Rabu, 27 Februari 2008

[psikologi_transformatif] Budaya Kuliner: ETIKET PESTA PERJAMUAN (BARAT) / Erabaru News | Rabu 27Feb 2008




Erabaru News | Rabu 27Feb 2008 |  www.erabaru.or.id


Budaya Kuliner: ETIKET PESTA PERJAMUAN (BARAT)

(Erabaru.or.id) Apabila anda beruntung diundang ke pesta perjamuan resmi, maka anda pertama-tama harus memahami dan mengerti beberapa etiket dasar dibawah ini:

JAM TIBA
Waktu kedatangan anda harus tepat, terlambat 4 – 5 menit masih bisa ditoleransi, akan tetapi jangan sekali-kali terlambat lebih dari 15 menit. Apabila undangan berasal dari keluarga kaya nan mementingkan etiket, ketika anda memasuki pintu utama, orang pertama yang anda temui barangkali adalah pelayan lelaki yang bertanggung jawab membantu anda menggantungkan mantel/jas anda atau mengarahkan jalan anda, oleh karena itu anda jangan buru-buru berjabat tangan dulu dengannya, periksa dulu keadaan sekitar baru memutuskan.

PERSIAPAN:
Sesudah memasuki ruang tamu, jangan terburu-buru mencari tempat duduk. Orang barat dalam forum seperti ini biasanya akan berkeliling-keliling dulu, sambil menanti sang tuan rumah mengenalkan tamu-tamu lain kepada dirinya. Anda bisa sambil mengobrol dengan tamu lain sambil minum setelah mengambil bir yang diantar oleh pelayan atau memilih minuman lain yang cocok. Sesudah pintu ruang makan dibuka, tuan rumah dan tamu-VIP wanita menggiring mereka memasuki ruang makan, si nyonya rumah dan tamu-VIP pria seharusnya berjalan di deretan paling belakang, namun apabila tamu-VIP pria adalah seseorang tokoh besar, barangkali nyonya rumah yang akan berjalan paling depan dengannya.    

MASUK KE PERJAMUAN
Aturan perjamuan orang barat sangat rinci, tempat duduk biasanya sudah diatur dengan baik, pada saat itu, pendamping (suami atau istri) anda mutlak tidak akan diatur duduk di sebelah anda.  Orang Eropa dan Amerika beranggapan orang yang sudah kenal baik tentu punya banyak peluang untuk mengobrol, jadi harus pada kesempatan seperti itu menjalin banyak pergaulan. Tuan dan nyonya rumah masing-masing duduk saling berhadapan pada ujung meja (berbentuk segi empat panjang), sebelah kanan nyonya rumah adalah tamu-VIP pria, di sebelah kanan tuan rumah adalah tamu-VIP wanita. Cara duduk tamu-tamu lain ialah laki-perempuan saling berpasangan. Sang pria sebelum duduk harus membantu menarikkan kursi milik tamu wanita di sebelah kanannya, menunggu sesudah sang wanita duduk dengan stabil baru diri sendiri yang duduk.  

Sesudah semua tamu duduk, tuan rumah mengambil serviette (red.: Serbet berwarna putih yang biasanya untuk tatakan sendok-garpu), maka andapun mengikutinya mengambil serviette. Khusus untuk diperhatikan: Jikalau tuan rumah sebelum makan melakukan doa, musti menunggu selesai doa baru boleh mulai makan, sebelum tuan rumah mengambil serviette, anda jangan mengambilnya.

MENYANTAP HIDANGAN
Menu pada umumnya terdiri atas 3 hingga 5 macam masakan, 3 macam menu pertama biasanya ialah cold plate, soup, ikan, 2 macam sisanya ialah menu utama (daging atau seafood ditambah sayur-mayur), cake atau buah-buahan, terakhir ialah kopi dan cookies.  Sewaktu makan jangan menghabiskan energi hanya pada kenikmatan rasa, harus banyak bersosialisasi/ngobrol dengan orang-orang disamping kiri kanan anda.   Sesudah cake habis disantap, jikalau kopi tidak muncul, maka barangkali masih menunggu sejenak untuk kemudian anda diundang meminumnya di ruang tamu. Pendeknya, begitu melihat nyonya rumah meletakkan serviette di atas meja dan berdiri, maka anda boleh meletakkan serviette anda dan meninggalkan tempat duduk. Pada saat itu, bagi pria yang mengerti tata karma harus berdiri membantu sang wanita menarik keluar kursi yang didudukinya, si wanita yang diladeni seperti itu tidak usah memiliki pikiran khusus terhadap semua keramah-tamahan ini, ini adalah tata kramanya.

PERPISAHAN
Apabila anda tidak ingin terlalu menarik perhatian orang, anda sebaiknya pada saat perpisahan jangan sebagai orang yang pertama, juga jangan sebagai yang terakhir meninggalkan tempat, di antara waktu tersebut kapanpun anda bisa berpamitan pulang, hanya saja begitu berpamitan sudah harus meninggalkan tempat dengan sigap. ◇ (Fang Yun)


NTDTV VideoNews:
China: Millions Still Homeless From Snowstorm Disaster
Jakarta Governor Illuminates 'Old Town'
Papaya Dance Sweeps Philippines


Cerita Klasik Tiongkok: Memikirkan Orang Lain Sebelum Berbuat

(Erabaru.or.id) – Di Tiongkok kuno masa Dinasti Song Utara (960-1127 M), hidup seorang pemuda bernama Zhang Zhichang. Zhang memiliki hati yang baik, pemaaf dan murah hati. Segala sesuatu yang akan dikerjakannya selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu.

Zhang Zhichang menimba ilmu di Universitas Kekaisaran. Pada jaman kerajaan Tiongkok, sekolah ini diperuntukkan bagi pemerintahan pusat, dan merupakan institusi yang paling bergengsi dan memiliki reputasi tinggi dalam sistem pendidikan Tiongkok kuno. Ketika Zhang menimba ilmu disana, keluarganya mengirim seseorang untuk memberikan 10 liang (sekitar 17.6 ons) emas kepadanya. Namun ketika teman sekamar Zhang mengetahuinya, dia mencuri emas tersebut disaat Zhang tidak berada dalam kamarnya.

Pada suatu ketika diadakan penggeledahan asrama oleh petugas sekolah, dan menemukan emas yang dicuri teman sekamarnya. Ketika itu Zhang menyadari apabila dia mengatakan bahwa emas itu adalah miliknya, maka teman sekamarnya akan dihukum, lagi pula seluruh mata akan memandang hina dan akan membuat temannya menjadi sangat malu. Oleh karena itu dia segera berkata,”Itu bukan emas saya.”

Teman sekamarnya sangat terharu akan kebaikan hati Zhang Zhichang. Saat malam tiba, teman sekamar Zhang diam-diam mengembalikan emas itu dan menyelipkannya diantara pakaian Zhang. Ketika Zhang mengetahui hidup temannya berasal dari keluarga yang sangat miskin, Zhang lantas memberikan separuh emas miliknya kepada temannya itu.  

Perbuatan Zhang dengan memberikan separuh emasnya, bisa jadi adalah perbuatan yang orang lain mudah lakukan, namun keputusan Zhang untuk tidak mengklaim emas yang dicuri tersebut, adalah hal yang tidak semua orang dapat lakukan. Hal ini menunjukkan Zhang selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu sebelum bertindak. Sesuatu yang banyak orang gagal lakukan. (Qing Yan/clearwisdom/nul)


Ekonomi Ter-Hijau-kan

Members of the audience attending the Chinese New Year Splendor initiate a standing ovation at Radio City's final show on Feb. 9, 2008. (Dai Bing/The Epoch Times)

(Erabaru.or.id) Di bagian ekonomi harian yang konservatif: FAZ (Frankfurter Allgemeine Zeitung/Harian umum Frankfurt) pada hari minggu yang lalu terdapat judul-judul sbb: "Philipps membidik bisnis ekologi", "Sony dan Allianz mewajibkan dirinya untuk pelestarian lingkungan" dan "Arahan saham hijau". Pada hari yang sama terbetik berita bahwa andil bahan pangan organik pada dua tahun terakhir ini telah berlipat ganda di Jerman.

Bisnis hijau (bahan organik) bukan hanya untuk toko-toko organik, melainkan juga merupakan faktor pertumbuhan bagi MNC (Multi National Concern).   Lampu hemat energi dan layar monitor datar serta TV-flat screen dengan hemat konsumsi energi dicari orang.  Komersialisasi yang menentang alam terancam macet dan terus merugi, sementara itu hal-hal yang berkaitan dengan bahan organik dan ekologi menjadi booming dan tumbuh terus.

Kelak hanya dengan alam akan ada pertumbuhan. Pertumbuhan usang tanpa peduli terhadap sumber daya dan alam telah mencapai tepiannya maka dari itu produk ekologi juga bukan lagi bisnis yang memalukan. Komersialisasi yang anti alam tidak lagi diperhitungkan orang.

Sebuah MNC seperti Philips sudah memenuhi 1/5 omsetnya dengan barang-barang ekologi – hal yang sama berlaku juga bagi General Electric di USA atau Sony di Jepang Sampai dengan tahun 2012 Philips akan menaikkan andilnya pada produk ekologi sebanyak 30% - itu adalah omset tahunan sejumlah 10 miliar Euro.

Itu pada dasarnya ialah produk-produk yang hemat energi, tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, berbobot enteng dan memiliki daur hidup lama serta bisa didaur ulang. MNC Philpis hendak menjadi "Kapal bendera hijau". Yang lainnya harus mengikuti, kalau tidak mau ketinggalan secara ekonomi.

Kesadaran konsumen telah sensitif dengan sendirinya secara ekologis.  Produk-produk ramah lingkungan memainkan peranan semakin besar saja di dalam kehidupan ekonomi global, juga apabila mereka agak lebih mahal – dari kebutuhan bahan pokok tentang lampu hemat energi sampai rumah hemat energi dan bahkan sebagai Rumah energi + solar. Produk yang dulunya kurang laku akan menjadi bisnis unggulan, bahwa secara jangka menengah dan panjang perlu diperhitungkan.

Di Jepang baru-baru ini sebanyak 15 MNC mengumumkan "Penjelasan Tokyo" – diantara mereka terdapat Hewlett Packard, Nike, Nokia, Polaroid dan Sony. Mereka berjanji melalui penghematan gas rumah kaca menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.

Kini dinamika-ekologi ini masih saja sering diremehkan. Dalam pada itu sebenarnya sudah bukan hal baru lagi. Itu nampak jelas sejak beberapa tahun ini. Problem mendasar dari ekonomi konservatif ialah bahwa perwakilan mereka dalam menumbangkan dan bergemuruhnya suara tebangan para pohon-pohon tua itu telah bagaikan tuli dalam mendengar desah pertumbuhan rumput.  

Pasar modal telah menunjukkan sejak lama: Bisnis hijau juga membawa laba hijau. Dan keberhasilan hijau menjadi penggerak arahan saham pada bursa saham.  Keberhasilan saham energi matahari dan angin hanyalah perintis dari ekonomi yang telah total meng-hijau. Ekonomi menemukan dirinya dalam keadaan baru dan menjadi ramah lingkungan. Keuntungan yang  menentukan dari sebuah keajaiban ekonomi berbasis ekologis: Biaya-dampak sebagian besar telah diatasi.

sumber: Franz Alt 2008


Sembilan Komentar tentang Partai Komunis China

Berikut adalah kelanjutan artikel yang pernah dimuat di koran berbahasa Mandarin Dajiyuan, atau The Epoch Times pada akhir 2004  yang merupakan editorial yang berjudul Jiuping, atau 9 Komentar Mengenai Partai Komunis  yang kemudian dibukukan dalam berbagai bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Buku yang mengandung nilai sejarah ini selengkapnya dapat dibaca di http://www.erabaru.or.id/k_01_art_85.htm


Sebuah poster kampanye: “Mengritik Lin  Biao dan Konfusius” (AFP/Getty Images)

Komentar 6 : Partai Komunis China Merusak Kebudayaan Bangsa

Kebudayaan adalah sukma dari suatu bangsa, adalah unsur spiritual yang sama pentingnya dengan unsur-unsur materi seperti ras dan tanah.

          Sejarah peradaban suatu bangsa adalah sejarah perkembangan kebudayaan dari bangsa tersebut, perusakan secara menyeluruh atas budaya bangsa menandakan musnahnya suatu bangsa. Bangsa-bangsa kuno yang menciptakan peradaban gemilang dalam sejarah umat manusia, mungkin ras mereka beruntung masih tetap eksis, tetapi bangsa mereka telah sirna seiring lenyapnya kebudayaan tradisional mereka. Sama halnya seperti sekarang orang-orang tidak akan menyamakan penduduk asli di benua Amerika Latin dengan bangsa Maya kuno. Sedangkan Tiongkok sebagai negara satu-satunya di dunia yang mewariskan secara berkelanjutan peradaban kuno selama 5000 tahun, perusakan terhadap kebudayaannya lebih-lebih merupakan sejenis perbuatan dosa yang amat besar.

 

          “Pan Gu menciptakan langit dan bumi”, “Nuwa menciptakan manusia”, “Shen Nong menciptakan aneka tumbuhan”, “Cang Ji menciptakan huruf”, semua ini telah mengukuhkan awal mula kebudayaan warisan Dewa. “Manusia mengikuti bumi, bumi mengikuti langit, langit mengikuti Tao (jalan kebenaran), Tao menuruti alam”, doktrin aliran Tao yang menyatukan langit dan manusia telah meresap kedalam sendi-sendi kebudayaan Tionghoa. “Inti pelajaran di sekolah tinggi, utamanya pada pembinaan akhlak”, Konghucu pada dua ribu tahun lalu mendirikan balai pendidikan mengajar murid, mengajarkan kepada masyarakat “kebajikan-persaudaraan-kesopanan-kebijaksanaan-keyakinan” yang mewakili doktrin aliran Konghucu. Pada abad pertama, Dharma Buddha Sakyamuni yang berupa “penyelamatan secara universal dengan belas kasih” disebarkan ke Timur, telah lebih memperkaya kebudayaan Tionghoa. Doktrin Konghucu, Buddha dan Tao, tiga aliran ini saling berefleksi menyatu, menciptakan masa jaya dinasti Tang yang gilang gemilang sebagai goresan sejarah dalam dunia.

 

          Meskipun kebudayaan bangsa Tionghoa pernah mengalami banyak sekali perusakan dan pukulan dalam sejarah, kebudayaan tradisional Tionghoa senantiasa menampakkan daya peleburan dan daya vitalitas yang amat besar, inti sarinya tetap diwariskan temurun. “Langit dan manusia menyatu” mewakili pandangan nenek moyang bangsa Tionghoa terhadap alam semesta. “Perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya” merupakan pengetahuan umum di tengah masyarakat. “Sesuatu yang diri sendiri tidak menghendaki, jangan dilakukan kepada orang lain” adalah dasar moral kebaikan sebagai seorang manusia. “Setia - berbakti - berbudi luhur - persaudaraan” adalah standar hidup bagi seseorang. “Kebajikan - persaudaraan - kesopanan - kebijaksanaan-keyakinan” adalah sebagai fondasi moral untuk menstandarisasi manusia dan masyarakat. Dengan prasyarat tersebut, kebudayaan Tionghoa telah menampakkan ketulusan, kebaikan, keharmonisan, toleransi dan ciri khas baik lainnya. Ritual pemujaan yang dilakukan rakyat kebanyakan, mencerminkan kandungan makna kebudayaan yang tertanam berurat dan berakar, antara lain berupa penghormatan terhadap Dewa (langit dan bumi), kesetiaan terhadap negara, perhatian terhadap hubungan keluarga, dan penghargaan terhadap guru. Kebudayaan tradisional Tionghoa mendambakan keharmonisan langit dan manusia, menitik-beratkan penyempurnaan batin individu, dengan keyakinan kultivasi dari doktrin Konghucu-Buddha-Tao sebagai akar, sehingga dapat merangkum segalanya dan dapat berkembang, dapat mempertahankan moralitas di dunia, dapat membuat manusia memiliki keyakinan tulus.

 

          Perbedaan pengekangan kebudayaan dengan pengekangan secara peraturan adalah pengekangan kebudayaan bersifat lembut. Peraturan menitik-beratkan pada hukuman setelah berbuat kesalahan, sedangkan pendidikan moral dari kebudayaan memerankan fungsi untuk mencegah tindakan kejahatan. Nilai-nilai moralitas dari suatu masyarakat acapkali tercermin melalui kebudayaannya.

 

          Dalam sejarah Tiongkok, masa dinasti Tang di mana kebudayaan tradisional mencapai puncak kejayaan, justru adalah masa puncak kejayaan dari kekuatan negara Tiongkok. Ketika itu dari benua Eropa, Timur Tengah, Jepang dan tempat lainnya mengutus orang belajar ke Chang-An (ibu kota). Negara tetangga juga menjadikan Tiongkok sebagai negara induk, mereka berdatangan memberikan persembahan. Setelah dinasti Qin, Tiongkok seringkali diduduki oleh bangsa minoritas, termasuk masa-masa dinasti Xui, Tang, Yuan dan Qing, tetapi mereka hampir semuanya diasimilasi oleh budaya Han (Tiongkok asli). Ini tidak dapat dikatakan bukan disebabkan oleh kekuatan asimilasi yang raksasa dari kebudayaan tradisional, persis seperti yang dikatakan oleh Konghucu: “Jika orang dari jauh tidak mau patuh, dekatilah mereka dengan kebudayaan dan akhlak”.

 

          Semenjak tahun 1949 Partai Komunis China (PKC) merebut kekuasaan, maka mulailah mendayagunakan seluruh kekuatan negara untuk merusak kebudayaan bangsa Tionghoa. Ini mutlak bukan perbuatan bodoh yang dilakukan karena timbulnya fanatisme pada industrialisasi, atau keinginannya untuk mendekatkan diri pada peradaban Barat, melainkan bentuk pemikirannya yang bertolak belakang dengan kebudayaan tradisional. Oleh karena itu perusakan kebudayaan yang mereka lakukan sudah pasti terorganisir, berencana dan sistimatis, lagipula dengan menggunakan kekerasan dari kekuatan negara sebagai beking. Sejak pendirian partai hingga sekarang, “revolusi” PKC terhadap kebudayaan Tionghoa tidak pernah berhenti, dan mereka betul-betul mencoba secara menyeluruh “menyembelih” kebudayaan Tionghoa.

 

          Yang lebih parah lagi, PKC terus menggunakan cara-cara curang dalam menghadapi kebudayaan tradisional. Mereka mengembangkan praktek-praktek pergulatan dalam istana raja, konspirasi meraih kekuasaan, penerapan kediktatoran, dan lain-lain, yang kesemuanya muncul setelah orang-orang menyimpang dari kebudayaan tradisional. Kemudian menciptakan seperangkat teori milik mereka yang menyangkut standar penilaian baik dan buruk, cara pemikiran dan sistem pembicaraan, dan juga agar orang-orang menganggap “kebudayaan partai” semacam ini barulah merupakan warisan kebudayaan tradisional. Bahkan memanfaatkan antipati orang-orang terhadap “kebudayaan partai”, untuk lebih lanjut membuat seseorang mencampakkan kebudayaan tradisional Tionghoa yang sesungguhnya.

 

          Ini telah menimbulkan akibat yang membawa malapetaka bagi Tiongkok. Bukan saja membuat hati seseorang kehilangan ikatan nilai-nilai moral, bahkan secara paksa PKC telah mengindoktrinasionalkan ajaran-ajaran jahatnya.

I. Mengapa Partai Komunis Ingin Merusak Kebudayaan Bangsa

 

Kebudayaan Tionghoa bersejarah amat panjang, dengan keyakinan sebagai pokok, moralitas sebagai yang dihormati

           

Kebudayaan orang Tionghoa yang sebenarnya diawali oleh Huang-Di sejak lima ribu tahun silam, oleh sebab itu Huang-Di disebut sebagai “leluhur awal budaya manusia”. Sesungguhnya Huang-Di juga adalah pendiri doktrin aliran Tao Tiongkok. Doktrin Konghucu sangat dipengaruhi oleh aliran Tao, kitab “Zhou-Yi” yang mengurai tentang langit dan bumi, Yin-Yang, alam semesta, masyarakat dan hukum kehidupan manusia, oleh aliran Konghucu disanjung sebagai “induk dari aneka kitab”. Ilmu prediksi yang terdapat di antaranya bahkan ilmu pengetahuan modern juga sulit melacak apa dasar perhitungannya. Doktrin aliran Buddha, terutama doktrin sub-aliran Zen, telah membawa pengaruh secara halus yang tak terasa bagi para cendekiawan.

 

          Doktrin aliran Konghucu adalah bagian “tingkat duniawi” dari kebudayaan tradisional Tionghoa, mengutamakan norma-norma hubungan keluarga. Di antaranya ajaran “berbakti” telah menduduki porsi yang sangat besar, dengan ungkapan “segala kebajikan diawali dengan berbakti”, Konghucu memprakarsai kebajikan, persaudaraan, kesopanan, kebijaksanaan dan keyakinan.

 

          Norma-norma hubungan keluarga dapat secara alami diperluas menjadi norma-norma masyarakat. “Berbakti” dijulurkan ke atas menjadi “kesetiaan pejabat terhadap penguasa”, “hormat terhadap yang lebih tua” adalah hubungan antara saudara dalam keluarga, dapat diperluas menjadi “persaudaraan” sesama teman. Aliran Konghucu mengajarkan kasih sayang orang tua, bakti anak terhadap orang tua, persahabatan antara saudara, penghormatan adik terhadap kakak, di antaranya “kasih sayang dapat dijulurkan ke bawah menjadi “kebajikan” penguasa terhadap pejabat.” Asalkan adat istiadat dalam rumpun keluarga dipertahankan, maka norma-norma masyarakat dengan sendirinya juga dapat dilestarikan, ini adalah “membina watak pribadi, menyempurnakan keluarga, memerintah negara dan menentramkan dunia”.

         

Doktrin aliran Buddha dan aliran Tao adalah bagian “luar duniawi” dalam kebudayaan tradisional Tionghoa. Pengaruh Buddha dan Tao terhadap kehidupan masyarakat umum boleh dikatakan tersebar di mana-mana. Ilmu-ilmu pengobatan Tiongkok kuno, qigong, Hongsui, ramal-meramal yang berakar mula dari doktrin aliran Tao, bersama kepercayaan adanya surga dan neraka, perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya, yang berasal dari doktrin aliran Buddha, serta norma-norma dari aliran Konghucu, semua ini telah membentuk inti kebudayaan tradisional Tionghoa.

         

Keyakinan dari tiga macam aliran Konghucu, Buddha dan Tao telah membangun seperangkat sistem moralitas yang amat kokoh bagi orang-orang Tionghoa, yang disebut “langit tidak berubah, Tao niscaya tidak berubah”. Perangkat sistem moralitas ini adalah fondasi yang berfungsi sebagai sandaran bagi masyarakat untuk tetap eksis, stabil dan harmonis.

 

          Moralitas yang termasuk dalam lingkup spiritual sering kali bersifat abstrak, sedangkan suatu fungsi penting dari kebudayaan, adalah untuk menyampaikan sistem moralitas tersebut secara populer.

 

          Dengan mengambil empat karya budaya besar berikut sebagai contoh. “Xi You Ji” (Kisah Perjalanan Ke Barat, lebih dikenal dengan legenda Kera Sakti) yang memang adalah cerita dongeng; “Hong Lou Mung” (Impian Balkon Merah) yang pada awalnya juga dijelujuri unsur-unsur dongeng; “Shui Fu Zhuan” (Kisah Para Pahlawan dari Gunung Liang) yang mengisahkan asal usul 108 pendekar; “Shan Guo Yan Yi” (Cerita Tiga Negara atau Sam Kok) yang dimulai dengan peringatan bencana alam, dan diakhiri dengan “peristiwa di dunia tak pernah ada habisnya, apa yang menjadi takdir tak akan terloloskan”.

 

Semua ini mutlak bukan merupakan kebetulan yang mengilhami sang penulis, melainkan adalah pandangan dasar dari kaum intelektual Tiongkok saat itu terhadap alam semesta dan kehidupan manusia. Hasil karya kebudayaan mereka membawa pengaruh yang sangat dalam bagi generasi berikutnya. Sehingga orang Tionghoa sekali membicarakan tentang “persaudaraan”, yang terpikir tidak hanya berupa sebuah konsep, melainkan berbagai kisah dan tokoh yang berkaitan dengan hal ini. Seperti Guan-Yu sang tokoh dalam cerita Samkok yang menjunjung tinggi persaudaraan dalam situasi apa pun, serta kisah-kisah perjalanannya; saat berbicara tentang “kesetiaan”, dengan sendirinya akan terpikir tentang kisah Yue Fei yang setia pada negara dengan sepenuh hati, serta Zhu Ge Liang dalam cerita Sam Kok yang membaktikan segenap jiwa raganya hingga akhir hayat, dan lain-lain.

         

Pujian terhadap “kesetiaan” di dalam nilai-nilai tradisional, melalui karya kaum intelektual yang berupa kisah-kisah menarik diperlihatkan secara gamblang di depan para pembaca. Dengan demikian, ajaran moralitas yang abstrak, telah dibuat menjadi konkret dan berbentuk melalui cara-cara kebudayaan.

         

Aliran Tao berbicara tentang “sejati”, aliran Buddha berbicara tentang “kebajikan”, aliran Konghucu berbicara tentang “kesetiaan dan pengampunan”. Walaupun bentuk luarnya berbeda, namun pemahaman dari sisi dalamnya sama, tak lain adalah merujuk pada kebaikan. Ini baru merupakan letak basis yang paling berharga dari kebudayaan tradisional yang berakar pada keyakinan “Konghucu, Buddha dan Tao”.

         

Dalam kebudayaan tradisional menjelujur unsur-unsur “langit, Tao, Dewa, Buddha, nasib, takdir, kebajikan, persaudaraan, kesopanan, kebijaksanaan, keyakinan, kejujuran, rasa tahu malu, kesetiaan, rasa bakti, keluhuran jiwa” dan lain-lain. Banyak orang mungkin seumur hidup buta huruf, namun mereka sangat akrab di telinga bahkan ingat sekali terhadap drama dan jalan cerita tradisional. Bentuk-bentuk kebudayaan yang demikian adalah jalur penting bagi kalangan rakyat untuk memperoleh nilai-nilai tradisional. Maka perusakan PKC terhadap kebudayaan tradisional adalah secara langsung merusak moralitas Tiongkok, juga adalah merusak fondasi kestabilan dan kedamaian masyarakat.

 

Pertentangan antara teori jahat PKC dengan kebudayaan tradisional

 

          Falsafah PKC dapat dikatakan persis terbalik dengan kebudayaan tradisional Tionghoa yang sesungguhnya. Kebudayaan tradisional tunduk pada kehendak langit, Konghucu beranggapan “hidup dan mati adalah takdir, miskin dan kaya tergantung kehendak langit”. Doktrin aliran Buddha dan aliran Tao semuanya mengakui keberadaan Dewa, percaya reinkarnasi, perbuatan baik dan jahat pasti ada balasannya. Sebaliknya Partai Komunis China bukan saja berpegang pada “atheis” tetapi juga “tak mengenal aturan dan tak mengenal langit”. Aliran Konghucu mengutamakan konsep keluarga, sedangkan di dalam “Manifesto Komunis” dengan tegas menyatakan ingin “membasmi bentuk keluarga”. Kebudayaan tradisional “membedakan jelas bangsa Tionghoa dengan bangsa lain”, sedangkan “Manifesto Komunis” menggemborkan “penghapusan bangsa”. Kebudayaan aliran Konghucu mengutamakan “kebajikan dan kasih sayang kepada manusia”, Partai Komunis menganjurkan pertentangan kelas. Aliran Konghucu mengajarkan setia pada raja dan cinta pada negara, sedangkan “Manifesto Komunis” malah memprakarsai “penghapusan tanah air”.

 

           Partai Komunis bila ingin merebut dan mengukuhkan kekuasaannya di Tiongkok, maka harus terlebih dahulu membuat doktrinnya yang merusak nilai-nilai manusia itu dapat berpijak di Tiongkok. Persis seperti yang dikatakan oleh Mao Zedong: “Barang siapa ingin menjatuhkan sebuah kekuasaan, harus terlebih dahulu menciptakan opini publik, terlebih dahulu melaksanakan pekerjaan di bidang pola pemikiran.” PKC juga telah melihat, “ideologi” komunis yang sepenuhnya ditopang oleh popor senapan, yang merupakan sampah dari doktrin Barat, tidak akan mampu beroposisi bersebelahan dengan kebudayaan Tionghoa yang luas mendalam selama 5000 tahun. Maka ibarat kaki sudah melangkah, kepalang tanggung diteruskan saja, dengan membinasakan secara menyeluruh kebudayaan Tionghoa, paham “Marxis-Leninis” baru dapat masuk menduduki ruang megah di Tiongkok.

 

 Kebudayaan bangsa menghalangi kediktatoran PKC

 

Mao Zedong pernah mengucapkan kata yang demikian, “Saya adalah biksu yang menggunakan payung – tak mengenal aturan dan tak mengenal langit!” Keberadaan budaya bangsa tak dapat dipungkiri adalah sebuah halangan besar bagi PKC untuk berbuat “tak mengenal aturan dan tak mengenal langit”.

         

“Kesetiaan” yang terdapat dalam kebudayaan tradisional, mutlak bukanlah “kesetiaan dungu”. Di tengah mata rakyat, kaisar adalah “anak langit”, di atasnya masih ada “langit”. Kaisar tidak selamanya benar, maka perlu diangkat penasehat utuk menunjukkan kesalahan kaisar, bersamaan itu setiap ucapan dan perbuatan kaisar dicatat oleh pejabat sejarah dalam sistem pencatatan sejarah. Baik buruknya tindakan kaisar dinilai dengan kitab aliran Konghucu, bahkan di saat penguasa bertindak semena-mena tak menuruti aturan, orang-orang boleh bangkit menjatuhkannya. Bila dilihat dari sudut pandang kebudayaan tradisional, ini bukan berarti tidak setia, bukan berupa pengkhianatan, sebaliknya adalah menjalani peraturan demi langit. Aliran Konghucu mengajarkan “rakyat di posisi terhormat, negara di posisi kedua, penguasa di posisi kemudian”.

         

Semua ini tentu tidak dapat diterima oleh PKC yang diktator, karena mereka ingin mendewakan tokoh utama yaitu mengkultuskan seseorang, tidak ingin di atas dia masih ada “langit”, “Tao”, “Dewa” – sebuah konsep mengikat yang telah berurat dan berakar dalam kebudayaan tradisional. Mereka tahu tindak tanduk PKC jika dinilai dengan kriteria kebudayaan tradisional, semuanya adalah melawan langit dan mengkhianati jalan kebenaran, dosanya amat besar. Asalkan kebudayaan tradisional masih eksis, rakyat tentu tidak mungkin menyanjung mereka dengan sebutan “agung mulia dan benar”. Kaum cendekiawan juga masih akan mempertahankan nilai-nilai kriteria “rela mati demi kebenaran”, “penguasa berada di posisi yang kemudian dan rakyat di posisi terhormat”, serta tidak akan menjadi serangga yang mengikuti suara mereka, sehingga seluruh rakyat tidak dapat “bersatu dalam satu pemahaman yang sama”.

          Penghormatan dan rasa segan terhadap bumi, langit dan alam semesta yang terdapat dalam kebudayaan tradisional, merupakan halangan bagi PKC untuk “merubah langit dan bumi”, “memerangi langit dan bumi”. “Nyawa manusia amat penting” yang berupa penghargaan terhadap jiwa seseorang dalam kebudayaan tradisional, adalah halangan bagi PKC untuk menerapkan kekuasaan “genosida” dengan teror. “Jalan kebenaran dari langit” dalam kebudayaan tradisional barulah merupakan kriteria terakhir dari baik buruknya moralitas, ini sama dengan melucuti hak interpretasi PKC dalam hal moralitas, maka PKC menganggap kebudayaan tradisional sebagai halangan raksasa bagi mereka untuk mempertahankan kekuasaan.

 

 Kebudayaan tradisional menantang keabsahan kekuasaan PKC

 

          Di dalam kebudayaan tradisional mengandung “theisme” dan “doktrin takdir Tuhan”. Dengan mengakui “takdir Tuhan” maka penguasa harus membuktikan bahwa diri sendiri adalah “penguasa bijak yang berpegang pada jalan kebenaran”, serta “mengemban nasib negara atas perintah langit”. Jika mengakui “theisme”, harus mengakui “hak penguasa adalah dianugerahkan oleh Dewa”. Sedangkan teori kekuasaan PKC sejak semula tidak mengenal yang disebut juru selamat dunia, juga tidak mengandalkan Dewa atau kaisar, “jika ingin menciptakan kebahagiaan umat manusia, sepenuhnya mengandalkan diri kita sendiri”.

         

PKC mempropagandakan pandangan “materialisme sejarah”, mempropagandakan bahwa komunisme adalah “surga dunia”, sedangkan jalan menuju “surga dunia” itu adalah dengan mengandalkan “barisan pelopor kaum proletar”, yaitu kepemimpinan Partai Komunis. Dengan mengakui theisme berarti secara langsung telah menantang keabsahan kekuasaan PKC.

 

(Bersambung)


Jumlah rakyat China yang telah mengundurkan diri dari Partai Komunis China sampai hari ini berjumlah : 32,871,272orang.  
Erabaru (The Epoch Times / Dajiyuan) adalah media berbasis website dan koran bahasa mandarin yang terbit di Hongkong, Singapore, Rusia, Taiwan, Jepang, Korea, Israel, Kanada, Eropa, Rusia, Australia, Amerika, Selandia Baru dan Indonesia dan juga terbit dalam bahasa-bahasa di negara tersebut.  Untuk mengetahui informasi menarik lainnya seputar peristiwa, kesehatan, tips, cerita budi pekerti, alam semesta, manusia dan kehidupan, penemuan iptek, budaya, legenda, biografi, ramalan dunia, dan penemuan prasejarah kunjungi :
Website Bhs. Indonesia:
www.erabaru.or.id | Website Bhs.Mandarin : www.dajiyuan.com | Website Bhs.Inggris : www.theepochtimes.com  
PASANG IKLAN di WEBSITE ERABARU : Dilihat Banyak Pembaca dan Harganya Sangat Terjangkau!
Fakta bahwa sejak tahun 2003, pengakses erabaru.or.id selalu meningkat. Data page views (halaman dibuka) telah mencapai 538099 pada Oktober 2007,
Jumlah unique visitor (pengakses setia) mencapai 15635, dengan bandwith 10.73 GB data yang diakses. (sumber: webstatistic erabaru.or.id).
Manfaatkan Diskon Spesial pemasangan iklan di 2 tempat terbaik pada homepage Erabaru dan Newsletter Erabaru yang dikirim ke ribuan pembaca setiap harinya.
Segera hubungi:
contact@erabaru.or.id  atau lihat informasi selengkapnya di: http://www.erabaru.or.id/k_22.htm

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Be a career mentor

for undergrads.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Y! Groups blog

The place to go

to stay informed

on Groups news!

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar