iya mas as as...
kalo gitu di rubah deh metodenya....:)
tapi ijinkan sekali lagi balasnya ahahahah
abis kami ngomong kayek di BAJAJ Bajuri....(sama oneng)
hihihiiiiii
tomy
----- Original Message ----
From: as as <as2004as_as@yahoo.com>
To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Sent: Thursday, September 6, 2007 8:55:28 AM
Subject: Re: [psikologi_transformatif] Re: Tomy T saja :)
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! FareChase.
From: as as <as2004as_as@
To: psikologi_transform
Sent: Thursday, September 6, 2007 8:55:28 AM
Subject: Re: [psikologi_transfor
Tomiiiiiiiiiii ............ ......
Sing sabaaaar, yoooooh ............ ......... ...
swastinika <swastinika@yahoo. com> wrote:
Sama2 Mas ;) Dilanjut lagi ya :)> T: Karena banyak ajaran dan pendapat para Fislsuf itulah maka akhirnya saya sangat condong pertama dan terutama ke Realitas itu sendiri, bukan cara dan siapa atau bagaimana memandangnya. ..yang lain itu buat saya menjadi nomor selanjutnya. di sini saya melihat mbak terbuka ke arah hakiki satu kemajuan.... it's good point walau masih sangat tertarik dengan intrepetasi sehari hari...
> apa rupanya yang saya tempatkan sebagai kebenaran?> T: Benar sakali mbak....karena memang kebenaran itu tidak tergantung soal kata "sepakat" antara para Filsuf (kebenaran menurut jamannya)... Reff: karena kebenaran itu enggak tergantung dengan pandangan siapapun. para Filsuf itu hanya mencoba mengungkapkannya dengan bantuan akal budinya....lain tidak.Itu sebabnya saya berkali2 menekankan pada kata conscience, Mas ;) Kata hati, nurani, conscience.. boleh pilih salah satu dari kata itu (karena menurut saya sih saling menggantikan ;)). Kebenaran yang hakiki itu hanya dikenali oleh conscience :)Dan conscience itu asalnya ada di hati kita masing2. Bukan logika, bukan ingatan/hafalan/ pengetahuan dari apa yang diungkapkan orang lain (termasuk para filsuf sekalipun).Dan itulah sebabnya kita mesti menjaga conscience kita agar tetap murni, tidak rusak oleh prasangka, kebencian, atau apa pun kelemahan yang sesungguhnya sangat manusiawi :)> T: mungkin mbak enggak mau yang ekstrim (relativisme) , tapi penekanan mbak terhadap pandangan mbak juga sangat kental mengarah kesana. mau tidak mau mbak di condongkan tapi itu juga adalah realitas tulisannya.Sebenarnya sih tidak. Tapi Mas melihat begitu karena Mas Tomy belum mengerti apa yang saya katakan. Atau tepatnya: Mas Tomy belum mengerti landasan saya :)> T: setiap pembelajaran pada akhirnya berguna bila menjadi milik dirinya sendiri, saya kira barat-timur dst melakukan hal yang sama..mungkin cara-kultur yang membuatnya berbeda warna....dan mbak melakukan itu....tuk saya itulah proses pembelajaran kalau tidak "burung beo" namanya :). namun biarpun kita mengambil menjadi miliki kita (pandangan) tapi realitas itu tetap "otonom"...ini juga harus di ingat karena inilah intinya. pandangna hidup kita tidak bisa mengubah essensi dari suatu realitas itu. contoh: boleh boleh saja seseorang melihat air itu sebagai pelindung, rahmat atau bencana...tapi tetap tidak bisa mengubah essensi dari air itu. air itu tetap air!.reff... ...Setuju :). Ini juga yang saya pegang :). Esensi dari air tetap air. Esensi dari benar adalah benar. Yang saya tidak setujui kan bukan ini.. melainkan ketika Mas Tomy sudah melangkah ke kata2 bahwa "esensi dari membunuh adalah salah" :)Ini yang tidak saya setujui, karena [diulang sekali lagi] "nothing is purely white or purely black when concerning human being". Setiap aksi yang dihasilkan manusia merupakan hasil dari rantai aksi-reaksi, sehingga tidak bisa dikatakan putih atau hitam seperti semudah kita mengatakan esensi air adalah air ;)Air dimana2 terdiri dari molekul H2O. Esensinya tidak berubah. Perilaku manusia tidak terjadi demikian :) Apa yang menyebabkan si A membunuh B bisa terdiri dari rangkaian reaksi yang totally different dari apa yang menyebabkan si C membunuh D :)> T: kapan Mbak bicara soal kebenaran hakiki?...dari pertama saya menekankan kebenaran hakiki itu....Reff: yang salah adalah salah, dan yang benar adalah benar....realitas yang tidak tergantung si pemandang! itu kebenaran mbak.....bukan soal prejudice atau cara memandang dengan timbangan moral dsb....jadi lucu.....kebalik mbak, ...baca lagi deh :)
> saya memberi contoh itu untuk membandingkan pendapat mbak yang dari pertama sangat di pengaruhi oleh si pemandang terhadap realitas yang ada....
> tapi saya jadi bertanya ko mbak bisa menyimpulkan gitu.....apa ada yang salah ? :) jangan jangan----:)Monggo, dibaca ulang lagi semua jawaban saya kepada Mas Tomy dengan hati2. Sejak awal membalas Mas Tomy, saya sudah mengeluarkan kata "kebenaran hakiki". Why? Karena itu inti pendapat saya: jangan sampai sesuatu yang mengandung kebenaran lantas dikatakan tidak benar karena prasangka terhadap siapa yang mengucapkannya :)Coba baca lagi komentar pertama saya pada Mas As As & Mas Wendi. Pertanyaan awal saya kan justru [di-rephrase, karena saya nggak nyimpen semua tulisan saya dan males cari ;)]: Mas As As & Mas Wendi sudah baca tulisannya Hendrik belum ya, sebelum komentar? Karena saya melihat apa yang di-fwd-kan Hendrik sekali ini mengandung kebenaran, kok dikomentari seolah2 dia menyampaikan ketidakbenaran? Apa jangan2 komentar Mas As As & Mas Wendi ini dipengaruhi oleh prejudice terhadap Hendrik?Monggo disimak :) Saya mau menyampaikan bahwa kata2 itu mengandung kebenaran lho, biarpun keluar dari mulut (eh.. tangan) Hendrik. Jadi sekedar mengingatkan bahwa semoga Mas As As & Mas Wendi tidak menafikan sebuah kebenaran karena prejudice ;)Setahu saya sih Mas As As sudah menangkap inti komentar ini dengan baik sekali, makanya beliau memberikan klarifikasi yang paaaas banget :) Yang saya heran malah Mas Tomy yang kayaknya nggak ngerti2 ;)> T: soal mbak tidak setuju dengang seks bebas karena bertentangan dengan kepercayaan hakiki mbak...itu sich terserah mbak :)-... tapi kalau mengikuti kata saya..saya tidak setuju dengan seks bebas itu karena dalam dirinya seks bebas itu memang tidak baik. jadi bukan soal kepercayaan dan pelanggaran. ...disinilah letak bedanya mana kebenaran hakiki, mana kebenaran yang di percayai.Di sini mengapa saya meragukan apakah Mas Tomy benar2 mengerti apa yang namanya "kebenaran" ;) Saya melihat Mas Tomy cenderung dogmatis, bukan benar2 rely on conscience atau memahami apa yang membuat seks bebas tidak baik ;). Sedang membeo, Mas ;)?> T: nah....salah satu kekurang jelian mbak membaca, makanya kita sering enggak nyambung.... :) (ga boleh marah lho)
> kalimat saya di atas masih menggantung dan bertanya...tapi mbak sudah memposisikanya sesuai dengan pandangan mbak...but no problem.
> kalau pernyataan mbak di balik gimana?
> dari mana mbak tahu nilai ibu lebih tinggi dari anak? apakah soal mana lebih berguna atau tidak?...atau soal mana yang lebih berfungsi atau kurang berfungsi? kalau dengan dasar fungsinya, gunanya, lebih beruntung, kurang rugi dst...apakah bisa dijadikan dasar untuk membunuh anak?
> darimana mbak tahu si anak akan menderita?
> dst.....prejudice toh? situ yang menyatakan hati hati ... e malah jatuh...:)
> apa itu hidup?> T: Mmmm tapi siapa yang menentukan hal itu darurat atau bukan? siapa yang berhak menentukan bisa atau tidak? memilih yang lebih baik dengan mengorbakan yang lain, baik kah itu? siapa yang menentukan baik dan tidak baik? dst...Dan di sini menunjukkan ketidakjelian (atau ketidakpahaman? ) Mas Tomy atas apa yang berkali2 saya katakan :) Reffrain: my conscience is my compass, and my logic is my GPS ;)Pertama2, memang Mas Tomy masih menuliskannya dengan menggantung. I'm aware of that ;) Dan saya tidak memposisikannya dalam pandangan saya, saya bertanya balik ;). Selanjutnya, setelah bertanya balik, baru saya mengemukakan pandangan saya untuk masalah itu :)Kedua, saya tidak pernah mengatakan nilai ibu lebih tinggi, dan tidak pernah mengatakan bahwa si anak akan menderita. Saya hanya menekankan bahwa dalam agama yang saya percayai, ada dalil bahwa dalam keadaan darurat sesuatu yang tidak boleh (dalam keadaan biasa) bisa diperbolehkan :)Selanjutnya, yang bisa saya jawab adalah: segala keputusan saya ditentukan oleh conscience yang insya Allah hingga detik ini masih bisa saya percayai ;). Conscience saya mengatakan ini adalah keadaan darurat, logika saya menyetujui karena data yang yang diberikan dokter (90% kemungkinan ibu itu akan mati). Conscience saya mengatakan bahwa dalam keadaan darurat seperti ini menyelamatkan salah satu lebih tepat daripada mengorbankan keduanya, dan logika saya menunjukkan bahwa dengan menyelamatkan si ibu adalah pilihan yang lebih tepat ;)Saya tidak bertanya > dari mana mbak tahu nilai ibu lebih tinggi dari anak? apakah soal mana lebih berguna atau tidak?...atau soal mana yang lebih berfungsi atau kurang berfungsi? kalau dengan dasar fungsinya, gunanya, lebih beruntung, kurang rugi dst...apakah bisa dijadikan dasar untuk membunuh anak?
> darimana mbak tahu si anak akan menderita? seperti Mas Tomy, karena kalau kebanyakan bertanya kita akan lupa mendengar. Logika menjadi lebih bermain daripada kata hati ;)Selalu ada antitesis untuk tesis yang kita pikirkan, kan Mas ;)? Sebelum Mas selesai memperdebatkan semua pertanyaan "darimana" itu, bisa2 si ibu dan anak mati duluan ;) Itu bahayanya jika kita terlalu banyak bertanya, bukan mendengar ;)> inilah salah satu tekanan saya.....manusia dengan ilmunya, teknogloginya, agamanya, kepercayaannya, dst.....merasa berhak menentukan hal itu baik atau tidak baik, boleh bunuh atau tidak.....( kita di beri akal tuk mengungkap kebenaran itu tapi bukanpenentu kebenaran).. .dan melupakan nilai essensi realitas dari realita itu sendiri!
> > nah....hati hati menggunakan nilai subyektif itu mbak...membunuh adalah membunuh. nilai dasar inilah yang harus di pegang sebelum membuat keputusan...Memang tidak. Makanya kita butuh conscience yang bisa kita percayai ;) Sebab, jika kata hati kita sudah kena collateral damage, maka kita akan terjebak menjadi penentu kebenaran, bukan lagi pengungkap kebenaran :)Dan menurut pendapat saya, Mas Tomy terlalu takut terjebak menjadi penentu kebenaran, sehingga terlalu banyak bertanya (= menggunakan logika) dan lupa mendengar ;). Akibatnya, kalau menurut saya, malah jadi dogmatis :)> T: mbak ini...kadang bilang iya kadang bilang tidak...kalau mbak baca pendapat mbak sendiri...lucu deh :)Aaah.. itu juga karena Mas Tomy belum mengerti pendapat saya ;). Tapi biasa kok.. saya sangat sering mendapati orang bingung dan nggak ngerti pendapat saya. Biasanya itu terjadi pada teman2 yang terlalu banyak menggunakan logika, atau setidaknya terlalu takut mendengarkan kata hati karena takut menjadi subyektif :)> T: Mbak...menurut saya hidup adalah belajar...dan saya harus sadar belajar itu dibayar MAHAL (jangan langsung mereduksi ke materi), karena belajar dibayar MAHAL maka saya di pacu untuk tidak menyianyiakannya. ..
> (kalau soal materi hehehehe.... ga pernah mikiri apa yang dimakan besok ato lusa, udah terjamin ko...:) )
> soal nilai rasa susah diperdebatkan kata LOGIKA....:)Di bagian mana ya, saya mereduksi mahal menjadi materi ;)? Coba perhatikan lagi kalimat yang saya gunakan ;) Hati2, pernyataan saya memang sering menjebak bagi mereka yang membaca secara harafiah.. HAHAHAHA.. :)Saya bilang.. saya prihatin Mas Tomy sudah bayar mahal2, tapi yang didapat cuma begini :). Saya sih nggak perduli bayarnya dengan materi atau dengan pengalaman, atau apa. Yang saya soroti: sayang sekali, apa yang sudah mahal itu tidak mendapat hasil maksimal :)Salam,
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! FareChase.
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar