The Everlasting Truth of " Everything Changes ", memang mejadi prinsip utama dalam Zen.
Dalam buku Kearifan Timur, ada kisah seorang sufi tua yang sedang menanam korma dan ditanya oleh anak muda terpelajar (lulusan fakultas pertanian karena tahu umur tanaman dan sdh magister management karena tahu asas manfaat ) :
Mengapa melakukan pekerjaan yang sia-sia karena panen yang pertamapun tidak akan bisa dinikmati. Sufi itu tanpa menengok sedikitpun dan terus bekerja sambil nyeletuk : " Emangnya yang kamu makan tiap hari adalah hasil yang kau tanam sendiri ?".
Sang pemuda itu ngacir !
Kalau sufi itu bukan Zenist tapi lulusan sekolah teologi atau filsafat, maka dia akan berhenti bekerja dan berdebat dengan pemuda itu.
Ada juga kisah bhiksu cilik Ikkyu yang intinya sama bahwa mereka bisa mempunyai hidup yang berarti meski beriman pada ' yang tetap adalah semuanya berubah ' !
Banyak orang yang beriman pada surga dan takut neraka, tapi hidupnya malah menyusahkan orang lain.
Inilah fokus latihan Zen, bukan literatur studies tentang zen.
Salam,
Jusuf Sutanto
Dari: David G. <BaduAmin@gmail.
Kepada: psikologi_transform
Terkirim: Jumat, 26 Oktober, 2007 8:20:16
Topik: Re: Trs: [psikologi_transfor
Pak Jusuf Sutanto,
Saya tidak mempersoalkan isi dari Zen itu sendiri. Pada prinsipnya saya setuju dengan uraian bapak tentang Zen. Yang saya persoalkan adalah bagaimana sikap seseorang terhadap Zen itu.
Jika seseorang memutuskan untuk "belajar" Zen, apakah yang sebenarnya mau dicari?
Tidak ada salahnya, menurut saya, jika seorang murid mulai dengan motivasi yang "keliru", asalkan ia rela untuk terus menerus dimurnikan dan terbuka akan kebenaran yang sesungguhnya.
Orang-orang seperti saya yang masih dalam perjalan, dan masih mencari terus menerus bisa keliru tentu saja. Tetapi saya selalu berada dalam keadaan "siap berubah". Yang menjadi masalah adalah jika seseorang merasa bahwa ia sudah sampai, padahal belum, dan lantas memutuskan untuk tidak akan berubah lagi.
--
Salam,
dg
----- Pesan Diteruskan ----
Dari: Jusuf Sutanto <jusuf_sw@yahoo. co.id>
Kepada: psikologi_transform atif@yahoogroups .com
Terkirim: Jumat, 26 Oktober, 2007 7:17:34
Topik: Re: [psikologi_transfor matif] Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
Pak David G,
Kita mempelajari ilmu saat ini lbh bagaimana kaitannya kegunaan praktisnya.
Seperti pisau, kita hanya berkutat pada bagaimana hasil daging yang dipotong dengan pisau itu.
Ilmuwan kita tidak pernah mempertanyakan : pisau itu dibuat oleh siapa dengan bahan apa dan prosesnya bagaimana ?
=====
Kita hanya menerima begitu saja pengertian kata ' abadi ', yang sdh terlanjur dimonopoli oleh paradigma bahwa : hidup sekarang fana, yang abadi adalah nanti di neraka dan surga. Jadi kehidupan ini telah dipecah-pecah dalam konsep etika beserta reward dan pinishment.
Kita tidak menyadari bahwa ada cara pandang lain sbb. :
Seorang samurai bertanya pada Zen master : " apakah surga dan neraka itu ? '
Ia mencibirkan bibirnya sambil berkata : ' Itu sih pertanyaan tukang daging, bukan kelas samurai !'
Samurai itu marah dan mencabut pedangnya. Saat itu juga Zen master itu berteriak : inilah jalan menuju neraka ! "
Samurai itu lalu terkesima sejenak dan tersenyum sambil memasukkan kembali pedangnya .
" Nah inilah jalan menuju surga !', demikian tukas Zen master.
Surga dan neraka ada sekarang dan di sini, ketika suatu profesi dipakai untuk berbuat kejahatan, itulah neraka ; ketika dipakai untuk kebaikan, itulah surga !
Pada waktu Buddha ditanya siapa orang suci itu ? Dia menjawab : satu tahun dibagi dalam bulan, minggu, hari, jam, menit dan detik.
Orang suci adalah mereka yang bisa hidup detik demi detik sebagai sesuatu yang indah untuk dijalani !'
Salam, Jusuf Sutanto----- Pesan Asli ----
Dari: David G. <BaduAmin@gmail. com>
Kepada: psikologi_transform atif@yahoogroups .com
Terkirim: Kamis, 25 Oktober, 2007 10:32:26
Topik: Re: [psikologi_transfor matif] Psikologi ala Pak Jusuf Sutanto (was Re: Yuk kita rame2)
On 10/24/07, Jusuf Sutanto < jusuf_sw@yahoo. co.id> wrote:Karena alasan itu maka dunia psikologi semakin merasakan pentingnya untuk memasukkan Zen sebagai salah satu mata pelajaran.
Wah, membaca tulisan Bapak Jusuf, timbul kesan seolah-olah Zen adalah sejenis ilmu yang bisa dipelajari sehingga orang bisa mencapai sesuatu (a form of knowledge that can be learned in order to achieve something).
Membaca tulisan Bapa Jusuf, timbul juga kesan bahwa dengan mempraktekkan Zen dengan cara-cara yang benar, maka seseorang akan dapat mencapai "tujuan" dari "ilmu zen" tersebut.
--
dg
"Life is a succession of moments, To live each one is to succeed."
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar