Rabu, 26 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Namailah Anakmu Jihad! (bag 2)

    Namailah Anakmu Jihad!  (bag 2)

Hari kedua, Pemuda dan Jihad terbangun di pondok kecil yang ia bangun seadanya. Pemuda terbangun terlebih dahulu.. baru kemudian Jihad. Jihad mengucap salam begitu juga Pemuda yang masih menyimpan curiga. Sewaktu di kapal ketika bocor terbentur karang ia teringat seorang kakek yang meminta menyelamatkan cucunya? Namun cucu itu sama sekali tidak menaruh kasihan pada kakeknya tersebut. Tidakkah ia menyayangi kakeknya? Tidakkah ia sedih kehilangan kakeknya. Sebelum pemuda itu bertanya, Jihad menjawab :
"Sesungguhnya kakek itu tidak memikirkan tempat peristirahatannya entah dibawah laut atau dibawah tanah. Ia menyadari bahwa ia telah melahirkan Aku yang kemudian kamu menolongku."
Pemuda itu bingung bagaimana Jihad mengetahui apa yang dipikirkannya. "Kamu sungguh-sungguh.. pemuda yang memiliki rasa ingin tahu. Tidakkah kamu meninggalkan keluargamu seperti halnya aku, wahai pemuda?"
Pemuda itu pun menjawab sebaliknya, "Ah, Jihad tidakkah kita berkeluarga. Bukankah kita berhasal dari nenek moyang yang sama."
"Bukankah kebenaran sudah kau temukan, lalu apa yang kau cari lagi wahai pemuda."
"Aku tidak mencari apa-apa! Aku terdampar? Kita terdampar di tempat ini. Tidakkah kau lihat sendiri, nasib malang kita ini."
"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu sebelum kamu menjawab pertanyaanku?"
"Apa!"
"Apakah rumah, tempat kamu dan keluargamu merasa terdampar? Apakah keluargamu merasa malang karena harus berada di tempat yang kau anggap rumah. Tidakkah aku saudaramu dan pantai ini adalah rumahmu. Apakah kamu tidak menyukai rumahmu sendiri."
Pemuda itu berdiri beralasan mencari ikan. Jihad kembali duduk di bawah pohon kelapa menunggu pemuda itu kembali.
Di pinggir pantai pemuda itu menemukan sebilah kayu yang ia jadikan tombak. Ia pun teringat sebilah pedang milik Jihad. Ia kembali ke pondok sederhana buatannya dan menemukan sebilah pedang Jihad tanpa diri Jihad. Ia mengambil sebilah pedang itu untuk mengasah kayu. Dan kemudian dijadikan  tombak. Selama mengasah ia bertanya-tanya dalam hati, "Kemana pergi Jihad?"
Tombak itu sudah jadi dan tinggal keinginannya menangkap ikan. Ia pun berdiri dan tombak itu jatuh ketika seorang perempuan berjalan tertatih-tatih ke arah Pemuda itu. Pemuda itu berlari ke arah perempuan itu. Perempuan itu terjatuh di pelukan pemuda itu. Ketika diperhatikan dengan seksama.. ternyata perempuan itu mirip kekasihnya Nafsa.
"Nafsa?" teriak pemuda itu. "kenapa kamu ada disini?"
"Namaku bukan Nafsa.. aku Nafsu."
"Bagaimana mungkin kamu bukan Nafsa.. kamu adalah Nafsa. Kekasihku yang dulu?"
"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan? Tapi aku butuh air.. bisakah kamu memberikan aku segelas air?"
Pemuda itu pun langsung membelah kelapa lalu menenggakkan ke bibir Nafsu. Nafsu meminumnya tanpa malu sampai tercecer ke leher dan badannya. Nafsu melihat ke pemuda itu lalu menunduk dan berterima kasih. "Aku harus pergi sekarang.. terima kasih atas kebaikanmu. Semoga aku bisa membalasnya, walau aku tahu bukan waktuku."
"Tunggu!" pemuda itu langsung mencengkram tangan Nafsu. "biarlah tinggal sebentar. Aku ada beberapa pertanyaan untukmu."
"Ah, laki-laki.." ucap Nafsu lalu tertawa merendahkan. "itu yang selalu kalian ucapkan.. beberapa pertanyaan yang kemudian... Jawaban itu sendiri!"
"Tolong.. jangan pergi.. aku mohon. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu."
Nafsu dengan berat hati mengikuti permintaan pemuda itu. Ia duduk di pondok sederhana sambil kembali menenggak air kelapa untuk merasa nyaman. "Apa yang kau ingin ketahui tentang diriku wahai pemuda?"
"Apakah kamu bukan Nafsa."
"Berapa kali aku harus bilang..Aku bukan Nafsa! Aku Nafsu. Aku lari karena laki-laki begitu memuja namaku. Ia mengatakan namaku berada dalam jiwa mereka seperti api. Api yang membara.. tidakkah aku sedang melarikan diri dari mereka? Ah, aku sedang berada di pantai rupanya. Aku bisa menyiram kamu dan semua laki-laki yang mengejarku!" Pemuda itu melihat gelagat Nafsa yang seperti ingin pergi.
"Maaf. Bolehkah aku bertanya kenapa kamu melarikan diri?"
"Hmm.. kamu pemuda bodoh atau apa? Tidakkah kau tidak mengenali namaku? Namaku Nafsu. Nafsu berarti sesuatu yang dimiliki laki-laki yang diumbar melebihi kaumku sendiri. Bahkan aku yang memiliki nama itu sendiri dilarang menyakininya."
Pemuda itu terdiam bingung. "Tidakkah menyakitkan bahwa kamu tidak boleh memaknakan namamu sendiri? Dan bagaimana dengan hidupmu apabila kamu tidak mengetahui 'arti dirimu sendiri'?"
"Arti diriku sendiri?" Pemuda itu mulai berpikir. Di saat pemuda itu berpikir, Nafsu kemudian pergi. Jihad lalu datang dari arah yang berlawanan dari perempuan itu. Jihad membawa seekor kelinci putih yang ia gendong sendiri. Pemuda itu sadar dan mulai kebingungan.
"Hei Jihad.. tidakkah kamu tadi melihat perempuan?"
"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, mana ikan yang kau janjikan padaku. Aku membawa kelinci piaraan?"
"Aku harus pergi mencari perempuan itu."
"Hei, pemuda kau butuh sesuatu untuk perutmu!"
"Itu gampang.. tapi aku harus menemukan Nafsa?"
"Nafsa?"
"Bukan. Nafsu!"
Jihad menaruh piaraannya lembut.
"Mari biar aku bantu!" Jihad mengambil pedangnya lalu diarahkan ke langit seperti panglima yang ingin pergi berperang.
"Hei, buat apa pedang itu?" tanya pemuda. "yang aku cari perempuan, bukan perompak atau apa!"
"Maka kau pun butuh tombak dan belati itu."
"Tunggu.. tunggu Jihad? Kenapa kau begitu membenci perempuan."
"Sesungguhnya Jihad yang paling berat adalah melawan nafsu."
Pemuda itu tertawa. "Jihad.. lihat betapa kekanak-kanakannya dirimu. Pantas saja kamu tidak mengerti.. fisikmu yang kecil, begitu juga umurmu yang terlalu dini untuk mengerti. Kenapa kau ingin melawan Nafsu? Maksudku perempuan itu."
Jihad melihat pemuda itu dengan tampang bingung. Pemuda itu terus saja tertawa. Jihad lalu duduk dan menaruh kembali pedangnya. Ia mengambil kelinci piaraannya. Ia mengelus-elus piaraannya menunggu reda tawa sang Pemuda.
"Tidakkah diciptakan hewan agar kamu bisa mempermainkan mereka sesukamu. Tidakkah mereka tidak akan membencimu selama kau tidak membunuhnya dan memperlakukan mereka dengan kasar. Apa yang mereka butuhkan adalah 'kamu yang memberinya makan pagi, siang dan malam. Sesungguhnya kasih sayang mereka melebihi kata-kata yang kamu atau ia ucapkan."
"Sudahlah Jihad.. akui saja! Kamu masih terlalu dini untuk mengerti persoalan orang dewasa."
Jihad  berdiri mengambil tombak mencari ikan di laut. Pemuda itu pun dengan tombak hatinya kembali mencari perempuan itu yang mungkin sudah semakin jauh. Jihad melihat hati pemuda yang semakin jauh darinya. Begitu juga pemuda yang meremehkan Jihad dalam hal perempuan. "Benar-benar aneh Jihad..
"Masa menemui perempuan denga sebilah pedang?"
Pemuda itu merasa sudah mengelilingi pantai. Namun perempuan yang dijumpainya tidak juga ia temui. "Kemana gerangan bayangan kekasihku dulu.. ia datang dan hilang begitu saja." Pencarian pemuda itu terhenti ketika ia mencium bau ikan bakar yang dipanggang anak kecil itu. Ia menghampirinya sambil tersenyum-senyum.
"Hei Jihad.. bisakah kau berikan perutku sesuatu."
"Tidak! Kau sudah ingkar janji tentang ikan itu. Dan bagaimana dengan perempuan yang tidak aku pahami itu? Tidakkah kau juga sedang mencarinya."
"Kamu jangan marah Jihad. Aku hanya penasaran dengan perempuan itu. Aku seperti melihat mantan kekasihku yang dulu."
"Sesungguhnya kedatangan pasangan bukan didasarkan rasa penasaran, tapi kesatuan jiwa yang dipertemukan."
Jihad memberikan tombak agar pemuda itu mencari ikan sendiri.

            Bersambung...
                               
 
 
 
 


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Find great recruits

for your company.

Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Yahoo! Groups

Wellness Spot

A resource for Curves

and weight loss.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar