Minggu, 20 Januari 2008

[psikologi_transformatif] Perhatian Penerbit Pada Penulis

Republika Minggu, 13 Januari 2008 | Selisik

Perhatian Penerbit Pada Penulis
-------------------------------
>> Anwar Holid

SELISIK saya di awal tahun 2008 ini agak murung. Bukan karena di
bulan Januari ini kita hampir tiap hari diguyur hujan, tapi karena
saya mendengar kabar buruk buat penulis. Kabar itu ialah minimnya
perhatian penerbit pada judul atau penulis tertentu.

Dalam pertemuan penerbit-penulis-peresensi di acara Kompas-Gramedia
Fair (KGF) 2007 di Sabuga, saya mendapati fakta bahwa penerbit besar
seperti Elexmedia saja tak menyediakan dana untuk launching setiap
buku. Yang dianggarkan ialah dana promosi untuk keseluruhan buku,
terutama dalam setiap acara yang diikuti penerbit. Jelas ini membuat
setiap judul sulit menonjol, minimal sekali saja persis begitu
terbit. Memang kesempatan sebuah buku bisa menonjol masih terbuka,
misalnya terpilih ikut disertakan dalam iklan ramai-ramai di koran,
atau karena pertimbangan tertentu, judul tersebut dipajang poster X-
bannernya. Contoh Cherish Every Moment karya Arvan Pradiansyah (Elex,
2007), yang X-bannernya dipasang persis di gerbang ruang utama
pameran KGF. Baik Arvan dan bukunya tak muncul dalam rangkaian acara
KGF, tapi bisa jadi karena dua buku dia sebelumnya (Life is Beautiful
dan You Are a Leader!) termasuk bestseller, Elex memutuskan
mengiklankan buku ke-3 dia.

Harus diakui penerbit memang penuh pertimbangan dalam mengiklankan
buku. Baru ketika sebuah judul mampu mengangkat reputasi penerbit dan
jelas mendatangkan keuntungan, mereka mau berisiko mempromosikan
buku.

Ada alasan tertentu kenapa penerbit cenderung hanya mau mendukung 1 -
2 judul bestseller dalam anggaran mereka, yaitu masalah posisi tawar
penerbit terhadap toko buku. Makin bestseller, makin banyak
diperbincangkan sebuah judul, akan membuat penerbit punya daya tawar
bahwa produknya laku dan menguntungkan toko. Harapannya penerbit bisa
menegaskan dan berharap lantas produk mereka lainnya bisa ikut
terangkat dan terdisplay dengan pantas. Hukum pasar berlaku. Wajar
bila penerbit berhitung atas setiap rupiah pengeluaran. Memang
penerbit hingga sekarang masih penasaran apa bedah buku dan
sejenisnya beriringan dengan larisnya sebuah judul.

Salah satu aspek yang juga patut diperhatikan ialah ada baiknya
seorang penulis memiliki event organiser atau 'publisis' yang mau
fokus terus-menerus mengusahakan promosi bukunya. Kondisi ini
sebenarnya kurang ideal bagi penulis, sebab secara finansial
keuntungan penulis rata-rata hanya 10 per sen dari harga buku. Coba
bayangkan kerepotan penulis harus mencari rekan kerja yang mau
menggulirkan terus ide-ide penerbitan bukunya, belum soal biaya.
Penulis lain, terutama dari kalangan motivator dan manajemen,
menyertakan penjualan bukunya dalam paket training atau seminar yang
dia adakan. Perimbangan keuntungan dengan cara seperti ini lebih
masuk akal; penerbit dan penulis mendapat bagian masing-masing,
sedangkan angka penjualan bisa terus bertambah. Tapi memang sudah ada
banyak contoh betapa buku yang dipromosikan dengan gegap gempitan
(istilahnya 'hype') dengan pantas berbuah jadi bestseller.

