Sabtu, 22 Desember 2007

[psikologi_transformatif] Re: Sisi Buruk "Agama" Buddha

Dear Pak Hudoyo

Hudoyo:
Perang, saling membunuh di Sri Lanka antara orang Tamil yang Hindu melawan penduduk asli yang Buddhis, tidak hanya dilancarkan berdasarkan garis perbedaan etnik melainkan juga berdasarkan garis perbedaan agama.

Pertentangan orang Buddhis melawan orang Katolik di Sri Lanka cukup panas. Kalau Anda mau mencari di internet, banyak sekali artikel tentang sikap- sikap fundamentalistik di kalangan orang Buddhis. Dalam hal ini manusia itu sama saja, tidak ada bedanya antara orang Buddhis dan orang beragama lain.
----

Saya:
Pasti beda dan jelas ada bedanya!
Sebutkan satu saja perintah dalam ajaran Buddha dalam TIPITAKA yang memerintahkan melawan dengan pedang/menggorok leher!/membunuh manusia yang berbeda keyakinan!

cukup temukan satu saja....sukur2 ada banyak..karena selama beberapa bulan ini saya tidak menemukannya (note: tidak satupun)..mungkin karena saya ceroboh....dan karena anda kelihatan cerdas..mungkin anda bisa bantu saya untuk menemukannnya.....cukup satu saja...sukur2 ada banyak.

ajaran2 diluar Buddha (mungkin juga Jainisme).....untuk menemukan kekerasan dan pembunuhan di kitab2 mereka...baik itu anda, saya dan semua orang yang membaca kitab2 itu akan dengan mudahnya menemukan ayat2 ajakan membunuh dan melawan dengan pedang......dan jumlahnya PASTI lebih dari satu.

jadi kesimpulan sementara saya adalah:
Kaum yang mengaku beragama Buddha saat ia membunuh/menggorok manusia lainnya JELAS orangnya yang punya problem BUKAN ajarannya (yang tercantum di Tripitaka)
Kaum Umat lain saat ia membunuh/menggorok manusia lainnya maka orangnya BELUM TENTU salah karena ajarannya juga ada yang mendukung perbuatan itu

kelihatannya itulah bedanya ajaran Buddha dengan ajaran lainnya

note:
1. KTP saya HINDU.
2. Ps...Selama ini saya perhatikan bahwa anda ternyata sama juga seperti semua orang lainnya....senang dan menikmati mengais2 tulisan2 yang pantas masuk recycle bin.

===========================
HUDOYO:

Saya sama sekali tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa "Kalau ada orang beragama yang jahat salahkanlah orangnya, jangan salahkan agamanya." Tidak ada agama yang berada di awang-awang, agama itu ada dalam kepala orang yang menganutnya. Kalau orangnya baik maka agama itu baik, kalau orangnya jahat maka agama itu jahat. Sebaik apa pun ajaran Sang Buddha, kalau pengikutnya jahat, maka Agama Buddha pun menjadi jahat, karena biasanya agama selalu dipakai sebagai pembenaran bagi kejahatan yang dilakukan oleh penganutnya. Sama seperti agama-agama lain, ternyata Agama Buddha tidak mampu mencegah penganutnya dari perbuatan jahat.

Mengapa Anda membatasi challenge Anda hanya pada Tipitaka (Pali)? Karena menurut Anda Tipitaka itu berasal dari mulut Sang Buddha, sedangkan kitab-kitab suci Buddhis yang lain adalah "palsu"?

Apakah Zen itu bukan Buddhis? Apakah Vajrayana itu bukan Buddhis?

Dalam posting lain, telah saya tampilkan ajaran perang jihad dalam "Kalachakra Tantra" dari Vajrayana. Jelas itu kekerasan Buddhis yang tidak berbeda dengan perang jihad dalam Islam atau perang salib dalam Kristen.

Zen sendiri dalam sejarahnya terkenal mengilhami ilmu pedang dari para Samurai; jelas sejarah Zen di Jepang terlibat dalam kekerasan.

Dan SUMBER DARI SEMUA ITU adalah 'kekerasan mental' (mano-kamma) yang tercantum dalam Mahaparinibbana-sutta, yang menyatakan "Di dalam ajaran guru-guru lain tidak terdapat orang suci", dengan kata lain, "Ajaran guruku paling benar, ajaran guru-guru lain salah semua."

Sikap EKSKLUSIVISME seperti itu adalah salah satu bentuk kekerasan mental, yang melandasi semua kekerasan lisan dan kekerasan tubuh.

Buktinya, hanya dalam waktu beberapa ratus tahun saja, Buddhisme di Sri Lanka sudah membenarkan kekerasan yang dilakukan oleh Raja Dutthagamani (seorang Sinhala) terhadap musuhnya Raja Elara (seorang Dravida). (Mahavamsa, abad ke-5 M)

"Ketika Raja Dutthagamani menempatkan relik pada tombaknya, ia
berbaris menuju Tissamaharama, dan setelah menjamu Sangha ia
berkata, "Saya akan berangkat menuju tanah di seberang sungai
untuk membawa kemuliaan Dhamma. Berikan kepada kami, supaya
kami bisa menghormati mereka, bhikkhu-bhikkhu yang akan berjalan
bersama kami, oleh karena melihat para bhikkhu itu merupakan berkah
dan perlindungan bagi kami." (Mahavamsa 25.1-4)

Akibat pertempuran ini, Raja Dutthagamani menyesal, tapi delapan orang "Arahat" :-) dikirim untuk menghibur raja itu dengan pernyataan:

"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang. Tetapi Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

Saya ulangi kata-kata para Arahat itu: "Selebihnya adalah orang-orang KAFIR (unbelievers) dan orang-orang yang hidupnya JAHAT, TIDAK PERLU DIHARGAI, LAYAKNYA BINATANG." Masya Allah! Dalam Islam saja, orang-orang kafir masih dihargai dan boleh hidup dalam negara Islam. Di kemanakan ajaran Sang Buddha? Tidak heran kalau Buddhisme di Sri Lanka telah merosot seperti kita lihat pada abad ke-21 ini, di mana orang Sinhala yang Buddhis berbunuh-bunuhan melawan orang Tamil yang Hindu, tanpa menghiraukan sama sekali ajaran Sang Buddha. Inilah yang saya namakan "Sisi Buruk 'Agama' Buddha".

Dan sumber semua ini adalah: Mahaparinibbana-sutta, Digha-nikaya 16, yang menyatakan "Dalam ajaran guru-guru lain tidak terdapat orang suci." Dengan kata lain, sikap EKSKLUSIVISME, yang tiada lain adalah sebuah kekerasan mental (mano-kamma).

***

>kelihatannya itulah bedanya ajaran Buddha dengan ajaran lainnya
----------------
Anda meleset; saya sama sekali tidak mempersoalkan 'ajaran Sang Buddha'. Yang saya persoalkan adalah fakta-fakta "agama" Buddha pada dewasa ini, yang banyak kemasukan unsur-unsur yang bukan datang dari mulut Sang Buddha.

Tidak betul kalau ada orang mengatakan Agama Buddha "bebas dari kekerasan".

Belum lagi kalau orang bicara tentang kedudukan perempuan yang lebih rendah daripada laki-laki dalam budaya Theravada. Jelas ini adalah sumber kekerasan rumah tangga (domestic violence) dalam rumah tangga Buddhis. Ini adalah topik yang bagus untuk lain kali.

Salam,
Hudoyo

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Reconnect with

college alumni.

HDTV Support

on Yahoo! Groups

Help with Samsung

HDTVs and devices

Yahoo! Groups

Special K Challenge

Learn how others are

shedding the pounds.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar