Press Realese
Press Conference & Soft Lounching
16 November 2007
NOVEL "BEING 20 SOMETHING IS HARD"
(Penerbit Diwanteen, 2007)
Kehidupan merupakan arena pertarungan antara impian, harapan, dan
kenyataan. Ada pepatah mengatakan bahwa kenyataaan tak pernah seindah
mimpi. Iwan Fals dalam salah satu lirik lagunya menyebutkan bahwa
keinginan adalah sumber penderitaan. Dalam keinginan terdapat di
dalamnya usaha, motivasi, dan juga seringkali keputusasaan. Ketika
keinginan atau harapan bertemu dengan realitas, ia selalu bersifat
kompromis, dan tentu saja jauh dari yang namanya ideal.
Padahal hampir semua orang menginginkan apa yang dinamakan ideal,
mulai dari cinta, perkawinan, karir hingga jabatan dan uang. Sebagian
besar orang rasanya pernah merasakan hal ini. Namun gejala semacam ini
biasanya lebih banyak dirasakan oleh mereka yang berada di umur 20-an.
Di mana mereka biasanya mengidap sindrom atau gejolak emosional yang
begitu kuat.
"Di Indonesia, belum banyak yang mengeksplorasi tema ini. Atas dasar
itu, saya membuat novel berjudul Being 20 Something is Hard. Buku ini
lahir dari riset dan pengamatan saya dari pengalaman teman-teman
sebaya saya ketika mereka berada di usia 20-an," ujar Dewi
Pravitasari, penulis novel ini, yang juga menjadi narasumber utama
dalam peluncuran novel perdananya di Nine Muses Club, di bilangan
Kebayoran Baru, 16 November 2007.
Dalam perkembangan manusia, ada kalanya setiap orang mengalami
beberapa tahapan krisis ketika dirinya menghadapi konflik yang
berhubungan dengan kehidupan, khususnya di umur 20-an. "Krisis itu
sebenarnya pernah terjadi pada semua orang, namun permasalahannya
adalah bahwa ada orang-orang yang sadar dan ada juga yang tidak," katanya.
Usia 20-an merupakan masa transisi dari remaja menjadi dewasa, mereka
seringkali bertanya eksistensi dan achievement apa yang telah mereka
dapatkan. "Achievement ini dapat berupa status, seperti karir dan
pekerjaan, uang maupun pernikahan. Semua ini dapat menjadi konflik
apabila apa yang mereka harapkan belum dapat terlaksana. Karena
sebetulnya kehidupan yang sesungguhnya sangatlah tidak ideal," kata
perempuan berparas cantik kelahiran 7 Desember 1978 ini.
Dalam ilmu psikologi, konflik yang dihadapi oleh seseorang yang
berusia 20-an dikenal dengan sebutan Quarter-life Crisis. "Gejala ini
(Quarter-life Crisis) sebenarnya lebih banyak dikenal di dunia barat,
ketika seseorang anak "dipaksa" untuk mandiri dan lepas dari orang tua
relatif lebih cepat. Di mana mereka harus berjuang untuk membiyai
dirinya mulai usia 18 tahun," ujarnya.
Kendati demikian, lanjutnya, gejala Quarter-life Crisis pada dasarnya
dapat terjadi pada siapa saja di belahan bumi mana pun oleh
orang-orang di usia 20-an, walaupun sebenarnya tahap saja perkembangan
mental atau kedewasaan seseorang tetap dipengaruhi oleh lingkungan
budaya di sekitarnya," tutur lulusan S2 dalam program double degree di
magister Managemen Universitas Indonesia dan Universite Pierre Mendes
ini.
Ketika ditanya mengenai isi novel, Dewi menyebutkan bahwa ia sengaja
memasukkan unsur psikologis. "Unsur psikologis akan membuat novel ini
lebih kena untuk kehidupan kita. Selain itu, saya juga berupaya untuk
mengemas novel ini dalam bentuk dialog, bukan narasi. Dengan bentuk
dialog ini, saya menjauhkan diri dari kesan menggurui pembaca,"
tuturnya. ***
DAFTAR ISI NOVEL
"BEING 20 SOMETHING IS HARD"
Prologue:
Kejutan di Siang Hari 1
Blast from the Past:
Hadapi Kenyataan Walau Tak Suka 6
Jakarta:
Suatu hari di 12 Tahun yang Lalu 36
Negeri Impian:
Beberapa Bulan Setelah Kemenangan Melawan Ayah 56
Negeri Impian yang Sudah Menjadi Realita:
2 Tahun Setelah Itu 86
I Wish You Love:
4 Tahun Berlalu, Saatnya Mencari Kepastian 93
Back to the Future:
Hidup Itu Penuh Dilema 158
Hidup Harus Tetap Dijalani:
2 Tahun Kemudian 237
Epilogue:
Being twenty-something is hard! 250
SINOPSIS
"BEING 20 SOMETHING IS HARD"
Saraswati Senotono (Sara) adalah seorang psikolog cantik yang cukup
sukses lewat klinik ngetop yang didirikan bersama rekan-rekan
seniornya. Profesi yang dijalaninya menuntut Sara untuk dapat selalu
objektif dalam membantu memecahkan masalah klien-kliennya.
Setelah dapat menghindar selama 4 tahun lamanya, suatu hari Sara harus
dihadapkan pada kenyataan akan kembalinya sang Mantan Pacar (Zani)
yang pernah menggoreskan sejarah kelam bagi dirinya. Di sini Sara
harus dapat memisahkan masalah profesionalisme dengan masalah
pribadinya, mengingat Zani adalah seorang klien yang harus tetap
dilayani dengan baik.
Tidak hanya itu, di hari yang sama Sara pun tak sengaja bertemu dengan
kakak tiri Zani (Radit) yang pernah juga menjadi seseorang yang
spesial dalam hidupnya. Pertemuan dengan mereka berdua membawa Sara
pada kenangan masa lalu, dengan sejarah kelam di pertengahan umur
20-an., masa di mana ia tidak bisa memecahkan masalahnya sendiri.
"Being Twenty-Something is Hard" menceritakan tentang beratnya hidup
yang dijalani oleh orang dalam fase umur 20 hingga 29 tahun, dan
sebagian orang di awal umur 30-an. Semua orang muda ingin hidup ideal,
hidup yang bahagia dan sesuai dengan yang diinginkannya, tanpa harus
bersusah payah atau bersyukur atas apa yang telah dimilikinya. Hal itu
wajar, karena di fase ini mereka masih memiliki ambisi yang besar,
mimpi setinggi langit serta energi yang luar biasa besar. Padahal
hidup itu tidak selalu ideal, bahkan lebih sering terasa pahit. Pada
akhirnya yang timbul adalah stress, khawatir dan kegelisahan karena
tak bisa menerima kenyataan.
Hal itu pun dirasakan Saraswati. Pergantian dari fase remaja menjadi
dewasa, dengan segala idealisme pribadi, belum lagi tuntutan orang
tua, menceburkan Saraswati dalam sebuah krisis umur 20-an, yang sering
disebut Quarter Life Crisis. Keinginan menikah yang tidak menjadi
kenyataan pernah menyebabkan dirinya stress berat dan bahkan menjadi
seorang alkoholik. Selain Saraswati, akan ada juga tokoh-tokoh lain
yang memiliki kekhawatiran yang sama tentang hidup, meski faktor yang
menyebabkannya tidak selalu sama.
Lewat rehabilitasi yang dijalaninya, Saraswati akhirnya sadar bahwa
masih banyak orang yang lebih tak beruntung dibanding dirinya.
Kesadaran itu membuatnya kuat dan mampu meneruskan hidup, serta dapat
menilai hidup dengan lebih bijaksana. Melalui perjalanan hidup ini,
pembaca akan turut merasakan bagaimana konflik demi konflik yang
dihadapi seseorang dapat membantu mendewasakan dirinya.
Klimaks cerita terjadi saat sang tokoh utama dihadapkan pada sebuah
kenyataan yang jauh lebih pahit, sesuatu yang tak pernah dibayangkan
oleh siapapun. Di sini pembaca akan melihat bahwa hidup itu bukan lagi
tentang mimpi. Manusia harus menerima realita takdirnya, dan juga
harus bersyukur atas hikmah yang ada di balik setiap kejadian. ***
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar