Tuhantu: SULIT MENJADI BANGSA YANG BESAR...???.
Ayo, gimana nih Mbak Nala, Mbak Sisca, Mas Gotho... WHAT WENT WRONG?... UNFORTUNATE CULTURE?... N.A.T.O.?...
Tell me...
Be Fun
Tuhantu
http://hole-
Dari ½FPK½:
Jakarta, Kompas - Hingga saat ini Indonesia masih belum mampu menjadi
bangsa yang solid, besar, dan punya "mimpi besar" bersama untuk
diwujudkan, seperti yang terjadi pada bangsa-bangsa lain semacam
China, Jepang, dan India.
Menurut Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat,
seluruh bangsa yang dicontohkannya tadi sama-sama punya kepercayaan
diri serta etos kerja yang tinggi lantaran mereka masing-masing
merasa menjadi bangsa pilihan.
Pernyataan itu disampaikan Komaruddin, Selasa (28/8), saat berbicara
dalam diskusi "Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan dalam Kehidupan
Berdemokrasi" yang digelar Kementerian Koordinator Politik, Hukum,
dan Keamanan.
"Tembok Besar China dibangun ratusan tahun oleh dinasti yang
berbeda-beda. Pembangunannya bisa berkesinambungan karena bangsa
China sama-sama punya mimpi besar untuk diwujudkan. Begitu juga Jepang yang
menyatakan bangsanya keturunan Dewa Matahari," ujar Komaruddin.
Menurut Komaruddin, bangsa Indonesia masih hanya sebatas mampu
bernegara, namun dengan kemampuan membangun bangsa (state building)
yang terus bermasalah. Belum lagi soal rasa keindonesiaan yang
terbilang rapuh. Akibatnya, dalam bernegara, Indonesia seolah tidak
punya agenda yang jelas.
Tuhantu: Lalu kemana saja UIN selama ini? Mengapa bukan mereka yang menyusun ½Agenda Jelas½-nya?..
Komaruddin juga menyayangkan sikap masyarakat yang masih selalu
mengacu pada masa lalu. Akibatnya, tanpa sadar mereka alpa, tidak
pernah memikirkan bagaimana cara untuk bisa bertahan hidup (survive)
di tengah persaingan global.
Tuhantu: Mengacu pada masa lalu? (Kopitalistic term: Flinstonians) ... Lalu apa upaya dari institusi UIN dalam meminimalisir salah satu dari -what I called as- ½unfortunate culture½ tersebut?
Kondisi itu diperparah dengan kenyataan bangsa Indonesia masih
bermental agraris yang individual dan komunalistik, sementara pada
saat yang sama bangsa Indonesia juga harus hidup di era globalisasi
dan informasi. Untuk bisa bertahan, bangsa Indonesia harus mampu
hidup dalam suatu jaringan kerja yang mensyaratkan adanya kepercayaan,
keterampilan, dan wawasan global.
Tuhantu: Mental agraris? Apa mesti disalahkan? Mengapa tidak menyodok ½mental instant½, instead? ... Individualistik & Komunal?... Lalu bagaimana UIN memetakan apa yang mereka maksud dengan ½jaringan kerja½ - ½trust½ - ½skills½ dan ½wawasan global½?...
Masih transisi
Berbeda dengan Komaruddin, Siswono Yudo Husodo, Ketua Dewan
Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI),
menilai, bangsa Indonesia masih dalam masa transisi dari suatu
masyarakat pedesaan, agraris, tradisional, dan paternalistik menjadi
masyarakat perkotaan, industri dan jasa, modern, serta demokratis.
Tuhantu: Masa transisi menuju dan menjadi perkotaan, industri dan jasa, modern serta demokratis..
"Kita patut menghargai berbagai kemajuan yang telah dicapai 10 tahun
terakhir. Indonesia mengalami perubahan luar biasa dalam banyak hal,
seperti demokratisasi dan transparansi,
Tuhantu: Mengelus rasa bertukar kata...:-)
Namun begitu, Siswono mengingatkan, proses demokratisasi tetap tidak
akan berhasil tanpa diikuti kemampuan negara menyetarakan warga
negaranya, terutama secara ekonomi.
Tuhantu: Even ½tukang becak½ knows that phrase...
Sedangkan rohaniwan Benny Susetyo, yang menjadi peserta diskusi,
menekankan persoalan utama yang dialami sekarang adalah tidak adanya
jaminan kesamaan dalam memperoleh kesempatan di kalangan berbagai
suku bangsa di Indonesia. Hanya suku tertentu saja yang punya kesempatan
lebih besar. (DWA)
Tuhantu: Rohaniawan kok, ngomongnya begini?... Sebagai rohaniawan kok nggak melihat dimana sumber kisruhnya?..
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar