SEBERAPA MAMPU PARA TERDEKON MENERIMA "INFORMASI SEMIOTIK" DAN
BAGAIMANA MENGUJI BAHWA "INFORMASI YANG DITERIMA BENAR", BUKAN
PROYEKSI DARI PENDEKON?
Ini sebagai bahan renungan dan perbaikan kompatiologi:
hoeget wijaya: pas aku ke jakarta
hoeget wijaya: ikutan dekon
hoeget wijaya: malamnya diare berat saya
hoeget wijaya: lha wong teh model2 di suruh minum
hoeget wijaya: ngga iso makan enak krn mencret sampe besoknya
hoeget wijaya: hahahhahahha
hoeget wijaya: iyo
hoeget wijaya: buat saya ngga masuk akal iku
hoeget wijaya: mosok teh di campur
hoeget wijaya: trus feeling pengen rasa apa
hoeget wijaya: situasi apa
hoeget wijaya: ada yg lebih penting lagi pak
hoeget wijaya: pas saya dekon kan dg salah ayah boss saya
hoeget wijaya: you know what
hoeget wijaya: without medical check first
hoeget wijaya: even just asking
hoeget wijaya: padahal sang ayah punya diabetes
hoeget wijaya: pas minum bermacam macam teh
hoeget wijaya: mata nya langsung merah dan mengantung
hoeget wijaya: saya langsung sms ke boss saya
hoeget wijaya: ngantung pak
hoeget wijaya: spt bengkak
hoeget wijaya: dan merah
hoeget wijaya: saya sendiri edan edanan pas dekok iku
hoeget wijaya: tak campur yg asem dan manis
hoeget wijaya: krn iseng saja
hoeget wijaya: cuman pas melihat ayah nya boss aku spt itu
hoeget wijaya: panik juga saya
hoeget wijaya: lha klo setelah dekon trus bablas
hoeget wijaya: ?
hoeget wijaya: krn gula nya tdk terkontrol
pabrik_t
"aku yang mengaku-aku"
--- In psikologi_transform
<vincentliong@
>
> Note: forwarded message attached.
>
>
> Send instant messages to your online friends
http://au.messenger
> >
> >
> > Pemetaan (Range and Scale)
> >
> > Pada Sistem Pengobatan Komplementer
> >
> >
> >
> > Istilah Pengobatan Komplementer diperkenalkan oleh biarawan Bruder
> > Yanuar Husada, SS.CC. (d/h Jan Heuts) seorang herbalis, tepatnya
> > "complementary healer" yang memakai media obat-obatan herbal
khususnya
> > dedaunan (folium). Pada tanggal 9 September 2007 beliau merayakan 50
> > tahun hidup membiara. Sekaligus dirayakan 25 tahun pengobatan
> > komplementer dan 5 tahun terakhir dalam naungan suatu lembaga yaitu
> > Yayasan Yanuar Husada.
> >
> >
> >
> > Komplementer maksudnya bersifat melengkapi. Dengan demikian ia tidak
> > memposisikan metode pengobatannya sebagai sisi lawan daripada sistem
> > pengobatan Barat. Namun demikian tetap saja sifat pengobatannya ialah
> > holistik (menyeluruh) dan subyektif. Holistik : dalam arti hal itu
> > tidak hanya berkaitan dengan matra fisik pasien, tetapi juga matra
> > psikis dan spiritualnya. Subyektif : merujuk pada makna bahwa
> > pengobatan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata subyek tersebut
pada
> > waktu tertentu dan bukan berlaku untuk semua pasien pada sembarang
> > waktu lainnya.
> >
> > Subyektif : juga berarti pengobatan itu mulai dari infomasi semiotik
> > yang disampaikan oleh fisik pasien itu sendiri tentang kekurangan
atau
> > disfungsi yang dialaminya. Karena berangkat dari informasi semiotik
> > dari tubuh pasien itu sendiri maka dari seorang penyembuh
komplementer
> > seperti bruder Yan mutlak dibutuhkan suatu kepekaan intuisi yang
mampu
> > menerima, membaca, serta menafsirkan informasi semiotik tersebut.
> >
> >
> >
> > Saat seorang pasien datang dengan keluhan simtomatis tertentu maka
> > penyembuh segera mencoba menangkap sinyal-sinyal dari tubuhnya yang
> > memberikan informasi semiotik tertentu. Dari kisah bapak Andri
> > Kristian pernah datang kepada bruder Yan datang satu keluarga dengan
> > anak bayi yang sakit-sakitan terus dan tidak bisa tidur tenang.
Kepada
> > orang tua bayi tersebut alih-alih diberi resep ternyata hanya satu
> > kalimat pada kertas resep yang berbunyi: "Terlalu banyak warna merah
> > di sekitar tempat tidur ." 1)
> >
> > Dengan mengubah tata warna di kamar bayi tersebut maka "penyakit"
aneh
> > itupun sembuh. Mana mungkin pada pengobatan medis hal seperti itu
> > dapat terjadi. Kepada bayi tersebut mungkin malah akan diberikan obat
> > penenang supaya ia dapat tidur. Jika terjadi demikian, maka kepada
> > bayi tersebut telah diberikan "racun" yang sebenarnya sama sekali
> > tidak dibutuhkan oleh tubuh si bayi.
> >
> >
> >
> > Teori dasar yang dianut oleh penyembuh komplementer ini ialah bahwa
> > "... semua yang ada, yang hidup dan berkembang mengeluarkan getaran".
> > 2) Getaran ini dapat dideteksi oleh mereka yang memiliki kepekaan
khusus.
> >
> > Menurut fisika kuantum tentu penjelasan ini tidak keliru. Setiap
benda
> > apapun memiliki sel dan inti sel sub-atomik. Di dalam inti sel itu
> > terdapat getaran dan bukan massa (disebut sebagai non-mass neutrino)
> > 3). Getaran tersebut dikatakan "memiliki kecerdasan" yang lebih
> > tepatnya disebut sebagai "membawa suatu informasi" tertentu.
Informasi
> > yang dibawa tersebut bersifat semiotik dan hanya dapat ditangkap dan
> > dimengerti maknanya oleh mereka yang memiliki kepekaan khusus. Memang
> > ada yang mampu "merasakan getaran" tersebut namun tidak "mampu
> > memahami" makna semiotikanya. Namun, biasanya mereka yang mampu
> > merasakan getaran tersebut "dapat dibimbing" untuk mampu menafsirkan
> > makna semiotikanya. Juga karena untuk keperluan itu tidak diperlukan
> > pertama-tama "kecerdasan rasional" (otak kiri) melainkan jenis
> > kecerdasan yang lain yaitu "kecerdasan intuitif" (otak kanan) yang
> > sifatnya lebih reseptif; daripada aktif mencari solusi sintesis dari
> > pertarungan data tesis dan antitesis. Itulah sebabnya mengapa para
> > shaman 4) sudah sejak dari zaman dahulu kala mampu memahami makna
> > semiotik seperti itu walaupun perkembangan kecerdasan rasional sama
> > sekali masih belum memadai.
> >
> > Ketrampilan ini disebut "radiestesi" yang berasal dari dua kata.
> > Yaitu, radio yanga artinya "sinar" (rays) atau "getaran" dan
"estesia"
> > artinya "merasakan". Seorang "radiesteet" mampu menerima dan
merasakan
> > getaran yang dipancarkan oleh suatu benda atau makhluk hidup.
> >
> >
> >
> > Dalam rangka penyembuhan maka kemampuan untuk mendeteksi disfungsi
> > atau defisiensi pada organ merupakan syarat mutlak. Seorang dokter
> > memiliki alat stethoscope untuk "mendengar" detak jantung, udara di
> > paru-paru atau udara di lambung. "Mendengar" mulainya detak jantung
> > pada saat jantung menguncup (sistolik) dan hilangnya detak jantung
> > pada saat jantung mengendur (diastolik). Dari situ dokter menentukan
> > kondisi seseorang pada skala detak jantung seseorang antara range
> > angka tertinggi dan angka terendah (umpamanya dari 220 maksimal
sampai
> > 50 minimal). Misalnya seorang pasien berada pada skala 150 -- 100
yang
> > artinya ia mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.
> > Seorang penyembuh komplementer yang handal tanpa alat stethoscope
> > langsung dapat membaca informasi semiotika yang disampaikan oleh
tubuh
> > pasien dan mengatakan detak jantungnya antara 150 -- 110 dan karena
> > itu ia terkena hipertensi. Pada zaman dahulu mana mungkin seorang
> > shaman mempunyai alat yang namanya stethoscope? Tentu saja tidak.
> > Namun ia mampu pula mengamati "aura" merah muka pasiennya,
menonjolnya
> > nadi di pelipis dsb. Maka iapun mungkin akan memberikan daun "kumis
> > kucing" yang bersifat diuretik (bersifat melancarkan kencing) kepada
> > pasiennya sehingga tekanan darahnya menurun. Dari mana datangnya
> > "kearifan lokal" (local genius) seperti itu? Tentunya dari kemampuan
> > membaca informasi semiotika baik dari tubuh pasien itu sendiri maupun
> > dari daun obat. Kemudian dibaca juga kesesuaian/ keserasian tubuh
> > pasien dengan jenis ramuan tertentu. Tidak selamanya keduanya
> > kompatibel. Ada jenis obat yang sama-sama mempunyai unsur terapeutik
> > yang sejalan namun belum tentu tepat untuk pasien tertentu. Dalam hal
> > ini ternyata para dokterpun melakukan terapi secara "trial and
> > error". Bila pasien tidak cocok dengan jenis preparat tertentu maka
> > pada kunjungan berikutnya obatnya diganti. Sayangnya juga tanpa
> > kepastian akan kesesuaian antara obat pengganti tersebut dengan
pasien
> > yang bersangkutan. Pihak pabrikan di Indonesia belum ada -- setahu
> > penulis -- yang pernah melakukan "absorbability test" preparat yang
> > dikeluarkan pabriknya. Belum tentu obat-obat yang diketemukan di
> > negara Barat pasti sesuai untuk digunakan untuk pasien orang lokal di
> > sini karena perbedaan lingkungan, keunikan etnik, iklim dsb. Selain
> > itu pabrikan lokal juga tidak pernah melakukan "post marketing test"
> > yaitu dengan mengambil sampel secara random di sembarang Apotik atau
> > Toko Obat yang menjual produknya dan kemudian menguji ulang khasiat
> > obat tersebut. Kebanyakan pabrik hanya merasa perlu menyesuaikan cara
> > produksi obatnya sesuai ketentuan DepKes (CPOB). Di luar itu segala
> > test lainnya dianggap sebagai pemborosan uang saja. Jarang ada yang
> > peduli apakah obatnya memang dapat diserap atau tidak oleh para
> > pemakai obat mereka. Pabrik obat adalah instusi komersial.
> >
> >
> >
> > Cara menentukan bagian tubuh mana yang membutuhkan perhatian
dilakukan
> > dengan menentukan range organ-organ tubuh manusia dengan skala 1
> > sampai 10, umpamanya. Dalam range itu skala 1 ialah sistem peredaran
> > darah, 2 sistem pernapasan, 3 sistem syaraf, 4 sistem pencernaan dan
> > ekskresi, 6 sistem reproduksi, 7 sistem filtrasi, 8 sistem hormon, 9
> > sistem otot, kulit dan tulang, 10 sistem lain-lainnya. Skala ini
> > ditentukan berbeda-beda (artinya tidak harus sama) antara seorang
> > penyembuh dengan lainnya.
> >
> > Sebelum memasuki sistem range dan skala ini terlebih dulu ditentukan
> > apakah tubuh mendapat gangguan skala 1 sifatnya internal atau skala 2
> > yaitu eksternal. Gangguan seperti "terlalu banyak warna merah" di
atas
> > sifatnya termasuk skala 2. Sehingga tubuh tidak memerlukan pengobatan
> > apapun kecuali "pengaturan kembali" atau harmonisasi warna (colour
> > healing) di kamar bayi tersebut. Umpamanya dengan dominasi warna biru
> > muda yang sejuk sebagai pengganti warna merah. Namun tidak selalu
> > harus demikian. Bagi anak-anak yang penakut dan tidak bisa tidur
> > nyenyak karena takut hantu dan sebagainya, justru diperlukan dominasi
> > warna merah di sana.
> >
> > Setelah diketemukan sistem organ mana yang membutuhkan penanganan
> > selanjutnya dibuat range yang baru. Misalnya dalam sistem pernapasan
> > ditentukan range dan skala tersendiri. Mulai dari skala 1 hidung, 2
> > tenggorokan, 3 trachea dan bronchioli, 4 paru-paru kiri, 5 paru-paru
> > kanan, dengan variasi 4a 4b, 5a 5b untuk paru-paru bagian atas dan
> > bawah, dst. Pembuatan skala dapat diteruskan seperlunya misalnya
> > apakah gangguan itu 1 sifatnya internal atau 2 sifatnya eksternal.
> > Paru-paru luka infeksi (tuberculosis) berbeda dengan paru-paru
> > kemasukan gas beracun, nikotin, terserang kanker, tumor atau jamur.
> >
> >
> >
> > Tahap selanjutnya ialah menentukan obat yang sesuai dengan kebutuhan
> > tubuh pasien tersebut. Misalnya untuk indikasi penyakit tertentu
> > terdapat 10 variasi preparat. Maka dicari kesesuaian preparat mana
> > dengan kebutuhan pasien pada saat itu. Kemudian ditentukan dosis
> > pemakaiannya. Dibuat range antara 1 hari sampai 40 hari misalnya.
> > Sehingga obat dapat disediakan untuk jangka waktu yang tepat dan
tidak
> > ada yang terbuang. Bahkan seorang penyembuh komplementer dapat
> > "membaca" apakah pasien akan menghabiskan obatnya atau berhenti
> > setengah jalan. Biasanya penyembuh menolak memberikan obat kepada
> > pasien yang "dibaca" tidak akan menghabiskan obat sepanjang masa
> > terapinya. Ia dinilai tidak sungguh-sungguh berniat utnuk sembuh.
Juga
> > ditentukan skala 1 untuk obat kering dalam kapsul atau bubuk, dan
> > skala 2 untuk obat cair yang harus diseduh dengan air panas (rebusan).
> >
> >
> >
> > Dalam pengobatan komplementer masalah "absorbability" obat sangat
> > penting. Mereka yakin bahwa ada semacam "katup-katup" pada dinding
> > usus manusia yang terbuka dan tertutup secara siklikal pada jam-jam
> > tertentu. Maka beberapa obat diberikan selang beberapa saat sebelum
> > makan atau sesudah makan, atau sebelum tidur. Maka mereka membutuhkan
> > informasi semiotik dari tubuh pasien yaitu pada jam-jam berapa
> > tubuhnya akan mampu menyerap ramuan. Di luar jam-jam tersebut maka
> > ramuan itu akan "menumpang lewat" saja dan keluar melalui sistem
buang
> > air besar atau kecil. Untuk itu ditentukan range 1 untuk siang yaitu
> > jam 6.00 pagi sampai jam 6.00 sore dan range 2 yaitu selewat jam 6.00
> > sore sampai 12.00 malam.
> >
> > Dalam masing-masing range ditetapkan skala per jam atau mendetail per
> > menit. Misalnya 15 menit sebelum atau 15 menit sesudah makan.
> >
> > Dalam pengobatan medis hanya ditentukan bahwa obat harus diminum 1
> > sampai 4 kali dalam sehari dan tidak ditentukan jamnya. Sebelum atau
> > sesudah makan tanpa disebutkan berapa menitnya. Mengapa? Karena
mereka
> > tidak mengenal sistem range dan skala seperti itu.
> >
> >
> >
> > Dalam sistem "dekon kompatiologi" penyembuhan komplementer sama
sekali
> > tidak membutuhkan obat sesungguhnya seperti obat paten atau obat
jamu.
> > Yang diperlukan hanyalah "perlambang" atau isyarat semiotik untuk
> > menyeimbangan kembali defisiensi tertentu. Misalnya, pasien dengan
> > gangguan maag dilambangkan dengan kelebihan "acid" atau rasa asam.
> > Maka diberikan konternya yaitu perlambang rasa manis atau kalau mau
> > ilmiah "lambang antasid" seperti "sedikit" cairan atau bubuk
> > polisyloxan dsb. Partikel sub-atomik hanya memerlukan "informasi"
> > (baru) atau "memori" (informasi lama) tentang obat tertentu. Ia
> > sesungguhnya tidak membutuhkan obat dalam pengertian fisik yang
> > mutlak. Oleh karena itu kerap kali cukup diberi dengan "air putih"
> > yang dimasukkan afirmasi "memori" atau "informasi" yang dibutuhkan
> > termasuk juga sugestinya.
> >
> >
> >
> > Dengan demikian maka ilmu kedokteran Barat tidak dapat disamakan
> > dengan pengobatan alternatif manapun. Maka memang tepatlah dikatakan
> > bahwa pengobatan alternatif itu sifatnya komplementer. Saling mengisi
> > sifatnya. Apa yang dapat dilakukan oleh kedokteran medis misalnya
> > memberi zat aktif, infusi dan injeksi tidak dapat dan tidak boleh
> > dilakukan oleh pengobatan komplementer. Sebaliknya, apa yang dapat
> > dilakukan oleh penyembuhan komplementer banyak yang tidak mampu
> > dilakukan oleh ilmu medis Barat. Umpamanya kemampuan untuk membaca
> > secara intuitif sinyal semiotik yang dipancarkan oleh tubuh pasien
itu
> > sendiri, terutama bila pasien tersebut tidak dapat atau kehilangan
> > kemampuan berkomunikasi secara verbal. Misalnya, bagaimana mendengar
> > keluhan simtomatik dari seorang bayi, seorang bisu tuli, seorang
> > setengah waras, seorang yang pingsan, seorang autis, seorang yang
> > mengidap amnesia atau "dementia mentis", pikun dsb? Keduanya
> > dibutuhkan tetapi tetap saja metode penyembuhan komplementer sifatnya
> > lebih klasik (sudah eksis sejak zaman purba) dan lebih terjangkau
oleh
> > rakyat kecil terutama di daerah terpencil.
> >
> >
> >
> > Jakarta, 18 Oktober 2007.
> >
> > Cum misericordia et compassione,
> >
> > Mang Iyus
> >
> > Rujukan:
> >
> > 1) "Tugasku Adalah Panggilanku"
> > membiara, edisi khusus, hlm. 101,102.
> >
> > 2) ibid. hlm.37.
> >
> > 3) Nigel Hawkes, Neutrino Discovery Could Solve Massive Cosmological
> > Riddle, News America Digital Publishing, June 5, 1958.
> >
> > 4) Core Shamanisme, Wikipedia,
http://en.wikipedia
> >
>
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___