PROMOSI pasti berhubungan dengan anggaran, harapan keuntungan, dan
tujuan yang ingin dicapai penerbit; tapi kesan bahwa penerbit pilih
kasih dan kurang perhatian pada terbitan mereka jadi sulit dihindari.
Penulis yang punya energi dan dana lebih kadang-kadang mesti rela
merogoh kantong sendiri untuk berbagai keperluan, baik diskusi,
imbalan resensi, bahkan sejenis promosi dari satu tempat ke tempat
lain. Terbayang betapa 'pengorbanan' penulis yang amat besar buat
bukunya, bahkan akhirnya jadi terasa berlebihan karena kurang
didukung sungguh-sungguh oleh penerbit. Pernah saya dengar pengakuan
tentang penulis yang sampai mesti mengeluarkan uang untuk pembicara
agar mau mengkritik karyanya atau tambahan biaya konsumsi diskusi
bukunya, sementara meminta penerbit serius menyediakan buku untuk
komplimen bagi para rekanan media atau orang yang relevan saja agak
sulit.

Kira-kira setahun lalu saya pernah ketemu penulis muda yang berambisi
agar bukunya mesti disokong promosi, iklan, training, dan sebagainya,
agar idenya bisa massif di ruang publik dan mempengaruhi pembaca
sebanyak mungkin---mirip yang terjadi pada 'ESQ' karya Ary Ginanjar.
Jelas sulit mencari penerbit yang mau setuju dengan klausulnya.
Mendengar itu, saya sengaja mendukung dia dengan bilang
begini, "Terbitkan sendiri saja mas, kan Anda yakin betul dengan
rencana untuk buku itu, apalagi perangkat pendukungnya juga lengkap,
termasuk klik yang siap membantu Anda. Biar semua yang Anda impikan
terwujud dan porsi terbesar keuntungan dari penerbitan itu persis
jatuh ke tangan Anda." Rupanya buku dia akhirnya diterbitkan sebuah
penerbit besar. Tapi barangkali anggaraan promosi untuk buku itu
tetap minim, buku dia terbit begitu saja, tanpa iklan atau rencana-
rencana besar sebagaimana dia impikan. Jelas keinginannya buyar. Saya
berharap, apa pun yang terjadi pada bukunya, semoga buku itu masih
bisa merebut perhatian pembaca, terutama ide-ide orisinal yang keluar
dari kesungguhannya mencerap pemikiran.

Barangkali ada porsi yang patut dilakukan penerbit terhadap judul dan
penulis tertentu. Memang ada penerbit yang agak menolak anggapan
bahwa penerbit adalah pihak yang paling besar mendapat porsi
keuntungan sebuah buku, dengan bilang bahwa pihak yang paling besar
mendapat porsi keuntungan ialah toko buku.

Wah, lepas dari kondisi yang tampak kurang ideal itu, saya berharap
perhatian penerbit terhadap penulis terus meningkat, setidaknya kerja
sama kedua belah pihak itu lebih berimbang. Bila begitu, barangkali
nada murung dalam Selisik bisa sedikit lebih berkurang.[]

Note: Cherish Every Moment (Arvan Pradiansyah) terpilih sebagai salah
satu buku nonfiksi terbaik 2007 versi Ruang Baca Koran Tempo. Kata
Hernadi Tanzil, "buku ini memberikan pesan yang singkat tapi sarat
makna dan menginspirasi agar hidup kita semakin berkualitas, bisa
menikmati hidup yang indah setiap saat, dan menjadi berkat bagi
sesama kita di mana pun dan apa pun yang kita hadapi pada saat ini."
Beberapa orang telah meresensi buku ini, antara lain Akmal Nasery
Basral, Ratih Poeradisastra, Audifax, Wawan Eko Yulianto, juga saya.
Selain mengelola ILM (perusahaan HRD), Arvan Pradiansyah dikenal
sebagai pembicara publik dan motivator. Di radio Ramako, setiap Jumat
pukul 07.00 - 08.00 pagi dia menjadi host talkshow 'Friday Spirit',
tampil sebagai 'personal inspirator.' Cherish Every Moment kini
tengah cetak ulang, dijadwalkan beredar lagi pada awal Februari 2008.
Cetak ulang ini membuktikan bahwa buku-buku Arvan bisa diserap pasar
dengan baik.

ANWAR HOLID, penulis & penyunting, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku
Bandung.

KONTAK: 08156140621 - (022) 2037348 | wartax@yahoo.com | Panorama II
No. 26 B, Bandung 40141

__._,_.___
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Reconnect with

college alumni.

Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Best of Y! Groups

Check it out

and nominate your

group to be featured.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar