Mas Pabrik ....
jangan sekali2 bawa kakakku yang satu ini ...
mas Haute, kan sekarang emang lagi sensi
seperti apa yang telah kita omongin kemarin di telp ..
kalo daster nya gak di kirim, ya udah entar desember aja ..
memang Pabrik_T adalah yang mengaku aku ..
yang selalu menciptakan karakter cantik, sombong dan gak tahu malu ...
yang memang tidak peduli dengan nama baik ...
karena nama baik akan selalu ada sesuai dengan situasi yang baik juga ..
ya udah ... buat kakakku pabrik dan mas haute ..
sekarang lu2 mau ikut2an mengaku aku ...
rabu mau mudik, sekalian entar mau ketemuan ama meitaurus..
ceritain kalian berdua ama dia ...
salam manis
/Lu2
pabrik_t <pabrik_t@yahoo.
SAUDARA-SAUDARA IJINKAN SAYA KEMANJINGAN NAR LAGI:
VINCENT CIONG, SILAHKAN MERUSAKAN NAMA BAIKKU (MEMANGNYA AKU PUNYA?),
ITU AKAN MENJADI KEBAHAGIAAN TERBESARKU. TAPI JIKA KAU MEMUJI-MUJIKU,
PERCAYALAH, AKU AKAN MELUDAHI MULUTMU. JANGAN PERNAH SEKALI-SEKALI
MEMUJIKU.
AKU SANGAT MEMBENCI NAMA BAIKKU.
SELAIN ITU, BENARKAH AKU MENGHENTIKAN SERANGAN KARENA SURATMU? BACA
KEMBALI REKAMAN ADHI DAN HAUTE, APA YANG KUPERINTAHKAN PADA HAUTE
SETELAH KAU BERTERIAK-TERIAK MEMOHON PADAKU DAN MEMBANTING TELPON?
"HUBUNGI KOMPATIOLOG, AGAR MEREKA MELAKUKAN KONSELING (PENDAMPINGAN
DALAM BAHASA HAUTE)."
AYO SILAHKAN MERUSAK NAMA BAIKKU, AKU AKAN SANGAT SENANG MENERIMANYA.
DAN INGATLAH INI KALIAN SEMUA, SIAPAPUN YANG MEMUJI ATAU MENGHORMATIKU
AKAN KULUDAHI MULUT KALIAN!
AKU SAMA SEKALI TAK TERTARIK NAMA BAIK.
DAN DENGAR VINCENT CIONG, KEBUSUKAN, BAGAIMANAPUN AKAN TERCIUM BAUNYA.
pabrik_t
aku yang mengaku-aku
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "vincentliong".com
<vincentliong@...> wrote:
>
> Tentang Penonton yang mengalami jadi Gladiator yang diadu dengan
> harimau, dia adalah si Nurudin Asyhadie.
>
> Cukup saya menulis dua email: (dari yg pertama ke yang terakhir)
> 1* Ketika Jurnalis masalah Terorisme Muslim-Barat Merangkap Jadi
> Teroris.
> http://tech.groups.yahoo. com/group/ Komunikasi_ Empati/message/ 2610
> 2* Sulitnya Menghentikan Perang Pasca-Teror Keluarga.
> http://groups.yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/ message/31424
> ; Maka pertempuran itu usai begitu saja.
>
> Apa yang membuat pertempuran itu usai?
>
> Jawab: Pada awalnya Nurudin Asyhadie menganggap permainan caci-maki,
> terror, dlsb tsb sekedar permainan kepuasan ego seperti yang saya
> tulis: "Kalau 'musuh' Vincent Liong menang atau kalah ini hanya
> berpengaruh pada puas atau tidak puasnya ego mereka masing-masing
> untuk merasa menang dalam satu waktu itu saja."
>
> Tetapi ketika mulai email No.1 saja Nurudin Asyhadie mengundang Adhi
> Purwono untuk dating ke acaranya untuk ketemuan, lalu disambung email
> No.2 tsb saya posting maka Nurudin mulai ada di posisi yang sama
> dengan Vincent Liong yaitu: "Kalau Vincent Liong menang atau kalah ini
> adalah masalah hidup dan matinya Vincent Liong. Seseorang akan
> bertarung hidup atau mati demi mempertahankan keutuhan rumahnya
> sendiri, karena hanya itu harta yang ia miliki."
>
> Posisi setelah muncul email No.1 dan 2 ini adalah posisi yang cukup
> riskan bagi penghidupan Nurudin Asyhadie. Beberapa pihak yang berada
> di pekerjaan yang sama misalnya Rio Rinaldo (Penerjemah CGNews-MK,
> Jakarta) yang kebetulan dikenal oleh Rio Panjaitan (salahsatu praktisi
> kompatiologi) juga menyesalkan hal tsb. Masalahnya tindak-tanduk
> Nurudin Asyhadie terhadap kompatiologi dan Vincent Liong saat itu
> adalah tindakan yang melanggar etika di kalangan jurnalisme dan tidak
> social lainnya. Nah dari pengalaman setelah munculnya email No.1 dan 2
> tsb maka muncul sekain banyak orang yang mempertanyakan hal tsb kepada
> Nurudin Asyhadie mengapa sampai melakukan hal demikian.
>
> Saya cukup bahagia melihat Nurudin Asyhadie bisa belajar dari
> pengalaman tsb bahwa setiap manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya
> sebaik apapun dirinya pada akhirnya akan melindungi keluarga atau
> apapun yang menjadi penjamin kelangsungan hidupnya. Seorang Nurudin
> Asyhadie tentunya bisa lebih menyayangi keluarganya sendiri,
> sahabat-sahabatnya sendiri setidaknya yang ada di sekitarnya setelah
> mengalami pengalaman yang menginatkan bahwa kelangsungan hidup diri
> sendiri dan keluarga jauh lebih penting disbanding pemuasan ego sesaat
> untuk merasa menang, benar, dlsb.
>
> Karena saya juga care pada keluarga dan kehidupan saya sendiri, maka
> dari itu saya juga memberi kesempatan kepada Nurudin Asyhadie untuk
> menjadi orang baik. Saya tidak membalas Nurudin yang tanpa juntrungan
> yang jelas berusaha menindas saya di point ini selama setengah tahun
> tanpa memberi saya pilihan lain selain bertahan atau membuat
> penghidupan Nurudin Asyhadie terancam sehingga akhirnya Nurudin
> Asyhadie sadar. Good luck and God bless u for Nurudin Asyhadie.
>
> -----
> Nah sekarang pertanyaannya adalah untuk orang-orang semacam Sinaga
> Harez Posma, Goenardjoadi G., juga yang masih di titik mikir-mikir mau
> melanjutkan permainan atau tidak seperti Swastinika, dan juga
> terimakasih kepada mba Ratih Ibrahim yang sudah mulai menyadari hal
> ini meskipun agak lambat. Apakah saya harus melakukan hal yang sama
> seperti yang terpaksa saya lakukan kepada Nurudin Asyhadie setelah
> saya menunggu selama setengah tahun baru anda-anda ini pada mulai
> sadar. Memilih mengundurkan diri dari kebiasaan psikopat ini secara
> mandiri atau dipaksa hingga ada image buruk yang harus melekat pada
> sejarah nama anda seperti ijasah yang melekat pada diri anda.
>
> Bung Sinaga Harez Posma paranoidnya cukup parah yach, contohnya ketika
> saya mengumumkan minggu lalu ada dekon bp`S.H.P.' nama orang itu
> Suhartono Hari P., begitu saja anda sampai meralat, memangnya saya
> tertarik dengan anda. Lalu ketika saya mengingatkan mengenai kondisi
> kejiwaan beberapa tukang terror saya di email berjudul `Penyakit Hati'
> bung Sinaga Harez Posma yang paling panik. Jadi ini tampak sekali
> bahwa bung Sinaga Harez Posma jauh lebih lemah bahkan lebih lemah dari
> Nurudin Asyhadie dan saya. Jadi bung Sinaga Harez Posma sadari
> kelemahan anda dalam hal mental anda, kalau sadar saya sarankan mundur
> dari diskusi ini, jangan libatkan diri lebih jauh apalagi sok
> merancang fitnah segala. Resiko anda paling besar diantara tukang
> terror yang lain. Jangan sok jagoan, saya sudah setengah tahun diteror
> semacam ini tanpa cara untuk kabur dan saya tetap tahan kok, anda baru
> disentil sedikit saya tidak tahan, belum saya masalahkan ke perkerjaan
> anda seperti yang anda lakukan terhadap nama baik kompatiologi dan saya.
>
> Masalahnya sampai saat ini saya sudah punya cukup bukti untuk
> mempermasalahkan etika moral, etika profesionalitas di pekerjaan anda
> masing-masing yang anda-anda telah langgar demi ego anda untuk
> mentauhkan, mengalahkan, membasmi, merusak masadepan kehidupan dan
> penghidupan saya dan pada praktisi kompatiologi. Salahsatu point yang
> kuat karena dengan alasan sebagai peneliti berijasah anda membuat
> fitnah secara terang-terangan. Kalau etika-etika tsb saya
> permasalahkan maka orang-orang akan mulai mempertanyakan misalnya:
> Bagaimana standart kwalitas profesionalisme kantor konsultan dimana
> bung Sinaga Harez Posma atau juga Swastinika sehingga memiliki orang
> peneliti tukang fitnah dan membuat penipuan model Sinaga Harez Posma.
> Bagaimana dualisme kepribadian Ratih Ibrahim (saya tidak bawa hal ini
> soal mbak Ratih kecuali mbak Ratih berulah lagi di kemudian hari).
> Bagaimana juga Goenardjoadi G. yang selalu ngomong hati nurani dan
> hal-hal lain yang serba baik-baik, tetapi suka membuat penipuan dan
> pemfitnahan demi kepuasan pribadi.
>
> Anda bisa bilang bahwa saya salah, berego, dlsb karena mengancam,
> tetapi tanpa ada urusan anda menekan saya selama ini. Ada tiga tipe
> orang dari yang paling baik ke paling buruk:
> 1. Pemaaf.
> 2. Pendendam (ada hitungan untung rugi).
> 3. Orang iseng yang psikopat sekedar membunuh untuk kepuasan ego.
> Anda-anda bisa bilang kalau saya orang No. 2 tetapi anda sendiri orang
> No. 3 jauh lebih parah pengakit kejiwaannya. Orang psikopat dijauhi
> masyarakat karena berbahaya, yang bahaya adalah keisengannya dan rasa
> takutnya yang tidak terkontrol.
>
>
> Ttd,
> Vincent Liong
> Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2007
>
>
>
>
>
> Email sebelumnya...
> http://groups.yahoo.com/ group/psikologi_ transformatif/ message/32214
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "vincentliong".com
> <vincentliong@> wrote:
>
> Renungan: Penonton dan sang Gladiator
>
>
> Dalam konflik ini:
> * Kalau 'musuh' Vincent Liong menang atau kalah ini hanya berpengaruh
> pada puas atau tidak puasnya ego mereka masing-masing untuk merasa
> menang dalam satu waktu itu saja.
> * Kalau Vincent Liong menang atau kalah ini adalah masalah hidup dan
> matinya Vincent Liong. Seseorang akan bertarung hidup atau mati demi
> mempertahankan keutuhan rumahnya sendiri, karena hanya itu harta yang
> ia miliki.
>
> Posisi `musuh' Vincent Liong adalah seperti penonton pertunjukan
> gladiator melawan harimau dalam pertarungan hidup dan mati. Posisi
> Vincent Liong adalah sang gladiator yang bisa tetap hidup bila
> berhasil membunuh sang harimau atau mati dimakan sang harimau.
>
> Para penonton pertarungan gladiator dan harimau itu bisa dengan santai
> demi ego mereka bertaruh uang atas hidup mati sang gladiator, para
> penonton ini adalah orang-orang yang sangat sopan, bermartabat,
> beradab dan sangat manusiawi.
>
> Si gladiator dan si harimau, yang salahsatu diantara mereka saja yang
> diperbolehkan tetap hidup, harus berjuang dengan segala sifat
> kebinatangan, inhuman, segala kekejaman, dlsb hanya untuk membunuh
> sang lawan demi tetap dapat bertahan hidup, at least dalam pertarungan
> itu. Tentunya mereka tidak punya kesempatan untuk memikirkan acara
> sopan-santun, bermartabat, hidup yang beradap, atau prilaku yang
> manusiawi karena yang mereka pikirkan hanya mempertahankan kehidupan
> yang satusatunya harta yang mereka masih miliki sebelum mereka mati.
>
> Bagaimana ego para penonton ini reda?
> Jawab: Cukup mengalami sesaat saja berada di pengalaman sebagai sang
> gladiator yang diadu dalam pertarungan sampai mati dengan sang
> harimau, dengan konsekwensi kalau tidak hidup ya maka mati. Maka si
> penonton akan kehilangan egonya untuk sekedar merasa menang atau
> kalah. Karena si penonton sama seperti si gladiator dan si harimau,
> juga pada dasarnya takut mati, dan takut terpaksa terjebak dalam
> pilihan membunuh atau mati seperti posisi yang dialami sang gladiator.
>
> Jadi mana yang lebih sopan, bermartabat, beradab dan sangat manusiawi?
> Mana yang naluriah, inhuman, binatang, kejam, tidak manusiawi ?
> Apakah si penonton atau sang gladiator...
>
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar