Bung Revo,
terimakasih atas tanggapannya mengenai Dewan Psikologi Indonesia sebagai termaktub dalam draft RUU Psikologi.
Di bawah ini saya sertakan sejumlah lampiran.
Yang saya tangkap adalah, sbb:
1. Pada Februari 2005, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum antara HIMPSI dengan DPR Komisi X mengenai "Perlunya RUU Psikologi" (Jadi, belum "RUU Psikologi" itu sendiri yang diajukan).
2. Pada Februari 2007, sudah terjadi Rapat Dengar Pendapat Umum antara HIMPSI dengan DPR Komisi IX mengenai "Penyempurnaan RUU Kesehatan (UU No. 23/1992)", dalam rangka memasukkan Psikolog ke dalam daftar Profesi Pelayanan Kesehatan.
3. Sejak 1995, telah terdapat KepPres RI No. 56 Th 1995 tentang MDTK (Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan) sebagai salah satu peraturan pelaksanaan dari UU No. 23/1992.
- Namun, HIMPSI dalam RDPU Februari 2007 berpendapat bahwa, "Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan diinterprestasikan oleh Profesi Kedokteran sebagai Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran seperti yang tercantum dalam UU No. 29/2004 mengenai Praktik Kedokteran".
- Sebagai catatan: Dalam Bab IV Pasal 6 dari KepPres No. 56 Th 1995, MDTK telah memasukkan "Ahli Psikologi" sebagai unsur keanggotaan MDTK.
4. Menarik bahwa HIMPSI Wilayah Kalimantan Timur memiliki divisi/bidang khusus yang bernama "Bidang RUU Psikologi" dalam Kepengurusan Periode 2004-2007.
Juneman
--- RI <rahmat@...> wrote:
> Sejawat,
>
> Sebagai informasi awal, PP Himpsi bersama dengan Asosiasi Psikologi
> Pendidikan Indonesia (APPI) dan Asosiasi Psikologi Sekolah Indonesia (APSI)
> bersama dengan UNJ (tidak hadir), diundang DPRRI Komisi X dalam RDPU pada
> Kamis 17 Februari 2005 lalu.
>
> PP Himpsi sekaligus menyampaikan bahwa sejak periode DPRRI yang lalu sudah
> memberitahu perlunya RUU Psikologi. Saat ini sudah sampai Draft VI (bisa
> dilihat di http://himpsi.org). Dalam notulasi RDPU ini, secara tertulis
> sudah dinyatakan pentingnya RUU Psikologi tersebut. PP Himpsi diminta agar
> segera memasukkan Draft RUU tersebut disertai dengan naskah akademisnya.
>
> Hanya saja Naskah Akademisnya belum sempurna hingga saat ini. Oleh karena
> itu, apabila Sejawat ada yang ada yang bersedia membantu untuk memberi
> masukan dengan merujuk kepada naskah akademis RUU lainnya, sangatlah kami
> nantikan.
>
> Terimakasih.
>
> ri
---
--- RI <rahmat@...> wrote:
> Khusus mengenai Tunjangan Fungsional bagi Psikolog, memang ternyata profesi
> kita tidak termaktub dalam Kepres no 5 tahun 2004.
> Diawali dengan pertemuan bersama anggota Himpsi Jaya, PP Himpsi kemudian
> membentuk tim yang khusus menyusun konsep usulan mengenai hal tersebut.
> Mulai Agustus 2004 dilakukan pembahasan dengan Departemen Kesehatan, qq dr
> Pandu, Direktur Pelayanan Medik Spesialistik. Akan tetapi karena saat ini
> semuanya terlibat dalam penanganan korban pasca gempa dan tsunami di Aceh,
> pertemuan2 kami jadi tertunda lagi. Mudah2an bulan Maret ini dapat
> dilanjutkan. Kepada dr Pandu sudah saya ingatkan lagi minggu lalu agar bisa
> melanjutkan pembahasannya.
>
> Pada prinsipnya dr Pandu sangat membantu kita untuk dapat mengusulkan
> perubahan Kepres tersebut melalui usulan Depkes, memasukkan profesi
> psikologi bersama 17 profesi lain yang sudah ada dalam Kepres tersebut.
>
> Mudah2an kita berhasil.
>
> Salam,
> ri
---
LAPORAN SINGKAT
KOMISI IX (BIDANG DEPARTEMEN KESEHATAN,
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, BADAN
PENGAWAS OBAT & MAKANAN, DAN BKKBN)
___________________________________________________________
Tahun Sidang
: 2006-2007
Masa Persidangan
: III
Jenis
: Rapat Dengar Pendapat Umum
Dengan
: 1. Himpunan Psikologi Indonesia; dan
2. Persatuan Ahli Gizi Indonesia
Sifat
: Terbuka
Hari, tanggal
: Kamis 01 Februari 2007
Waktu
: Pukul 14.00. – 16.00 WIB
Tempat
: Ruang Rapat Komisi IX DPR-RI Gedung Nusantara I
Jln. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Pusat
Acara
: Masukan-masukan untuk penyempurnaan RUU Kesehatan
Ketua Rapat
Dr. Ribka Tjiptaning / Ketua Komisi IX DPR RI
Sekretaris
: Surjadi/Kabag. Sekretariat Komisi IX DPR RI
Anggota yang hadir
: 37 Anggota dari 47 Anggota Komisi IX DPR RI,
10 orang Ijin,
I. PENDAHULUAN
Ketua Rapat membuka Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IX DPR-RI dengan Himpunan
Psikologi Indonesia dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia pukul 14.20 WIB setelah kuorum terpenuhi
sebagaimana Peraturan TataTertib DPR RI Pasal 99 ayat (1) dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.
II. POKOK PEMBICARAAN
Rapat dengar Pendapat Umum pada siang ini adalah menerima masukan dari :
1. Himpunan Psikologi Indonesia
Psikologi sebagai profesi mempunyai dampak yang luar biasa pada masyarakat. Pemahaman atas
proses-proses mental dan tingkah laku manusia dimanfaatkan dengan teknik-teknik yang intrusive dan
halus untuk mengukur (measure), membentuk (shaping), atau mempengaruhi (influence) perilaku
orang. Persoalannya adalah bahwa profesi yang sedemikian besar pengaruhnya tidak diatur dalam
hukum positif, artinya mekanisme control yang dijamin hukum terhadap kualitas profesi dan
mekanisme yang mengatur hak-hak klien tidak ada, akibatnya baik konsumen maupun professional
psikolog tidak terlindungi.
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan menunjukkan bahwa upaya kesehatan dilakukan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif oleh sumber daya kesehatan, diantaranya tenaga
kesehatan, lewat berbagai kegiatan antara lain kesehatan keluarga, kesehatan kerja, kesehatan jiwa,
kesehatan olah raga dan lain-lain. Tenaga kesehatan yang diatur di dalam Bab VI tentang Sumber
Daya Kesehatan Pasal 49-52 tidak mempunyai penjelasan mengenai siapa yang dimaksud dengan
"tenaga kesehatan". Pasal 54 ayat (2) dan (3) menyebutkan bahwa UU ini memandatkan dibentuknya
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan yang telah diinterprestasikan oleh Profesi Kedokteran sebagai
majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran seperti yang tercantum dalam UU No. 29/2004 mengenai
Praktik Kedokteran.
Jika dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan tidak memberikan penjelasan mengenai tenaga
kesehatan, maka dalam amandemennya yang diupayakan oleh DPR RI versi draft penyempurnaan
tanggal 18 Oktober 2006 memberikan celah untuk memposisikan psikolog dalam UU ini. Bab V
mengenai Sumber Daya di bidang kesehatan Pasal 24 ayat (1) butir a. menyebutkan adanya "tenaga
profesi pelayanan" yang dalam penjelasannya disebutkan "tenaga kesehatan yang mengaplikasikan
pengetahuannya dan keterampilan … dan seterusnya. Diantaranya tenaga medis/dokter dan lain-
lain". Jika Depkes RI dan profesi kesehatan pada umumnya di Indonesia menerima definisi WHO
maka psikolog seharusnya masuk dalam daftar profesi pelayanan kesehatan.
Dalam amandemen ini juga diamanatkan terbentuknya Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional
(BPKN), Bab XVI Pasal 108-110. Jika psikolog dimasukkan ke dalam kategori tenaga profesi
kesehatan, maka profesi ini tentunya menjadi bagian dalam BPKN dengan demikian terdapat unsure
keterwakilan yang menyeluruh dari unsure-unsur profesi dalam sekti ini.
2. Persatuan Ahli Gizi Indonesia
.....
III. RANGKUMAN
Setelah mendengarkan pertanyaan/saran dan harapan Anggota serta jawaban dari Himpunan
Psikologi Indonesia dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia maka sebelum Rapat ditutup, Ketua Rapat
menyampaikan dan membacakan beberapa rangkuman rapat sebagai berikut :
1. Dalam rangka menyusun dan membahas RUU Kesehatan, Komisi IX DPR RI akan mengkaji kembali
peran dari psikologi individu dan sosial dalam konstribusi terhadap kesehatan sehingga perlu diatur
dalam RUU Kesehatan baik dari sisi ketenagaan maupun dalam upaya kesehatan.
2. Komisi IX DPR RI sangat memahami pentingnya peran gizi baik gizi individu maupun gizi masyarakat
dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia masa depan. Oleh karena itu, usulan dari
Persagi terhadap penambahan Bab tersendiri untuk Upaya Gizi Masyarakat pada tiga fokus utama
yaitu masa persiapan ibu sebelum hamil (remaja sampai usia perkawinan), masa hamil dan masa
anak berusia di bawah 2 tahun akan menjadi perhatian Komisi IX DPR RI untuk diformulasi ulang
dalam pembahasan RUU Kesehatan dengan pemerintah.
3. Usulan penghapusan beberapa ayat dan pasal dalam RUU Kesehatan akan menjadi perhatian Komisi
IX DPR RI dalam upaya sinkronisasi dengan UU yang berkaitan dengan UU Kesehatan seperti UU
Pangan.
4. Komisi IX DPR RI akan membahas usulan Persagi terhadap upaya perbaikan Gizi yang meliputi
Konsumsi Gizi Seimbang, Perbaikan Perilaku sadar Gizi, Meningkatkan Akses terhadap Gizi, dan
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi dengan Pemerintah
Rapat ditutup pukul 16.10
WIB
Jakarta, 01 Februari 2007
Pimpinan Komisi IX DPR-RI
Ketua,
Dr. Ribka Tjiptaning
C:My.doc/Komisi IX/Lapsing 01 Februarii 2007-RDPU Persagi &Psikolog.doc
---
Hati-Hati Pilih Psikolog
Rabu, 21 Jan 2004 08:49:04
Pdpersi, Jakarta - Hati-hati saat menggunakan jasa psikolog. Pastikan anda memilih psikolog yang memiliki keahlian sesuai kebutuhan anda. Pasalnya, ditenggarai kini banyak lembaga yang mengatasnamakan lembaga psikologi dan melakukan berbagai praktes tes psikologi tanpa disertai kemampuan teknis yang memadai.
Ketua Umum PP Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) DR Rahmat Ismail mengungkapkan hal itu belum lama ini di Surabaya. Bahkan, kata Rahmat, banyak lembaga yang menyelenggarakan bimbingan tes psikologi. Hal itu jelas menyalahi prinsip dasar ilmu psikologi. "Di beberapa kota akhir-akhir ini ada tes IQ untuk anak-anak SD dan SLTP, yang bukan dilakukan orang yang sebenarnya tak berhak melakukan hal itu," katanya.
Berbagai masalah tersebut, kata dia, akan dibahas dalam Kongres IX dan Temu Nasional HIMPSI di Unair Surabaya yang diikuti 400 peserta dari 18 wilayah dan 36 fakultas pendidikan psikologi se-Indonesia.
Kongres tiga tahunan itu akan dibuka Dirjen Dikti Prof DR Ir Satryo S Brodjonegoro dan berlangsung pada 15-17 Januari. Pada kongres tersebut akan dipresentasikan 76 makalah dari para sarjana psikologi dan psikolog se-Indonesia yang merupakan hasil penelitian ilmiah dan pemikiran terbaru.
Rahmat menjelaskan, untuk mengatasi berbagai masalah yang mneyangkut profesi psikolog pihaknya tengah menyiapkan RUU Psikologi. HIMPSI sudah merumuskan enam draft yang akan disosialisasikan kepada beberapa wilayah HIMPSI untuk mendapatkan masukan.
Setelah itu, katanya, HIMPSI akan mengajukan draft tersebut ke DPR RI. Kami sudah melobi DPR RI soal itu pada 2001 dan DPR sudah mendukung soal itu. Diharpkan UU tersebut dapat disahkan paling lambat tiga tahun mendatang. "Dalam RUU Psikologi itu, kami tidak akan memikirkan profesi kami sendiri tapi RUU itu akan memberi perlindungan kepada masyarakat," katanya.
Rahmat juga menenggarai banyaknya psikolog asing yang berpraktek di Indonesia. "Dalam sebuah temu ilmiah di Australia, saya sempat mendengar ada psikolog Portugal yang mengaku sudah lama praktek di Jakarta," kata dia. Ia juga menduga, psikolog asing juga diketahui sudah ada di Sumatera dan Yogyakarta. (iis)
---
Selasa, 06 April 2004 | 16:46 WIB
Kepres RI No. 56 Thn.1995 Tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 56 TAHUN 1995 TENTANG
MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan tugas profesinya, dapat dikenakan
tindakan disiplin;
b. bahwa untuk memberikan penilaian yang obyektif atas ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, dipandang perlu membentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan dengan Keputusan Presiden;
Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang – undang Dasart 1945;
2. Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (
Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor. 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor. 3495);
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG MAJELIS DISIPLIN TENAGA
KESEHATAN.
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksudkan dengan :
1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Pejabat kesehatan adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri Kesehatan untuk memberikan tindakan disiplin kepada tenaga kesehatan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar
profesi.
B A B II
PEMBENTUKAN DAN KEDUDUKAN
MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN.
Pasal 2
(1) Dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan, dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan standar profesi.
(2). Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disingkat MDTK merupakan lembaga yang bersifat otonomi, mandiri dan non structural.
Pasal 3
(1). MDTK terdiri dari
a. MDTK Tingkat Pusat, dan
b. MDTK Tingkat Propinsi.
(2). MDTK Tingkat Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia.
(3). MDTK Tingkat Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi.
Pasal 4
(1). Kepada MDTK Tingkat Pusat diperbantukan sebuah Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh salah satu satuan kerja di lingkungan Departemen Kesehatan.
(2). Kepada MDTK Tingkat Propinsi diperbantukan sebuah Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh salah satu satuan kerja dilingkungan Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
B A B III
T U G A S
Pasal 5
MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan;
B A B IV
KEANGGOTAAN DAN SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 6
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur :
a. Sarjana Hukum;
b. Ahli kesehatan yang mewakili organisasi profesi di bidang kesehatan;
c. Ahli agama;
d. Ahli psikologi;
e. Ahli sosiologi.
Pasal 7
(1). Jumlah anggota untuik masing-masing MDTK Tingkat Pusat ataupun Tingkat Propinsi sebanyak – banyaknya lima belas orang.
(2). Tenaga Kesehatan yang pernah mendapat tindakan disiplin dari Pejabat Kesehatan atau pernah diadukan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesinya, tidak dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota MDTK Tingkat Pusat ataupun Tingkat Propinsi.
Pasal 8
(1). Anggota MDTK diangkat untuk masa bakti tiga tahun dan dapat
diangkat kembali untuk periode berikutnya.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
(2). Anggota MDTK dapat diganti dalam masa bakti keanggotaannya apabila meninggal dunia atau karena suatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya.
Pasal 9
Anggota MDTK diankat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 10
(1). Sususnan organisasi MDTK terdiri dari Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(2). Ketua MDTK dijabat oleh Sarjana Hukum yang mempunyai
pengetahuan di bidang hokum kesehatan.
(3). Sekretaris MDTK dijabat oleh pimpinan satuan kerja di lingkungan Departemen Kesehatan yang secara fungsional ditetapkan sebagai Sekretaris MDTK Tingkat Pusat, atau Pimpinan satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi yang secara fungsional ditetapkan sebagai Sekretaris MDTK Tingkat Propinsi, yang memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
B A B V
TATA KERJA
Pasal 11
Wilayah kerja MDTK Tingkat Propinsi meliputi wilayah hokum Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
Pasal 12
(1). Mdtk Tingkat propinsi melakukan tugas dan fungsinya atas dasar permintaan Pejabat Kesehatan, pimpinan sarana kesehatan atau penerima pelayanan kesehatan yang merasa ditugikan oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
(2). Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis disertai data-data yang diperlukan kepada Ketuan MDTK Tingkat Propinsi yang bersangkutan.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 13
Selambat – lambatnya dalam jangka waktu tujuh hari sejak diterimanya permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Ketua MDTK Tingkat Propinsi menetapkan hari siding.
Pasal 14
Dalam melakukan tugasnya, Siding Majelis dapat memanggil dan meminta keterangan dari tenaga kesehatan yang diadukan, penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan, saksi, melakukan pemeriksaan di lapangan, atau hal hal lain yang dianggap perlu.
Pasal 15
(1). Apabila terdapat keragu – raguan atau menghadapi kesulitan dalam memberi keputusan untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, Ketua MDTK Tingkat Propinsi dapat meminta bantuan atau berkonsultasi dengan MDTK Tingkat Pusat.
(2). Sekalipun diminta bantuan atau konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh MDTK Tingkat Propinsi.
Pasal 16
Sidang majelis dinyatakan tertutup untuk umum
Pasal 17
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sidang Majelis ditetapkan Menteri Kesehatan.
Pasal 18
(1). Anggota Sidang Majelis harus mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai dengan tenaga kesehatan yang diadukan atau penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan.
(2). Apabila anggota Sidang Majelis tidak mengundurkan diri sedangkan hasil siding telah diputus, maka segera dilakukan siding ulang tanpa mengikut sertakan anggota Sidang Majelis yang karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengundurkan diri.
(3). Apabila pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) menyebabkan jumlah anggota Sidang Majelis menjadi genap, maka Ketua MDTK Tingkat Propinsi mengambil keputusan untuk mengurangi satu orang anggotanya sehingga pelaksanaan Sidang Majelis jumlah anggotanya menjadi ganjil.
(4). Ketentuan mengenai tata cara pengunduran diri dan pengurangan anggota Sidang Majelis dalam melaksanakan sidangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), ayat 92), dan ayat (3) diatur oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 19
(1). Hasil keputusan Sidang Majelis dituangkan dalam bentujk tertulis
(2). Hasil Keputusan Sidang majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memuat :
a. ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan dalam melakkukan tigas profesinya;
b. ringkasan jalannya persidangan;
c. dasar atau alas an yang menjadi dasar putusan;
d. hari, tanggal putusan, dan nama susunan anggota Sidang Majelis.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
(3). Hasil keputusan siding ditandatangani oleh anggota Sidang Majelis.
Pasal 20
Hasil keputusan MDTK Tingkat Propinsi disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Kesehatan selambat – lambatnya enam puluh hari sejak ditetapkannya hari siding.
Pasal 21
(1). Pejabat kesehatan berwenang mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2). Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi ketentuan Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) Undang – undang Nomor. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
B A B VI
PEMBIAYAAN
Pasal 22
Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas MDTK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Departemen Kesehatan.
B A B VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENYAKIT MENULAR
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E H A R T O
Salinan sesuai aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang – undangan
---
04 April 2005
Masalah Kejiwaan Masyarakat Cenderung Meningkat
by. Humas Kaltim/R@/Hms5
]Masalah kejiwaan masyarakat dewasa ini cenderung meningkat yang antara lain ditandai dengan makin banyaknya perilaku menyimpang seperti stress, ketidak-harmonisan hubungan keluarga, seks bebas, perselingkuhan, penyalahgunaan narkoba, pembunuhan, korupsi dan sebagainya.
Perilaku menyimpang itu terjadi di tengah kehidupan manusia yang labil, meski mereka memiliki kekayaan yang cukup atau melimpah, namun tidak diimbangi dengan keseimbangan iman keagamaan dan interaksi yang positif dengan lingkungan keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Masalah kejiwaan demikian akan bertambah terasa di Kaltim di kemudian hari karena potensi ke arah itu ada. Misalnya dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, menjadikan propinsi ini sebagai penghasil PDRB terbesar di Indonesia. Untuk tahun 2004 lalu mencapai Rp 113 trilyun dan di tahun 2005 ini diproyeksikan Rp 119 trilyun. Kaltim menjadi daerah kaya dan menjadi daerah incaran pencari kerja. Begitu pula dengan kabupaten/kota, dengan perimbangan keuangan yang besar, pembangunan akan dapat dipacu lebih cepat. Namun hal ini beresiko tinggi akan munculnya korupsi jika manajemen pemerintahan dan pengawasan keuangan suatu daerah tidak berjalan baik. Peningkatan pembangunan, dengan sendirinya juga akn dapat melahirkan masalah-masalah sosial yang sangat memerlukan penanganan. Karena itu, di sinilah pentingnya kehadiran atau peranserta psikolog. Hal tersebut terungkap dalam acara pengukuhan dan pelantikan pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang berlangsung di Hotel Grand Victoria, Samarinda (3/4). Pengurus dilantik oleh Ketua Umum Pusat HIMPSI Dr Rachmad Ismail, Drs. Psikolog. Gubernur Kaltim H Suwarna AF yang diwakili Asiten II Ir H. Nusyirwan Ismail M.Si pada kesempatan itu menyambut baik berdiri dan terbentuknya kepengurusan HIMSI Cabang Kaltim. "Kontribusi HIMPSI akan sangat ditunggu masyarakat Kaltim, khususnya dalam rangka mengatasi masalah-masalah kejiwaan yang ada di daerah ini," katanya. Sementara itu Ketua HIMPSI Kaltim Didik Pudji Lastono mengatakan, organisasi ini sudah lama berdiri yaitu sejak tahun 1959, namun di Kaltim baru digagas sejak tahun 1999, tahun 2001 direncanakan lagi, hingga akhirnya baru bisa terwujud pada tanggal 26 Desember 2004.(hms5).
Susunan Kepengurusan Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Kalimantan Timur
Periode 2004-2007
Ketua : Didik Pudji Lastono, S.Psi
Wakil Ketua : Sudianur S.Psi
...
Bidang RUU Psikologi:
Ketua:
Elia Wardani M.Psi, Psikolog
Anggota:
Denny Santosa, S.Psi,
Iban Salda Safwa, S.Psi, Psikolog,
Ida Farida, S.Psi
...
---
Banyak Penyimpangan Profesi Psikolog, Himpsi Akan Ajukan RUU Psikologi
Disinyalir, sekarang banyak profesi yang melakukan tugas-tugas yang seharusnya hanya bisa dilakukan psikolog. Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) akan mengajukan Rancangan Undang-undang Psikologi ke DPR. RUU ini dibuat karena banyak terjadi penyimpangan dalam profesi psikolog. Ketua Himpsi, Rahmat Ismail, menyatakan saat ini banyak profesi yang bukan psikolog, melakukan tugas-tugas yang seharusnya hanya bisa dilakukan oleh seorang psikolog. Misalnya, melakukan rekrutmen. Padahal, kata Rahmat, rekrutmen jelas-jelas merupakan kompetensi dari psikolog.
Dikatakannya, untuk menilai intelegensia seseorang, naik turunnya emosi seseorang atau untuk melihat kepribadian seseorang harus berdasarkan pemeriksan berupa psikotes. Hasil psikotes hanya bisa dianalisis oleh mereka yang menguasai psikodiagnostik atau ilmu yang mempelajari diagnosa alat-alat tes.
"Saya melihat di Indonesia saat ini, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk psikodiagnostik,mereka sudah melakukan pemeriksaan psikologis di tempat umum," papar Rahmat.
Rahmat mencontohkan adanya lembaga yang membuat bimbingan psikotes. "Psikotes itu tidak pakai bimbingan. Pokoknya malamnya tidur yang nyenyak, segar badannya, bisa bekerja secara optimal, ya sudah. Ini kan potret diri," tukas Rahmat.
Contoh lain adalah adanya lembaga yang datang ke Sekolah Dasar menawarkan test IQ dengan membayar Rp5000. Setelah ditelusuri oleh Himpsi, ternyata tes itu samasekali bukan tes IQ, melainkan hanya sebuah tes kepribadian yang disebut Drawing A Man dan tidak ada psikolog yang bekerja disitu.
Oleh sebab itu, dalam draf RUU Psikologi yang diajukan oleh Himpsi (lihat himpsi.org/ORGANISASI/RUUdraft6.htm ), soal sertifikasi dan izin praktik diatur secara ketat. Mereka yang melakukan praktik psikologi tanpa memiliki Sertifikasi Kompetensi Keprofesian Psikologi dan Surat Izin Praktik Psikologi diancam pidana penjara selama paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150 juta.
Bahkan, mempekerjakan seseorang yang tidak memiliki Surat Izin Praktek psikologi untuk melakukan praktik psikologi juga diancam pidana penjara selama paling lama 10 tahun.
Rahasia negara
Yang cukup mengejutkan, dalam draf tersebut dinyatakan mereka yang menggunakan, memperjualbelikan alat tes dan seluruh perangkat alat tes psikologi, termasuk kunci jawaban, mendapat ancaman pidana yang sama, yaitu paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta. Padahal, selama ini buku-buku berisi soal-soal psikologi dapat dengan mudah dijumpai di berbagai toko buku.
Menurut Rahmat, alat tes psikologi termasuk rahasia negara sehingga harus dijaga dan tidak bisa dijadikan pengetahuan umum. Namun, ia menambahkan, tidak semua alat tes psikologi merupakan rahasia negara.
Yang merupakan rahasia negara adalah alat tes yang hanya dapat digunakan oleh psikolog, seperti yang biasa digunakan untuk rekrutmen dan penelitian masalah intelegensia dan kepribadian, serta alat tes yang hanya dapat digunakan oleh psikolog klinis, yaitu masalah psikologi yang berat yang menyangkut penyakit kejiwaan. Sementara untuk tes psikologi model kuis seperti yang banyak terdapat di majalah, dapat digunakan oleh masyarakat awam.
Hal lain yang diatur dalam draft RUU Psikologi adalah soal psikolog warga negara asing. Menurut Rahmat, banyak konsultan asing yang melakukan pemeriksaan psikologis di Indonesia dengan menggunakan alat-alat yang belum tentu bebas nilai (value free)
Rahmat mencontohkan tes yang kini sudah tidak digunakan lagi yang berisi 25 pertanyaan, dari yang termudah sampai yang paling sulit. Pertanyaan dalam soal tes nomor 24, atau yang tersulit kedua adalah apakah Al Quran itu.
"Buat orang di Eropa atau AS mungkin kalau bukan orang pinter tidak tahu. Tapi di Indonesia, tukang becakpun pasti bisa jawab," tukasnya.
Rencananya, ungkap Rahmat, RUU ini akan diajukan pada awal Januari 2005 lalu. Namun karena bencana tsunami, maka pengajuan RUU tersebut ditunda. Dikemukakan pula pada masa DPR periode 1999-2004, Himpsi telah bertemu dengan Ketua DPR dan fraksi-fraksi. Menurut Rahmat, mereka menyambut baik usul Himpsi dan menganggap keberadaan RUU psikologi sebagai sesuatu yang penting.
(Nay)
---
Re: [psiindonesia] re: Profesi Psikolog? (Deskripsi yang benar)
Juneman,
Terimakasih atas kutipan RUU nya. Mungkin saya memang kuper banget dengan progress HIMPSI sebagai organisasi profesi dari waktu ke waktu. Tapi saya baca draft RUU Psikologi nya,..... sejak tahun 2003 sudah ada? Sekarang masuk tahun 2008, 5 tahun masih draft?....[Image]
Bukannya Bos Lukman maupun HIMPSI Pusat sudah pernah presentasi ke DPR?
Kenapa saya singgung draft itu? Karena draft itulah yang harus diperjuangkan. Kalo draft itu goal masuk sebagai UU, maka otomatis apa yang ada di dalam draft menjadi sistim sosial yang berlaku di Republik ini; konsekuensinya kita semua harus mengacu ke situ. Jadi, daripada pusing dengan progress HIMPSI, jalan pintasnya adalah rame-rame dukung draftnya dan advokasi ke DPR lagi....
Jikalau demikian June, maka Dewan Psikologi Indonesia dengan sendirinya akan lahir....
Revo