Hai, barangkali ini pertama kali saya komentar, sebagai awam.
Mengapa bertanya dengan kultur, kebiasaan, atau suasana ?
Bukankah kita perlu identitas ?
Bukankah kita sendiri sebagai pribadi, selalu punya sejarah, entah
warnanya apa.
Jika tidak merasa aneh ketika melihat MerahPutih, tidak merasakan
sesuatu terjadi saat mendengar Indonesia Raya, atau tidak pernah
merasa bergidik saat berkunjung ke TMP atau melihat upacara kenegaraan
di Istana Merdeka, saya mencoba mengurainya melalui kacamata awam saya :
1. Tak satu pun keluarga/orang terdekat anda adalah seorang
veteran/pejuang
2. Anda tidak pernah terlibat dalam perang fisik di tahun2 80an/90an,
dibeberapa wilayah Indonesia
3. Anda tidak sedang bekerja sebagai jurnalis atau peneliti yang
mengharuskan dekat obyek penelitian kemanusiaan
4. Anda tinggal di Jakarta/kota besar dan tidak pernah
tinggal/berkunjung ke wilayah2 dimana banyak manusia2 Indonesia yang
tidak memiliki kecerdasan seperti anda; sehingga anda mengalami
paralaksis informasi
5. Atau memang anda lahir di wilayah RI yang tidak pernah pecah perang
revolusi, karena disadari atau tidak, sebenarnya perang kemerdekaan
hanya terjadi dibeberapa kota saja, selebihnya hanya menerima
sisa-sisa perlakuan tak manusiawi sebagai akibat perang.
Sebagai orang yang pernah terlibat kejadian2 di Timor-Timur, dan
Acheh, dan terlibat di perbatasan PNG; sekaligus selalu mendapat tugas
untuk mengamati arkeologis; saya merasakan makna 17an bukan sekedar
ngomongin MerahPutih dan IndonesiaRaya, tetapi tugas dan beban
kemanusiaan yang seolah sudah tersedia untuk saya selesaikan hingga
jatah hidup abis.
Terimakasih.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar