Sabtu, 05 Januari 2008

[psikologi_transformatif] Quo Vadis RUU Psikologi? (Dewan Psikologi dan Konsil Kedokteran )

Dear all,


Oh iya, "Apakah profesi lain juga punya Dewan semacam itu (Dewan Psikologi Indonesia) ?"


Jawabanya adalah Ya.


Yaitu Profesi Kedokteran.  Profesi Kedokteran memiliki Konsil Kedokteran Indonesia


Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia berlandaskan pada UU no. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


Saya menduga bahwa semangat atau ide  membentuk Dewan Psikologi Indonesia di dalam RUU Psikologi adalah hendak meniru Konsil Kedokteran Indonesia.



Jadi, menurut hemat saya, di samping pertanyaannya menjadi begini:


Quo Vadis RUU Psikologi?


Atau, sebelum itu:


Hendak diapakan RUU Psikologi? -

"Meretas Jalan RUU Psikologi"


Maka, yang menjadi bagian dari pertanyaan di atas, adalah:


"Apakah kita benar-benar menginginkan/tidak menginginkan/membekukan 

lahirnya Dewan Psikologi Indonesia?"



Pertanyaan-pertanyaan di atas sudah barang tentu memerlukan refleksi dan "Kajian-kajian Keilmuan yang Komprehensif", dan bukan sekadar/tidak cukup hanya dengan "Pernyataan Sikap".  Sejauh saya menduga, kita belum memiliki kajian-kajian yang mumpuni, terlebih karena dinamika pembahasan RUU ini sudah tertelan perut bumi beberapa tahun ini.


Antara lain kita perlu belajar banyak dari sahabat-sahabat kita dari Profesi Kedokteran mengenai Hikmah terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia.



Saya mendukung benar pernyataan Ibu Reni K., "Kita berharap tiap-tiap bidang dalam organisasi kita dapat lebih aktif sehingga dalam setiap pembahasan segala perundangan, kita tidak selalu tertinggal."



Bagaimana sejawat HIMPSI/HIMPSI Jaya? Apakah kita memiliki sense of urgency untuk bersama-sama melanjutkan kajian-kajian mengenai RUU Psikologi? 


Jawabnya tentu tidak akan kita tanyakan pada rumput yang bergoyang, bukan?


Apakah bersama Kita bisa atau bersama Kami bisa? Hehehe... :)


Salam takzim,

Juneman





---

Konsil Kedokteran Harus Hindari Benturan Kepentingan


Jakarta, Kompas - Konsil Kedokteran Indonesia yang telah terbentuk sebaiknya menghindari benturan kepentingan (conflict of interest) dengan memilih ketua yang lebih netral dan tidak sedang memegang jabatan di organisasi profesi mana pun, apalagi profesi kedokteran.


Hal itu dikemukakan oleh peneliti Dr Irwanto yang pernah menjadi korban malapraktik dan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dr Marius Widjajarta ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (6/5).


Keduanya mengkritisi terpilihnya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof Dr dr Farid Anfasa Moeloek SpOG sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.


Irwanto menilai IDI sebagai organisasi profesi tidak serius untuk membenahi organisasinya sendiri sehingga terjadilah move yang sangat defensif seperti terpilihnya Moeloek sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.


Menurut Irwanto, hal ini merupakan satu tindakan yang sangat defensif yang secara profesional sebenarnya tidak terpuji, karena dengan tidak membereskan organisasinya dan memasang "benteng" yang begitu tinggi dan tebal, yang dirugikan pada akhirnya bukan hanya masyarakat, tetapi juga profesi karena kemudian profesi tidak mempunyai kesempatan berefleksi.


"Dia merasa baik terus, tidak ada masalah terus, padahal di dalam masyarakat jelas sekali banyak kasus yang diduga merupakan akibat kecerobohan dokter atau malapraktik," kata Irwanto.


Konflik kepentingan


Dengan terpilihnya Ketua Umum PB IDI menjadi Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, menurut Irwanto, jelas akan terjadi konflik kepentingan. "Ketua IDI seharusnya membereskan organisasinya. Namun, orang yang sama harus membela profesi kedokteran mati-matian, atau kalau tidak justru ditugaskan menyoroti disiplin kedokteran. Dua hal itu kalau dijadikan satu kan hampir tidak mungkin," katanya.


Ia menyatakan sudah sewajarnya jika masyarakat memprotes hal ini, karena ini jelas tidak membantu masyarakat dan profesi kedokteran itu sendiri. "Saya curiga IDI merancang sedemikian rupa sehingga organisasi itu tidak tergoyahkan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menjadi tidak berguna sama sekali," ucap Irwanto.


Seharusnya kalau ada kritik, IDI menyadarinya dan berinisiatif mencari alternatif lain. Jika terus bersikukuh dan akhirnya masyarakat merasa mentok, maka masyarakat akan sangat frustrasi dan bertindak sendiri. Hal inilah yang tidak diinginkan karena persoalan profesi kedokteran seharusnya diurus oleh profesi itu sendiri. Namun, kalau diberi jalur hukum dan hukumnya juga tidak bisa memuaskan rasa keadilan di masyarakat, maka masyarakat akan bertindak sendiri.


Secara terpisah, Marius menegaskan, ketua dan para anggota Konsil Kedokteran Indonesia memang sebaiknya tidak merangkap jabatan agar tidak terjadi benturan kepentingan dan sekaligus menjaga Konsil Kedokteran tetap netral.


Pasal 18 (h) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan, "untuk dapat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut: melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia".


"Maka sebaiknya memilih salah satu, apakah mau jadi Ketua Umum PB IDI atau Ketua Konsil Kedokteran Indonesia," tambah Marius.


Selain itu, jangan sampai Konsil Kedokteran yang sangat dinantikan masyarakat itu malah mengalami krisis kepercayaan. "Kita lihat saat ini orang sudah tidak begitu percaya pada profesi kedokteran karena korps dokter itu cukup kuat. Dengan kondisi seperti ini, seharusnya jangan sampai nasib Konsil Kedokteran sama dengan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran di IDI oleh masyarakat dianggap selalu membenarkan dokter dalam kasus dugaan malapraktik," kata Marius. (LOK)


---

Sumpah/Janji Anggota Konsil Kedokteran Indonesia Di Hadapan Presiden         

29 Apr 2005


Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan ditetapkan Undang Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan Praktek Kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.


Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.


KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan prakterk kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis. KKI mempunyai tugas meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.


Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.


KKI mempunyai wewenang menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi, menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi, melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi dan melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi, atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.


Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing terdiri atas 3 divisi, yaitu divisi registrasi, divisi standar pendidikan profesi, dan divisi pembinaan.


Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia berjumlah 17 orang yang terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari : Organisasi Profesi Kedokteran 2 orang, Organisasi Profesi Kedokteran Gigi 2 orang, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran 1 orang, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedoktan Gigi 1 orang, Kolegium Kedokteran 1 orang, Kolegium Kedokteran Gigi 1 orang, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan 2 orang, Tokoh Masyarakat 3 orang, Departemen Kesehatan 2 orang dan Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.


Keanggotaan KKI untuk pertama kali ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri Kesehatan (pasal 84 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).


Anggota KKI yang telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 12/M Tahun 2005 adalah : Prof. DR. Dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp.OG(K) dan Dr. Guntur Bambang Hamurwono, Sp.M. dari Ikatan Dokter Indonesia, Drg. H. Emmyr Faizal Moeis, MARS dan Drg. H. Kresna Adam, Sp.BM dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Prof. DR. Dr. Mohammad Mulyohadi Ali dari Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, Prof. Dr. Drg. Hj. Roosje Rosita Oewen dari Asosiasi Institusi Pendidikan Dokter Gigi Indonesia, Prof. DR. Dr. Biran Affandi dari Kolegium Kedokteran, Drg. Afi Savitri Sarsito, Sp.PM dari Kolegium Kedokteran Gigi, Dr. Hardi Yusa, Sp.OG. MARS dan DR. Drg. Oedijani Santoso, M.S. dari Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, Tini Suartini Hadad, SE, Parni Hadi dan Dra. Adriyati Rafli dari Tokoh Masyarakat, Dr. Ieke Irdjiati, MPH dan Drg. H. I Putu Suprapta, MSc dari Depkes, Prof. Dr. Wiguno Prodjosudjadi, Sp.P.D.K.G.H.Ph.D dan Prof. DR. Drg. Retno Hayati Sugiarto, SKM, Sp.K.GA dari Depdiknas.


---


Sejak pengucapan sumpah anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dihadapan Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Keppres No. 12/M/2005, di Istana Negara pada tanggal 29 April 2005, maka KKI sesuai dengan kewenangannya didalam UU no. 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran, antara lain telah melakukan registrasi bagi dokter dan dokter gigi. Registrasi adalah pencatatan resmi dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu, serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan sesuai kompetensinya. Registrasi yang memenuhi persyaratan dan melewati proses verifikasi, konfirmasi, validasi dan penandatanganan oleh Registar maka terbitlah Surat Tanda Registrasi (STR). Surat Tanda Registrasi tersebut menjadi bukti tertulis yang diberikan oleh KKI bagi dokter dan dokter gigi.


Keterkaitan Ijazah, Sertifikat Kompetensi, STR, Surat Ijin Praktik(SIP/Lisensi)


---




PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA


NOMOR  1 TAHUN 2005


TENTANG 


REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI 

 


KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 

 

 


               1. Menimbang    :   bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu ditetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi; 


                  Mengingat :    1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 ); 


               2. Undang-undang  Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);


 


               3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional  (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);


 


               4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);


 


               5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);


 


               6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);


 


                     


M E M U T U S K A N  : 


                  Menetapkan : PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA  TENTANG   REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI.


BAB  I


KETENTUAN UMUM 


Pasal   1 


Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :


Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan;


   1. Konsil Kedokteran Indonesia selanjutnya disebut KKI adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi;

   2. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya;

   3. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku

   4. Surat Tanda Registrasi selanjutnya disebut STR dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh KKI kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi;

   5. STR Sementara adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi;

   6. STR Bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi di Indonesia bagi dokter atau dokter gigi warga negara asing;

   7. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium terkait;

   8. Sertifikat kompetensi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) adalah surat tanda pengakuan terhadap  kemampuan peserta PPDS atau peserta PPDGS, untuk menjalankan praktik kedokteran sesuai dengan tingkat pendidikannya, yang diterbitkan oleh Ketua Program Studi (KPS) atas nama kolegium terkait, pada sarana pelayanan kesehatan yang terakreditasi dengan jejaringnya, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk dalam rangka memenuhi pelayanan kesehatan;

   9. Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut;

  10. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.


.


BAB  II


SURAT TANDA  REGISTRASI 


Bagian Pertama


STR Dokter dan STR Dokter Gigi 


Pasal   2 


         1. Setiap dokter dan dokter gigi yang  melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki STR  dokter dan STR dokter gigi.


 


         2. Untuk memperoleh STR seperti dimaksud pada ayat (1), dokter dan dokter gigi wajib mengajukan permohonan kepada KKI dengan melampirkan :


 


                           1. fotokopi ijazah dokter/dokter spesialis/dokter gigi/dokter gigi spesialis;

                           2. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

                           3. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;

                           4. fotokopi sertifikat kompetensi;

                           5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

                           6. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.


 


         3. Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR dokter dan STR dokter gigi oleh KKI.


 


         4. Tata cara memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


                                  


Pasal 3 


   1. STR dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil Kedokteran dan STR dokter gigi oleh Ketua Konsil Kedokteran Gigi masing-masing sebagai registrar dan berlaku secara nasional.


 


   2. STR dokter dan STR dokter gigi harus dikeluarkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima oleh KKI.


 


Pasal 4 


   1. Dokter dan dokter gigi warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia mengajukan permohonan kepada KKI untuk dilakukan evaluasi.


 


   2. Evaluasi dilakukan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia berdasarkan permintaan tertulis dari KKI.


 


   3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:


 


         1. bukti kesahan ijazah;

         2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

         3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

         4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai SIP; dan

         5. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.


 


      (4) Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan STR.  

       


      Pasal 5 


      STR dokter dan STR dokter gigi berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang  setiap 5 (lima) tahun dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) butir c, d dan f serta melampirkan STR lama.  


      Bagian Kedua


      Peserta pendidikan dokter, dokter gigi, PPDS dan PPDGS.  


      Pasal 6 


   1. Peserta pendidikan dokter dan dokter gigi dalam mengikuti program pendidikan mendapat persetujuan dari Ketua KKI untuk menjalankan praktik kedokteran dibawah tanggung jawab dokter atau dokter gigi pembimbing.


 


   2. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan secara kolektif berdasarkan permohonan pimpinan institusi pendidikan.


 


   3. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku di sarana pelayanan kesehatan yang digunakan untuk pendidikan dan jejaringnya.


 


            Pasal   7 


   1. Peserta PPDS/PPDGS wajib memiliki STR dokter atau STR dokter gigi serta sertifikat kompetensi peserta PPDS/PPDGS.


 


   2. Sertifikat kompetensi peserta PPDS/PPDGS sebagaimana dimaksud ayat (1) dikeluarkan secara kolektif oleh KPS atas nama kolegium terkait.


 


   3. STR dokter atau STR dokter gigi dan sertifikat kompetensi peserta PPDS/ PPDGS setelah mendapat persetujuan dari KKI, dapat digunakan sebagai dasar untuk menjalankan praktik kedokteran dalam rangka pendidikan spesialis pada sarana pelayanan kesehatan yang terakreditasi dan jejaringnya, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan.


 


   4. Tatacara memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI. 


 

 


            Bagian Ketiga


            STR Sementara dan STR Bersyarat 


Pasal   8 


   1. STR Sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.


 


   2. STR Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.


 


   3. STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan apabila telah memenuhi persyaratan:


   1. bukti kesahan ijazah;


   2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

   3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

   4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai SIP;

   5. surat  pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

   6. surat izin kerja sesuai ketentuan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia


 


   4. Tatacara memperoleh STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI. 


 


Pasal    9 


   1. STR Bersyarat diberikan kepada peserta PPDS/PPDGS warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.


 


   2. STR Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan :

         1. bukti kesahan ijazah;

         2. surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

         3. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi;

         4. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;

         5. surat  pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

         6. kemampuan berbahasa Indonesia


Pasal    10 


   1. Dokter dan dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu harus mendapat persetujuan dari KKI melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.


 


   2. Ketentuan lebih lanjut untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


 


Bagian Keempat


Registrasi Ulang

Pasal   11

 


         1. STR dokter dan STR dokter gigi yang telah habis masa berlakunya wajib diperpanjang kembali untuk dapat melakukan praktik kedokteran.


 


         2. Perpanjangan STR dokter dan STR dokter gigi dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Ketua KKI, dengan melampirkan kelengkapan persyaratan yang meliputi:


 


                           1. STR dokter dan STR dokter gigi yang telah habis masa berlakunya;

                           2. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang telah memiliki SIP;

                           3. fotokopi sertifikat kompetensi;  

                           4. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan

                           5. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak  4 (empat) lembar,     2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.


                                       Pasal   12


 


         1. Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan Ketua Divisi Registrasi dan Ketua Divisi Pembinaan.


 


      (2) Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.


            BAB  III


            PENCATATAN DAN INFORMASI  


                  Pasal  13 


KKI melakukan pencatatan setiap STR dokter dan STR dokter gigi dalam buku registrasi nasional. 

 


                  Pasal   14 


KKI secara berkala memberikan informasi mengenai STR dokter dan STR dokter gigi yang diterbitkan dan dicabut dalam media KKI. 

 


                        BAB   IV


                        PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 


                        Pasal   15 


         1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan registrasi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.


 


   2. Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi pelaksanaan registrasi dokter dan dokter gigi.


 


                  Pasal   16 


   1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Ketua KKI dapat mencabut STR dokter atau STR dokter gigi apabila:


   1. atas rekomendasi MKDKI;


   2. tidak mampu menjalankan praktik kedokteran.


   2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan STR dokter dan STR dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI. 


BAB   V

KETENTUAN PERALIHAN

 


            Pasal   17


Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki Surat Penugasan dan atau SIP dinyatakan telah memiliki STR dan SIP berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


      Pasal   18


         1. Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada pasal 17 wajib mengganti Surat Penugasan dengan STR selambat-lambatnya tanggal 29 April 2007, ke KKI melalui Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota tempat domisilinya.

         2. Penggantian Surat Penugasan menjadi STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


      Pasal   19


         1. Dokter dan dokter gigi yang saat ini belum memiliki Surat Penugasan apabila akan melakukan praktik kedokteran dapat mengajukan STR kepada KKI melalui Dinas Kesehatan Propinsi tempat domisilinya.

         2. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang saat ini belum memiliki Surat Penugasan apabila akan melakukan praktik kedokteran dapat mengajukan STR kepada KKI melalui Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan.

         3. Tatacara mendapatkan STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


      Pasal 20


   1. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang saat ini belum memiliki Surat Penugasan tetapi melakukan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan di tempat pendidikan dan jejaringnya dalam rangka menunggu penempatan dinyatakan telah memiliki STR.

   2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KKI melalui Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dalam waktu 1 (satu) bulan.

   3. Dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyelesaikan STR sesuai ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan. 


Pasal   21


   1. Peserta PPDS/PPDGS dan peserta pendidikan dokter / dokter gigi yang sedang menjalankan praktik kedokteran di sarana pendidikan selama proses pendidikan dinyatakan telah mendapatkan persetujuan dari KKI untuk menjalankan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan dan jejaringnya yang digunakan untuk program pendidikan.

   2. Tatacara memperoleh surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh KKI.


      BAB   VI


      KETENTUAN PENUTUP 


Pasal   22 


Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan ini akan diatur dalam peraturan tersendiri. 


Pasal   23


Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. 

 


                                    Ditetapkan di Jakarta


                                    Pada tanggal   5 Oktober 2005 


                                    KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 

                                     

                                     


                                             dr. HARDI YUSA, Sp.OG,MARS


                                                               K E T U A


---


LBH Kesehatan Kritisi pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia

Kamis, 21 April 2005 | 12:32 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta:Konsil Kedokteran Indonesia dinilai Iskandar Sitorus, Direktur Lambaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) tidak layak dipercaya. Mekanisme rekrutmen yang tertutup, ditambah kapasitas orang-orang yang akan duduk dalam keanggotaannya, disebut Iskandar menjadi dasar penilaian ini.


"Proses rekrutmennya tidak pernah diketahui publik," ujar Iskandar kepada Tempo hari Kamis (21/4). Selain itu, Iskandar juga meragukan independensi dalam perjalanan KKI mendatang. Sebabnya, "bagaimana mungkin bisa independen bila pembentukannya dilakukan oleh menteri," kata Iskandar.


Sebelumnya diberitakan, Departemen Kesehatan menyatakan telah mengantongi tujuh belas nama calon anggota yang akan duduk dalam kepengurusan KKI. Nama-nama ini diambil dari beberapa lembaga, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Rumah Sakit Pendidikan dan Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran. Turut serta pula Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi dan Kolegium Pendidikan Kedokteran, dan Kolegium Pendidikan Kedokteran Gigi.


Komposisi 17 anggotanya sendiri, terdiri dari tujuh orang dokter dan tujuh orang dokter gigi serta sisanya dari perwakilan masyarakat awam. Kepastian pelantikannya sendiri, menurut Riati Anggriani, Staf Biro Hukum Departemen Kesehatan, belum ditetapkan.


Berbicara keanggotaan badan ini, Iskandar juga menaruh keraguan. Dirinya beranggapan, dengan komposisi stakeholder yang ada di dalamnya, KKI tidak lebih dari duplikasi IDI. "Perwakilan yang duduk disana hampir dikuasai IDI. Jadi tidak ada bedanya," katanya pula. Disamping itu, menurut Iskandar, komposisi yang ada dalam KKI merupakan komposisi dari mereka yang berpotensi menjadi pelaku dalam masalah pelayanan kesehatan. "Jadi tidak mungkin bisa menyelesaikan permasalahan," kata Iskandar.


Seharusnya, menurut Iskandar, keanggotaan KKI lebih banyak diisi oleh orang-orang yang memahami masalah sistem kesehatan Indonesia. Disamping itu, ujarnya pula, harus turut menyertakan pihak-pihak yang selama ini menjadi korban dari semrawutnya sistem kesehatan. "Ini lebih faktual, mereka yang benar-benar merasakan sendiri, tidak mungkin memahami etika, kalau tidak pernah merasakan jadi korban," tutur Iskandar.


Rinaldi D Gultom






Ibu Reni K.,

terimakasih atas tanggapannya.


Dewan Psikologi Indonesia merupakan semacam lembaga superbodi dalam bidang Psikologi yang termuat dalam Draft RUU Psikologi - http://www.himpsi.org/ORGANISASI/RUUdraft6.htm


Pembahasan mengenai lembaga ini memang sudah Dibekukan. Sekali lagi, dibekukan, setelah menerima masukan dari sejumlah Seminar & Lokakarya mengenai RUU Psikologi.


Pertanyaannya memang menjadi begini:


Quo Vadis RUU Psikologi?


Atau, sebelum itu:


Hendak diapakan RUU Psikologi? -

"Meretas Jalan RUU Psikologi"




Demikian, terimakasih.


Salam takzim,

Juneman


---

Re: [psiindonesia] Dewan Psikologi Indonesia


Dear All,

Dewan Psikologi Indonesia? Saya sebagai orang awam tentang hal ini, jadi agak bingung dan bertanya-tanya. Apakah memang diperlukan adanya Dewan Psikologi Indonesia? Lalu bagaimana dan dimana posisi Dewan Psikologi Indonesia tersebut? Lalu siapa atau lembaga apa yang bertanggungjawab untuk dana opersionalnya? Kalau Dewan itu ada sebagai akibat UU berarti Negara yang berkewajiban? Apakah mungkin? Apakah profesi lain juga punya Dewan semacam itu?

 

Saya pribadi kok merasa itu terlalu jauh ya. Saking jauhnya, sampai ada kekawatiran jangan-jangan kita terlalu muluk-muluk sehingga yang dekat dan dihadapan mata tidak jadi prioritas. Pemikiran saya mungkin terlalu sederhana, jadi ya mohon maaf kalau jadi dangkal atau mungkin bahkan keliru. Apakah tidak bisa kita optimalkan apa yang sudah ada. Misalnya untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan profesi psikologi ya diupayakan oleh organisasi profesi melalui berbagai langkah advokasi ke berbagai lembaga terkait. Kita juga bisa berharap tiap-tiap bidang dalam organisasi kita dapat lebih aktif sehingga dalam setiap pembahasan segala perundangan, kita tidak selalu tertinggal.

 

Salam

RK





Bung Revo,


terimakasih atas tanggapannya mengenai Dewan Psikologi Indonesia sebagai termaktub dalam draft RUU Psikologi.


Di bawah ini saya sertakan sejumlah lampiran. 


Yang saya tangkap adalah, sbb:


1. Pada Februari 2005, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum antara HIMPSI dengan DPR Komisi X mengenai "Perlunya RUU Psikologi" (Jadi, belum "RUU Psikologi" itu sendiri yang diajukan).


2. Pada Februari 2007, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum antara HIMPSI dengan DPR Komisi IX mengenai "Penyempurnaan RUU Kesehatan (UU No. 23/1992)", dalam rangka memasukkan Psikolog ke dalam daftar Profesi Pelayanan Kesehatan.


3. Sejak 1995, telah terdapat KepPres RI No. 56 Th 1995 tentang MDTK (Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan) sebagai salah satu peraturan pelaksanaan dari UU No. 23/1992.


- Namun, HIMPSI dalam RDPU Februari 2007 berpendapat bahwa, "Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan diinterprestasikan oleh Profesi Kedokteran sebagai Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran seperti yang tercantum dalam UU No. 29/2004 mengenai Praktik Kedokteran".


- Sebagai catatan: Dalam Bab IV Pasal 6 dari KepPres No. 56 Th 1995, MDTK telah memasukkan "Ahli Psikologi" sebagai unsur keanggotaan MDTK. 


4. Menarik bahwa HIMPSI Wilayah Kalimantan Timur memiliki divisi/bidang khusus yang bernama "Bidang RUU Psikologi" dalam Kepengurusan Periode 2004-2007.


Juneman




__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Endurance Zone

A Fitness Group

about overall

better endurance.

HDTV Support

on Yahoo! Groups

Help with Samsung

HDTVs and devices

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar