Senin, 26 November 2007

[psikologi_transformatif] Fwd: EFEK MOZART & LRII


--- In kristensejati@yahoogroups.com, "amanivmp" <amanivmp@...> wrote:

EFEK MOZART & LRII

Salam dalam Kasih Kristus,

Pernah dengar yang namanya Efek Mozart? Efek Mozart sering
dikemukakan sebagai efek positif bagi perkembangan otak yang konon
merupakan hasil stimulasi dengan komposisi-komposisi klasik, khususnya
karya dari Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791), seorang komposer musik
klasik dari periode barok.

Pada tanggal 14 Oktober 1993 dalam majalah "Nature", peneliti-peneliti
dari Universitas California (Irvine), Frances Rauscher, Gordon Shaw,
dan Katherine Ky menulis artikel satu halaman yang berjudul "Music and
spatial task performance". Pada artikel tersebut dikemukakan hasil
eksperimen mereka bahwa kelompok mahasiswa yang diperdengarkan musik
"Sonata for Two Pianos in D Major (K. 448)" karya Mozart selama 10
menit, memiliki skor tes yang lebih tinggi daripada kelompok mahasiswa
yang diperdengarkan kaset relaksasi maupun kelompok mahasiswa yang
tidak diperdengarkan apa-apa. Aspek yang di tes adalah kemampuan
spasial, yang diukur dengan mempergunakan tes kecerdasan
Stanford-Binet.

Banyak respons positif terhadap artikel tersebut. Banyak media yang
mengulas tentang hal itu dan kemudian menamakan pengaruh positif musik
Mozart tersebut sebagai "efek Mozart". Rekaman musik Mozart yang
dipergunakan dalam studi tersebut dalam waktu singkat terjual habis di
Boston. (Lihat
Shaw, Gordon L. 2000. Keeping Mozart in Mind. San Diego, CA: Academic
Press, h.5). Bahkan dari kalangan pejabat pemerintah pun muncul reaksi
postif.

Di Georgia, gubernur Zeel Miller yang terpesona dengan hasil studi
tersebut, diiringi lagu "Ode to Joy" karya Beethoven sebagai musik
latar, meminta persetujuan kepada legislatif untuk mengalokasikan dana
sebesar 105.000 US $ untuk memberikan kaset rekaman atau CD musik
Mozart tersebut kepada ibu-ibu yang melahirkan di negara bagian
tersebut. Kebijakan tersebut, walaupun tidak secara persis, diikuti
oleh berbagai negara bagian lain seperti Tennesee dan Florida.

Adalah Don Campbell, seorang konsultan dan ahli musik terapi yang
kemudian diakui sebagai orang yang peka terhadap peluang di masa depan
karena ia berhasil mematenkan merk dagang "The Mozart Effect". Buku
karya Don Campbell yang berjudul "The Mozart Effect" semakin
mempopulerkan efek Mozart ini. Dalam bukunya tersebut, Campbell
merangkum beberapa hasil penelitian mengenai efek positif dari
beberapa jenis musik, diantaranya menenangkan anak-anak hiperaktif,
meningkatkan kreatifitas dan daya ingat, mensinkronkan kinerja otak
kiri dan otak kanan, dan bahkan meningkatkan IQ hingga 9 point!

Bagi kalangan dunia musik, khususnya dunia musik klasik, apa yang
dikemukakan dalam buku Campbell tersebut sudah barang tentu membawa
angin segar bagi kehidupan musik secara umum, khususnya dunia musik
klasik. The American Music Conference banyak mengungkap berbagai
perkembangan pengaruh musik terhadap berbagai aspek dalam diri
seseorang. Reaksi positif bukan hanya datang dari kalangan dunia
musik, melainkan juga dari berbagai kalangan lain, khususnya para
pencinta musik klasik.

Di Indonesia, walaupun tidak ada catatan sejarah khusus, dapatlah
dikatakan bahwa psikolog Iesye Bone Widodo dkk dari RSAB Harapan Kita
merupakan salah satu perintis pemanfaatan musik untuk merangsang
peningkatan kecerdasan, yakni melalui Program Parent Education RSAB
yang sudah dimulai sejak tahun 1995. Saat ini, program-program sejenis
sudah banyak dipakai dan diterapkan di banyak tempat dan kegiatan.
Perkembangan relatif semakin meluas setelah buku Campbell tersebut
diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia
dengan judul "Efek Mozart".

LRII DAN EFEK MOZART

Pembahasan mengenai apa dan siapa itu LRII tampaknya tidak perlu
dikemukakan lagi. Pada umumnya kita sudah cukup mengenal LRII dan
GRII. Informasi mengenai lembaga inipun dapat dilihat pada situsnya
<http://www.lrii.or.id>. Selain giat mengemukakan berbagai
ajaran-ajaran reformed-injili, walaupun tidak secara tegas dan
eksplisit dinyatakan, namun dalam berbagai kesempatan maupun diskusi,
dapat terlihat bahwa LRII cukup akrab dengan musik klasik. Hal
tersebut tidaklah mengherankan apabila kita melihat kedekatan sejarah
berkembangnya teologi reformed yang berdekatan dengan perkembangan
musik klasik.

Bahkan mulai tahun 2002 ini, Reformed Institute membuka Fakultas Musik
Gerejawi. Stephen Tong adalah Rektor Reformed Institute, sedangkan
Billy Kristanto adalah Dekan Akademisnya. Walaupun informasi resmi
mengenai Fakultas Musik Gerejawi ini masih relatif terbatas, namun
kerangka-kerangka pemikiran dan pendekatan yang akan dipergunakan
dapat kita kenali melalui berbagai diskusi tentang musik yang
dilakukan oleh Billy Kristanto dan personil-personil lain dari LRII.
Salah satu milis yang cukup banyak memuat pembahasan musik oleh
personil-personil LRII adalah milis Youth_Azusa, yakni dengan alamat
<http://groups.yahoo.com/group/youth_azusa/>. Pada milis tersebut
Billy Kristanto banyak berdiskusi dengan anggota milis lainnya.
Personil lain yang aktif adalah Suzianty Herawati, salah seorang
moderator milis tersebut. Saya tidak tahu persis apa keterlibatan
Suzianty Herawati dalam bidang musik di LRII, namun menilik berbagai
posting yang dikirimkannya di berbagai milis, Suzianty Herawati cukup
aktif mempublikasikan kegiatan-kegiatan musik.

Sikap positif dan keakraban LRII dengan musik klasik ini dapat
terlihat dari berbagai posting yang dikirimkan di milis tersebut.
Walaupun tidak mutlak, tetapi ada kecenderungan yang cukup besar pada
kalangan musisi LRII untuk menganggap bahwa musik klasiklah yang
terbaik. Hal ini juga dapat terlihat pada Deklarasi Visi dan Misi
Fakultas Musik Gerejawi Reformed Institute, yang disampaikan oleh
Stephen Tong <http://groups.yahoo.com/group/youth_azusa/message/1948>.

Tidaklah mengherankan apabila kedekatan kalangan LRII dengan musik
klasik ini juga menyebabkan kedekatan mereka dengan musik Mozart. Efek
Mozart ini pun dibahas dalam kaitannya dengan nilai-nilai kekristenan
<http://groups.yahoo.com/group/youth_azusa/message/1647>. Dalam
tulisan yang berjudul "Musik dengan tekhnik komposisi yang biblical",
yang dikirimkan oleh Suzianty Herawati namun ditulis oleh Billy
Kristanto, secara singkat diberikan pemikiran-pemikiran untuk menampik
penggeneralisasian pemberian label "new age" kepada setiap bentuk
terapi musik. Menurut dia, memberikan label "new age" hanya karena
musik klasik dipergunakan oleh juga pengikut "new age" dalam terapi
musik mereka, adalah suatu penggeneralisasian yang dangkal.

Untuk mendukung pernyataannya tersebut dikemukakan beberapa argumen
yang tampaknya didasari oleh isi buku Don Campbell tentang efek
Mozart. Selain mengemukakan kenaikan angka sebesar 9 poin pada tes
kecerdasan, dia juga secara selintas membedah gerakan pertama (first
movement) dari lagu "Eine kleine Nachtmusik" untuk menunjukkan
keteraturan dan keseimbangan dalam komposisi musik Mozart.

Bahkan pada tulisan selanjutnya
<http://groups.yahoo.com/group/youth_azusa/message/1646>, dikemukakan
bahwa musik Mozart mengekspresikan prinsip teologis mengenai
keteraturan merupakan teknik komposisi yang biblical. Lebih lanjut,
dikemukakan juga bahwa proporsi, integritas dan klaritas yang ada pada
musik Mozart mencerminkan prinsip estetika yang dikemukakan oleh
Thomas Aquinas pada abad pertengahan. Di bagian penutup, antara lain
dikemukakan bahwa :
"Akhir kata, seorang teolog besar yang bernama Karl Barth pernah
menulis tentang Mozart di mana dia menggambarkan Mozart sebagai
seorang yang memancarkan kemuliaan Allah dengan bebas melalui
musiknya, demikian bebasnya hingga terbebas dari kecenderungan untuk
mengekspresikan dirinya sendiri. Mozart adalah alat anugerah di tangan
Tuhan."

Hal lain yang juga cukup menarik disimak adalah tanggapan bung BK
terhadap pertanyaan "Apakah Mozart itu anak Tuhan?" Pada msg. no. 1711
di milis tersebut, Billy Kristanto antara lain mengemukakan "…
Mozart
sendiri kemungkinan bukanlah orang kristen yang mengalami kelahiran
baru di dalam Tuhan. Ini terbukti bahwa di akhir hidupnya dia memasuki
aliran freemasonry, yaitu satu gerakan yang muncul pada abad
pencerahan, sebagai satu secret society. ..." Lebih lanjut, dia
mengatakan "Jadi sekali lagi, kesimpulan saya tetap sama: yang membuat
satu karya seni itu biblical, bukan karena composernya adalah orang
kristen (sama halnya dengan mengatakan bahwa yang membuat satu
pekerjaan itu berkenaan di hadapan Tuhan, bukan karena pelaku
tindakannya adalah orang kristen, karena orang kristen bisa saja
melakukan sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Tuhan). Sebaliknya
dalam diri orang non-kristen dapat terlihat kemuliaan serta ekspresi
anugerah Tuhan yang Dia titipkan dalam diri orang tersebut."

Dari uraian mengenai di atas, dapatlah terlihat bahwa Mozart bukan
hanya mempesona dan dikagumi oleh masyarakat umum, bahkan dari
kalangan Kristen pun ada yang bersikap demikian.

EFEK MOZART DIPERTANYAKAN

Kalau kita kaji, pada buku aslinya, sebenarnya Don Campbell hanya
mengemukakan 2-3 halaman saja tentang studi yang dilakukan oleh
Frances Rauscher, Gordon Shaw, dan Katherine Ky tersebut. Bagi para
ilmuwan, halaman-halaman lainnya hanya dianggap sebagai anekdot, ilmu
semu (pseudoscience) dan pengkaitan-pengkaitan saja. Sebagai contoh,
pada salah satu bab dikemukakan bahwa musik Mozart tersebut dapat
mengurangi penderitaan sebagai akibat penyakit AIDS, alergi maupun
diabetes (Campbell 1997, 226-252), tanpa didukung oleh data-data yang
memadai. Secara awam pun dapat diajukan pertanyaan sangkalan sebagai
berikut "kalau memang komposisi Mozart baik untuk kesehatan, kenapa
sepanjang hidupnya Mozart selalu sakit-sakitan, bahkan meninggal di
usia muda?". Perdebatan panjang "kelas kusir" dapat dilakukan untuk
membahas masalah tersebut.

Beberapa penelitian yang dilakukan setelah publikasi penelitian
Rauscher, Shaw, & Ky pada tahun 1993 tersebut, menunjukkan hasil yang
berbeda. Penelitian-penelitian berikut ini memperoleh hasil bahwa
tidak ada pengaruh musik Mozart terhadap kecerdasan.

>>> Stough, Con, Bridget Kerkin, Tim Bates, and Gordon Mangan. (1994).
"Music and spatial IQ." Personality & Individual Differences 17:5,
695.
>>> Carstens, C. B., E. Huskins, and G. W. Hounshell. (1995).
"Listening to Mozart may not enhance performance on the Revised
Minnesota Paper Form Board Test." Psychological Reports 77, 111-114.
>>> Newman, J., Rosenbach, J., Burns, K., Latimer, B., Matocha, H., &
Vogt, E. (1995) An Experimental Test of "The Mozart Effect": Does
Listening to His Music Improve Spatial Ability? Perceptual and Motor
Skills, 81, 1379-1387.
>>> Steele, Kenneth M, Tamera N. Ball, and Rebecca Runk. (1997).
"Listening to Mozart does not enhance backwards digit performance."
Perceptual and Motor Skills 84, 1179-1184.

Penelitian-penelitian di atas dilakukan dengan melakukan replikasi
prosedur eksperimen yang dilakukan oleh Rauscher, Shaw, & Ky pada
tahun 1993, hanya tes kecerdasan yang dipakai bukan untuk mengukur
kemampuan spasial-temporal. Tes kecerdasan yang dipakai pun beragam,
ada yang mempergunakan Raven's Advanced Progressive Matrices (APM),
ada pula yang memakai Revised Minnesota Paper Form Board Test.

Di lain sisi, penelitian yang dilakukan oleh Wilson & Brown (1997)
mendukung hasil studi yang dilakukan oleh Rauscher, Shaw, & Ky pada
tahun 1993. Walaupun tidak mempergunakan tes Stanford-Binet, studi
yang dilakukan oleh Wilson & Brown (1997) tersebut mempergunakan "tes
maze" yang pada hakekatnya mengukur aspek yang sama dengan studi
Rauscher, Shaw, & Ky, yaitu aspek kemampuan spasial-temporal.
Lihat : Wilson, T., & Brown, T. (1997) Reexamination of the Effect of
Mozart's Music on Spatial-Task Performance. Journal of Psychology, 131
(4), 365-370.

Antara lain karena itulah, maka Rauscher and Shaw akhirnya mengakui
dan menawarkan kemungkinan bahwa efek Mozart hanya dapat diterapkan
pada beberapa tugas spasial temporal saja. Berdasarkan analisa ulang
yang mereka lakukan terhadap studi yang mereka lakukan pada tahun
1993, Rauscher and Shaw mengungkapkan bahwa peningkatan yang berarti
hanya pada tugas melipat dan menggunting kertas (Paper Folding and
Cutting (PF&C)), yang merupakan tugas spasial temporal. (Lihat :
Rauscher, Frances H. and Gordon L. Shaw. (1998). "Key components of
the Mozart Effect." Perceptual and Motor Skills 86, 835-841.)

Namun apa yang dikemukakan oleh Rauscher and Shaw (1998) tersebut
tertolak lagi. Steele, Bass, and Crook pada tahun 1999 melakukan
penelitian dengan meniru persis apa yang dilakukan oleh Rauscher,
Shaw, & Ky pada tahun 1993. Namun, hasil yang diperoleh Steele, Bass,
and Crook tidak seperti yang didapatkan oleh Rauscher, Shaw, & Ky.
Pada penelitian mereka tersebut, tidak ada perbedaan skor tes antara
kelompok mahasiswa yang diperdengarkan kaset Mozart, kelompok
mahasiswa yang diperdengarkan kaset relaksasi, maupun kelompok
mahasiswa yang tidak diperdengarkan apa-apa. (Sumber: Steele, K.M.,
Bass, K.E., & Crook, M.D. (1999). The mystery of the Mozart effect:
Failure to replicate. Psychological Science, 10, 366-369)

Uraian singkat tentang beberapa penelitian tentang efek Mozart
tersebut di atas kiranya dapat memberikan gambaran bahwa pengaruh
positif efek Mozart itu sendiri secara ilmiah masih diragukan
ketepatan dan keakuratannya. Berbagai studi yang dilakukan pun umumnya
masih dalam tahap awal. Jumlah sampel penelitian masih relatif kecil.
Umumnya jumlah sampel di bawah 100 orang, hanya satu dua penelitian
yang mempergunakan sampel di atas 100 orang. Teknik samplingnya pun
umumnya incidental sampling, yaitu mahasiswa di perguruan tinggi yang
bersangkutan.

Masih terlalu amat sangat dini mengambil kesimpulan dalam kondisi yang
demikian. Apalagi dari segi pendekatan studi pun masih terbatas pada
studi eksperimental. Untuk memperoleh kesimpulan yang memadai, masih
banyak perlu dilakukan berbagai pendekatan lain, baik studi
longitudinal, cross-sectional, maupun cross-cultural. Lagipula,
sebagaimana telah dikemukakan, dari studi yang telah dilakukan, efek
Mozart ini hanya berpengaruh pada kemampuan spasial-temporal, hanya
sebagian kecil saja dari kecerdasan secara umum. Dan hasil studi
itupun masih dipertanyakan, bahkan terbantah oleh studi lain.

MUSIK ALKITABIAH ATAU MUSIK BAGUS ?

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa berdasarkan proporsi,
integritas dan klaritas, Billy Kristanto mengemukakan bahwa komposisi
musik Mozart adalah komposisi musik yang Alkitabiah (Biblical).
Terlepas dari pengertian mengenai musik yang Alkitabiah yang
dipergunakan oleh Billy Kristanto, penyimpulan bahwa komposisi musik
Mozart sebagai komposisi musik Alkitabiah adalah penyimpulan dengan
pola pikir yang perlu dipertanyakan. Dengan pola pikir serupa, apakah
kita juga dapat mengatakan karena ajaran Budha mengajarkan kasih dan
kelembutan maka ajaran Budha adalah ajaran yang Alkitabiah?

Pada SPIK-SPIK awal yang diselenggarakan oleh LRII, Stephen Tong cukup
sering mengemukakan tentang logika berpikir yang salah. Intinya, kalau
premisnya (proposisi) salah, maka kesimpulannya juga akan salah. Dalam
hal ini, sudah barang tentu kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu
yang Alkitabiah adalah sesuatu yang mengandung unsur proporsi,
integritas dan klaritas. Prinsip atau unsur-unsur itu hanya merupakan
sebagian kecil saja dari hal-hal yang Alkitabiah. Bahkan bukan itu
unsur terutama yang disampaikan oleh Alkitab.

Dalam penghayatan saya, inti dari Alkitab adalah agar manusia memiliki
iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Dengan
penghayatan tersebut, maka musik yang Alkitabiah adalah musik yang
menyebabkan dan mencerminkan seseorang memiliki iman, pengharapan dan
kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Entah bagaimanapun komposisi
musiknya secara nyata. Sejauh pengetahuan saya, Alkitab tidak secara
tegas dan jelas mengatur bagaimana komposisi musik yang Alkitabiah.
Bahkan jika kita telaah musik-musik tradisional yang dipergunakan oleh
orang Israel, maka komposisinya akan memiliki ciri dan karakter yang
khas, yang sangat mungkin berbeda dengan komposisi Mozart.

Selain kekurangtepatan premis tentang prinsip/unsur yang dikemukakan
Alkitab tersebut, penilaian bahwa komposisi musik Mozart sebagai musik
yang mengandung unsur keteraturan dan keseimbangan hanya dari satu
bagian dari salah satu komposisi Mozart saja sudah barang tentu kurang
memadai. Apabila dilakukan analisa dan pembedahan secara obyektif,
Kesimpulan tentang simetri dan balance pada "Eine Kleine Nachmusik"
berdasarkan "first movement" (fast sonata) saja mungkin akan berbeda
jika kita juga melihat ketiga "movement" lainnya (Slow Rondo, Dance
Minuet, Fast Rondo) dalam komposisi tersebut. Mengapa analisa tidak
dilakukan terhadap "Sonata for Two Pianos in D Major (K. 448)" yang
berdasarkan riset justru memiliki efek stimuli paling besar. Bagaimana
dengan unsur repetitif pada komposisi ini?

Terlepas dari perbedaan pemahaman terhadap komposisi musik yang
Alkitabiah tersebut, saya mau mempergunakan kriteria yang diajukan
sendiri oleh Billy Kristanto untuk dapat dijadikan patokan untuk
menilai apakah musik tertentu dapat dipertanggung-jawabkan kepada
Tuhan untuk kita pakai dalam sebuah ibadah, bahkan dalam konsumsi kita
sehari-hari (sebagai pendengar atau pemusik). Kriteria ini dikemukakan
di <http://groups.yahoo.com/group/youth_azusa/message/1569>, yaitu:

(…..)
1. Yang paling sederhana adalah dengan melihat teksnya. Kita bisa
menguji apakah teksnya alkitabiah atau tidak.
2. Musik yang baik dan berkualitas mempunyai kaitan yang erat antara
kata2 dan nadanya. Sementara musik yang kurang baik tidak menunjang
teks yang dikandung di dalamnya.
3. Tekhnik komposisi atau pengolahannya.
Ini adalah prinsip yang paling sulit karena membutuhkan kesabaran dan
ketekunan untuk mempelajari apakah cara pengolahan itu dapat kita
pertanggung-jawabkan secara prinsip alkitabiah atau justru
menyalahinya. Sebagai contoh adalah apa yang sudah disinggung dalam
tulisan yang pertama yaitu tentang aksen pada birama 4/4 yang
seharusnya jatuh pada ketukan pertama dan ketiga, tidak dapat
dibongkar berdasarkan kebebasan liar yang tidak bertanggung-jawab
untuk memindahkannya pada ketukan yang kedua dan keempat (yang mana
seharusnya merupakan ketukan yang kurang penting dibanding satu dan
tiga). Ini adalah pengujian secara ritmis. Selain itu masih ada elemen
harmoni atau akkord dalam musik, elemen melodi yang juga dapat diuji,
elemen dinamikanya dlsb.
4. Membaca hasil penelitian scientific tentan g musikpsychologie.
Ada beberapa percobaan yang telah dilakukan untuk menguji jenis musik
tertentu, yang bukan hanya dilakukan pada manusia, melainkan juga pada
tumbuh-tumbuhan dan binatang. Misalnya musik heavy metal telah
terbukti secara medis sebagai musik yang bersifat merusak serta
destruktif (bukan hanya pada manusia, melainkan juga pada hewan dan
tumbuh2an). Sementara musik klassik ternyata mempunyai efek yang
konstruktif yang mendukung proses pertumbuhan tanaman serta
metabolisme makhluk hidup (saya harus segera menambahkan pada tidak
setiap musik klassik menggunakan tekhnik komposisi yang alkitabiah,
musik klassik kontemporer misalnya banyak menggunakan prinsip
pengolahan yang diinspirasi oleh filsafat sekuler yang sangat tidak
alkitabiah sehingga menghasilkan musik yang destruktif pula).
Pada kesempatan yang lain saya akan mencoba untuk menuliskan tentang
apresiasi dari beberapa musik klassik yang sangat baik untuk
pertumbuhan makhluk hidup, baik secara fisik maupun mental).
(…..)

Jika kriteria tersebut kita kenakan kepada musik Mozart, maka
penilaian yang dapat kita berikan antara lain adalah:

1. Dari segi teks/lirik jelas musik Mozart tidak dapat
dipertanggungjawabkan, karena musik Mozart umumnya tidak pakai teks,
sehingga kita tidak tahu musiknya itu untuk memuji Tuhan atau tidak.
2. Karena tidak ada teks/liriknya, maka kita tidak bisa menilai musik
Mozart dari segi kaitan antara nada dengan teks/liriknya.
3. Dari segi teknik komposisi atau pengolahannya, karena kriteria
yang dipergunakan adalah kriteria yang justru berkembang dari musik
ini, maka sudah barang tentu musik Mozart memenuhi kriteria ini.
4. Dari hasil penelitian ilmiah tentang psikologi musik, sebagaimana
telah diuraikan pada bagian terdahulu, musik Mozart belum dapat
dikategorikan sebagai musik yang berefek negatif maupun yang berefek
positif.

Dari 4 butir penilaian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa musik Mozart
belum bisa dikatakan sebagai musik yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk dipakai dalam ibadah. Ya jelas saja, karena musik Mozart memang
tidak ditujukan untuk dipakai dalam ibadah. Dari sisi ini saja,
barangkali sudah terlihat indikasi bahwa tidak cukup kuat dasar untuk
mengatakan bahwa komposisi musik Mozart adalah komposisi musik yang
Alkitabiah.

Dari banyak sisi, tampaknya justru karya-karya Johann Sebastian Bach
lebih patut mendapatkan penghargaan sebagai komposisi musik yang
Alkitabiah. Karya-karyanya seperti Amazing Grace, Blessed Assurance,
Abide with me, dan sejumlah karya lainnya, masih banyak dipergunakan
dalam ibadah-ibadah saat ini. Walaupun tanpa lirik,
komposisi-komposisi seperti "St Matthew Passion", "St John Passion",
"Magnificat", nuansa/nilai Kristiani sudah tercermin dari judul yang
dipergunakannya. Terlebih lagi bila melihat partitur-partitur hasil
karyanya, yang umumnya mencantumkan beberapa abjad yang menggambarkan
kedekatannya dengan Sang Khalik, seperti "SDG" (Soli Deo Gloria),
"INJ" (In Nomine Jesu), dan sebagainya.
Dari segi latar belakang kehidupannya pun terlihat bahwa Bach memang
dilahirkan dan dididik secara ketat oleh keluarganya yang berasal dari
kalangan Pietist Lutheran. Tidaklah mengherankan jika hal itu besar
pengaruhnya terhadap kehidupan Bach di kemudian hari. Selain dikenal
sebagai orang yang hidup saleh, Bach juga memiliki pengetahuan
teologis yang cukup mendalam. Suatu latar belakang kehidupan yang jauh
berbeda dengan Mozart.

Menyimak perbandingan antara Mozart dengan Bach tersebut, yang menjadi
pertanyaan mengapa justru Mozart yang ditonjolkan oleh kalangan
Kristen? (dalam tulisan ini : oleh personil-personil LRII). Beberapa
kemungkinan penyebabnya antara lain adalah:

1. Menilik berbagai uraian dalam berbagai posting terlihat indikasi
adanya pengaruh buku-buku dan karya Don Campbell yang umumnya hanya
mengemukakan data-data pendukung tentang pengaruh positif efek Mozart.
Tidaklah mengherankan apabila Campbell melakukan hal itu, karena dari
segi bisnis buku-buku karya Don Campbell tersebut begitu laris di
berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Selain buku-buku,
Campbell juga memproduksi 16 album musik yang berjudul "Music for the
Mozart Effect" untuk melengkapi apa yang diajukannya dalam buku-buku
tersebut. Di Amazone.com, selain album tersebut, juga dijual berbagai
judul CD seperti "Better Thinking Through Mozart," "Mozart for Your
Mind," "dan bahkan "Ultrasound-Music for the Unborn Child".
Album-album tersebut juga mudah ditemui di toko-toko musik, termasuk
di Indonesia. Lihat saja di situs-situs e-shop Indonesia seperti
sanur.co.id, ojolali.com, matamata.com, ketoko.com, dan sebagainya.
Campbell sendiri juga telah memanfaatkan internet untuk mempromosikan
karya-karyanya tersebut (<http://www.mozarteffect.com/>).

2. Adanya nuansa-nuansa minat pribadi, khususnya sebagai
penggemar/peminat musik klasik. Lebih jauh lagi, mungkin juga karena
keakraban dan kedekatan dengan Yayasan Amadeus Indonesia yang memang
pada dasarnya diilhami oleh "kebesaran" Mozart. Kerja sama antara
Billy Kristanto dengan Grace Sudargo dapat dilihat pada acara "Konser
Musik for Choir and Orchestra" (Lihat:
<http://groups.yahoo.com/group/youth_azusa/message/1653>). Yayasan
Amadeus Indonesia sendiri membuka kelas klasik bagi anak-anak. Salah
satu sekolah musiknya terletak di Pondok Indah. Dan menurut Adhie MS,
salah seorang musisi Indonesia yang peduli untuk memperkenalkan musik
klasik kepada anak-anak, "Secara finansial, godaan mendirikan sekolah
memang menarik …" (Lihat: artikel "Mozart dalam Dunia Anak" pada
Tempo
Edisi 22-28 April 2002, p. 95).

3. Secara obyektif dan subyektif, karya-karya Mozart itu sendiri
memang merupakan karya-karya yang bagus dan relatif mudah untuk
dinikmati banyak orang ketimbang karya Bach. Pengagum karya-karya
Mozart, khususnya di dunia barat, memang sudah banyak sejak dulu.
Mulai dari kalangan musisi, budayawan, bahkan sampai para teolog
(Lihat: <http://hsb.baylor.edu/html/vanauken/mozart.html>). Karl Barth
adalah salah seorang pengagum berat dari Mozart. Bahkan ada satu
artikel mengemukakan bahwa tiap hari Barth mendengarkan karya-karya
Mozart <http://www.victorshepherd.on.ca/Heritage/Barth.htm>. Dalam
bukunya yang berjudul "Wolfgang Amadeus Mozart"(terjemahan C. K. Pott,
Grand Rapids: Eerdmans, 1986), pada halaman 23 anatara lain
dikemukakan bahwa suatu saat Karl Bart membayangkan para malaikat di
surga tanpa keraguan menyanyikan karya-karya Bach di depan umum secara
berhati-hati. Tetapi, ketika mereka pulang ke rumah, mereka dengan
riang menyanyikan karya-karya Mozart dan Tuhan menyenangi hal itu.

Ke tiga hal tersebut hanyalah kemungkinan-kemungkinan saja. Mana yang
sebenarnya menjadi penyebab kiranya tidak terlalu perlu untuk dibahas.
Walaupun demikian, dari uraian tersebut di atas, kiranya dapatlah
dikatakan bahwa tampaknya agak berlebihan untuk mengatakan bahwa
komposisi musik Mozart adalah komposisi musik yang Alkitabiah. Mungkin
lebih proporsional jika dikemukakan bahwa komposisi musik Mozart
adalah komposisi musik yang bagus atau "luar biasa bagus" bila perlu.

PENUTUP

Efek Mozart yang sering dikemukakan dan dianggap memiliki pengaruh
positif terhadap kecerdasan dan beberapa aspek lain dalam diri manusia
pada kenyataannya secara ilmiah masih diragukan kebenarannya, bahkan
beberapa studi malah mengungkapkan bahwa efek tersebut tidak memiliki
pengaruh apa-apa. Walaupun demikian, usaha Don Campbell memang
benar-benar sukses di pasar. Berbagai perkembangan terakhir malah
melaporkan hal-hal yang "mentakjubkan". Di Inggris, para biarawan
mengabarkan bahwa sapi-sapi mereka terus-menerus memproduksi susu
dengan volume lebih banyak dari biasanya setelah diperdengarkan
serenada dari Mozart. Lalu di Washington musik Mozart terbukti
membantu para imigran asia belajar bahasa Inggris lebih cepat.
Sedangkan dari Jepang dilaporkan, bahwa minuman sake terbaik negeri
itu dihasilkan ketika musik Mozart diputar dekat tempat proses
peragiannya. Wah … wah…

Sebagai umat Kristen kiranya kita tidak perlu terpancing untuk terlalu
terpesona dengan efek Mozart tersebut. Keterpersonaan yang dapat
menyebabkan kita cenderung/terjebak mempergunakan Firman Tuhan untuk
memuliakan Mozart ketimbang mempergunakan musik Mozart untuk
memuliakan Tuhan. Penempatan komposisi musik Mozart secara
proporsional akan lebih mendorong kita untuk mengembangkan
"terapi-terapi" untuk perkembangan manusia yang lebih sesuai dengan
hakekat substansi Alkitab ketimbang prinsip-prinsip umum pada Alkitab.
Mendoakan bayi dan memperdengarkan musik-musik rohani Kristen mungkin
dapat dikembangkan sebagai alternatif pengganti terapi musik Mozart
untuk bayi dalam kandungan. Kami (saya dan isteri) secara kebetulan
sudah mempraktekkannya. Sejauh ini, hasilnya sangat memuaskan. Anak
kami tersebut berkembang menjadi anak yang baik dan belajar untuk
tumbuh dan berkembang di dalam iman, pengharapan dan kasih kepada
Tuhan Yesus Kristus. Sudah barang tentu semuanya itu boleh jadi karena
kasih dan anugerahNya saja.

Kiranya apa yang ditulis dalam tulisan ini dapat menjadi berkat bagi
kita semua. Khusus untuk saudara Billy Kristanto dan kawan-kawan dari
LRII, kiranya tulisan ini dapat mendorong timbulnya gagasan-gagasan
untuk mengembangkan Fakultas Musik Gerejawi Reformed Institute secara
lebih komprehensif, ilmiah dan akademis, sesuai dengan iman,
pengharapan dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Selamat berkarya
saudara-saudariku ….. bagi kemuliaanNya saja.

Terpujilah Tuhan!

amanivmp

--- End forwarded message ---

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Free airline tickets

Win a free trip

home for the

holidays from Yahoo!

Y! Messenger

Quick file sharing

Send up to 1GB of

files in an IM.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar