Rabu, 09 Januari 2008

[psikologi_transformatif] NEGERI IMPIAN

NEGERI IMPIAN
Beberapa Bulan Setelah Kemenagan Melawan Ayah

"you can kiss your family and friends good-bey and put miles
betweenyou, but at the same time you carry them with you in your
heart, your mind, your stomach, because you do not just live in a
world but a world live in you"
- Frederick Buechner

TERDENGAR tangisan seorang gadis di sebuah apartemen 2 kamar di
daerah Paris 15. "Huhuuuuu…. Aku nyesal nggak masuk UI! Aku nyesal
kenapa nipu-nipu ayah pas UMPTN! Aku nyesal kenapa aku berangkat
kesini! Aku harus cuci baju plus setrika sendiri! Aku harus masak
sendiri! Mana aku punya waktu ngerjain itu semua? Aku kan harus
belajar untuk persiapan ujian?! Aku nggak ada temennya? Aku
kesepiaaaaaaaaaaaaaannnnn!!!". Tangannya mengelap air mata yang
bercucuran dengan tissue yang sudah lecek.
Ia masih bicara sendiri dengan suara sengaunya, "Semua teman
kelasku pada ngobrol pakai bahasa sendiri-sendiri, sementara nggak
ada satu pun anak Indonesia di kelasku!! Temen-temen kelasku lebih
banyak yang nggak bias baha Iggris, padahal kalo pakai Bahasa
Prancis sama-sama nggak nyambung karena masih sama-sama bolot!! Aku
nggak ngerti orang-orang pasa ngomong apa. Bahasa Prancisku nggak
bagus, kalau belanja Orang Prancis malah marah-marah karena nggak
ngerti aku ngomong apa. Aku jalan lambat aja udah dijudesin! Aku
salah jalur aja langsung ditubruk. Aku kesepian, nggak punya temen.
Huuu… Ayahh.. Ibuuu..".
Sara menagis terisak di minggu ke-2 kedatangannya, 2 hari
setelah ayah ibu pulang ke Indonesia. Kajadian itu masih berlangsung
1 minggu lamanya.
Tapi setiap yah atau ibu telepon, dia selalu memperdengarkan
suara ceria. Seolah-olah senag dengan pilihannya. Ketika telepon
ditutup, dia kembali menangis.
Untungnya di minggu ketiga kondisi sudah mulai membaik. Dia
sudah mulai terbiasa dengan keadaan sendirian. Memasak mulai jadi
hobi. Belanja, buka account bank, naik metro dan kemana-mana sudah
biasa sendiri. Dia mulai tidak megharapkan ditemani siapa pun,
karena memang di sana semua orang harus melakukan segala sesuatunya
sendiri. Tidak ada yang menemani, tidak ada yang membantu. Harus
mandiri!
Satu hari ketika dia sedang belajar, telepon rumahnya
berbunyi. Dia piker ayah atau ibunya, karena Cuma mera yang
meneleponnya setiap hari secara bergantian. Kalo tidak ayah Ya ibu!

Ini adalah penggalan dari bagian kedua dari buku berjudul "Being 20
Something Is Hard", dimana seorang gadis yang bernama "sara" yang
menghadapi quarter life crisis di masa umur 20an.

Bagaimana kamu enghadapi quarter life crisis?

Judul : Being 20 Something Is Hard
Penulis : Dewi Pravitasari
Penerbit : DiwanTeen

http://diwanteen.blogspot.com , http://diwanpublish.com

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

Your school could

win a $25K donation.

Yahoo! Groups

Find Green Groups

Share with others

Help the Planet.

Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar