Selasa, 22 Januari 2008

[psikologi_transformatif] Sumpah Bodhisattva (Tambahan #11): Tidak menghindari pelanggaran Sila demi Welas Asih

[Dalam tradisi Vajrayana, Sumpah Bodhisattva terdiri dari 18 Sumpah Dasar (root vows) dan 46 Sumpah Tambahan (secondary vows). Yang menarik dari Sumpah Tambahan itu adalah #11, seperti di bawah ini. Artikel ini diterjemahkan dari Berzin Archives, suatu situs tentang Buddhisme Tibet yang terrkenal di internet.

Dr Alexander Berzin, sarjana Buddhisme Tibet, belajar selama 29 tahun di India, dan pernah menjadi penerjemah dari Dalai Lama ke-XIV. Di bawah ini saya tayangkan Pesan dari YM Dalai Lama ke-XIV untuk website Berzin Archives./hudoyo]

Dari: http://www.berzinarchives.com/web/en/archives/practice_material/vows/bodhisattva/secondary_bodhisattva_pledges.html

Secondary Bodhisattva Vows

Oleh: Alexander Berzin
August 1997

[...]

Empat Tindakan Salah yang Berkaitan dengan Situasi Ketika Pertimbangan Utama Kita Adalah Orang Lain

(8) - (10) ...

(11) Tidak melakukan 'tindakan buruk' ketika dituntut demi Welas Asih

Kadang-kadang, muncul situasi tertentu yang ekstrem, yang di situ kesejahteraan orang lain menghadapi bahaya dan tidak ada alternatif lain untuk mencegah terjadinya suatu tragedi kecuali melakukan salah satu dari ketujuh tindakan fisik atau lisan yang buruk. Ketujuh tindakan itu adalah: membunuh, mencuri, berzina, berdusta, memfitnah, bicara kasar & memaki, atau beromong kosong. Jika kita melakukan tindakan seperti itu tanpa gangguan emosi pada waktu itu, seperti marah, nafsu keinginan, atau ketidaktahuan tentang sebab dan akibat, melainkan didorong semata-mata oleh keinginan menghindarkan penderitaan orang lain--dan bersedia sepenuhnya menerima akibat buruk apa pun yang mungkin timbul dari perbuatan itu, bahkan kepedihan di neraka--maka kita tidak merusak disiplin etikal diri yang telah kita kembangkan sejauh ini. Sebaliknya, kita menimbun sejunlah amat besar daya positif yang akan mempercepat perjalanan spiritual kita.

Namun, menolak melakukan tindakan buruk ini ketika dituntut oleh situasi hanyalah merupakan kesalahan apabila kita telah mengambil dan mempertahankan kemurnian Sumpah Bodhisattva. Keengganan kita untuk menukar kebahagiaan kita dengan kesejahteraan orang lain merintangi penyempurnaan disiplin etikal diri kita untuk selalu menolong orang lain. Ini tidak salah jika kita hanya memiliki welas asih dangkal dan tidak menjalankan Sumpah Bodhisattva atau berlatih melaksanakan yang tercantum di situ. Kita menyadari, karena welas asih kita lemah dan belum mantap, penderitaan yang akan kita terima dari tindakan buruk kita mungkin dapat membuat kita berat menerima perilaku seorang Bodhisattva. Kita bahkan mungkin meninggalkan jalan berkarya untuk menolong orang lain. Seperti peringatan bahwa Bodhisattva dari tingkatan rendah hanya akan merugikan diri sendiri dan kemampuan untuk menolong orang lain jika mereka mencoba mempraktikan aturan-aturan dari Bodhisattva dari tingkatan yang lebih tinggi--seperti memberikan tubuh mereka untuk dimakan harimau lapar--maka lebih baik kita berhati-hati dan menahan diri.

Oleh karena mungkin ada kebingungan tentang keadaan bagaimana yang menuntut tindakan Bodhisattva seperti di atas, marilah kita lihat contoh-contoh yang diambil dari Kitab-kitab Komentar [ditulis oleh Tsongkapa/hh]. Harap diingat bahwa ini adalah tindakan terakhir, ketika segala cara lain gagal melenyapkan atau mencegah penderitaan orang lain. Sebagai Bodhisattva yang sedang mekar, kita bersedia membunuh seseorang yang sedang merencanakan pembunuhan besar-besaran. Kita tidak ragu merampas obat-obatan yang dimaksudkan bagi upaya penyelamatan darurat di sebuah negeri yang dilanda perang karena obat-obatan itu dipegang oleh orang yang merencanakan untuk menjualnya di pasar gelap, atau merampas dana bantuan dari tangan seorang administrator yang menyelewengkannya atau mengelolanya secara salah. Jika kita laki-laki, kita bersedia berselingkuh dengan istri orang lain--atau dengan seorang perawan yang orangtuanya melarangnya, atau dengan partner apa pun yang tidak dibenarkan--bila perempuan itu mempunyai keinginan kuat untuk mengembangkan 'bodhicitta' tetapi dilanda oleh keinginan berhubungan seksual dengan kita dan yang--jika perempuan itu meninggal tanpa berhubungan seksual dengan kita--akan membawa ketidaksenangan itu sebagai instink dalam kehidupan-kehidupannya yang mendatang. Sebagai akibatnya, perempuan itu akan sangat memusuhi Bodhisattva dan Jalan Bodhisattva.

Kesediaan Bodhisattva utuk berzina ketika segala upaya lain gagal mencegah orang mempunyai sikap yang sangat negatif terhadap jalan altruisme spiritual [sebagaimana tercantum dalam Kitab-kotab Komentar/hh] mengangkat suatu poin penting yang perlu diperhatikan oleh pasangan suami-istri yang menjalani Jalan Bodhisattva. Kadang-kadang suatu pasangan suami-istri giat di dalam Dharma, dan salah satu dari mereka, misalnya pihak perempuan, ingin hidup selibat, menghentikan hubungan seksual dengan suaminya, sedangkan suaminya tidak mempunyai pikiran yang sama. Suaminya masih melekat pada seks dan menganggap penolakan istrinya sebagai penolakan terhadap dirinya. Kadang-kadang fanatisisme dan kurangnya kepekaan pada pihak istri mendorong suaminya untuk menyalahkan Dharma bagi frustrasi & ketidakbahagiaannya. Ia tinggalkan kehidupan perkawinan itu dan berpaling membelakangi Buddhisme dengan kepahitan. Jika tidak ada jalan lain untuk menghindari reaksinya yang bermusuhan terhadap jalan spiriutal dan si istri menjalani Sumpah Bodhisattva, si istri seyogyanya menilai kembali welas asihnya untuk menetapkan apakah cukup kuat untuk membiarkannya kadang-kadang berhubungan seksual dengan suaminya tanpa sangat merugikan kemampuannya untuk menolong orang lain. Ini sangat relevan berkaitan dengan Sumpah Tantrik tentang perilaku menghindari seks.

Sebagai Bodhisattva yang tengah berkembang, kita bersedia berdusta jika perbuatan itu menyelamatkan jiwa orang lain atau mencegah orang lain teraniaya atau cacat. Kita tidak ragu memfitnah untuk memisahkan anak-anak kita dari kumpulan temannya yang tidak baik--atau memisahkan siswa-siswa dari guru yang menyesatkan--yang berpengaruh buruk terhadap mereka dan mendorong sikap & perilaku yang merugikan. Kita tidak menghindar dari kata-kata kasar untuk membangunkan anak-anak kita dari perbuatan yang buruk, seperti tidak mengerjakan pekerjaan rumah, jika mereka tidak bisa diberitahu dengan halus. Dan bila orang lain, yang berminat terhadap Buddhisme, sepenuhnya senang beromong kosong, minum, berpesta pora, menyanyi, menari, menceritakan hal-hal yang berbau pornografis atau kekerasan, kita bersedia ikut serta jika penolakan akan membuat orang-orang ini merasa bahwa para Bodhisattva, dan orang Buddhis pada umumnya, tidak pernah bersenang-senang dan bahwa jalan spiritual itu bukan jalan mereka."

***

Dari: http://www.berzinarchives.com/web/en/about/about/message_from_holiness_dalai_lama.html

The Dalai Lama

Message

As the twenty first century progresses, the Internet is becoming an increasingly more widespread and important medium for the global sharing of information. This is true as well for information concerning the Buddhist teachings, its history, and various other topics related to Tibetan culture. Especially in places where books and qualified teachers are rare, the Internet has become the main source of information for countless people.

In a world in which misunderstanding and sectarianism are commonplace, education is the most powerful means to eliminate the ignorance that fuels discord. I therefore welcome Dr. Alexander Berzin's multi-language website, www.berzinarchives.com, as a valuable educational tool for making globally available online a vast array of articles spanning the various schools and aspects of Buddhism and Tibetan culture.

January 26, 2007 [Signature]

__._,_.___
Yahoo! Kickstart

Sign up today!

new professional

network from Yahoo!.

Get in Shape

on Yahoo! Groups

Find a buddy

and lose weight.

Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar