Dari Bandung, Ari Junaedi Ungkap Para Eksil
Minggu, 02 Maret 2008, 13:36:00 WIB
Laporan: Zul Sikumbang
Bandung, myRMnews. Keputusan Komnas HAM untuk membuka kasus pelanggaran HAM Kasus 1965 memang patut diacungi jempol. Selain hingga kini tragedi 1965 dengan berbagai versinya masih bisa diperdebatkan, penuntasan kasus 1965 sepertinya sulit diungkap karena sudah menjadi beban sejarah masa lalu. Selain pengungkapan kasus pelanggaran HAM kasus 1965, Komnas HAM juga kini tengah berusaha keras untuk menelisik kasus Talangsari, Lampung.
Berbicara mengenai pelanggaran HAM kasus 1965, sebuah berita menarik terselip dari Kampus Universitas Padjadjaran, Bandung di Kawasan Dipati Ukur. Sebuah hasil penelitian awal disertasi mahasiswa Ilmu Komunikasi, Ari Junaedi mencoba mengungkap kasus 1965 dari aspek komunikasi antarbudaya dan komunikasi politik.
Ari yang juga Staf Khusus Mantan Presiden Megawati Soekarnoputeri meneratas penelitian pola komunikasi para pelarian politik tragedi 1965 di mancanegara. Ari yang kerap ulang alik Jakarta-Beijing serta menjelajah beberapa negara di Eropa berhasil menjumpai puluhan eksil tragedi 1965 yang akibat kebijakan koersif rezim Soeharto tidak bisa "pulang" karena mengalami pencabutan paspor.
Takkala Soeharto naik ke puncak kekuasaan dan Bung Karno mengalami dekekuasaan, segenap unsur-unsur pendukung kekuasaan Soekarno dilucuti satu persatu. Akibatnya, para mahasiswa yang tengah menuntut ilmu di berbagai negara, para anggota korps diplomatik Indonesia yang bertugas di luar negeri, anggota kontingen atau utusan yang tengah muhibah "dipaksa" untuk menyatakan ikrar kesetiaan yang disodorkan masing-masing atase militer di setiap Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.
"Jika mengakui rezim Soeharto, mereka diperbolehkan pulang dan paspornya diperpanjang. Sedangkan bagi mereka yang tidak mengakui rezim Soeharto dan tetap menganggap Bung Karno sebagai pemimpin besar revolusi, paspornya tidak diperpanjang. Akibatnya mereka ini menjadi "stateless" alias kehilangan kewarganegaraannya,
Menurut penelitian Ari Junaedi, akibat pencabutan paspor tersebut, para pelarian politik mencari kehidupannya sendiri-sendiri. Bagi mereka yang membawa keluarga, tentunya suka dukanya akan berbeda dengan mereka yang berstatus lajang. Penderitaan demi penderitaan di negara-negara yang berbeda dengan daerah asal, menjadikan pola kehidupan termasuk pola komunikasi dan budaya menarik untuk disimak.
Kehidupan di China yang tengah gandrung Revolusi Kebudayaan akan sangat berbeda dengan rona kehidupan yang serba kekurangan di Uni Sovyet. Belum lagi mereka yang mencoba keluar dari China dan mencoba peruntungan di Burma (Myanmar-red) seperti dilakoni Asahan Aidit (adik DN Aidit/Ketua PKI) dan Sjarkowi atau ke Vietnam seperti yang dialami Ibarruri Aidit (putri DN Aidit). Bagi mereka yang tidak tahan dengan sistem besi rezim Uni Sovyet, Eropa terutama Jerman adalah pilihan hidup yang utama. Mereka yang berhasil lolos dari Jerman Timur dan masuk ke Jerman Barat, diantaranya mahasiswa Leipzig University, Arti Armunanto (putri Menteri Pertambangan era Soekarno, Armunanto) atau Haripurnomo yang harus berputar lewat Aljazair dulu sebelum menetap di Jerman Barat.
Dari data-data dan hasil penelusuran Ari yang master manajemen komunikasi dari UI ini, tidak semua mahasiswa Indonesia yang "terdampar" di luar negeri berhasil dalam meriah kehidupan.
"Sangat miris ada yang sudah meraih gelar PhD tetapi di masa tuanya harus mencari kehidupan sebagai sopir taksi atau penjaga kantin sekolah. Mereka ini umumnya yang hijrah ke Barat ketika usianya sudah lanjut dan terlambat dalam mencari kehidupan," papar Ari yang lahir di Malang, Jawa Timur 40 tahun lalu.
Justru yang mencengangkan dari temuan Ari yang sempat kuliah double di Jurusan Kimia MIPA UI dan Hukum Ekonomi UI tersebut adalah banyaknya para eksil yang mengharumkan nama negara-negara "baru"nya. Tersebut nama DR Manuaba, peletak dasar-dasar pengembangan nuklir di Hongaria, DR Warunojati, peneliti di Max Planc Institute Jerman yang juga penyusun kamus bahasa Melanesia, Bambang Soeharto lulusan Institut Pertelevisian Cekoslovakia yang pernah menjadi satu-satunya orang kelahiran non Jerman yang sempat menjadi Direktur WDR (TVRI -nya Jerman), Prof Ernoko Adiwasito yang menjadi mahaguru ilmu ekonomi di Venezuela, atau apoteker sukses lulusan Bulgaria yang kini mukim di Berlin, Sri Basuki.
Ada harapan yang kini masih bergelora dari mereka para eksil yaitu adanya permintaan maaf dari negara. Negara harus melakukan rehabilitasi terhadap korban rezim yang tiran. Di masa usia senjanya, mereka berharap bisa menghabiskan masa tuanya dan meninggal di tanah airnya, Indonesia. Bagi mereka, Indonesia adalah tumpah darahnya yang tidak mungkin bisa dihilangkan dari jati dirinya.
"Ada dua warga negara Kuba yang masih melengkapi persyaratannya untuk menjadi WNI kembali. Namun ada yang keburu meninggal seperti Bakhtiar yang sejak tahun 1965 tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di Indonesia karena tinggal di Stockholm," urai Ari Junaedi.
Ada perbedaan yang mencolok perlakuan terhadap para eksil ketika Soeharto masih bercokol dengan masa reformasi. Ketika Soeharto masih jaya, para eksil diawasi ketat bahkan diusir balik ketika mencoba masuk Indonesia walaupun mereka berpaspor negara asing. Ketika Gus Dur menjadi RI 1, para kaum kelayaban - demikian Gus Dur menyebut para eksil - mempersilahkan mereka pulang tanpa ada kejelasan status mereka.
Pemerintahan silih berganti namun para eksil tragedi 1965 hingga kini masih hidup tanpa kejelasan status. Mungkinkah Komnas HAM berhasil mengungkap kejelasan terjadinya pelanggaran HAM berat ataukah hanya menjadi "lips service" pemerintahan di era SBY? Justru penelitian Ari Junaedi - pria kelahiran Malang ini bisa menjadi pembuka kotak pandora tabir kelam sisi lain dari tragedi 1965. yat
http://www.myrmnews
http://progind.
kolektif info coup d'etat 65: kebenaran untuk keadilan
Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar