hanya nambahin aja ...
membahas ke kita an, rasanya gak akan ada habisnya ...
yang jelas saling mengisi, untuk kemajuan bersama walau kadang ada rasa ingin nyikut sana sini ..
makin gres aja nih mas gotho
salam hangat
/Lu2
gotholoco <gotholoco@yahoo.
Waduh, salut lah buat rasa kebangsaan Mas Edi,
Kalau mengutip penjelasan Bang Harez,
[quote]
Kalau mau diurut-urut, mungkin lebih tepat kumpulan "aku" jadi "kami",
kumpulan "kami" jadi "kita". Dalam konteks Indonesia dan topik yang
lagi hangat di milis ini, kumpulan "aku penganut agama tertentu"
menjadi "kami penganut agama tertentu". Kumpulan "kami penganut agama
tertentu" menjadi "kita para penganut agama". Menurut interpretasi
saya, kurang lebih gambarannya begitu. :)
[/quote]
Terus dikaitkan dengan keindonesiaan, sepertinya ada yang perlu
dikoreksi dari teks-teks kenegaraan, misalnya:
Teks Proklamasi,
Bukan "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyataken kemerdekaannya..
seharusnya: "Kita Bangsa Indonesia dengan ini...dst
Terus Teks Sumpah Pemuda:
Kami Bangsa Indonesia, mengaku berbangsa satu...dst
seharusnya :
Kita Bangsa Indonesia, dst..
Dan juga teks do'a(pernah denger): Bapak Kami yang ada di sorga...dst
seharusnya:
Bapak Kita.... (eh ma'af bener nggak di sorga).
Salam
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "edy_pekalongan".com
<edy_pekalongan@...> wrote:
>
> cendikiawan dan pemuda tahun 1945 saja sudah mengerti makna "persatuan
> indonesia " & "keadilan sosoal bagi SELURUH RAKYAT INDONESIA ".
> di tambah "bhineka tunggal ika " .
>
> masa iya di tahun 2000 ditambah tujuh ini , makna dasar negara
> indonesia ada yang masih belum paham. edannya lagi ..malah ada yang
> mau mengganti menurut paham satu golongan saja (ditambah yang usul itu
> gak pernah ikut perang melawan belanda/jepang... )
>
> waduh waduh...mengatasi banjir dan lumpur lapindo saja belum kelar
> kelar. mau yang aneh aneh.....
>
> peradapan bangsa kita ini sesungguhnya maju atau mundur ya ??
>
> merdeka !
>
> edy
> pekalongan
>
>
> --- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "sinagahp".com
> <sinagahp@> wrote:
> >
> > Mas Gotho,
> >
> > Kalau mau diurut-urut, mungkin lebih tepat kumpulan "aku" jadi "kami",
> > kumpulan "kami" jadi "kita". Dalam konteks Indonesia dan topik
yang lagi
> > hangat di milis ini, kumpulan "aku penganut agama tertentu" menjadi
> > "kami penganut agama tertentu". Kumpulan "kami penganut agama
tertentu"
> > menjadi "kita para penganut agama". Menurut interpretasi saya, kurang
> > lebih gambarannya begitu. :)
> >
> > salam,
> > harez
> >
> >
> >
> > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "gotholoco".com
> > <gotholoco@> wrote:
> > >
> > > jadi beda "kita" dan "kami" adalah :
> > > "kita" ('aku') tak ada beda satu dengan yang laen.
> > > "kami" ('kita') tak ada beda sesama 'kita'
> > > apakah kumpulan 'aku' jadi 'kita', kumpulan 'kita' jadi 'kami'?
> > >
> > > ataukah kami itu mengandung rasa memiliki("belongines");
> > > sedangkan kita itu "tidak" mengandung rasa memiliki?
> > >
> > > Salam
> > >
> > > --- In psikologi_transformatif@yahoogroups , "wolikertajiwa".com
> > > wolikertajiwa@ wrote:
> > > >
> > > > "Kalau mau maju, kita harus meningkatkan ke-"kita"-an daripada ke-
> > > > "kami"-an dalam bermasyarakat. Sikap yang positif bagi masyarakat
> > > > (masyarakat Indonesia) dewasa ini adalah sikap yang inklusif.
> > > > Artinya, menginginkan kebersamaan, meskipun mengakui adanya
> > perbedaan.
> > > > Sikap itu akan melahirkan masyarakat yang berjuang bahu-membahu
> > > > mengatasi kesulitan dan mencapai tujuan bersama. Karakter inklusif
> > > > tersebut juga bisa menghasilkan toleransi. Yakni, mengetahui,
> > > > memahami, serta menghayati perbedaan di antara sesama kita. Bagi
> > > > sebuah bangsa yang demikian majemuk seperti Indonesia, sifat
> > inklusif
> > > > menjadi keniscayaan.
> > > > Sebaliknya, yang dihindari adalah sikap eksklusif yang hanya
> > > > menonjolkan rasa ke-"kami"-an. Hal itu akan menjadikan bangsa ini
> > > > terkotak-kotak menurut golongan, partai, etnis, dan agama. Masing-
> > > > masing mementingkan kelompoknya. Dengan titik tolak demikian,
> > tulisan
> > > > ini memberikan contoh-contoh yang pernah terjadi dari masa ke
masa."
> > > > (Asvi Warman Adam,Jawa Pos 13 Januari 2004).
> > > >
> > > > WK :
> > > > Thesis Fuad Hassan sekitar 40 tahun lalu yang kurang/lebih
> > > > berjudul "Kita dan Kami, an analysis fo two basic modern
> > togetherness"
> > > > masih punya greget dan relevansi.
> > > > Banyak sekali Pe-er dan tanda tanya pada bangsa ini :
> > > > - apakah dalam pilkada ada rasa kekitaan diantara kubu-kubu ?
> > > > - apakah dalam DPR ada rasa kekitaan, diluar yang sifatnya
benefit ?
> > > > - bagaimana merumuskan kekitaan antar golongan, partai, etnis, dan
> > > > agama serta aliran-aliran ?
> > > > - Bagaimana kekitaan bangsa Indonesia dengan Malaysia. ASEAN,
dengan
> > > > bangsa-bangsa seluruh dunia ?
> > > > - Apakah Kabinet Indonesia Bersatu menunjukkan kekitaan yang
sehat ?
> > > > - Apakah produsen, pemasok dan distributor mempraktekkan kekitaan
> > > > seperti di Jepang ?
> > > >
> > > > Inklusif tentu ada batasnya. Ekslusif bisa jadi tidak bermasalah,
> > > > sepanjang tidak ada paranoia, kebencian dan permusuhan. Setiap
> > > > kelompok yang sehat bisa exercise perumusan kekitaan dengan
kelompok
> > > > lain.
> > > >
> > >
> >
>
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar