Senin, 26 November 2007

[psikologi_transformatif] Fwd: Tanggapan Billy Kristanto (Re: EFEK MOZART & LRII)


--- In kristensejati@yahoogroups.com, "amanivmp" <amanivmp@...> wrote:

Salam dalam Kasih Kristus,

Saudara-saudariku yang terkasih, tulisan saya
yang berjudul "Efek Mozart & LRII) mendapat
tanggapan dan koreksi dari saudara Billy Kristanto
di milis youth_azusa. Tanggapan sudah saya kirimkan
ke youth_azusa. Saya kirimkan juga tanggapan tersebut
ke milis ini. Persis apa adanya, terkecuali bagian
pengantar ini dan attachment nya (file MIDI, karena
di milis ini tidak menerima attachment). Mudah-mudahan
ada gunanya bagi yang berminat.

Terpujilah Tuhan!

amanivmp

---------------------------

Salam dalam Kasih Kristus,

BILLY: (2324)
Hallo Saudara Amanivmp, Salam kenal. Tidak ada salahnya menggunakan
identitas yang jelas saat berdiskusi, ini bagian dari tanggung jawab
iman kristen kan :) … dst.

AMAN: (posting ini):
Salam kenal penuh kasih juga untuk bung Billy. Saya setuju memang
tidak ada salahnya menggunakan identitas jelas (asli) dalam
berdiskusi. Tapi tidak ada salahnya juga kan mempergunakan nickname,
asal dengan tujuan dan pertimbangan yang baik. Saya punya alasan dan
tujuan dan pertimbangan tersendiri untuk mempergunakan nickname
tersebut pada berbagai tulisan yang saya kirim di berbagai milis. BTW,
saya tidak pernah mengirim posting dengan memakai nickname Qbiz,
mengapa bisa jadi si Qbiz yang mengirim ya? Seingat saya, tulisan
tersebut saya forward ke youth_azusa dari milis kristensejati di yahoo
juga, milis dimana artikel tersebut saya posting pada awalnya.

BILLY: (2324)
Sedikit koreksi, Mozart hidup di periode klassik, bukan periode
barock.

BILLY: (2330)
Bach tidak pernah menulis Amazing Grace, Blessed Assurance dan Abide
with me :) dan satu lagi, Matthew Passion, John Passion dan Magnificat
semuanya adalah karya yang memilik lirik atau teks :)

AMAN: (posting ini)
Wah itu bukan sedikit koreksi. Bagi pencinta musik, khususnya musik
klasik, itu koreksi mendasar. Anda benar dan saya salah dalam
keterangan tentang hal-hal tersebut. Namun, saya punya alasan/tujuan
tersendiri untuk itu. (Lihat
http://groups.yahoo.com/group/kristensejati/message/3473)

>>NB: Isi dari posting tersebut, saya lampirkan pada bagian bawah artikel ini.
Artikel ini tertanggal 20 Mei 2002, sedangkan artikel terlampir tertanggal 16 Mei 2002.


BILLY: (2324)
Sedikit koreksi, teologi reformatoris yang dipelopori oleh Luther,
Zwingli dan Calvin terjadi pada periode Renaissance, 200 tahun lebih
sebelum kelahiran komposer-komposer seperti Mozart, Haydn atau
Beethoven yang berada pada periode klassik :). Tradisi 'musik klasik'
pada jaman Renaissance pun dapat dikatakan mencapai puncaknya pada
musik Palestrina, yang lebih berasal dari gerakan counter-reformation.
Kedekatan' itu tampaknya kurang.

AMAN: (posting ini)
Kedekatan yang saya maksud adalah jika dibandingkan kedekatan musik
komtemporer dengan periode berkembangnya teologi reformatoris
tersebut. Artinya, kedekatan dalam dimensi waktu tersebut
sedikit-banyak (bukan satu-satunya) menyebabkan teologi reformatoris
punya kedekatan historis yang lebih dengan musik klasik ketimbang
musik kontemporer. Ini sebenarnya akan lebih terkait dengan pembahasan
musik klasik dan musik kontemporer.

BILLY (2324)
Dan Campbell tentu saja bukan yang pertama yang melakukan penelitian
tersebut. … dst

AMAN: (posting ini)
Sejauh pengetahuan saya, Don Campbell sendiri tidak pernah melakukan
penelitian, atau mungkin lebih tepat dikatakan kalau Don Campbell
tidak pernah mempublikasikan hasil penelitiannya (kalau pernah atau
kalau ada) di forum ilmiah.

AMAN: (2315)
Beberapa penelitian yang dilakukan setelah publikasi penelitian
Rauscher, Shaw, &; Ky pada tahun 1993
tersebut, menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian-penelitian
berikut ini memperoleh hasil bahwa tidak
ada pengaruh musik Mozart terhadap kecerdasan ... dst (berbagai
literatur hasil penelitian)

BILLY: (2324)
(…..) Saya kira kesimpulan Anda yang mengatakan tidak ada pengaruh
musik (apalagi musik yang sangat kompleks) terhadap kecerdasan terlalu
berani :) Kecerdasan atau fungsi dan cara kerja otak kita sebenarnya
sangat kompleks, sehingga seperti Anda katakan sendiri, spatial
ability bukanlah keseluruhan kecerdasan.

AMAN: (posting ini)
Tentunya bung Billy setidaknya pernah dengar istilah "null hyphotesis"
dalam kerangka metode penelitian kan? Karena belum ada bukti yang
cukup kuat untuk membuktikan apakah musik Mozart berpengaruh positif
maupun berpengaruh negatif, maka dari kacamata metode penelitian dan
pengujian, hipotesa nol tersebutlah yang relatif paling cocok. Kalau
pengujian statistiknya, memakai two tail test ketimbang one tail test.

BILLY: (2324)
Katakanlah tesis buku2 di atas benar, ini tetap tidak akan menyanggah
bahwa musik berpengaruh terhadap
kecerdasan, paling banyak hanya akan menyanggah kecerdasan spatial
ability (yang hanya sebagian saja dari kecerdasan),

AMAN: (posting ini)
Sejauh yang saya tahu sih justru terbalik. Justru setelah berbagai
penelitian tersebut dilaksanakan (Stough, Con, Bridget Kerkin, Tim
Bates, and Gordon Mangan. (1994); Carstens, C. B., E. Huskins, and G.
W. Hounshell. (1995). Newman, J., Rosenbach, J., Burns, K., Latimer,
B., Matocha, H., & Vogt, E. (1995); Steele, Kenneth M, Tamera N. Ball,
and Rebecca Runk. (1997)), sebagaimana saya kemukakan pada posting
saya tersebut, "Antara lain karena itulah, maka Rauscher and Shaw
akhirnya mengakui dan menawarkan kemungkinan bahwa efek Mozart hanya
dapat diterapkan pada beberapa tugas spasial temporal saja.
Berdasarkan analisa ulang yang mereka lakukan terhadap studi yang
mereka lakukan pada tahun 1993, Rauscher and Shaw mengungkapkan bahwa
peningkatan yang berarti hanya pada tugas melipat dan menggunting
kertas (Paper Folding and Cutting (PF&C)), yang merupakan tugas
spasial temporal. (Lihat : Rauscher, Frances H. and Gordon L. Shaw.
(1998). "Key components of the Mozart Effect." Perceptual and Motor
Skills 86, 835-841.)"

BILLY : (2324)
Tesis inipun sebenarnya saya tidak yakin karena pengaruh itu sendiri
akan sangat tergantung dari banyak faktor, termasuk cara mendengarkan,
apa yang didengarkan, sikap emosional terhadap musik, bakat musik
dlsb.

AMAN: (posting ini)
Hak bung Billy untuk meragukan hasil penelitian tersebut, akan lebih
baik lagi kalau ditunjang oleh data-data dan bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah kalau tidak mau disebut
pseudoscience. Mungkin hal tersebut dapat dikembangkan/diteliti
(menjadi proyek penelitian) oleh Bung Billy dan kawan-kawan dari
Reformed Institute. Apabila dapat dikembangkan metode/prosedur yang
tepat untuk memanfaat stimulasi musik klasik, kemudian diteliti dan
dibuktikan, mungkin akan banyak manfaatnya bung Billy.

AMAN: (2315)
Namun apa yang dikemukakan oleh Rauscher and Shaw (1998) tersebut
tertolak lagi. Steele, Bass, and Crook pada tahun 1999 melakukan
penelitian dengan meniru persis apa yang dilakukan oleh Rauscher,
Shaw, &; Ky pada tahun 1993. Namun, hasil yang diperoleh Steele, Bass,
and Crook tidak seperti yang didapatkan oleh Rauscher, Shaw, &; Ky. …
dst (…..) Masih terlalu amat sangat dini mengambil kesimpulan dalam
kondisi yang demikian. Apalagi dari segi pendekatan studi pun masih
terbatas pada studi eksperimental. Untuk memperoleh kesimpulan yang
memadai, masih banyak perlu dilakukan berbagai pendekatan lain, baik
studi longitudinal, cross-sectional, maupun cross-cultural. Lagipula,
sebagaimana telah dikemukakan, dari studi yang telah dilakukan, efek
Mozart ini hanya berpengaruh pada kemampuan spasial-temporal, hanya
sebagian kecil saja dari kecerdasan secara umum. Dan hasil studi
itupun masih dipertanyakan, bahkan terbantah oleh studi lain.

BILLY: (2324)
Saya setuju bahwa berbagai macam pendekatan yang lain memang harus
terus dilakukan dan bahwa studi experimental sendiri juga terbatas
keabsahan penarikan kesimpulannya (dan justru itu terlalu dini juga
untuk mengatakan bahwa tidak ada pengaruh musik Mozart terhadap
kecerdasan :) berdasarkan experimen yang memang terbatas.

AMAN: (posting ini)
Tentang masalah ini, sudah saya kemukakan, akan sangat tergantung pada
pemahaman dan sikap kita terhadap berbagai kaidah ilmiah, termasuk di
dalamnya kerangka pengujian hipotesa nol sebagai kerangka pengujian
empiris untuk menguji hal-hal yang secara teoritis masih diragukan.
Uraian tentang hal ini dapat saja dibahas panjang lebar, namun
tampaknya milis ini bukan forum untuk membahas hal itu.

BILLY : (2324)
Namun, pengaruh musik terhadap kecerdasan adalah hal yang sudah umum
diterima oleh kalangan luas para ahli dan juga sudah banyak dibuktikan
(bukti yang mendukung lebih banyak daripada bukti negativ).

AMAN: (posting ini)
Sayangnya bung Billy tidak mengungkapkan penerimaan ahli yang dimaksud
dan juga bukti-bukti yang mendukung tersebut. Agar kita bisa membahas
dan mengkajinya. Apakah penerimaan, bukti dan dukungan yang sifatnya
common sense, atau bukti-bukti ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.

BILLY: (2324)
Seorang peneliti di Harvard membedakan tujuh macam kecerdasan dan
salah satunya adalah kecerdasan musik itu sendiri. Jika itu merupakan
salah satu bentuk kecerdasan, bagaimana kita dapat mengatakan musik
gubahan yang sangat kompleks dan merupakan hasil karya seorang jenius
tidak berpengaruh terhadap kecerdasan? Lalu musik apa yang akan
berpengaruh terhadap kecerdasan jika demikian?
(…..)

AMAN: (posting ini)
Bung Billy yang saya kasihi, sejauh pengetahuan saya, walaupung
mungkin ada kaitannya, ada perbedaan dan jarak antara "pengaruh
kecerdasan terhadap musik" dengan "pengaruh musik terhadap
kecerdasan", tampaknya ulasan bung Billy kedua hal terebut agak
tercampuraduk. Aplikasinya, untuk menciptakan komposisi yang bagus,
dibutuhkan kecerdasan yang baik. Untuk memahami dan menikmati
komposisi yang bagus, juga diperlukan kecerdasan. Nah secara spesifik,
kecerdasan yang dibutuhkan adalah kecerdasan musik. Itu jelas berbeda
dengan setelah diperdengarkan musik kemudian orang menjadi lebih
cerdas. Untuk mempermudah pemahaman, saya menyarankan bung Billy untuk
memperdalam mengenai kaidah-kaidah ilmiah, khususnya metode
penelitian, secara lebih spesifik lagi mengenai perbedaan antara IV
(independent variables) dan DV (dependent variables) dalam konteks
disain eksperimen (experimental design).

Walaupun saya sendiri adalah orang yang punya "perkiraan" bahwa
"sedikit-banyak tampaknya musik memang punya pengaruh terhadap
berbagai aspek dalam diri manusia", tapi tampaknya sejauh ini belum
adalah penelitian ilmiah yang cukup memadai untuk mendukung perkiraan
saya tersebut. Setidaknya, menurut perkiraan saya, setidaknya musik
punya pengaruh terhadap kondisi emosional seseorang. Bagaimana
hubungannya, sudah barang tentu perlu dikaji lebih lanjut. Justru,
hal-hal seperti itulah yang mungkin menarik untuk dipelajari dan
diteliti lebih lanjut, apabila kita ingin menyampaikannya sebagai
suatu "kebenaran" yang dapat dipertanggungjawabkan (khususnya secara
ilmiah, sebagai salah satu kaidah obyektifitas secara umum dan
akademis). Apalagi kalau kita kaitkan dengan masalah pengaruh budaya,
efek relaksasi dari musik klasik bukan tidak mungkin dapat menjadi
"stressor" bagi orang-orang kampung di Indonesia. Bagi orang-orang
kampung, mungkin dangdutan malah lebih mungkin dihayati sebagai musik
yang membawa efek relaksasi. Itu cuma satu contoh kemungkinan saja
lho, belum ada data dan bukti pendukungnya.

BILLY : (2324)
Hal ini sebenarnya sangat sederhana saja, sebagai perbandingan membaca
tulisan filosofis Kant misalnya, tentu saja membuat orang berpikir
lebih kompleks daripada membaca sebauah bacaan yang ringan. Berpikir
lebih kompleks inilah yang meningkatkan kecerdasan.

AMAN: (posting ini)
Tanggapan saya mirip dengan tanggapan di atas. Mereka yang
kecerdasannya "pas-pasan" akan mengalami kesulitan untuk memahami
secara baik dan benar berbagai pemikiran Kant. Apalagi untuk memahami
pemikiran Kant tentang tiga ide yang mutlak diandaikan dalam segala
usaha ilmiah, maupun untuk memahami konsep "aku" secara epistemologis.
Konsep-konsep Kant tersebut akan lebih mudah dipahami oleh mereka yang
lebih cerdas. Jadi, bukan lebih dalam pengertian bahwa karena berpikir
kompleks (misalnya membaca tulisan filosofis Kant), maka seseorang
akan menjadi lebih cerdas.

Sebagai tambahan, saya hanya mau mengungkapkan bahwa ada perbedaan
antara kecerdasan (potensi) dengan pengetahuan dan
kecakapan/keterampilan (kinerja / "performance"). Jadi berpikir
kompleks akan menambah dan melatih pengetahuan dan kecakapan kita
dalam wujud "performance", yang akan mengoptimalkan penggunaan potensi
yang ada. Jadi potensinya tidak bertambah, cuma penggunaannya menjadi
lebih optimal. Misalnya, kalau biasanya hanya "tampil" sebanyak 60% ,
setalah mendapat "pengasahan" dengan berbagai latihan dan pendidikan,
sel;ain pengetahuannya akan bertambah, potensi yang tertampilkan juga
akan lebih banya/optimal (misalnya menjadi 70% dari keseluruhan
potensi).

Dalam kerangka itulah barangkali kita lebih dapat memahami pengaruh
emosi (yang akhir-akhir ini sering dikaitkan dengan emotional
quotient) terhadap keoptimalan tertampilnya potensi (intelegence
quotient). Sejauh pengetahuan saya, kecerdasan/potensi itu sendiri
terutama dipengaruhi oleh faktor herediter dan nutrisi selama masa
perkembangan organ-organ kecerdasan (otak). Berbagai stimulasi lain,
lebih akan mempengaruhi performancenya. Ini kalau mau memakai
pemahaman secara tepat dan ketat lho.

AMAN : (2315)
(…..) Dengan pola pikir serupa, apakah kita juga dapat mengatakan
karena ajaran Budha mengajarkan kasih dan kelembutan maka ajaran Budha
adalah ajaran yang Alkitabiah?

BILLY: (2325)
Saya sudah membahas permasalahan atau kesulitan ini dengan
mengemukakan tentang konsep common grace (anugerah umum). Anugerah ini
dibagi-bagikan oleh Tuhan kepada siapa saja, bahkan kepada mereka
yang melawan dan tidak memuliakan nama-Nya. Sesungguhnya di dalam diri
orang yang paling berdosa pun tetap ada bayang-bayang kemuliaan Allah.
Mungkinkah seorang pekerja non-kristen memiliki ethos kerja yang lebih
baik (katakanlah lebih jujur dan bertanggung jawab) daripada pekerja
kristen, atau seorang hakim non-kristen mengadili lebih benar daripada
hakim kristen, atau seorang non-kristen menggubah musik dengan teknik
komposisi yang lebih baik daripada musikus kristen? Jawabnya mungkin,
karena Tuhan juga memberikan anugerahNya bagi mereka. Memang ini
sebuah ironis yang sulit untuk diterima, namun demikianlah kedaulatan
Allah kita. … dst

AMAN: (posting ini)
Tampaknya uraian anda tidak menjawab langsung pertanyaan yang saya
ajukan. Pertanyaan itu bukan untuk anda saja lho, untuk kita semua.

AMAN (2315)
Pada SPIK-SPIK awal yang diselenggarakan oleh LRII, Stephen Tong cukup
sering mengemukakan tentang logika berpikir yang salah. Intinya, kalau
premisnya (proposisi) salah, maka kesimpulannya juga akan salah. Dalam
hal ini, sudah barang tentu kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu
yang Alkitabiah adalah sesuatu yang mengandung unsur proporsi,
integritas dan klaritas. Prinsip atau unsur-unsur itu hanya merupakan
sebagian kecil saja dari hal-hal yang Alkitabiah. Bahkan bukan itu
unsur terutama yang disampaikan oleh Alkitab.

BILLY: (2325)
Justru di sini logika Anda yang salah :) saya mengatakan bahwa prinsip
proporsi, integritas dan klaritas pada dasarnya adalah prinsip yang
alkitabiah. Secara logika tidak dapat dikatakan bahwa prinsip
alkitabiah adalah prinsip proporsi, integritas dan klaritas (sebagai
perbandingan saja: anjing adalah binatang berkaki empat tidak berarti
binatang berkaki empat adalah anjing :), masih banyak binatang berkaki
empat yang lain yang bukan anjing. Ketika saya menulis premis yang
pertama (proporsi, int. dan kl. adalah prinsip alkitabiah) tidak perlu
ada penjelasan bahwa premis ini tidak bisa dibalik karena tidak sesuai
dengan aturan logika (Anda menjelaskan hal ini di atas yang mana saya
rasa tidak perlu karena saya percaya semua pembaca tentu saja mengerti
akan hal ini :)

AMAN: (posting ini)
Saya cuma mencoba menganalisa uraian anda pada msg no. 1646 di milis
youth_azusa, tanpa bermaksud membolak-balik pemahaman. Saya kutipkan
kembali apa adanya (urutan katanya), kata-kata dalam kurung di antara
kutipan tersebut adalah analisa saya.

"Struktur musik Mozart sangat membantu kita untuk memfokuskan pikiran
kita dari kekacauan kehidupan yang keras ini. (saya anggap sebagai
premis 1). Sedangkan kita tahu bahwa Alkitab sendiri berbicara tentang
penciptaan sebagai pengaturan dari kekacauan (chaos) menuju kepada
keteraturan. (saya anggap sebagai premis 2). Maka musik Mozart
mengekspresikan prinsip teologis ini dalam musiknya.Inilah yang kita
sebut sebagai tekhnik komposisi yang biblical. (saya anggap sebagai
kesimpulan)."

Sedangkan proporsi, klaritas dan integritas adalah penguraian lebih
lanjut dari prinsip keteraturan tersebut. Kalau saya salah, maaf deh
…. maklum masuk kategori orang penuh kekeliruan dsb…..

AMAN: (2315)
Dalam penghayatan saya, inti dari Alkitab adalah agar manusia memiliki
iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Dengan
penghayatan tersebut, maka musik yang Alkitabiah adalah musik yang
menyebabkan dan mencerminkan seseorang memiliki iman, pengharapan dan
kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. … dst

BILLY: (2325)
Jujur saya tidak mengerti dengan pembahasan Anda di atas :) Karena di
situ seolah-olah saya pernah menulis bahwa musik Mozart adalah
satu-satunya musik yang biblical yang mengikuti 'aturan main'
alkitabiah. … dst

AMAN: (posting ini)
Ah itu perasaan bung Billy saja. Saya juga tidak pernah mengatakan
bahwa bung Billy mengatakan bahwa Mozart adalah satu-satunya komposisi
musik yang Alkitabiah. Saya cuma prihatin saja, takut orang Kristen
lain (termasuk saya, namun bukan bung Billy), terjebak pada
kecenderungan "mempergunakan Firman Tuhan untuk memuliakan Mozart
ketimbang mempergunakan musik Mozart untuk memuliakan Tuhan".

BILLY: (2325)
Dan satu lagi, mengenai inti berita Alkitab adalah agar manusia
memiliki iman, pengharapan dan kasih kepada Yesus Kristus saya sangat
setuju. Namun Alkitab tidak hanya berbicara tentang itu. Inilah yang
harus terus kita gumulkan, sebab jika tidak demikian saya khawatir
iman kekristenan akan menjadi iman yang sempit dan cenderung kepada
fanatisme agama yang keliru. (…..) Satu tugas yang tidak mungkin
dikerjakan oleh satu orang atau sekolompok orang saja, melainkan
keseluruhan anggota tubuh Kristus secara bersama-sama.

AMAN: (posting ini)
Saya setuju dengan pernyataan bung Billy. Karena itulah "kerukunan" di
antara sesama pengikut Kristus merupakan salah satu fokus perhatian
saya. Perlu kerja keras dan kerendahan hati kita semua untuk mencapai
hal tersebut (sudah barang tentu kasih dan anugerahNya merupakan hal
yang utama). BTW, saya sangat merindukan LRII/GRII/MRI dapat bekerja
sama dengan berbagai kalangan pengikut Kristus lainnya. Salah satu
wujud nyatanya mungkin dapat "bersekutu" dengan salah satu
peresekutuan gereja di Indonesia (PGI, PGPI, PII, KWI). Sejauh
pengetahuan saya belum toh?

AMAN: (2315)
Dari 4 butir penilaian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa musik Mozart
belum bisa dikatakan sebagai musik yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk dipakai dalam ibadah. Ya jelas saja, karena musik Mozart memang
tidak ditujukan untuk dipakai dalam ibadah. Dari sisi ini saja,
barangkali sudah terlihat indikasi bahwa tidak cukup kuat dasar untuk
mengatakan bahwa komposisi musik Mozart adalah komposisi musik yang
Alkitabiah.

BILLY: (2330)
Wah, Bung Aman, Anda banyak kekeliruan di sini :) Tujuan saya menulis
tentang Mozart adalah supaya saudara/i seiman yang lain bisa turut
menikmati apa yang saya anggap sebagai anugerah Tuhan yang besar dalam
hidup saya, dan konteksnya bukan sebagai musik yang dipergunakan dalam
ibadah, namun sebagai konsumsi dan apresiasi musik sehari-hari.
Tampaknya Anda mencampuradukkan hal ini karena saya sedang menulis
tentang ibadah pada artikel yang lain :) Mozart sesungguhnya menulis
beberapa karya sakral yang disebut musik liturgis, yaitu musik yang
digunakan dalam ibadah (misalnya Mass in c minor). Dan kesimpulan Anda
pada kalimat yang terakhir itu suatu lompatan logika yang sama sekali
keliru (hanya karena seseorang tidak menulis karya untuk dipakai dalam
ibadah, maka tidak cukup kuat dasar untuk mengatakan musik itu
alkitabiah). Ada banyak hal yang alkitabiah dan kristiani, yang tidak
ditujukan untuk penggunaan dalam ibadah (contohnya memberitakan Injil,
berkata jujur, memberi sedekah, menghibur orang dalam duka dlsb, ini
semua berada di luar penggunaan dalam ibadah).

AMAN: (posting ini)
Justru pernyataan saya tersebut menyatakan secara implisit bahwa
tidaklah "fair" saya mempergunakan kriteria musik untuk ibadah dalam
menilai komposisi Mozart. Namun di lain sisi, saya juga ingin
menyatakan bahwa karena musik Mozart (sejauh pengetahuan saya, pada
umumnya) tidak ditujukan untuk dipakai dalam ibadah, maka itu sudah
menunjukkan indikasi bahwa tidak cukup kuat dasar untuk mengatakan
bahwa komposisi musik Mozart adalah komposisi musik yang Alkitabiah.
Kalau soal logika yang melompat sih, itu kan penilaian anda saja. Akan
sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan definisi kita terhadap
"komposisi yang Alkitabiah" maupun "hal-hal yang Alkitabiah".
Sebagaimana pernah saya ajukan dalam pertanyaan "apakah kita juga
dapat mengatakan karena ajaran Budha mengajarkan kasih dan kelembutan
maka ajaran Budha adalah ajaran yang Alkitabiah?"

AMAN: (2315)
2. Adanya nuansa-nuansa minat pribadi, khususnya sebagai
penggemar/peminat musik klasik. Lebih jauh lagi, mungkin juga karena
keakraban dan kedekatan dengan Yayasan Amadeus Indonesia yang memang
pada dasarnya diilhami oleh "kebesaran" Mozart. Kerja sama antara
Billy Kristanto dengan Grace Sudargo dapat dilihat pada acara "Konser
Musik for Choir and Orchestra"

BILLY: (2330)
Saya menghargai usaha Anda memperhatikan kerjasama saya dengan Grace
Sudargo :) Namun, sayangnya data yang Anda peroleh kurang lengkap.
Jika dihitung performance saya dengan Grace Sudargo lebih banyak
memainkan karya-karya Bach dan Haendel daripada Mozart. Di sini Anda
untuk kesekian kalinya keliru :( Lagipula bekerja sama dengan Capella
Amadeus tidak perlu dikaitkan dengan kekaguman yang berlebihan
terhadap Mozart (ini sama konyolnya dengan mengatakan saya pengagum
berat Mozart hanya karena seseorang pernah menyaksikan saya
mengkonsumsi "Mozartkugel"/coklat merk Mozart :) Saya bekerjasama
dengan Grace Sudargo, salah satunya karena grup ensemble musik yang
dia pimpin adalah salah satu yang terbaik di tanah air kita (kalau
bukan yang terbaik).

AMAN: (posting ini)
Saya menyatakan bahwa ayasan Amadeus Indonesia yang memang pada
dasarnya diilhami oleh "kebesaran" Mozart merujuk penggunaan kata
"Amadeus" pada nama yayasan tersebut. Jadi, pernyataan saya tidak
ditujukan untuk menyatakan bahwa anda adalah "orang yang memiliki
kekaguman yang berlebihan pada Mozart". Makanya, sebagai pembuka saya
katakan "sebagai penggemar/peminat musik klasik", bukan "fans berat
Mozart". He..he..he.. BTW, tidak dipakainya kata "Mozart" sebagai
nama yayasan apakah ada kaitannya dengan hak paten?

BILLY: (2330)
Terima kasih untuk diskusi dan usulan yang Anda berikan :) Kalau boleh
juga saya mengusulkan agar lain kali Anda lebih berhati-hati dalam
berdiskusi. Dalam tulisan Anda di atas banyak sekali kekeliruan,
kekeliruan isi dan data, prasangka yang salah, penarikan kesimpulan
yang tidak logis, self-defeating, logika yang tidak tepat dan lain
sebagainya :) yang saya percaya juga ditangkap oleh pembaca yang jeli.
Bagaimanapun, saya senang karena dalam forum ini kita bisa bertukar
pikiran dalam suasana saling belajar hingga kita boleh semakin melihat
kekayaan kemuliaanNya yang sangat mengagumkan itu!

AMAN: (posting ini)
Terima kasih untuk kesediaan bung Billy menanggapi secara rinci
tulisan saya tersebut, di tengah kesibukan pelayanan anda dan nyonya.
BTW, terima kasih juga untuk masukan tentang "banyak sekali
kekeliruan, kekeliruan isi dan data, prasangka yang salah, penarikan
kesimpulan yang tidak logis, self-defeating, logika yang tidak tepat
dan lain sebagainya :)". Doakan saya untuk lebih baik di masa y.a.d.
Bagi kemuliaanNya saja.

Terpujilah Tuhan!

amanivmp

--------------
*Maaf, tanggapannya saya jadikan satu. Angka dalam kurung menunjukkan
"msg. no." darimana pernyataan tersebut saya kutip, yakni dari posting
di milis youth_azusa dengan msg. no. yang bersangkutan.
**Saya kirim juga, utak-atik iseng saya untuk komposisi "Eine Kleine
Nachmusik" (1st movement), sebagai penghargaan bahwa bagi saya musik
klasik adalah memang komposisi musik dengan kualitas istimewa.
Komposisi yang relatif sangat luwes, yang bisa juga bergaya "funky".
Tentu saja utak-atik tersebut "kacau dan kotor" jika dibandingkan
dengan komposisi aslinya. Ya… namanya juga apresiasi orang awam,
iseng-iseng lagi....

--- End forwarded message ---

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
NB:
Isi dari postingan di http://groups.yahoo.com/group/kristensejati/message/3473

OI : (Obrolan Iseng) Soal Cek-Ricek dan Koreksi

Salam dalam Kasih Kristus,

Saya terkadang sedih melihat kultur/kebiasaan
diskusi di milis-milis Kristen. Salah satu
penyebab kesedihan itu, kebiasaan cek & ricek
serta koreksi tampaknya belum membudaya.
Setidaknya, cukup sering saya secara sadar
dan sengaja "membuat salah" satu atau dua
bagian dalam tulisan saya (bukan pada bagian
esensial yang terkait dengan tujuan/pesan
tulisan) untuk memancing reaksi/respons koreksi.
Sejauh ini, responsnya minim sekali. Sebagai
contoh, dalam artikel Efek Mozart dan LRII,
bagian yang saya buat salah misalnya adalah:

> Dari banyak sisi, tampaknya justru karya-karya Johann
> Sebastian Bach lebih patut mendapatkan penghargaan
> sebagai komposisi musik yang Alkitabiah. Karya-karyanya
> seperti Amazing Grace, Blessed Assurance, Abide with me,
> dan sejumlah karya lainnya, masih banyak dipergunakan
> dalam ibadah-ibadah saat ini. Walaupun tanpa lirik,
> komposisi-komposisi seperti "St Matthew Passion",
> "St John Passion", "Magnificat", nuansa/nilai Kristiani
> sudah tercermin dari judul yang dipergunakannya.

Sebetulnya, kalau diteliti, jelas-jelas Amazing Grace, Blessed
Assurance, Abide with me, itu bukan karya Bach. Pernyataan tentang
komposisi-komposisi tanpa lirik untuk "St Matthew Passion", "St John
Passion", "Magnificat", sebenarnya juga perlu dikoreksi.

Pada posting yang berjudul "PN4 : Salahkah Saya?", saya kemukakan
bahwa artikel Ernest Havemann yang berjudul "Alternatives to Analysis"
diambil dari Play Boy edisi 21 February 1976 hal. 14 Seharusnya adalah
PlayBoy, Nov 1969, p.134 sebagaimana tercantum pada halaman 47 dalam
buku Pastoral Konseling Jilid I karya Pak Yakub Susabda.

Tujuan sengaja dari kesalahan itu adalah untuk mencek apakah kita
terbiasa melakukan koreksi. Pada berbagai posting sebelumnya terkadang
saya melakukan hal yang serupa. Kalau ada waktu, bagi
saudara-saudariku yang juga anggota milis IS, coba deh periksa
perbedaan-perbedaan posting di KS dengan yang saya forward ke IS,
pada beberapa tulisan ada sedikit perbedaan.

Untuk sementara ini, hasilnya tampaknya sikap mengkoreksi itu belum
menjadi budaya bagi kita. Namun saya senang juga melihat jumlah
keanggotaan milis youth_azusa melonjak cukup drastis sejak kedua
tulisan itu saya kirimkan dan kemudian jumlah keanggotan milis
tersebut turun kembali beberapa waktu kemudian. Ada indikasi, bahwa
mungkin ada sebagian yang melakukan cross check ke milis itu,
khususnya untuk melihat tulisan sdr. Billy Kristanto.

Saya tidak tahu secara persis penyebab mengapa kebiasaan cek & ricek
serta sikap mengkoreksi masih minim. Malas, tidak sempat, tidak tahu,
sungkan, atau hal-hal lain. Walaupun demikian, melalui tulisan ini
saya ingin mengajak saudara-saudariku untuk meningkatkan kebiasaan cek
& ricek serta sikap mengkoreksi. Entah siapapun dia (terkecuali Yesus
Kristus), sejauh masih manusia, akan sangat mungkin melakukan
kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja, baik sadar maupun
tak sadar. Apalagi kalau pendapat/pernyataan dalam perkataan maupun
tulisan tersebut menyebabkan kemunduran di dalam iman, pengharapan dan
kasih di dalam dan kepada Tuhan Yesus Kristus.

Terpujilah Tuhan!

amanivmp




__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

10 pairs of tickets

a day from Yahoo!

Fly home for the

Holidays for free.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar