Salam P. Yusuf,
1. Masalah karyawan bank, tidak hanya customer relation…setahu saya memang tidak dipatok standard penguasaan ketrampilan tertentu…saya pikir tidak ada diferensiasi antara yang latar belakang pendidikan perbankan atau tidak…bahkan di posisi2 kunci
2. masalah pergantian era Parmenides ke promotheus, bukankah ini juga konsekuensi dari tarian kosmik…gerak bolak balik antara 2 kutub…tidak ada yang salah, hanya masing2 ada masanya sendiri-sendiri…cmiiw, sebagaimana era “yang” bergeser ke era “yin” sekarang pak? Kalau begitu, menurut bapak positioning apa yang bisa kita mainkan selain hanya mengalir dalam tarian ini?
Salam
Anwar
From:
Sent: Wednesday, January 02, 2008 5:03 PM
To:
Subject: Bls: [psikologi_transfor
Pandangan saya dikuatkan juga oleh pengalaman praktis juga :
Suatu hari saya pergi ke bank swasta asing dan seperti biasanya saya bertemu dengan bagian customer relation dulu yang sudah lama saya kenal. Karena menunggu waktu cukup lama, saya iseng2 bertanya : ' Anda lulusan dari PT mana ? '.
Saya surprise ternyata dari Akademi Perhotelan.
Bagaimana bisa dia bersaing dengan lulusan dari jurusan yang berkaitan dengan perbankan ?
Dia sendiri tidak tahu, tapi sejauh yang saya kenal, dia mempunyai kepribadian yang menarik, terbuka, trampil berkomunikasi, mau belajar.....
bagi perbankan yang pasti sdh punya sistem training yang mantap, adalah lbh mudah mengupgrade orang baik supaya memahami hal teknis yang berkaitan dengan pekerjaannya, daripada mengkoreksi orang dengan IQ dan IP tinggi tapi kepribadiannya mentah yang sdh bisa diramalkan akan menjadi part of the problem dalam Tim Work.
Jadi tidak ada kaitannya dengan moral dalam arti yang kita mengerti sehari-hari.
Bahwa segala sesuatu di alam semesta ini merupakan jejaring, itu adalah fakta.
Lihatlah bagaimana galaxies yang saling terkait dan bersama menari ; lihatlah dunia sub-atomic, ecological cluster dsb.
Di Yunani zaman pre-Socratic juga ada dua cara pandang :
Promotheus (semuanya berubah terus menerus yang kemudian ternyata paralel dengan globalisasi yang sekarang terjadi) dan Parmenides (ada sesuatu yang tetap dan tak berubah) yang kemudian diikuti oleh Democritus dengan konsep atom (artinya a-tomos, tidak bisa dipecah lagi).
Pada era Pencerahan abad 18, memang Parmenides yang tampil, tapi sekarang Promotheus mulai unjuk gigi !
Buddha, Konfusius, Lao Tzu, Mpu Tantular sudah melenggang tanpa masalah jauh sebelum Pencerahan abad 18
Salam,
JS
----- Pesan Asli ----
Dari: Woli Kertajiwa <wolikertajiwa@
Kepada:
Terkirim: Rabu, 2 Januari, 2008 4:12:25
Topik: [psikologi_transfor
Sudah sejak lama psikologi dicurigai oleh kaum 'moralis' / agamawan dan sebagai ilmu yang kurang bermoral dan kurang ajar pada agama. Sebagai misal, Freud sebagai tokoh terkemuka Psikologi tidak beragama bahkan cenderung mengejek.
Selanjutnya ada yang berusaha memadukan agama dengan Psikologi: (a) ada yang dalam tataran praktis-terapan, misalnya Psikoterapi Pastoral, (b) ada yang berusaha meruntuhkan bangunan atau mengganti fondasi Psikologi mainstream dalam tataran Psychology as a Science dengan mengajukan Psikologi baru yang 'relijius, bermoral, beretika' .
Di milis ini, teman saya Pak Jusuf Sutanto, mencoba menawarkan 'paradigma baru' dalam psikologi yang berlandaskan moral interkoneksi umat manusia dalam jejaring semesta. Paradigma yang bermula dari pandangan hidup timur (khususnya Cina-
Klik URLs berikut dan anda akan lihat beberapa kisah mengenai hal-hal yang dikemukakan diatas :
Sementara itu Psikologi mainstream sudah hidup dalam jurnal-jurnal ilmiah psikologi, dalam penelitian-peneliti an ilmiah kuantitatif dan kualitatif bidang psikologi, dalam Fakultas-fakultas Psikologi seluruh dunia yang terus menerus meningkatkan mutu (termasuk daya jualnya). Dan juga dalam kode etik dan lembaran negara (hukum-hukum) yang mengatur Psikologi, Ahli Psikologi, dan Psikolog.
Ilmiah sendiri sudah punya standar yang diakui secara internasional, dengan metodologi keilmuan yang terstruktur.
Apakah Psikologi sebagai ilmu bebas nilai ? Psikologi mainstream mengusahakan hal itu. Patokannya adalah semata-mata standar ilmiah, bukan moral atau nilai-nilai tertentu.
Apakah benar-benar bebas nilai ? tentu akan ada yang 'arguing' gak mungkin Psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya benar-benar bebas nilai. Kalaupun argumentasi ini benar, bukan berarti akan boleh-boleh saja 'memasukkan aspek moral / nilai-nilai / ideologi tertentu' sesuai pesanan moral pihak tertentu...komunita s ilmuwan Psikologi tentunya akan mempertanyakan , ya
Mana yang akan jadi paradigma : Psikologi 'amoral' atau Psikologi 'moral' ?
Silahkan member milis ini menjawab.
Happy New Year 2008.
WK
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger .yahoo.com
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar