Selasa, 14 Agustus 2007

[psikologi_transformatif] TANGGAPAN: Psikologi dan Perilaku Ekonomi

Dear Mas BAgus Takwin,
 
Artikelnya sangat bagus, mempertanyakan asumsi homo economicus yang mendasari banyak sekali teori ekonomi. Tapi, saya berpendapat bahwa dalam tataran ekonomi makro, asumsi homo economicus ini masih relevan dan masih valid. Tataran makro yang saya maksud ini adalah misalnya memprediksi elasticity of demand, atau mungkin hubungan supply vs demand, future value of money, dll.
 
Tapi saya setuju sekali mengenai berkurangnya sifat ekonomi dalam manusia apabila masuk ke tataran mikro (menjadi kurang rasional), terlebih apabila membicarakan manusia sebagai konsumen. Hal ini sepertinya sudah banyak sekali dibahas dalam berbagai macam kajian tentang perilaku konsumen, yang juga banyak mengambil teori2 psikologi. Saya juga jadi teringat kembali tentang teori bounded rationality, yang sebenernya banyak sekali mendasari strategi dalam periklanan maupun marketing. :)
 
Terakhir, bahasannya luas sekali, jadi agak bingung kalau mau diskusi harus mulai dari mana. :) Hanya saja, balik lagi ke point saya yang paling atas, saya berpendapat bahwa relevan tidaknya asumsi homo economicus masih tergantung pada konteks analisa yang kita lakukan. 
 
 
 
Menanggapi pak gotholoco, nurut saya ada beberapa hal yang perlu diluruskan dulu:
 
1. Siapakah yang anda maksud dengan pelaku ekonomi? Pelaku usaha? Spekulan saham/valuta asing? Konsumen? Atau masyarakat dalam suatu negara secara keseluruhan? Masing2 memiliki karakteristik yang berbeda, dan kerangka analisisnya juga beda2.
 
2. Apakah yang dimaksud dengan sehat jiwa?
Kalo yang anda maksudkan tidak sehat jiwa adalah orang yang egois, cari untung sebesar2nya, menurut ilmu ekonomi itu adalah normal. Balik lagi ke artikel, itu adalah asumsi homo economicus yang banyak mendasari banyak teori ekonomi. Jadi kalau spekulan valas borong dolar sebanyak2nya demi memperoleh keuntungan sebesar2nya (gak peduli negara rugi), ya itulah namanya manusia ekonomi.
Kalau yang anda maksudkan tidak sehat jiwa adalah orang yang membuat keputusan secara tidak rasional, menurut ilmu psikologi itu adalah normal karena begitulah cara manusia memproses informasi dan berperilaku.
 
3. Akuntansi adalah pencatatan aktivitas ekonomi, nurut saya gak terlalu ada hubungannya antara orang jujur atau enggak.
 


To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
From: gotholoco@yahoo.com
Date: Wed, 15 Aug 2007 01:39:31 +0000
Subject: [psikologi_transformatif] Re: Psikologi dan Perilaku Ekonomi

Oh, begitu ya Mas Edi.
Akuntansi itu "jantungnya" kan Neraca, atau "timbangan" antara Debet
dan Kredit, yang pada nyatanya adalah numerikalisasi dari aktifitas
kegiatan suatu badan usaha. Sedangkan "serakah" dan "rakus" itu masuk
ke dalam ranah perilaku(psikologi).

Sepertinya perlu ada tulisan tambahan untuk jadi PR Mas Bagus Takwin
dkk, untuk membuat tulisan "Psikologi dan Perilaku Politik"(sptnya
Bung Audivac udah pernah nulis, namun saya lupa), hal ini penting
karena ekonomi dan politik itu ibarat dua sisi dari satu mata uang
yang sama.

Salam

--- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "Edy Susanto"
<aldo_richard@...> wrote:
>
> pak gatholo..
> kalo semua orang jujur .. ilmu akuntansi tetap di perlukan.
> kenapa ? karena masih banyak orang yang SERAKAH alias RAKUS...
>
> he..
>
> salam,
> edy
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "takwin2000"
> <takwin2000@> wrote:
> >
> > Terima kasih tanggapannya. Silakan kalau mau dikirim ke tempat
> lain.
> > Mungkin teman-teman yang lain mau menanggapi usulan dan pertanyaan
> > dari Sdr. Gotholoco?
> >
> > Salam
> >
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "gotholoco"
> > <gotholoco@> wrote:
> > >
> > > Om Bagus ini tulisannya bagus bener nambah elmu, mohon ijinnya,
> > saya
> > > copas ke tempat laen.
> > >
> > > Nah ini kalau perilaku ekonomi ditinjau dari perspektif
> psikologi.
> > > Sepertinya apakah pelaku ekonomi bisa disebut sehat(jiwa) atau
> > tidak
> > > kalau ditinjau diri psikologi? (ada alat ukur/parameter untuk
> > > mengukurnya tidak?)
> > > Kalau dipertajam lagi, apakah masih perlu ilmu akuntansi kalau
> > semua
> > > orang sudah JUJUR ??
> > >
> > > Jadi perlukah ide KPK model psikolog ? (Komite Pemantau
> Kejiwaan?).
> > >
> > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups.com, "takwin2000"
> > > <takwin2000@> wrote:
> > > >
> > > > Perilaku Ekonomi dari Perspektif Psikologi 1
> > > > Oleh: Harry Susianto dan Bagus Takwin2
> > > > > Lebih dari satu abad, model pengambilan keputusan
> yang
> > menjadi
> > > > canon dalam ekonomi didasari oleh pandangan manusia sebagai
> homo
> > > > economicus. Pandangan ini mengambil asumsi bahwa manusia
> adalah
> > agen
> > > > rasional dalam aktivitas ekonomi yang hanya memaksimalkan
> > kegunaan yang
> > > > diharapkan (expected utility) atau kebahagiaan yang terberi
> oleh
> > suatu
> > > > preferensi tertentu dalam berbagai keadaan. Dengan demikian,
> > tingkahlaku
> > > > manusia dapat direduksi menjadi optimasi penyelesaian masalah.
> > Dalam
> > > > pandangan ini, manusia selalu rasional dalam memilih dalam
> > situasi
> > > > apapun.
> > > >
> > > > Sifat rasional di sini diartikan sebagai ciri dari
> > tindakan yang
> > > > (1) memperhitungkan untung-rugi, (2) mementingkan keuntungan
> diri
> > > > sendiri (self-interest), dan (3) memberikan hasil yang sebesar-
> > besarnya
> > > > dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Pengertian rasional
> itu
> > > > mendasari cara pikir para ekonom sebagai berikut: (1)
> Perspektif
> > yang
> > > > mereka gunakan adalah perspektif untung dan rugi; (2) Masalah
> > yang
> > > > mereka kaji intinya adalah seputar menetapkan keuntungan dan
> > kerugian;
> > > > (3) Analisis yang mereka tampilkan adalah analisis marjinal;
> dan
> > (4)
> > > > menerakan nilai waktu terhadap uang, dalam arti Rp. 1 sekarang
> > lebih
> > > > berharga dari Rp. 1 besok karena bisa diinvestasi dan mendapat
> > bunga.
> > > >
> > > > Menurut pandangan ekonomi rasional itu, dalam kondisi
> > apapun
> > > > manusia selalu menampilkan perilaku yang didasari oleh
> > perhitungan
> > > > untung-rugi dengan kepentingan untuk menguntungkan dirinya.
> > Perilaku
> > > > yang ditampilkan selalu diusahakan agar sesedikit mungkin
> > disertai
> > > > pengorbanan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
> Contoh,
> > > > seorang pedagang akan menjual baju kepada orang yang jadi
> korban
> > bencana
> > > > banjir dengan harga yang sama dengan yang ia tawarkan kepada
> > orang yang
> > > > tidak mengalami bencana. Pertimbangan pedagang itu adalah ia
> > harus
> > > > mendapat untung dalam berdagang lepas dari kondisi yang
> dialami
> > atau
> > > > karakteristik yang dimiliki oleh pembelinya. Faktor sentimen,
> > > > solidaritas, motif altruistik dan sebagainya tidak menjadi
> > pertimbangan
> > > > pedagang itu. Yang penting bagi pedagang itu adalah
> mendapatkan
> > untung
> > > > sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya.
> > > >
> > > > Pandangan manusia sebagai makhluk rasional ini dikritik
> > dan
> > > > disanggah oleh para pemikir Behavioral Economics yang memandang
> > > > keputusan manusia lebih kompleks dari sekedar perhitungan
> untung-
> > rugi
> > > > atau optimasi nilai guna. Dalam praktek keseharian, menurut
> para
> > pemikir
> > > > itu, manusia tidak selalu menampilkan perilaku rasional.
> Manusia
> > > > memiliki keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kognitif.
> > Rasionalitas
> > > > manusia perlu dipahami sebagai rasionalitas yang dikelilingi
> oleh
> > > > batas-batas tertentu atau disebut sebagai bounded rationality
> > (Simon,
> > > > 1957). Pemikiran ini membantah pandangan ekonomi formal dan
> > rasional
> > > > yang berkembang di tahun 1940-an yang mengasumsikan manusia
> > memiliki
> > > > informasi yang lengkap, memaksimalkan perilakunya, dan hanya
> > > > mementingkan diri sendiri. Pandangan ini juga menyanggah teori
> > expected
> > > > utility dari von Neumann dan Morgenstern (1944).
> > > >
> > > > Pengaruh psikologi cukup besar dalam pandangan dan
> > pemikiran para
> > > > ahli ekonomi behavioral, terutama dalam memahami rasionalitas.
> > Psikologi
> > > > memahami tingkahlaku manusia sebagai gejala deskriptif, gejala
> > yang
> > > > dipahami dan dijelaskan apa adanya. Rasionalitas atau sifat
> > rasional
> > > > juga dipahami secara deskriptif oleh para psikolog. Pendekatan
> > > > deskriptif ini digunakan oleh para ahli behavioral economics
> > termasuk
> > > > dalam memahami rasionalitas.
> > > >
> > > > Rasionalitas yang dimaksud oleh para `ekonom rasional'
> > > > pada kenyataannya bersifat normatif. Awalnya adalah pernyataan
> > normatif,
> > > > "jika ingin untung maka bertindaklah rasional." Namun kemudian
> > > > pernyataan normatif itu diperlakukan secara deskriptif, "semua
> > orang
> > > > rasional" atau "manusia adalah makhluk rasional yang selalu
> > > > memperhitungkan untung-rugi'. Psikologi sebagai ilmu deskriptif
> > > > menemukan penyataan "semua orang rasional" itu tidak sesuai
> > > > dengan kenyataannya. Pada prakteknya, orang tidak selalu
> > rasional dalam
> > > > bertingkahlaku dan tindakan seseorang dipengaruhi juga oleh
> > berbagai
> > > > faktor selain perhitungan untung-rugi. Meski tidak bisa
> dibilang
> > > > "manusia tidak rasional", tidak bisa pukul rata menegaskan
> > > > "semua orang rasional". Oleh karena itu, psikologi mencoba
> > > > memahami pengertian `rasional' dalam arti yang lebih luas.
> > > > Pernyataan dasar yang digunakan adalah "Manusia tidak mesti
> > > > rasional."
> > > >
> > > > Asumsi normatif dalam ekonomi makin banyak mendapat
> > tantangan
> > > dari
> > > > model deskriptif. Bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa
> > tingkahlaku
> > > > manusia tidak konsisten dengan model canon ekonomi yang
> didasari
> > oleh
> > > > pandangan homo economicus. Tak jarang orang menampilkan
> perilaku
> > > > pengambilan kepitusan tak rasional dalam keseharian mereka.
> > Contohnya,
> > > > pilihan terhadap beberapa keadaan yang sama tergantung pada
> titik
> > > > rujukan (reference point) yang dihasilkan oleh pembingkaian
> > (framing).
> > > > Contoh lain, orang tak jarang menunjukkan preferensi yang tak
> > konsisten.
> > > > Bias sistematis atau error tampil dalam proses pembuatan
> > keputusan
> > > > ketika orang menggunakan jalan pintas dalam berpikir
> (heuristic).
> > > >
> > > > Mengambil cara pandang psikologi, behavioral economics
> > mencoba
> > > > memahami manusia seperti seorang psikolog memahami manusia.
> > Psikolog
> > > > memahami manusia sebagai makhluk rasional, tetapi lebih dari
> itu,
> > > > manusia juga makhluk emosional, makhluk sosial, dan
> sebagainya.
> > Jika
> > > > ekonom konvensional menganggap tidak penting asumsi dan lebih
> > > > mementingkan prediksi, maka psikolog menilai penting asumsi
> yang
> > > > realistik. Psikolog tidak mencari tahu yang normatif,
> melainkan
> > yang
> > > > deskriptif, memaparkan fakta yang ditemukannya. Jika ekonom
> > konvensional
> > > > menegaskan manusia adalah egois, maka psikolog memandang
> manusia
> > tidak
> > > > hanya egois, melainkan bisa juga altruis, berorientasi sosial,
> > dan
> > > > sebagainya.
> > > >
> > > > Seiring dengan banyaknya kritik ditujukan kepada teori
> > expected
> > > > utility, menggunakan dasar pemikiran bounded rationality dari
> > Simon
> > > > (1957), di tahun 1960-an dan 1970-an fokus ekonomi bergeser
> dari
> > > > normatif (apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai yang
> > optimum) ke
> > > > deskriptif (apa yang benar-benar dilakukan). Teori prospek
> dari
> > Kahneman
> > > > dan Tversky (1979), Thaler (1981), Lowenstein (1987, 1988,
> 1992)
> > > > menunjukkan bukti-bukti empirik bagaimana orang menampilkan
> > perilaku
> > > > ekonomi yang tidak selalu rasional. Kahneman dan Tversky
> (1979)
> > meneliti
> > > > bagaimana orang memberi penialaian terhadap prospek. Mereka
> > > > mendefinisikan prospek sebagai kombinasi antara hasil dan
> > probabilita.
> > > > Penelitian mereka menunjukkan bahwa bias terjadi dalam
> penilaian
> > > > prospek. Orang tak jarang memberi penilaian yang tidak
> rasional
> > terhadap
> > > > risiko kerugian dan kemungkinan berhasil. Thaler (1981) juga
> > menunjukkan
> > > > berbagai anomali khusus terjadi di pasar. Loewenstein (1988)
> > menunjukkan
> > > > bahwa kerangka pikir sesorang mempengaruhi keputusan yang
> > diambilnya
> > > > dalam memilih.
> > > >
> > > > Berkembangnya ekonomi behavioral sejalan dengan
> pemahaman
> > bahwa
> > > > persoalan ekonomi ada dalam berbagai ranah kehidupan. Perilaku
> > ekonomi
> > > > tidak terbatas hanya pada urusan uang atau perdagangan. Garry
> > Becker
> > > > mengemukakan teori cinta yang memandang hubungan percintaan
> > sebagai
> > > > hubungan ekonomi, dengan demikian perilaku dalam hubungan
> cinta
> > pun
> > > > adalah perilaku ekonomi. Menurut Becker cinta mengenal pasar
> > jodoh
> > > > seperti halnya pasar tempat penjual dan pembeli bertemu. Tiap
> > orang yang
> > > > mencari jodoh merupakan penjual sekaligus pembeli (sama
> seperti
> > bursa
> > > > saham). Diri seseorang merupakan komoditi memiliki, memiliki
> > harga
> > > > pasar. Transaksi terjadi kalau harga yang ditawarkan penjual
> > sama dengan
> > > > harga yang rela dibayar pembeli.
> > > >
> > > > Pemahaman terhadap perilaku ekonomi yang tak terbatas
> > hanya pada
> > > > urusan uang dan dagang menjadikan perilaku ekonomi sebagai
> kajian
> > > > psikologi. Sebagai ilmu yang mempelajari tingkahlaku manusia,
> > psikologi
> > > > menjadikan perilaku ekonomi sebagai objek kajiannya. Hasilnya,
> > sesuai
> > > > dengan cara pandang deskriptif, ditemukan bahwa manusia tidak
> > mesti
> > > > rasional. Ada pengaruh faktor-faktor non-rasional dalam
> > pengambilan
> > > > keputusan, seperti faktor gairah (passion), motif sosial, dan
> > > > pertimbangan kondisi orang lain. Pemikiran seperti ini
> > sebenarnya bukan
> > > > hal baru dalam ekonomi. Adam Smith (1759) dalam buku Theory of
> > Moral
> > > > Sentiments sudah mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh
> dua
> > proses
> > > > yang bertentangan, (1) gairah (seperti dorongan seks dan
> lapar)
> > serta
> > > > (2) proses individu melihat dirinya dari kacamata orang lain
> > (impartial
> > > > spectator). Proses itu dapat mengoreksi bahkan menggagalkan
> > dorongan
> > > > gairah.
> > > >
> > > > Kajian tentang preferensi belakangan juga menunjukkan
> > tidak
> > > > memadainya pandangan manusia sebagai homo economicus. Temuan-
> > temuan
> > > > psikologi tentang preferensi membantah pandangan ekonomi
> > konvensional.
> > > > Merujuk kepada Samuelson (1937), ekonom konvensional
> menggunakan
> > konsep
> > > > revealed preference yang menjelaskan bahwa apa yang tampak
> > dipilih oleh
> > > > seseorang merupakan preferensi orang itu. Mereka menganggap
> > perilaku
> > > > yang tampak mencerminkan preferensi. Sebagai contoh, jika ada
> > orang
> > > > dalam sebuah pesta mengambil sate sebagai lauk makannya, maka
> > dapat
> > > > disimpulkan bahwa orang itu memang suka sate; jika ia
> mengambil
> > puding
> > > > berarti ia suka puding. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan
> > aliran
> > > > Behavioristik dalam psikologi yang hanya mengkaji gejala-
> gejala
> > yang
> > > > tampak (overt). Berbagai penelitian psikologi belakangan ini
> > membantah
> > > > ini dan menunjukkan bahwa ada yang tersirat dari yang tampak.
> Ada
> > > > faktor-faktor yang tersembunyi dari perilaku yang tampak.
> > Perilaku tidak
> > > > selalu mengambarkan atau mencerminkan selera. Contoh, orang
> > mengambil
> > > > sate bisa karena hanya itulah makanan yang tersisa jadi meski
> ia
> > tak
> > > > suka sate, ia mengambilnya juga. Begitu pula dengan pilihan
> > puding, bisa
> > > > jadi orang itu mengambil puding karena makanan penutup lain
> > sudah habis
> > > > sehingga ia tak punya pilihan lain.
> > > >
> > > > Menanggapi bantahan psikologi soal preferensi, ekonomi
> > > > mengeluarkan berbagai teori untuk melengkapi pemikiran mereka
> > tentang
> > > > perilaku ekonomi manusia. Salah satunya adalah teori
> keterbatasan
> > > > (constrain theory) yang menyatakan bahwa perilaku ekonomi
> manusia
> > > > dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya dan kemampuan. Contoh,
> > sebuah
> > > > mobil BMW model terbaru diperlihatkan kepada seseorang dan ia
> > dimintai
> > > > tanggapannya. Lalu orang itu menjawab, "bagus". Bukan berarti
> ia
> > > > akan beli mobil BMW itu. Orang mebeli atau tidak mobil itu
> > tergantung
> > > > pada anggaran atau sumberdaya yang ia punya. Pemikiran tentang
> > > > preferensi tersebut berbeda dengan pandangan psikologi yang
> > menyatakan
> > > > bahwa preferensi meramalkan tingkahlaku.
> > > >
> > > > Pemikiran penting dalam ekonomi yang cukup signifikan
> > mendorong
> > > > penelitian-penelitian psikologi di bidang perilaku ekonomi
> adalah
> > > > pemikiran Herbert Simon yang menyatakan bahwa kemampuan
> kognitif
> > manusia
> > > > terbatas. Manusia bukan komputer canggih yang memiliki
> informasi
> > lengkap
> > > > dan mampu mengolah semua informasi secara rasional.
> Rasionalitas
> > perlu
> > > > dipahami dalam arti spesifik, berfungsinya tidak setiap saat.
> > Dalam
> > > > keseharian, dapat dilihat bahwa kognisi manusia terbatas.
> Faktor
> > > > situasional juga berperan dalam menentukan perilaku. Contoh,
> di
> > satu
> > > > waktu seorang pembicara membuat makalah secara sangat hati-
> hati
> > karena
> > > > makalah itu akan disajikan di forum internasional. Di waktu
> > lain, ia
> > > > membuat makalah asal jadi karena makalah itu hanya di sajikan
> di
> > > > kalangan internal tempat ia bekerja. Situasi yang berbeda bisa
> > > > menggerakkan manusia menampilkan perilaku yang berbeda. Dari
> > sini dapat
> > > > disimpulkan, manusia tidak selalu mencermati apa yang ia
> > lakukan. Ia
> > > > bisa tidak rasional dalam bertingkahlaku dalam situasi-situasi
> > yang
> > > > dianggapnya tidak menuntut ia untuk bertanggung-jawab.
> > > >
> > > > Pemikiran Simon itu memicu dilakukannya berbagai
> > penelitian di
> > > > bidang psikologi kognitif untuk memahami kerja pikiran manusia
> > dan
> > > > keterbatasan-keterbatasannya.Penelitian-penelitian itu
> > membandingkan
> > > > sifat rasional yang diklaim ekonom konvensional dengan
> perilaku
> > manusia
> > > > sehari-hari. Dari sana ditemukan bahwa orang sering melakukan
> > heuristik
> > > > atau mengambil jalan singkat dalam berpikir. Orang tidak selalu
> > > > mengumpulkan informasi secara lengkap dan mengolah informasi
> itu
> > secara
> > > > optimal. Bias-bias banyak terjadi dalam pengambilan keputusan.
> > Temuan
> > > > Kahneman dan Tversky (1979) yang sudah disebut tadi merupakan
> > salah satu
> > > > hasil dari penelitian semacam itu.
> > > >
> > > > Berbagai temuan dalam kajian psikologi kognitif
> > memberikan bukti
> > > > bahwa pandangan manusia sebagai homo economicus yang melulu
> > rasional
> > > > tidak memadai untuk dipakai menjelaskan, meramalkan dan
> > mengontrol
> > > > perilaku ekonomi. Pandangan normatif itu tidak sesuai dengan
> > kondisi
> > > > nyata yang ada dalam keseharian manusia. Secara deskriptif,
> > manusia bisa
> > > > rasional, bisa juga tidak rasional dalam membuat keputusan.
> > Sebagai
> > > > alternatif, diajukan pendekatan rasional preskriptif yang
> mencoba
> > > > memahami bagaimana menjadikan manusia lebih rasional dalam
> > memilih. Jika
> > > > ditemukan bahwa perilaku ekonomi orang tidak selalu rasional,
> > maka perlu
> > > > dicari tahu bagaimana orang bisa untung dengan kondisi seperti
> > itu.
> > > > Untuk itulah kajian-kajian perilaku ekonomi perlu dilakukan
> > secara lebih
> > > > realistik dan sesuai dengan kenyataan empirik dengan tujuan
> untuk
> > > > membantu orang-orang mencapai kesejahteraan lebih baik lewat
> > > > perilaku-perilaku mereka.***
> > > >
> > > > Daftar Pustaka
> > > >
> > > > Antonides, G. 1998. Psychology for Economics and Bussiness.
> > > >
> > > > De Cremer, dkk. (Eds). 2006. Social Psychology and Economics.
> > > >
> > > > Kahneman, D. & Tversky, A. 'Prospect Theory: An Analysis of
> > Decision
> > > > under Risk,' Econometrica, XVLII (1979), 263–291.
> > > >
> > > > Samuelson, Paul (1937). `A note on measurement of utility'.
> > > > Review of Economic Studies, 4, 155-161.
> > > >
> > > > Smith, A. (1759/1892). The Theory of Moral Sentiments. New
> York:
> > > > Prometheus Books.
> > > >
> > > > Thaler, R. (1981). Some empirical evidence on dynamic
> > inconsistency.
> > > > Economics Letters, 8, 201-207.
> > > >
> > > > von Neumann, J., & Morgenstern. (1947). Theory of Games and
> > Economic
> > > > Behavior. (2nd ed.). Princeton NJ: Princeton University.
> > > >
> > > > www.behaviouralfinance.net.
> > > >
> > > > www.appropriate-economics.org.
> > > >
> > > >
> > > > 1 Makalah ini disajikan dalam acara "Diskusi Psikologi dan
> > Perilaku
> > > > Ekonomi" tanggal 26 Februari 2007 yang diselenggarakan dalam
> > Pekan
> > > > Psikologi UI 2007 di Fakultas Psikologi UI.
> > > >
> > > >
> > > > 2 Harry Susianto adalah pengajar Mata Kuliah Psikologi dan
> > Perilaku
> > > > Ekonomi di Fakultas Psikologi UI. Ia sekarang menjabat sebagai
> > Kepala
> > > > Bagian Psikologi Sosial di Fakultas Psikologi UI. Makalah ini
> > dibuat
> > > > berdasarkan hasil wawancara dan bahan tertulis dari Harry
> > Susianto;
> > > > dirangkai oleh Bagus Takwin sebagai moderator dalam diskusi
> ini.
> > > >
> > >
> >
>




Do you know you can upload up to a maximum of 500 photos to your Windows Live Space per month? Check it out!

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
SPONSORED LINKS
Yahoo! Avatars

Express Yourself

Show your style in

Messenger & more.

Yahoo! Mail

Get on board

You're invited to try

the all-new Mail Beta.

Fashion Groups

on Yahoo! Groups

A great place to

connect and share.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar