hahahahh......hahahahahhahahah........hahahahahhahah.......
jika ada 1 org pergi sekolah/kuliah sampai sarjana tetapi mengatakan kebenaran itu relative maka itu bisa jadi org bodoh.... kebodohannya adalah "kenapa mau sekolah...????????"...... kalau disekolah di ajar bahwa 1 X 3 = 3 tetapi ternyata kebenaran sejati itu relative maka itu artinya "penipuan" ada disekolah.... sebab disekolah jika ada yg tulis 1 x3 = 1 itu "disalahkan"...... betul kagak....??????
kalau ternyata bahwa kebenaran itu relative pada kasus "bertuhan dengan benar" maka tidak ada gunanya beragama.... sebab tidak ada "kemutlakan" kalau tuhan yg disembah itu adalah tuhan... lebih baik jadi ateis aja....
mungkin seseorang karena "pembegoan" yg terlalu parah yg dialami dirinya sehingga menghendaki tidak adanya atau pembatasan penggunaan akal/logika.... sebab setahu saya yg namanya manusia itu harus selalu diutamakan.... bahkan diajarkan dari kecil itu yg dperbanyak.... betul kagak...?????
seseorang yg menganggap kebenaran itu relative (anda khan..???)... saya tidak bisa memaksa anda dengan adanya keyakinan tersebut (mungkin anda anggap terlalu ekstrim).. namun satu hal yg menjadi efek dan permasalahan yg harus dijawab atau diterima dengan pandangan itu ialah "yg lebih baik".... jadi kalau anda tidak bisa menerima "kebenaran mutlak" maka anda harus bisa menerima "yg lebih baik".... sebab tidak mungkin kita bisa menerima jika yesus bakalan satu bangku dengan iblis atau yudas disamping bapa....
bagaimana bisa anda menerima kebenaran bahwa yesus itu tuhan jika di satu sisi anda menerima kebenaran itu relative....???? yg tentu saja menghendaki adanya "kebenaran juga jika iblis dan yudas adalah tuhan juga".....
setan kita sebut "tidak baik/jahat" dan malaikat kita sebut "baik"... adanya pertanyataaan itu maka dengan sendirinya bahwa "kebenaran adalah relative" perlu dipertanyakan....?????? sebab bisa timbul "malaikat dan setan adalah sama-sama baik sekaligus jahat".... apakah anda mau menerima pernyataan itu sebagai org yg menganut suatu agama....????
pencipta (tuhan/khalik) dan ciptaan (makhluk).... jika kebenaran itu relative maka yg timbul adalah tuhan dan makhluk seharusnya "tidak ada"... sebab "kebenaran akan tuhan itu relitive".....
anda bertanya tentang "definisi rasional"....???.... maka itu artinya "anda org yg aneh" sebab ada sudah berani menganggap bahwa kebenaran itu "relative"... sebabnya lagi adalah kebenaran itu dengan rasional sesuatu yg tidak boleh dipisah.... apakah 1 x 3 = 3 anda kelompokkan pada "kebenaran yg mutlak" atau "kebenaran yg relative"....??????????????.... sebab bisa saja dengan "kegoisan" atau "kebodohan" akibat di begoiin sehingga anda menempatkan 1 x 3 = 3 pada "kebenaran mutlak" dan menyangkut tuhan sejati pada "kebenaran relative"..... sebab itu berbahaya loh......
mungkin bisa anda terima jika kita mendekatkan kerasionalan dengan keilmiahan....?????.... jadi kalau keilmiahan telah menemukan bahwa wajah yesus itu satu macam dan tidak menyerupai ikan dilaut tetapi meyakini kalau tuhannya para ikan termasuk hiu adalah yesus maka konsekwensinya adalah ketuhanan yesus itu "tidak rasional" sebab hidung yesus dan paru-parunya perlu berubah.... dengan arti lain "salah"..... dan jika anda berani mengatakan adanya "benar" maka anda harus bisa menerima "salah"... dan adanya "benar" dan "salah" itu ada akibat "kemutlakan".......
apakah tuhan itu "rasional" dan bisa di konsepsikan....????.... tentu bisa.... sebab (minimal) bagaimana bisa ada kata "tuhan" jika tidak di konsepsikan...?????.... persoalalanya yg harus dipikirkan adalah apakah konsepsi tentang tuhan sama dengan konsepsi makhluk.... jadi kalau konsepsi makhluk hidup manusia dan hewan harus mati maka tidak boleh ada konsepsi tuhan yg didalam isinya adalah "tuhan mati"..... sebab jangan2 makhluk dianggap tuhan.... kebodohan disebut kepintaran..... betul kagak.....??????
Anwar Haryono <aharyono@klaras.co.id> wrote:
Oalah, jadi selama ini yang dipertahankan itu yang lebih baik to? Saya kira yang benar mutlak
lebih baik menurut siapa ndrik?
Ngomong2, "rasional" itu apa? Untuk penolong, cari dulu kata dasarnya baru dicari definisi "rasional"
Kalo dah ketemu, pertanyaan berikutnya adalah apakah Tuhan itu "rasional" dan bisa dikonsepkan?
Tolong dijawab yah
Salam,
Anwar
From: psikologi_transformatif@yahoogroups.com [mailto:psikologi_transformatif@yahoogroups.com] On Behalf Of hendrik bakrie
Sent: Sunday, March 23, 2008 5:18 PM
To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Subject: RE: [psikologi_transformatif] Does God exist?
hahahahaha......hahhahhahahahhhah.........
ketika saat2 perjalanan kematian sang brono di pembakarannya oleh gereja, dia mengucapkan :
"ketakutan yg kurasakan saat ini tidak akan ada apa2nya dengan ketakutan kalian setelah aku mati"
setelah peristiwa itu, brono menjadi salah satu pejuang dari lahirnya reinasans di eropa... yg menjadi musuh gereja...
disaat keintelektualan melanda eropa maka mereka dengan sendirinya menjadi musuh gereja... bahkan tidak lama setelah itu popularitas mereka dapat mengamcam gereja....
demi menyelematkan gereja dengan popularitasnya serta kejahatan yg pernah dilakukan (pembakaran hidup2 ) maka gereja menghidupkan sebuah ajaran yg menganggap bahwa kebenaran itu relatif.... tujuannya agar dalam diri org2 eropa kristen akan ada keyakinan bahwa suatu saat nanti suara gereja akan menjadi kebenaran mutlak....... seolah2 kaum intelektual dianggap penipu yg sebenarnya tidak menang...! ....
saya lebih baik menggunakan pengetahuan saya dan dengan berlogika atau melakukan sesuatu yg rasional daripada menerima sesuatu yg sebaliknya....
lebih baik yg menerima yg relativ yg rasional daripada menerima yg tidak memenuhi syarat untuk digolongkan relativ akibat jauhnya dari kebenaran dengan dalil-dalil yg rasional.....
Anwar Haryono <aharyono@klaras.co.id> wrote:
Kebenaran bersifat relative, benarkah? Bisa benar bisa salah, tergantung domainnya dan platform kesadaran yang digunakan
Ada kebenaran absolute, memang "seharusnya" iya, namun itu jauh di ujung pencarian yang masih jauh dari jangkauan, hanya bisa kita capai dengan platform kesadaran hati nurani atau kesadaran tinggi atau apapun istilahnya yang jelas di atas akal/logika
Tapi dalam domain fisik dengan platform kesadaran akal/logika, relativitas ini sangat benar dan di domain inilah sekarang kita hidup..dan justru dalam relativitas dan subyektifitas kebenaran itulah ada tugas untuk mencari sang kebenaran, dari arah relative masing2
berita sedihnya, perjalanan dalam platform akal/logika ini tidak akan pernah membawa kita pada kebenaran absolute
.dari sudut platform kesadaran akal/logika, ini sebuah tugas yang pasti tidak akan pernah diselesaikan namun harus dilakukan
.ada 2 manfaat: manfaat praktis dalam domain fisik/akal logika dan pengantar untuk perjalanan pencarian berikutnya
Ruwetnya, orang sering kali mengabsolutkan product akal/logika yang sangat relative hingga terjadi benturan2 yang tidak perlu
bila dilakukan dengan benar, seharusnya relasi antar kesadaran dalam platform akal/logika seharusnya "hanya" dalam skema bertukar informasi posisi dan situasi masing2 pencari kebenaran sambil tetap dalam semangat pencarian dan menyadari sepenuhnya ketersesatan masing2
Apapun realitas yang bisa disadari dan product dari akal/logika adalah relative, semua pengetahuan dan "tatanan umum" bahkan termasuk pengetahuan yang dianggap sebagai "petunjuk dari Sang Maha Hidup"
realitas yang dibawa petunjuknya bisa jadi benar absolute, tapi tetap harus diposisikan sebagai "petunjuk" dan bukan sang realitas itu sendiri
dan sejauh yang bisa ditangkap "yang diberi petunjuk", tetaplah relative
pergulatan "haq dan batil" bukanlah pergulatan diri dengan sesuatu yang diluar
..tapi murni pergulatan di dalam diri. Dalam pergulatan inilah selalu timbul ketakutan jauh di alam bawah sadarnya untuk keluar dari apa yang kadung diterima sebagai "eksistensi" dirinya
ketakutan eksistensial, yang keluar memanifestasi dalam 2 bentuk: melihat apa2 yang berbeda sebagai "musuh" dan kalau perlu mencari musuh untuk meneguhkan esksistensi
terakhir, kemampuan mengatasi ketakutan eksistensial inilah ukuran sebenarnya kedewasaan spiritual seseorang
From: psikologi_transformatif@yahoogroups.com [mailto:psikologi_transformatif@yahoogroups.com] On Behalf Of Hairul Anas Suaidi
Sent: Saturday, March 22, 2008 9:30 AM
To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Subject: Re: [psikologi_transformatif] Does God exist?
Ini sebuah refleksi atas pemahaman causa prima. Good composing.
Cuma sayangnya, penulisnya berpemahaman relativisme, yakni kebenaran bersifat relatif.
Sebenarnya tidak demikian.
Sungguh sudah mesti menjadi keniscayaan bahwa Tuhan, yang kewujudan atau eksistensinya
telah diyakini oleh penulis, akan memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya.
Dan petunjuk itu MUTLAK kebenarannya, tidak relatif.
Kebenaran hanya ada 1, yang konsisten sejak jaman ALIF sampe YA', tidak bertentangan satu sama lain.
Soal orang bebas berbeda pendapat atau sikap, silakan saja, karena manusia diberi kebebasan,
tapi tentu saja ada konsekuensinya. Bahasa PMP-nya,"kebebasan yang bertanggung jawab".
Agama memang tak dapat dipaksakan.
Tapi barang siapa merusak tatanan umum, memfitnah agama, menipu, menyebar berita bohong,
dlsb, rasakan akibatnya, di dunia ataupun di akhirat, atas hukum positif manusia dan juga
hukum akhirat.
Pergulatan haq dan bathil mungkin tiada ujungnya hingga kiamat.
Karena itu, perlu ada akhirat, untuk mendapatkan pengadilan yang haqiqi, siapa yang benar-benar
mengikuti petunjuk Tuhan yang haq. Ya, petunjuk yang haq (otentik) dari Tuhan yang haq.
Logika adalah anugerah, dan semua orang berhak dengan logikanya sendiri, sekalipun bercorak ekstrim. Begitulah sehingga setiap pendapat dihargai orang tanpa mengenal individunya. Demikian pula logika dalam uraian ini, adalah merupakan racikan tersendiri karena merupaka sebuah hasil logika. Hamper semua buah pikiran yang mencari kebenaran cenderung menggunakan logika menurut latar belakang dasar berpikir masing-masing, dan logika relative tidak salah dari dasar pijakan sendiri.
Orang lain berhak mengklaim keliru terhadap suatu pendapat, sebab kenyataan ini juga berlandaskan pada hak dan latar belakang cara berpikir tadi. Bijaklah orang yang mau mengaku bahwa, "tidak ada yang salah dalam hidup ini, sebab segala se! suatu 'wajib' relative, tergantung dari sisi mana seseorang memandangnya. Yang salah adalah ketika orang itu melukis wajah Tuhan dalam kanvas, karena logika yang melandasi imajinasinya dari awal sudah keliru. Mengapa tidak, jika lukisan itu kita lirik dan berlalu seakan tidak pernah hadir di pelataran kanvas.
Seseorang membaca jalan pikiran orang lain adalah suatu yang bijak. Bagaimanapun mata tidak mampu berada dalam dua tempat yang berbeda untuk menyaksikan dua kejadian sekaligus.
Sekarang uraian ini akan membawa kedalam relung-relung pikiran yang abstrak, meraba dan menyaksikan betapa rekaman pikiran orang lain dalam suasana persepsi yang saling berbeda. Orang lain dapat membawa pikiran berkelana ke suatu sudut ruang yang tidak semua mampu menggambarkannya dan berakhir pada kulminasi "bagaimana menghargai pendapat orang lain".
Kata kebanyakan orang Ortodoks, bahwa tuhan itu bukan zat. Logika ilmiah mengatakan hanya ada tiga zat, padat, cair, dan gas. Selain itu tidak ada. Tetapi ada sesuatu yang bukan zat yang selalu digunakan untuk memikirkan sesuatu yang ilmiah "pikiran" itu sendiri. Adakah yang mampu menggambarkan seperti apakah wujud pi! kiran itu? Jika tidak ada, artinya ada zat yang tidak berbentuk seperti zat yang kita kenal.
Marilah telusuri suasana batas pikiran yang pernah terlintasi imajinasi. Mulailah berimajinasi dengan logika tentang sesuatu yang tidak ada, tentang alam semesta ini sebelum diciptakan atau sebelum menjadi ada. Ketika imajinasi itu tercapai, alam semesta gelap dan kosong. Anda tidak menyadari bahwa sesungguhnya hasil imajinasi tidaklah benar-benar kosong, sebab ada pikiran anda yang membayangkannya. Pikiran itu yang membuat tidak kosong mutlak. Anda mulai berpikir dan bertanya, sebelum ada ruang kosong itu, apakah yang mengisinya? Mungkin udara atau debu-debu alam semesta! Secara pasti d! alam ruang kosong itu ada sesuatu meskipun hampa udara.< /font>
Lalu, lanjutkan rekreasi menuju pertanyaan mundur berikutnya, apa yang mengisi sebelum debu dan gas itu? Atau, kita bertanya sebelum segala sesuatu ada, apa yang ada? Jawabannya kembali kepada anda, bahwa pikiran anda jauh lebih dahulu ada sebelum segala sesuatu ada, bagaimanapun anda sudah sampai ke sana sebelum mereka ada. Betapa jauhnya anda telah menelusuri alam semesta ini. Sekarang anda yakin, bahwa tidak mesti sesuatu itu terpikirkan wajib untuk memiliki awal. Akankah anda ragu kini bahwa Tuhan itu tidak berawal dan tidak berakhir?
Andaikan seorang abadi mengelilingi dunia, akhirnya ia akan berkesimpulan bahwa bumi ini tidak memiliki ujung.
Betapa kompleksnya permasalahan jika kita hendak menelusuri sesuatu yang semestinya bukan santapan otak manusia. Mengapa tidak, bukankah kita diizinkan membuka tabir-tabir rahasia yang terhijab dalam alam semesta ini? Berkukuh ingin menampak wajah Tuhan! , atau mengklaim tuhan ini seperti ini dan itu, bukankah hal yang dilarang. Bila kita masih berpijak pada logika, tentu jawabannya sederhana saja, bahwa prosessor computer DX, hanya mampu menganalisis data yang berukuran kecil dan sederhana. Akankah otak yang sedemikian terbatas ini diperuntukkan menganalisis ilmu yang menciptakan otak itu sendiri?
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.