APAKAH DOA ITU ?
Ternyata memang masyarakat Indonesia termasuk salah
satu yang paling spiritual atau rohaniah di dunia.
Segalanya dimulai dengan doa, baik Bismillah maupun
Atas Nama Bapa..., dan diakhiri dengan doa pula. Amin.
Tetapi apakah Doa itu?
Om Shanti Shanti Om... seperti diucapkan di Bali
adalah Assalamualaikum menurut pengertian Arab. Yang
manakah yang benar karena menurut Yahudi, kata itu
seharusnya berbunyi Shalom, dan bukan Salam?
Kita di Indonesia banyak mengambil kosa kata Arab
sehingga tradisi Yudeo-Kristen di Indonesia terlihat
ke-Arab-Araban.
itu salah?
Hindu di Indonesia juga terhinggapi dan dihinggapi
oleh salah kaprah itu. Di SD kita banyak dijejali
tentang Monotheisme dan Politheisme. Dan Hindu
dibilang sebagai Politheistik, menyembah banyak Dewa.
Dulu saya menerima indoktrinasi itu begitu saja.
Sekarang saya tertawa kalau masih ada yang bilang
bahwa Hindu itu politheistik.
Saya sekarang mengerti bahwa Hindu itu monotheistik.
Tuhan hanya satu, dan Dewa Dewi yang banyak itu
hanyalah manifestasi dari Tuhan yang satu. Sangat
sederhana sekali, dan tak perlu dibuat ribet.
Masyarakat Indonesia memang pada dasarnya memiliki
bakat untuk mendalami kerohanian. Untuk menjadi
spiritual bahkan tanpa bersusah-payah menunjukkan
bukti seperti orang-orang Barat itu. Kita disini bisa
bilang bahwa kita beragama, walaupun buktinya secara
agregat sangat sedikit. Dan kita dengan bangga bisa
mengangkat kepala di hadapan masyarakat Barat yang
kita cap sebagai Atheis, walaupun buktinya banyak
bahwa mereka menerapkan ajaran agama-agama tanpa
banyak gembar-gembor seperti para petinggi agama
(tertentu) di masyarakat Indonesia.
Inilah Paradoks Spiritualitas. Banyak dari mereka yang
menjalani praktek spiritualitas tidak mengklaim
dirinya sebagai spiritual. Dan banyak dari mereka yang
mengklaim dirinya (atau masyarakatnya, atau
kelompoknya) sebagai spiritual atau rohaniah, ternyata
berpraktek kebalikannya. Prakteknya ternyata tidak
spiritual, atau hanya semata-mata di keduniawian
semata, termasuk menghujat kelompok-kelompok lain dan
memonopoli Surga untuk kelompoknya sendiri.
Paradoks Spiritualitas adalah normal. Saking normalnya
sehingga kita di Indonesia melihatnya sebagai
biasa-biasa saja. Biasalah...!
Kali ini saya ingin mengajak rekan-rekan sekalian yang
berbahagia untuk sekedar berbagi pengalaman dan
pengertian tentang Doa. Apakah Doa Itu?
Sebagian dari kita berdoa untuk mengumpulkan Pahala.
Supaya Pahala itu menumpuk sekian banyak sehingga
Tuhan akan melupakan segala Dosa. Supaya Pahala lebih
banyak dari Dosa sehingga Tuhan -yang disini
divisualkan sebagai Tukang Timbang, seperti pedagang
grosir yang menimbang berat barang- bisa memutuskan
bahwa si Pendoa layak masuk Surga.
Sebagian dari kita berdoa untuk Menyembah. Sebagian
Menyembah Tuhan (atau Dewa, atau Dewi, atau Buddha,
atau Yesus, atau apalah...) demi penyembahan itu
sendiri. Tanpa pamrih, tanpa alih-alih mengumpulkan
Pahala. Sebagian lagi demi mengumpulkan Pahala di
Sorga... gak beda seperti mengumpulkan Bonus; seperti
Bonus terbang gratis promosi kredit card Citibank
atau... mungkin promosi Matahari Department Store.
Bonus Bo!
Atau mungkin memohon-mohon kepada Tuhan supaya
rezekinya berlimpah-limpah. Mohon saja berkali-kali,
malah kalau dengan Puasa bisa lebih afdol. Tuhan akan
lembek hatinya dan mengabulkan permintaan si pendoa.
Permintaan bisa macam-macam, dan bukan soal kerejekian
saja. Bisa juga soal jabatan. Minta naik jabatan
kepada Tuhan, minta supaya disayang sama Boss, minta
supaya istri tidak nyeleweng, minta supaya suami setia
walaupun sudah diterjang proposal selingkuh kanan
kiri. Minta supaya anak-anak jadi Orang.
Menjadi Orang atau Manusia itu susah ternyata. Banyak
maunya, dan banyak jalannya. Kalau metode tertentu
ternyata kurang sip, masih ada metode lainnya. Agama
satu kurang afdol, masih bisa pilih agama lain. Cuek
azzah, katanya. Yang penting Tuhan denger doa saya,
katanya. Itu katanya lho!
Memang lucu. Yang lucu itu bukanlah ajarannya, tetapi
para pelakunya. Persis seperti pendukung tim
sepakbola. Saling berteriak menjagokan timnya (baca:
Agamanya).
Buat saya dan sebagian orang, barangkali, perilaku
para pelaku agama yang mengaku sebagai orang yang
memiliki kerohanian atau spiritualitas tinggi itu
bukanlah hal aneh. Memang lucu, tetapi tidak aneh, dan
tidak mengagetkan. Sebagai Data, mereka valid. Valid
untuk penelitian Sosiologis (Sosiologi Agama) atau
Psikologis (Psikologi Agama).
Yang menjadi tanda tanya bagi saya dan sebagian orang
adalah apa yang dilakukan para pelaku keagamaan itu
dengan kepercayaan agamanya itu. Apakah Tuhan yang
mereka akui sebagai sesembahan itu hanya Slogan
semata? Atau adakah suatu Iman tertentu yang diyakini
sedemikian rupa sehingga para pelaku keagamaan itu
bisa menjadi lebih manusiawi seperti dikehendaki oleh
sesuatu yang disebut sebagai Tuhan itu?
Atau, apakah memang benar bahwa sebagian Tuhan dari
agama-agama memang tidak Bertuhan sehingga pelaku
keagamaan tertentu yang telah dikuasainya menjadi
begitu brutal, baik dalam kata-kata maupun perbuatan.
Barangkali jawabnya cuma bisa ditemui dalam Doa yang
mereka lakukan. Para peneliti, lihatlah apa Doa
mereka? Dan lihatlah kaitan antara Doa dan Perbuatan.
Adakah yang sinkron? Adakah yang menyambung antara Doa
yang dipanjatkan ke Atas dan perbuatan yang semata
horizontal ke Samping. Kalau ada, maka bisa
diasumsikan sebagai Sehat. Kalau tidak ada, maka itu
Sakit.
Yang Sehat atau Sakit bukanlah agama-agama itu,
melainkan pelaku-pelakunya. Lihatlah pengertian
tentang Apakah Doa Itu dikalangan mereka yang
menjagokan Agama. Dan bandingkahlah dengan praktek
nyata di lapangan kemanusiaan. Apakah benar
dipraktekkan atau cuap-cuap belaka. (Leo)
++++++++++++
APAKAH INI SAMADHI ?
T = Dear Sir, Sekitar seminggu yang lalu, saya
mengalami pengalaman yang saya rasa luar biasa, apakah
itu samadhi? Begini, selama ini saya meditasi selalu
'melihat' atau 'merasa' sesuatu dan saya selalu merasa
tidak puas. Berdasarkan mimpi2 saya tentang vihara
Budha, saya merasa sangat penasaran mengapa saya
sering bermimpi tentang Vihara Budha, lalu saya pun
pergi kesana, itulah kunjungan pertama saya ke Vihara
Budha. Saya bertemu dengan seorang Banthe disana,
anehnya dia merasa sudah sangat mengenal dan dekat
dengan saya, dia berbicara seolah-olah saya adalah
muridnya, dan saya merasa bahwa dia adalah guru saya,
entah darimana perasaan itu... Dia memberikan saya
sebuah buku tentang Guru Besar Budha Gotama, melalui
buku itu saya mempelajari bagaimana cara sang Budha
bermeditasi (Dengan menggunakan nafas sebagai objek
meditasi dan menghapus setiap pikiran yang datang pada
saat meditasi, sehingga bathin pun tidak berbicara),
kemudian saya mencoba meditasi tersebut dengan
menggunakan ajna sebagai objek meditasi (menggantikan
nafas), setelah 15 menit tubuh saya langsung
berkonsentrasi, pikiran saya menjadi sangat sadar dan
tenang, begitu sadarnya sehingga saya mengetahui,
merasakan dan menikmati setiap udara yang masuk dan
keluar baik dari hidung ataupun pori-pori kulit saya
(bayangkan saya bisa merasakan udara yang masuk dan
keluar dari pori2 kulit saya dimana selama ini saya
hanya tahu bahwa bernafas hanya menggunakan hidung).
Bathin saya tenang dan bahagia, saya merasakan
kebahagiaan yang amat sangat dan perasaan itu masih
ada setelah saya selesai bermeditasi.
Samadhi?
J = Dear Mohan, thanks for sharing your experience
with us all. The answer is Ya, itu samadhi. Samadhi
itu artinya hening, kita mengamati saja, melihat saja,
merasakan saja. We just be. Ada sensasi2 itu, tapi
kita sadar bahwa mereka hanyalah sensasi dan BUKAN
bagian dari samadhi. So, sensasi bisa datang dan
pergi. Sensasi rasa damai itu bisa ada, dan bisa juga
tidak ada, tetapi kita tahu bahwa kita dalam keadaan
samadhi. Perasaan tenang itu umum walaupun lama
kelamaan akhirnya kita tidak akan merasakan lagi
perasaan "tenang" itu. Akhirnya akan meditasi saja
tanpa menghiraukan ada sensasi ini atau itu. Meditasi
saja, jalan saja, dan mencapai samadhi. Samadhi is
just that. As simple as that. Yang bikin semuanya
menjadi complicated adalah berbagai teori itu yang
bilang kalau meditasi harus visualisasi ini atau itu,
harus baca mantra ini atau itu, harus melakukan ritual
ini dan itu. Hal2 seperti itulah yang membuat meditasi
menjadi complicated. Pedahal, kalau kita mau apa
adanya saja, bernapas saja, dan diam saja di kesadaran
kita, maka kita akan mencapai samadhi. Samadhi is just
that. Hening. Kosong... Kalaupun muncul sensasi, kita
hanya akan mengamati saja, biarkan saja sensasi itu
datang dan pergi, dan kita TETAP dalam keadaan
samadhi. Karenanya, mereka yang sudah terbiasa
meditasi dan mencapai samadhi juga BISA tetap dalam
keadaan samadhi walaupun melakukan aktifitas
sehari-hari. Caranya ya biasa2 saja, mengamati dan
melakukan aktifitas apa adanya saja. Itu namanya
keadaan meditatif, walaupun tetap melakukan aktifitas
biasa. Dan yang dirasakan oleh pelakunya tetap
dinamakan samadhi, walaupun tidak dalam postur
meditasi yang standard. You might want to try it too.
++++++++++++
[Leo seorang praktisi Psikologi Transpersonal; no HP:
0818-183-615. Untuk bergabung dengan Milis SI, click:
<http://groups.
NOTE: Except mine, all names used in the YM / email
conversations are PSEUDONYMS.]
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar