

 


            Pasal   17


Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki Surat Penugasan dan atau SIP dinyatakan telah memiliki STR dan SIP berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


      Pasal   18


         1. Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada pasal 17 wajib mengganti Surat Penugasan dengan STR selambat-lambatnya tanggal 29 April 2007, ke KKI melalui Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota tempat domisilinya.

         2. Penggantian Surat Penugasan menjadi STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


      Pasal   19


         1. Dokter dan dokter gigi yang saat ini belum memiliki Surat Penugasan apabila akan melakukan praktik kedokteran dapat mengajukan STR kepada KKI melalui Dinas Kesehatan Propinsi tempat domisilinya.

         2. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang saat ini belum memiliki Surat Penugasan apabila akan melakukan praktik kedokteran dapat mengajukan STR kepada KKI melalui Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan.

         3. Tatacara mendapatkan STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


      Pasal 20


   1. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang saat ini belum memiliki Surat Penugasan tetapi melakukan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan di tempat pendidikan dan jejaringnya dalam rangka menunggu penempatan dinyatakan telah memiliki STR.

   2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KKI melalui Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dalam waktu 1 (satu) bulan.

   3. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyelesaikan STR sesuai ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan. 


Pasal   21


   1. Peserta PPDS/PPDGS dan peserta pendidikan dokter / dokter gigi yang sedang menjalankan praktik kedokteran di sarana pendidikan selama proses pendidikan dinyatakan telah mendapatkan persetujuan dari KKI untuk menjalankan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan dan jejaringnya yang digunakan untuk program pendidikan.

   2. Tatacara memperoleh surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


      BAB   VI


      KETENTUAN PENUTUP 


Pasal   22 


Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan ini akan diatur dalam peraturan tersendiri. 


Pasal   23


Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 

 


                                    Ditetapkan di Jakarta


                                    Pada tanggal   5 Oktober 2005 


                                    KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 

                                     

                                     


                                             dr. HARDI YUSA, Sp.OG,MARS


                                                               K E T U A


---


LBH Kesehatan Kritisi pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia

Kamis, 21 April 2005 | 12:32 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta:Konsil Kedokteran Indonesia dinilai Iskandar Sitorus, Direktur Lambaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) tidak layak dipercaya. Mekanisme rekrutmen yang tertutup, ditambah kapasitas orang-orang yang akan duduk dalam keanggotaannya, disebut Iskandar menjadi dasar penilaian ini.


"Proses rekrutmennya tidak pernah diketahui publik," ujar Iskandar kepada Tempo hari Kamis (21/4). Selain itu, Iskandar juga meragukan independensi dalam perjalanan KKI mendatang. Sebabnya, "bagaimana mungkin bisa independen bila pembentukannya dilakukan oleh menteri," kata Iskandar.


Sebelumnya diberitakan, Departemen Kesehatan menyatakan telah mengantongi tujuh belas nama calon anggota yang akan duduk dalam kepengurusan KKI. Nama-nama ini diambil dari beberapa lembaga, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Rumah Sakit Pendidikan dan Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran. Turut serta pula Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi dan Kolegium Pendidikan Kedokteran, dan Kolegium Pendidikan Kedokteran Gigi.


Komposisi 17 anggotanya sendiri, terdiri dari tujuh orang dokter dan tujuh orang dokter gigi serta sisanya dari perwakilan masyarakat awam. Kepastian pelantikannya sendiri, menurut Riati Anggriani, Staf Biro Hukum Departemen Kesehatan, belum ditetapkan.


Berbicara keanggotaan badan ini, Iskandar juga menaruh keraguan. Dirinya beranggapan, dengan komposisi stakeholder yang ada di dalamnya, KKI tidak lebih dari duplikasi IDI. "Perwakilan yang duduk disana hampir dikuasai IDI. Jadi tidak ada bedanya," katanya pula. Disamping itu, menurut Iskandar, komposisi yang ada dalam KKI merupakan komposisi dari mereka yang berpotensi menjadi pelaku dalam masalah pelayanan kesehatan. "Jadi tidak mungkin bisa menyelesaikan permasalahan," kata Iskandar.


Seharusnya, menurut Iskandar, keanggotaan KKI lebih banyak diisi oleh orang-orang yang memahami masalah sistem kesehatan Indonesia. Disamping itu, ujarnya pula, harus turut menyertakan pihak-pihak yang selama ini menjadi korban dari semrawutnya sistem kesehatan. "Ini lebih faktual, mereka yang benar-benar merasakan sendiri, tidak mungkin memahami etika, kalau tidak pernah merasakan jadi korban," tutur Iskandar.


Rinaldi D Gultom




DRAFT 6 – Oktober 2003

(Revisi Dari Hasil Pembahasan Pada Kolokium Psikologi Indonesia X, pertemuan dengan Himpsi Wilayah/Universitas dan seminar yang diselenggarakan di Surabaya, Surakarta, Padang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Palembang, Pekanbaru, Makassar dan Manado serta masukan dari komunitas psikologi yang disampaikan secara lisan maupun tertulis)


 

RANCANGAN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR  …………………..


TENTANG


PSIKOLOGI


 


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


 


Menimbang:


 


a)      Bahwa berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, psikologi  menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak azasi manusia.


b)      Bahwa jasa/praktik psikologi merupakan rangkaian kegiatan menerapkan kemampuan profesional dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan manusia yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, sertifikasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap terapan psikologi agar penyelenggaraan jasa/praktik psikologi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


c)      Bahwa untuk melakukan penilaian yang obyektif tentang ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian profesional psikologi dalam menyelenggarakan praktik/jasa psikologi harus dilakukan secara bersama antara Ahli Hukum dan Profesional Psikologi.


d)      Bahwa dalam peraturan perundang-undangan yang ada belum cukup diatur tentang penyelenggaraan jasa/praktik psikologi dan penyelesaian sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan jasa/praktik psikologi, oleh karena itu perlu dibentuk Dewan Psikologi Indonsia dan Peradilan Psikologi.


e)      Bahwa untuk itu perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Psikologi.


 


 


Mengingat:


Pasal 5 ayat (1) dan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.


 


 


 


Dengan Persetujuan


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN


Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PSIKOLOGI


 


BAB I


KETENTUAN UMUM


 


Pasal 1


Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1.      Profesi Psikologi adalah keahlian dalam melakukan jasa/praktik psikologi sesuai dengan kaidah yang berlaku, yang dilakukan oleh profesional psikologi lulusan perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri.


2.      Profesional Psikologi adalah ilmuwan psikologi lulusan pendidikan psikologi yang terdiri dari sarjana psikologi, psikolog, magister psikologi, doktor psikologi, lulusan perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri.


3.      Psikolog adalah lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun di luar negeri, yang mengikuti pendidikan dan lulus sebagai sarjana psikologi  ditambah dengan pendidikan profesi psikologi. 


4.      Jasa Psikologi adalah jasa kepada perorangan atau kelompok/ organisasi/institusi, yang dilakukan oleh profesional psikologi sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikan, pelatihan, konsultasi, penelitian dan penyuluhan masyarakat.


5.      Praktik Psikologi adalah kegiatan jasa dan praktik kepada perorangan atau kelompok/organisasi/institusi dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok, yang dilakukan profesional psikologi yang lulus pendidikan profesi psikologi dan berhak menyandang sebutan psikolog, dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan kegiatan diagnosis, prognosis, konseling dan psikoterapi.


6.      Organisasi Profesi adalah wadah berhimpunnya profesional psikologi, yang didirikan pada tanggal 11 Juli 1959 dengan nama Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia dan kemudian diubah menjadi Himpunan Psikologi Indonesia disingkat Himpsi pada Kongres Luar Biasa ISPSI tahun 1998 dan diaktekan oleh Notaris Ruri Habsariwati, SH dengan akte nomor 1 tanggal 28 Oktober 2000. 


7.      Dewan Psikologi Indonesia adalah lembaga negara non struktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Negara.


8.      Sertifikasi adalah suatu proses penilaian dokumen yang berisi pernyataan tentang kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku (kompetensi) yang merupakan tanda kelulusan profesional psikologi setelah yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan psikologi.


9.      Registrasi Profesional Psikologi adalah pencatatan resmi terhadap profesional psikologi yang telah mempunyai kualifikasi tertentu dan diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesionalnya.


10.  Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap profesional psikologi yang telah habis masa registrasinya dan memenuhi persyaratan yang berlaku.


11.  Registrar adalah seseorang yang bertanggung jawab dan berwenang melakukan registrasi profesional psikologi.


12.  Izin Praktik Psikologi adalah surat izin yang sah, dikeluarkan oleh organisasi profesi bagi profesional psikologi yang termasuk dalam kategori psikolog dan karenanya berhak dan berwenang untuk melakukan praktik psikologi.


13.  Alat tes psikologi adalah perangkat yang digunakan oleh profesional psikologi yang termasuk dalam kategori psikolog, untuk melakukan pengukuran psikologis.


14.  Pengguna jasa/praktik psikologi adalah masyarakat yang memanfaatkan profesional psikologi untuk menyelesaikan suatu permasalahan.


 


 


BAB II


AZAS DAN TUJUAN


 


Pasal 2


Jasa/Praktik Psikologi dilaksanakan dengan azas nilai-nilai luhur Pancasila dan didasarkan pada nilai agama, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, perlindungan dan keselamatan psikologis pengguna jasa/praktik psikologi.


 


Pasal 3


Pengaturan penyelenggaraan Jasa/Praktik Psikologi bertujuan untuk:


1.      Pemberian kepastian hukum untuk keilmuan psikologi di Indonesia;


2.      Pemberian perlindungan kepada profesional psikologi dan pengguna jasa/praktik psikologi;


3.      Pemberian kepastian hukum kepada profesional psikologi dan pengguna jasa/praktik psikologi.


4.      Peningkatan mutu pelayanan jasa/praktik psikologi yang diberikan oleh profesional psikologi.


 


 


BAB III


DEWAN PSIKOLOGI INDONESIA


 


Bagian Pertama


Nama dan Kedudukan


 


Pasal 4


1)      Dalam rangka menegakkan profesi psikologi dan memberi perlindungan kepada profesional psikologi dan pengguna pelayanan jasa/praktik psikologi, juga meningkatkan mutu pelayanan jasa/praktik psikologi serta memberikan kepastian hukum kepada profesional psikologi dan pengguna jasa/praktik psikologi, dibentuk Dewan Psikologi Indonesia.


2)      Dewan Psikologi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah suatu lembaga negara yang bersifat independen, non struktural dan bertanggung jawab  kepada Presiden selaku Kepala Negara.


 


Pasal 5


Dewan Psikologi Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.


 


 


Bagian Kedua


Tugas dan Wewenang


 


Pasal 6


Dewan Psikologi Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:


a.      Menetapkan sistem registrasi profesional psikologi di Indonesia.


b.      Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan jasa dan praktik psikologi.


c.      Menetapkan standar kurikulum, tata cara dan tata laksana pendidikan psikologi;


d.      Menetapkan persyaratan kualifikasi penyelenggaraan pendidikan psikologi.


e.      Melakukan pemantauan terhadap alat tes psikologi yang digunakan di Indonesia


f.        Melakukan penapisan dan merumuskan pengembangan alat tes psikologi.


 


Pasal 7


Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 6 Dewan Psikologi Indonesia mempunyai wewenang:


1.      Menyetujui atau menolak permohonan registrasi profesional psikologi.


2.      Membuat standar kurikulum, tata cara dan tata laksana pendidikan profesi psikologi.


3.      Membuat persyaratan, kualifikasi penyelenggaraan pendidikan psikologi.


4.      Menetapkan alat tes psikologi yang diciptakan oleh ahli dari dalam dan luar negeri yang dapat diterapkan dan dikembangkan di Indonesia.


5.      Menetapkan pelaksanaan pemeriksaan psikologis oleh profesional psikologi, baik diminta maupun tidak diminta terhadap anggota badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.


 


 


Bagian Ketiga


Susunan Organisasi dan Keanggotaan


 


Pasal 8


1)      Organisasi Dewan Psikologi Indonesia terdiri dari :


-          Seorang Ketua


-          Seorang Sekretaris Eksekutif


-          Anggota Komisi


2)      Ketua dan Sekretaris Eksekutif merupakan unsur pimpinan Dewan Psikologi Indonesia; dipilih dan berasal dari Anggota Dewan Psikologi Indonesia.


 


Pasal 9


1)      Keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil organisasi profesi, wakil pemerintah dan wakil masyarakat pengguna jasa psikologi setelah mendapat persetujuan dari organisasi profesi.


2)      Masa kerja keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia adalah 5 tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk masa kerja satu periode berikutnya.


3)      Untuk pertama kali personalia Dewan Psikologi Indonesia diangkat oleh Presiden Republik Indonesia atas usul organisasi profesi.


4)      Personalia Dewan Psikologi Indonesia sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing.


 


Pasal 10


1)      Jumlah anggota Pleno Dewan Psikologi paling banyak 25 orang.


2)      Jumlah keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 19 orang dari organisasi profesi, 3 orang wakil unsur pemerintah dan 3 orang wakil masyarakat.


 


Pasal 11


1) Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Dewan Psikologi


    Indonesia:


a)      Warga Negara Republik Indonesia.


b)      Sehat rohani dan jasmani.


c)      Berkelakuan baik.


d)      Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun.


e)      Pernah melakukan jasa/praktik psikologi sekurang-kurangnya 10 tahun dan memiliki registrasi profesional psikologi, kecuali wakil pemerintah dan masyarakat pengguna jasa psikologi tidak perlu memiliki pengalaman melakukan jasa/praktik psikologi namun semuanya mempunyai latar belakang pendidikan psikologi.


f)        Memiliki moral dan etika yang tinggi.


 


2). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi Ketua dan Sekretaris Eksekutif


     Dewan Psikologi Indonesia:


a)      Memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 11 ayat 1.


b)      Lulus pendidikan psikologi.


 


Pasal 12


Keanggotaan Dewan Psikologi Indonesia berakhir apabila:


a.      Berakhir masa jabatan sebagai anggota.


b.      Mengundurkan diri atas permintaan sendiri.


c.      Meninggal dunia.


d.      Terganggu kesehatannya.


e.      Tidak mampu melakukan tugas.


f.        Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia.


g.      Sedang menjalani pidana penjara.


 


 


Bagian Keempat


Tata Kerja


Pasal 13


Dewan Psikologi Indonesia berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap profesional psikologi.


Pasal 14


Setiap putusan Dewan Psikologi Indonesia yang bersifat mengatur harus dilakukan melalui persetujuan anggota pleno.


 


Pasal 15


Dewan Psikologi Indonesia harus melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya 4 kali dalam 1 tahun.


 


 


Bagian Kelima


Pembiayaan


 


Pasal 16


Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Dewan Psikologi Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendapatan lain yang sah.


 


Bagian Keenam


Ketentuan Lain-lain


 


Pasal 17


Ketentuan lebih lanjut tentang tata kerja, pemilihan ketua dan pembiayaan Dewan Psikologi Indonesia ditetapkan oleh Dewan Psikologi Indonesia.


 


Pasal 18


Ketentuan teknis lebih lanjut tentang tata cara registrasi dan registrasi ulang ditetapkan oleh organisasi profesi.


 


 


BAB IV


JASA PSIKOLOGI


 


Pasal 19


Profesional psikologi dalam menyelenggarakan jasa psikologi tidak diperbolehkan memberikan janji keberhasilan atas setiap tindakan jasa psikologi yang dilakukan (inspanning verbintenis).


 


Pasal 20


Profesional psikologi wajib melakukan pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan klien/pengguna jasa psikologi dalam rekam psikologi.


 


Pasal 21


Rekam psikologi wajib dipelihara dan disimpan sekurang-kurangnya 5 tahun sejak dilakukannya kegiatan jasa psikologi.


 


Pasal 22


Profesional psikologi dapat menggunakan rekam psikologi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi psikologi.


 


Pasal 23


1)      Profesional psikologi wajib menjaga rahasia klien/pengguna jasa psikologi


2)      Pengungkapan rahasia klien/pengguna jasa psikologi hanya dapat dilakukan berdasarkan atas:


a.      Persetujuan klien/pengguna jasa.


b.      Ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


c.      Perintah hakim pada sidang pengadilan.


d.      Kepentingan umum


 


 


BAB V


PRAKTIK PSIKOLOGI


Ketentuan Bagi Profesional Psikologi Kategori Psikolog


 


Pasal 24


1)      Semua profesional psikologi yang termasuk kategori psikolog dan memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik psikologi di wilayah hukum negara Republik Indonesia berhak memiliki Sertifikat Kompetensi Keprofesian Psikologi dari organisasi profesi.


2)      Semua profesional psikologi yang termasuk kategori psikolog dan memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik psikologi di wilayah hukum negara Republik Indonesia wajib memiliki Izin Praktik Psikologi dari organisasi profesi.


3)      Untuk memperoleh Izin Praktik Psikologi dari organisasi profesi, profesional psikologi yang termasuk kategori psikolog harus memenuhi persyaratan:


a.      Memiliki ijazah pendidikan profesi psikologi.


b.      Memiliki Sertifikat Kompetensi Keprofesian Psikologi dari organisasi profesi.


c.      Telah menjadi anggota organisasi profesi.


d.      Tidak sedang dalam proses atau dikenai sanksi administrasi dari organisasi profesi.


4)      Bagi psikolog warga negara asing yang akan berpraktik di wilayah hukum negara Republik Indonesia harus memenuhi syarat:


a.      Memiliki paspor.


b.      Memiliki surat izin kerja dari instansi yang berwenang di Indonesia.


c.      Memiliki akreditasi dan penyetaraan dengan lulusan pendidikan psikologi dari instansi yang berwenang di Indonesia.


d.      Menguasai bahasa Indonesia dan memahami budaya Indonesia.


e.      Memiliki Surat Izin Praktik Psikologi dari organisasi profesi.


5)      Psikolog yang telah memiliki izin praktik psikologi berhak untuk menyelenggarakan:


a.      Pelayanan jasa psikologi.


b.      Praktik psikologi termasuk kegiatan diagnosis, prognosis, konseling dan psikoterapi.


6)      Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Dewan Psikologi Indonesia dapat menetapkan kewenangan lainnya berdasarkan pertimbangan dan atau perkembangan jasa dan praktik psikologi.


7)      Izin Praktik Psikologi berlaku selama 5 tahun dan diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan sekurang-kurangnya  mempunyai nilai kredit sebanyak 5 sejak memperoleh Surat Izin Praktik Psikologi.


8)      Izin Praktik Psikologi bagi psikolog warga negara asing berlaku selama 1 tahun dan diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan sekurang-kurangnya mempunyai nilai kredit sebanyak 5 sejak memperoleh Surat Izin Praktik Psikologi. 


 


Pasal 25


Izin Praktik Psikologi tidak berlaku lagi karena:


a.      Dicabut atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


b.      Habis masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang.


c.      Atas permintaan sendiri.


d.      Meninggal dunia.


 


 


BAB VI


ALAT  TES  PSIKOLOGI


 


Pasal 26


1)      Profesional Psikologi berhak mengembangkan alat tes psikologi dan berhak memperoleh hak intelektual untuk setiap karya ciptanya.


2)      Penapisan dan perumusan pengembangan tes psikologi dilakukan oleh Dewan Psikologi Indonesia.


3)      Tes psikologi yang mempunyai dampak etik yang berat apabila diterapkan, harus mendapat persetujuan Dewan Psikologi Indonesia.


4)      Penggandaan, modifikasi, reproduksi dan penggunaan setiap alat tes psikologi wajib diadministrasikan secara benar oleh organisasi profesi.


 


 


BAB VII


STANDAR PENDIDIKAN PROFESI PSIKOLOGI


 


Pasal 27


Organisasi profesi sebagai masyarakat profesi psikologi di Indonesia bertanggung jawab atas penyelenggaraan jenis pendidikan profesi psikologi yang dalam pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat lainnya.


 


Pasal 28


Standar kurikulum, tata cara dan tata laksana pendidikan profesi psikologi disusun oleh organisasi profesi dan ditetapkan oleh Dewan Psikologi Indonesia.


 


Pasal 29


Ujian pendidikan profesi psikologi diselenggarakan di lembaga pendidikan psikologi oleh organisasi profesi.


 


Pasal 30


Sertifikat sebutan psikolog dikeluarkan oleh organisasi profesi.


 


Pasal 31


 


Sertifikasi Kompetensi Keprofesian Psikologi dikeluarkan oleh organisasi profesi.


 


 


BAB VIII


PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


 


Pasal 32


Dewan Psikologi Indonesia dan organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa/praktik psikologi.


 


Pasal 33


Pembinaan dan Pengawasan diarahkan untuk:


1.      Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan jasa/praktik  psikologi yang dilakukan profesional psikologi.


2.      Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan profesional psikologi.


 


 


BAB IX


KETENTUAN PIDANA


 


Pasal 34


Barangsiapa dengan sengaja melakukan praktik psikologi:


a.      Tanpa memiliki Sertifikasi Kompetensi Keprofesian Psikologi dan Surat Izin Praktik Psikologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat 2


b.      Tidak mengikuti Hukum, Standar Kompetensi Keprofesian Psikologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat 1.


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 150.000.000,-


 


Pasal 35


Barangsiapa:


a.      Mempekerjakan seseorang yang tidak memiliki Surat Izin Praktik Psikologi untuk melakukan praktik psikologi sebagaimana dimaksud dalam pasal  24 ayat 2.


b.      Menggunakan, memperjualbelikan alat tes dan seluruh perangkat alat tes termasuk kunci jawaban sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1.


c.      Menerapkan tes psikologi yang berdampak etika berat tanpa persetujuan Dewan Psikologi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 3.


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,-


 


Pasal 36


1)      Tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 34 adalah pelanggaran.


2)      Tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 35 adalah kejahatan.


 


 


BAB X


KETENTUAN PERALIHAN


 


Pasal 37


Semua peraturan tentang profesi psikologi yang berkaitan dengan pelaksanaan jasa/praktik psikologi, pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau telah diganti berdasarkan ketentuan undang-undang ini.


 


Pasal 38


Dengan disahkannya undang-undang ini maka psikolog yang telah memiliki Surat Izin Praktik Psikologi dianggap telah sah memiliki Surat Izin Praktik Psikologi hingga berakhirnya masa berlaku izin praktik psikologi tersebut.


 


 


BAB XI


KETENTUAN PENUTUP


Pasal 39


Undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya satu tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


 


 


Disahkan di Jakarta


Pada tanggal ……………


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


 


 


 


 


Diundangkan di Jakarta


Pada tanggal …………….


SEKRETARIS NEGARA


REPUBLIK INDONESIA


 


 


 


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……. NOMOR……


 



__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Find great recruits

for your company.

Y! Messenger

Instant smiles

Share photos while

you IM friends.

HDTV Support

on Yahoo! Groups

Help with Samsung

HDTVs and devices

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar