Minggu, 17 Februari 2008

[psikologi_transformatif] "Bagaimana cara menghilangkan ke-aku-an?"

[Berikut ini saya forward dari thread "KASKUS -- The Largest Indonesian Community" > ENTERTAINMENT > Forum Supranatural > Spritual: "Sjech Siti Jenar dan Pemahaman Ttg Manunggaling Kawula Gusti. Masuk sini>>>
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=271187&page=112 /hudoyo]

"Bagaimana cara menghilangkan ke-aku-an?"

Quote:
----------------------------------------------
>Originally Posted by Hardenz
>View Post
>
>walaupun telat tapi mohon ijin bergabung.
>Syeh Siti Jenar adalah salah satu yang dapat menghilangkan Sifat Ke-Aku-an, sehingga beliau sudah Manunggal. Apakah ada yang mau sharing tentang cara menghilangkan ke-aku-an ?
----------------------------------------------

Saya pun pendatang baru di sini. Mohon izin kepada para sesepuh yang telah hadir lebih dulu untuk berbagi pendapat: (Maaf, saya menggunakan bahasa Indonesia saja)

Menurut hemat saya, 'Aku/Ingsun' atau 'Subyek' itu tumbuh/ber-evolusi pada makhluk yang dinamakan 'manusia' ini bersama intelek/nalarnya. Kedua hal itu--yakni 'intelek' dan 'kesadaran aku'--tidak dimiliki oleh binatang. Sedangkan manusia membutuhkannya untuk survive di dunia ini.

Namun, karena sifat-sifat hakiki dari intelek/si aku ini--yakni:
(1) menciptaan 'dualitas', dan dualitas yang paling mendasar adalah dualitas antara 'subyek' dan 'obyek', yang adalah semu;
(2) selalu menyeret kesadaran ke masa lampau dan ke masa depan dan tidak mampu berada sepenuhnya pada saat kini;
(3) selalu terkondisi (conditioned) oleh apa yang dipelajarinya di masa lampau--
maka intelek/si aku ini tidak mampu menyelami/mencapai Kebenaran Terakhir, Terdalam atau Tertinggi atau Apa Yang Ada (Al-Haqq).

Apa Yang Ada itu tidak terlibat dalam dualitas (tidak memiliki 'Subyek' berhadapan dengan 'obyek-obyek', tidak memiliki "Aku/Ingsun" yang berhadapan dengan semua yang "bukan-Aku", dan tidak memiliki pikiran yang berpusat pada 'aku'), tidak terlibat dalam waktu (time-less, timeless), dan tidak terkondisi/terpengaruh oleh apa pun.

Agar Apa Yang Ada itu bisa muncul [dalam batin], maka intelek/pikiran yang berpusat pada si aku itu harus berakhir. Menurut hemat saya, inilah maksud sebenarnya dari ucapan Al-Hallaj atau Syech Siti Jenar: "Ana Al-Haqq". Menurut hemat saya, orang yang mampu berkata seperti itu sudah tidak mempunyai aku/subyek dengan segala identitas dirinya lagi. Yang ada "di dalam" dan "di luar" dirinya adalah Apa Yang Ada. (Bahkan istilah "di dalam" dan "di luar" itu sendiri pun tidak relevan lagi.) Sebagaimana dikatakan oleh seorang spiritualis besar: "Tuhan ada kalau aku tidak ada; kalau aku ada, Tuhan tidak ada."

***

Namun, yang menjadi masalah adalah pertanyaan: "Bagaimana cara melenyapkan 'aku' itu?"

Ini adalah pertanyaan yang gawat kalau kita tidak menyadari sumber pertanyaan itu. Tetapi kalau kita menyadari sumbernya, maka pertanyaan itu akan terurai/terjawab dengan sendirinya.

Sesungguhnya pertanyaan itu datang dari gerak pikiran itu sendiri. Di dalam pertanyaan yang sederhana itu tersirat beberapa asumsi:

(1) bahwa 'lenyapnya aku' itu merupakan suatu 'tujuan' atau 'cita-cita';
(2) bahwa 'melenyapkan aku' itu merupakan suatu 'tindakan' aktif untuk mencapai 'tujuan' tersebut'; dan
(3) bahwa 'tujuan' tersebut akan tercapai di masa depan, bukan pada saat kini.

Ketiga asumsi itu merupakan paradigma atau kebiasaan berpikir kita dalam melihat seluruh daya upaya manusia dalam kesadarannya dan kehidupannya sehari-hari: ada 'tujuan' di 'masa depan', ada 'aku' yang ingin mencapai 'tujuan' itu, dan ada 'cara/laku/metode' untuk mencapai 'tujuan' itu. Tetapi itu semua adalah gerak pikiran lagi, gerak pikiran yang menciptakan 'subyek' (aku) dan waktu. Begitulah kita menjalani kehidupan dan kesadaran kita sehari-hari.

Tetapi cara berpikir seperti itu tidak bisa diterapkan dalam masalah 'lenyapnya aku' ini. Kita tidak bisa bertanya: "Siapakah yang melenyapkan aku itu?" Jelas 'aku' tidak mungkin melenyapkan 'aku'. Itu ibarat anak anjing yang berputar-putar mengejar ekornya sendiri.

Yang bisa kita "lakukan" adalah menyadari (eling) setiap gerak-gerik pikiran/aku ini selama itu masih ada, makin lama makin halus. Itu berarti menyimak apa yang muncul pada saat kini, dari saat ke saat, dengan melupakan 'tujuan' terakhir yakni 'lenyapnya aku'. -- Tetapi mohon diingat, bahwa 'eling' itu adalah sikap batin yang bersifat PASIF; kalau kita BERUSAHA untuk 'eling', maka kita tidak 'eling' lagi!

Dengan kata lain, berada pada saat kini terus-menerus, mengamati gerak-gerik pikiran/aku ini, KETIKA pikiran tidak dibutuhkan untuk mencari nafkah.

Ibaratnya, setiap kali kita melamun, setiap kali pula eling/sadar bahwa kita tengah melamun; maka lamunan itu pun akan lenyap untuk sesaat, sekalipun sebentar lagi pikiran ini akan melamun lagi.

Itulah saja yang bisa kita "lakukan", tanpa mengharap apa-apa lagi di masa depan.

Kalau itu bisa kita lakukan terus-menerus, maka pada suatu titik kelak, pikiran/aku ini akan runtuh untuk selamanya. Tetapi datangnya titik itu tidak bisa diharapkan, tidak bisa diantisipasi, tidak bisa dicita-citakan. Kalau diharapkan, malah akan menjauh. Kata suatu ayat dalam Alkitab Kristen: "Ia akan datang seperti pencuri di waktu malam, ketika tidak diharapkan."

Dengan runtuhnya pikiran/aku ini, orang akan berada dalam keheningan. Itulah yang dinamakan "mati sajroning urip".

Tetapi keheningan itu bukan ketiadaan (nothingness). Di situ ada Sesuatu Yang Lain, ada Gerak Yang Lain, Gerak dari Yang Mahaluas (yang tidak bisa disebut "Tuhan", karena setiap kata-kata selalu membatasi). Itulah yang disebut "urip sajroning mati", kelengkapan dari penggalan pepatah "mati sajroning urip".

Sebaiknya Sesuatu Yang Lain itu disebut 'Yang Tak Dikenal' (The Unknown), karena si aku beserta pikiran subyektifnya tidak ada lagi untuk mengenal-Nya.

Salam

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

All-Bran

10 Day Challenge

Join the club and

feel the benefits.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar