Ketika saya masih kecil saya merasa kagum dan salut dengan cara
hidup orang Tionghoa pada masa tersebut. Mereka bekerja siang dan
malam tanpa mengenal waktu, walaupun demikian mereka tetap
mempraktekan pola hidup sederhana. Kemana-mana selalu naik sepeda
butut, pakai piyama atau kalau sedang kepanasan dengan celana kolor
dan kaos singlet mereka sudah merasa bahagia, tetapi sekarang ini,
hal tersebut hanya sekedar dongeng tempo doeloe atau mitos saja.
Kata sederhana pada jaman sekarang ini sudah hilang dari kamus kata
kehidupan kita. Kita diajarkan bahkan dipaksakan agar mau
menjalankan hidup dengan cara jor-joran alias tanpa limit. Dari pagi
s/d malam dimedia elektronik maupun cetak selalu disajikan bagaimana
caranya agar kita bisa melakukan pola hidup trendi yang serba lux.
Masih teringat pada saat saya masih kecil, dibelikan celengen dari
tanah liat dalam bentuk Ayam Jago. Orang tua saya ingin agar saya
belajar menabung. Beda dengan anak-anak jaman sekarang dimana mereka
sudah diajarkan sedini mungkin, bagaimana mana harus belajar
ngutang.
Kagak percaya lihat saja berapa banyak anak-anak kecil sudah
memiliki kartu kredit, sehingga kapan saja dimana saja tinggal
gesek, masalahnya orang yang masih mau nabung itu adalah orang kuno !
Bahkan anak-anak jaman sekarang ini sudah memiliki uang jajan dengan
tanpa batasan limit lagi.
Kita merasa menjadi manusia kelas dua apabila dirumah belum memiliki
TV Plasma (flat-screen)
kebutuhan luxus lagi dimana setiap keluarga memiliki dua atau tiga
mobil. Sedang bagi mereka yang belum mampu beli dua sampai tiga
mobil minimum sudah harus memiliki beberapa ponsel termasuk
Blackberry.
Mulai dari odol, sabun s/d shampoo harus made in luar negeri, moso
sih mau pakai shamphoo lidah buaya atau merang seperti wong deso
dari Gombong. Begitu juga tas, sepatu maupun pakaian harus yang
bermerek. Jangankan pakaian, sekolahan anakpun harus yang bergengsi
dimana di TK saja sudah diajarkan lima macam bahasa asing.
Begitu juga dengan rumah ibadah, kita baru termasuk orang yang
ngetren, apabila anda berada di lingkungan orang-orang sukses, jadi
rumah ibadahpun harus yang trendi dimana banyak pejabat atau
pengusaha beribadah disana. Ingat Sang Pencipta lebih senang
berkumpul dengan wong sugih daripada wong kere yang hanya merepotkan
Tuhan saja.
Begitu juga kalau sakit, boro-boro berobat di kampung sendiri,
berobat di negara sendiri pun sudah merupakan satu aib, kalau tidak
mampu ke Mount Elisabeth di Singapore minimum ke Malaysia.
Pola makan kitapun sudah tidak bisa dibilang sederhana lagi, kapan
terakhir kali kita makan di warteg atau jajan di kaki lima ? Apa
kata dunia kalau mereka melihat kita sedang jajan di warteg apakah
ini tidak memalukan ?
Cobalah renungkan, pernahkan kita mengajarkan ataupun memberikan
teladan kepada anak-anak kita untuk belajar hidup sederhana ? Apakah
anda masih tahu dan masih bisa hidup sederhana ? Hidup sederhana
bukanlah hidup miskin, tetapi bisa hidup dengan cara yang tidak
berlebihan.
Melalui pola hidup sederhana kita tidak akan tergoda untuk melakukan
KKN, sehingga karakter kita pun akan menjadi sederhana dengan
sendirinya. Pada saat kita mempraktekan pola hidup sederhana
otomatis kita akan bisa menghilangkan sifat sombong maupun sifat
pamer kita dan pada saat itu pulalah kita akan bisa bebas dan
menghilangkan tekanan untuk diperbudak oleh duit.
Percayalah orang hidup sederhana hidupnya tidak akan stress, sebab
mereka tidak akan takut dicurigai, tidak takut kehilangan, tidak
dikejar-kejar debt collector, tidak takut dicuri orang, sehingga
dengan demikian hidup mereka bisa lebih jauh lebih sehat. Terlebih
dari segalanya dengan kita mempraktekan pola hidup sederhana kita
akan lebih bisa merasakan penderitaan sesama kita. Apakah rasa kopi
di Starbuck jauh lebih enak daripada rasa kopi di rumah ?
Aliran hidup sederhana di Eropa maupun di Amerika sudah banyak
dipraktekan. Aliran hidup sederhana ini lebih dikenal dengan sebutan
LOVOS ("Lifestyle of Voluntary Simplicity")
pernah mengalami masa trendinya hidup sederhana ialah pada jaman
Hipies atau generasi bunga. Sedangkan di Amerika yang mempraktekan
pola hidup sederhana adalah kaum Quaker, orang-orang Amish dimana
mereka menolak dan menentang untuk hidup dengan cara yang berlebihan.
Apabila saya berada di Jkt, mang Ucup lebih mengutamakan naik angkot
atau ojek daripada naik taksi, begitu juga saya lebih senang makan
di kaki lima daripada di hotel bintang lima. Di Belanda pun demikian
saya selalu naik kendaraan umum, maklum tidak memiliki mobil pribadi.
Yang menjadi pertanyaan apakah pola hidup sederhana itu; satu pola
hidup yang memalukan ? Marilah kita budayakan kembali pola hidup
sederhana.
Mang Ucup
Email: mang.ucup@gmail.
Homepage: www.mangucup.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar