Lihat di www.transparansi-
Perempuan Dalam Tayangan Televisi
29 Sep 2007 @19:10:05, OPINI
Oleh: Titiana Adinda
Kalau anda melihat tayangan komedi Extravaganza di Trans TV edisi 9
Juli 2007 yang lalu.Tentu anda akan menyaksikan bagaimana peristiwa
kekerasan dalam rumah tangga yang banyak dialami oleh perempuan dan
anak dijadikan bahan parodi atau lawakan oleh para pemain
Extravaganza.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa dijadikan lelucon semacam
itu?Tentu saja ini adalah kesalahan para jurnalis televisi yang masih
menganggap enteng peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Begitu juga kalau kita menonton drama situasi komedi Office Boy di
RCTI. Digambarkan tokoh-tokoh perempuannya bermasalah semua.Ada tokoh
Sascya yang pekerjaannya lebih banyak dandan dan teramat bodoh tetapi
bisa menjadi sekretaris manager,hanya karena sang manager yaitu Pak
Taka jatuh cinta padanya.Kemudian ada lagi tokoh Saodah yang
diperankan oleh Tika Panggabean sebagai figur bos Office Boy yang
dengan perangai yang galak amat suka meminjam uang tanpa
mengembalikannya kepada rekan-rekannya.
jatuh cinta kepada Sayuti rekan kerjanya sesama office boy hingga rela
berbuat apa saja tanpa tahu apakah Sayuti akan membalas cintanya.
Penulis pernah juga menonton sendiri sinetron "Pintu Hidayah" di RCTI
yang berjudul "Janda Gila Harta".Dimana di sinetron itu digambarkan
seorang janda yang pura-pura bercerai dari suaminya demi harta seorang
bujang.Padahal dia masih berbuat mesum dengan mantan suaminya.
Masih banyak lagi tayangan televisi terutama sinetron kita yang sangat
sterotipe terhadap perempuan dan mengandung unsur kekerasan terhadap
perempuan.Hal inilah yang harus menjadi catatan kritis bagi para
pemirsa televisi.
Kenapa citra perempuan selalu ditampilkan jelek-jelek semua
begitu?Kalau tidak selalu teraniaya,selalu kegenitan pekerjaannya
hanya berdandan terus,pasrah,
Menurut Veven Sp.Wardhana pengamat televisi dan media ada tiga
tipologi perempuan dalam tayangan televisi indonesia: [1] perempuan
pembawa petaka, [2] perempuan pelaku duka nestapa yang sama sekali tak
pernah punya daya untuk menghadapi dan melawan penyebab duka derita,
[3] pseudo-manusia alias perempuan 'sakti' yang menjadi pendekar aneh
macam mak lampir atau sekalian menjadi hantu macam si manis jembatan
ancol --dan mereka inilah yang bisa balas dendam.
Karena itulah penting peran masyarakat untuk mengontrol
tayangan-tayangan di stasiun televisi.Serta mengarahkan anak yang
belum dewasa ketika bertanya tentang tayangan yang sedang tampil di
televisi.Masukan-
kesuksesan stasiun televisi itu sendiri.
Lalu bagaimana peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam hal menertibkan
tontonan seperti ini?Yang jelas-jelas sangat stereotipe terhadap
perempuan dan merugikan perempuan.
Peran Komisi Penyiaran Indonesia
Belum lah pernah masyarakat mendengar atau mengetahui peran Komisi
Penyiaran Indonesia dalam menertibkan tayangan yang sangat bias gender
dan merugikan hak-hak kaum perempuan.
Peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam hal ini amat dinantikan
perananannya oleh masyarakat tentunya.Cobalah membuka hotline khusus
untuk pengaduan protes atau masukan untuk masyarakat.Memang sekarang
sudah dibuka formulir pengaduan ke Komisi Penyiaran Indonesia di situs
Komisi Penyiaran Indonesia.Tetapi keberlangsungannya protes dan
masukkan dari masyarakat tersebut tidak diketahui oleh masyarakat.
Maka amat diperlukan ruang pengaduan yang terbuka bagi masyarakat
serta prosesnya diketahui oleh masyarkat luas.Serta Komisi Penyiaran
Indonesia wajib melaporkan pertanggungjawaban publiknya dihadapan
masyarakat atau mekanisme tanggunggugat agar kinerja Komisi Penyiaran
Indonesia bisa diukur oleh masyarakat luas.
Juga,amat penting kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk bekerjasama
dengan Komisi Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) agar mendapatkan
masukan tentang materi penyiaran yang tidak bertentang dengan
HAM,sensitif gender dan peka terhadap persoalan-persoalan kekerasan
terhadap perempuan.Sehingga diharapkan Komisi Penyiaran Indonesia
memiliki alat kerja untuk mengevaluasi materi penyiaran di stasiun
Televisi agar tidak melanggar hak asasi manusia.
Kerjasama itu haruslah bersifat menetap jadi jangan sepotong-sepontong
atau sementara saja sifatnya.Bukankah kerjasama antara ketiga Komisi
Nasional itu tidak pernah dilakukan sebelumnya?
Peran Stasiun Televisi dan Lembaga Pendidikan Penyiaran
Peran stasiun televisi dalam hal ini sungguh besar diharapkan.Dengan
mengadakan pelatihan tentang pemahaman hak asasi manusia,gender dan
pemahaman kekerasan terhadap perempuan akan menambah pengetahuan para
jurnalis televisi agar tidak melanggar hak asasi manusia dan ramah
terhadap perempuan.
Begitu juga dengan lembaga pendidikan penyiaran entah itu di jurusan
komunikasi atau jurnalistik ataupun pendidikan kursus penyiaran agar
juga memasukan kurikulum tentang hak asasi manusia,gender dan
kekerasan terhadap perempuan sehingga ketika mereka akan masuk ke
dunia pekerjaan mereka sebagai jurnalis sudah memiliki pemahaman
tersebut.Sehingga tidak lagi kita melihat tayangan televisi yang
reporternya bertanya kepada perempuan korban kekerasan yang berdarah
kepalanya karena sehabis dipukul oleh suaminya dengan kayu dengan
pertanyaan yang bodoh.Seperti "Bagaimana perasaan Ibu sakitkah dipukul
suami?".Itukan lucu sekali sudah tahu sampai berdarah-darah masih
ditanya sakit apa tidak.
Juga amat perlu stasiun televisi membuka hotline khusus untuk menerima
pengaduan langsung dari masyarakat.Karena komunikasi antara pihak
stasiun televisi dan masyarakatlah yang saat ini menjadi
hambatan.Dengan dibuka hotline ini diharapkan stasiun televisi
mendapatkan masukan dari masyarakat dan masyarakatpun langsung
mendapat penjelasan dari pihak stasiun televisi.Akankah cita-cita cuma
mimpi saja?
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___